Selasa, 30 Juli 2013

SEHARI BERSAMA AL-QUR'AN


IKUTI DAN MERIAHKAN

SEHARI BERSAMA AL-QUR'AN

TANGGAL 5 AGUSTUS 2013

DI MASJID RAYA AT-TAQWA MATARAM

JAM 09.00 - 17.30


PEMBICARA :

UST ABDUL MANAN , Lc
UST MUSYADDAD
UST MU'ADZOM
UST SATRIAWAN


Nilai yang harus dipertahankan dalam team



1.Saling mendoakan : Menebar Salam (say hello)
2.Berprasangka Baik
3.Budaya Menasehati
4.Menjauhi Menggunjing, dengki
5.Komunikasi: Santun dan Empatik
6.Mencari titik temu, bukan mempertahankan perbedaan
7.Keterbukaan diri  dan kelapangan dada
8.Musyawarah
9.Kerjasama
10.Menyepakati dan konsisten dengan keputusan






KARAKTERISTIK TIM EFEKTIF



1.Prinsip, Tujuan, Sasaran.
2.Keterbukaan dan Konfrontasi
3.Dukungan dan Kepercayaan.
4.Kerjasama, Komunikasi dan konflik.
5.Prosedur kerja dan Keputusan.
6.Kepemimpinan.
7.Review program.
8.Pengembangan diri anggota tim (individu)
9.Hubungan  antar  kelompok.
10.Ikatan   hati  yang sinergi


 

Di Tengah Iftiraqul Ummah (Perpecahan Umat)

Mengapa umat Islam berpecah? Bukankah Islam agama yang haq? Bagaimana kita menyikapi perpecahan ummat? Apa yang harus kita lakukan? Berikut ulasannya

“Beruntunglah orang-orang asing yang mereka memperbaiki apa-apa yang telah dirusak oleh manusia sesudahku dari sunnahku.” (HR At-Tirmidzi)

Iftiraqul ummah adalah takdir Allah
Iftiraqul ummah (perpecahan umat) adalah sebuah takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala yang pasti terjadi. Sebagaimana telah disebutkan dalam beberapa hadits yang mutawatir:
“Terpecah umat Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan, dan terpecah umat Nashrani menjadi tujuh puluh dua golongan, dan akan terpecah umat ini menjadi tujuh puluh tiga golongan.” (1)

Bukti kebenaran akan hadits ini, telah mulai tampak ketika munculnya pemahaman sesat akidah Saba’iyah (akidah Khawarij dan Syi’ah). Inilah hal pertama yang didengar kaum muslimin, dan didengar pula oleh para shahabat tentang akidah iftiraq dan benih-benih firqah di kalangan muslimin yang ditiupkan oleh para pemeluknya. Dan benih-benih iftiraq ini terus tumbuh dan berkembang hingga munculnya firqah-firqah Qadariyah, Jahmiyyah, Mu’tazilah, dan lain sebagainya. Dan sungguh, hal yang demikian ini terus menerus terjadi hingga masa sekarang. Hal ini semakin tampak nyata dengan lahirnya harakah-harakah dengan membawa fikrah masing-masing.

Mensikapi iftiraqul ummah
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah mentakdirkan terjadinya iftiraqul ummah telah memberikan bimbingan agar umat tidak tenggelam dalam fitnah ini. Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
“ … Barangsiapa di antara kalian berumur panjang, niscaya akan melihat perselisihan yang banyak. Maka tetaplah kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk. …”(2)

1. Maka sikap kita yang pertama adalah tetap bepegangan pada sunnah Rasulullah saw dan para khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk.

Maka dalam memahami dien ini kita harus senantiasa meruju’ kepada apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah saw dengan pemahaman para shahabat radhiyallaahu ‘anhum ajma’in. Walaupun pemahaman itu berbeda dan ditentang oleh kebanyakan manusia, maka tetaplah berpegangan kepadanya. Sungguh Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan bahwa Islam ini pada awal kedatangannya adalah asing dan pada suatu saat nanti akan kembali dianggap asing (diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya: (145) dari Abu Hurairah), sebuah keadaan dimana orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah seakan menggenggam bara api, barangsiapa beramal pada hari-hari semacam ini maka pahalanya seperti pahala amalan 50 orang shahabat radhiyallaahu ‘anhum ajma’in, sebagaimana telah disebutkan dalam hadits-hadits yang masyhur:
“Akan suatu pada manusia suatu jaman, orang yang sabar (istiqamah) di atas agamanya pada jaman ini seperti memegang bara api.”(3)

“Sesungguhnya di belakang kalian ada suatu hari, kesabaran di dalamnya seperti memegang bara api, orang yang beramal pada hari-hari semacam ini pahalanya seperti 50 orang yang beramal seperti amalnya kalian.”(4)

Berkata Ath-Thibi tentang hadits ini: “Maknanya sebagaimana tidak mampunya seorang pemegang bara api untuk sabar karena menghanguskan tangannya seperti itu pula keadaan seorang yang beragama, pada hari itu, tidak mampu untuk tetap di atas agamanya karena banyaknya pelaku maksiat dan pelaku maksiat, tersebarnya kafasikan dan lemahnya iman.”

Berkata pula Al Qari: “Yang jelas bahwa makna hadits adalah sebagaimana tidak mungkin bagi seseorang untuk memegang bara api kecuali dengan kesabaran yang besar dan menanggung banyak kesusahan. Demikian pula di jaman itu tidak akan tergambar dalam benak seseorang untuk menjaga agamanya dan cahaya imannya kecuali dengan kesabaran yang besar.”

Akan tetapi, walaupun demikian keadaannya, Allah yang Maha Berkuasa atas segala-galanya tidak akan membiarkan umat ini musnah dari muka bumi. Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang terang-terangan di atas kebenaran, tidak mencelakakan mereka orang yang mencemoohnya sampai datang urusan Allah dan mereka dalam keadaan demikian”(5)

2. Hal kedua yang harus kita lakukan ketika fitnah ini terjadi adalah tinggalkan semua golongan (firqah) yang ada, sebagaimana diriwayatkan dari Hudzaifah:
“Bahwasanya ketika manusia bertanya kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan, aku bertanya kepada beliau tentang kejelekan, karena khawatir akan menimpa diriku, maka aku berkata, “Wahai Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam sesungguhnya kami dahulu dalam keadaan jahiliyah dan kejelekan, maka Allah datangkan kepada kami kebaikan, maka apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan?” Beliau menjawab, “Ya”. Maka aku berkata, “Apakah setelah kejelekan itu ada kebaikan?” Beliau menjawab, “Ya, tapi padanya ada dakhan (kotoran)”. Aku berkata, “Apa dakhannya?”. Beliau menjawab, “Kaum yang mengerjakan sunnah bukan dengan sunnahku, dan memberi petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau kenali mereka tapi engkau ingkari”. Maka aku berkata, “Apakah setelah kebaikan tersebut akan muncul kejelekan lagi?” Beliau menjawab, “Ya, adanya dai-dai yang berada di atas pintu jahannam, barangsiapa yang memenuhi panggilannya akan dilemparkan ke neraka jahannam”. Aku berkata, “Wahai Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam terangkan ciri-ciri mereka”. Beliau berkata, “Mereka adalah suatu kaum yang kulitnya sama dengan kulit kita, bahasanya juga sama dengan bahasa kita”. Aku berkata, “Apa yang engkau perintahkan jika aku mengalami jaman seperti itu?” Beliau berkata, “Berpeganglah dengan jama/ah muslimin dan imam mereka”. Aku bertanya, “Bagaimana jika tidak ada jama’ah dan imam?” Beliau menjawab, “Tinggalkan semua firqah, meskipun kamu harus menggigit akar pohon hingga kamu mati dan kamu dalam keadaan seperti itu .”(6)

3.Hal ketiga adalah senantiasa menyeru manusia kepada al haqq, saling bertawashaw bil haqq wa tawashaw bish-shabr (saling menasihati dengan kebenaran dan saling menasihati dengan kesabaran). Inilah kewajiban yang tetap ada pada diri kaum muslimin kepada sesama mereka sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla: Dan saling nasihat-menasihatilah engkau dengan kebenaran dan dengan kesabaran.’ (QS Al ‘Ashr: 4)

Dalam mensikapi perbedaan pemahaman yang ada, maka kewajiban ini tetap wajib diamalkan. Bukan seperti pendapat sebagian orang, “Kita bekerjasama terhadap apa-apa yang kita sepakati dan kita saling tasamuh (toleransi) terhadap perbedaan yang ada.” Perkataan ini benar jika perbedaan yang ada adalah hal-hal yang memang merupakan ikhtilaf tanawu’ yang bisa ditolerir, sedangkan untuk perkara yang telah menjadi ijma’ aimmah ahlus sunnah wal jama’ah dan kaum muslimin, maka tidak ada lagi kata tasamuh. Mereka harus diberi peringatan, ditegakkan hujjah kepada mereka (iqamatul hujjah) dan jika tetap tidak mau mengikuti pemahaman yang lurus, maka mereka wajib diberi sangsi dan umat harus ditahdzir akan kesesatan yang ada pada mereka serta bahayanya bergaul dengan mereka. Sebagaimana Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallaahu ‘anhu telah memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat.

Sedangkan jika perbedaan pemahaman yang ada seputar masalah fiqih atau pun hal-hal yang lain sifatnya ijtihadiyah, maka wajib di antara muslimin untuk mempertemukan perbedaan itu dan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari yang lebih dekat kepada al-haqq. Jika upaya ini tetap tidak bisa mempersatukan pemahaman yang ada, maka hendaknya masing-masing memahami menurut keyakinan masing-masing tanpa saling cela, saling caci, dan tetap saling menghormati. Sebagaimana yang telah banyak dipraktekkan pada shahabat. Sebagai contoh: ketika dalam penyerangan Bani Quraidhah. Sewaktu hendak berangkat Nabi shalallaahu’alaihi wa sallam berpesan agar para shahabat tidak shalat kecuali setelah tiba di tujuan. Tapi ternyata sebelum sampai di perkampungan Bani Quraidhah waktu shalat Ashar sudah tiba. Maka sebagian shahabat mengerjakan shalat di tengah perjalanan, dengan alasan Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam tidak menyuruh mengakhirkan shalat. Yang lain memegangi ucapan Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam, yakni tidak mengerjakan shalat hingga tiba di tujuan, walau sudah habis waktunya. Ketika yang demikian sampai kepada Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam maka beliau tidak mencela satu pun dari keduanya.(7)

Demikian pula ketika Ibnu Mas’ud berbeda pendapat dengan Ubay bin Ka’ab tentang sahkah shalat dengan memakai satu baju? Maka ketika mendengar perdebatan mereka Umaa keluar dengan marah dan berkata: “Dua orang dari Rasulullah saw telah berselisih, yaitu di antara orang-orang yang memperhatikan Rasul dan mengambil dari Rasul. Ubay benar dan Ibnu Mas’ud tidak lalai. Akan tetapi aku tidak mau mendengar ada orang yang berselisih tentang hal itu setelah ini, kecuali aku mengerjakannya begini dan begitu.”(8)

4.Hal keempat yang mesti kita lakukan di tengah iftiraqul ummah ini adalah tetap berupaya untuk menjaga persatuan di antara kaum muslimin. Walaupun iftiraqul ummah adalah sebuah kepastian dan bagaimana pun usaha kita untuk mencegahnya maka iftiraqul ummah ini tetap akan terjadi, akan tetapi hal ini tidaklah menafikan kewajiban kita untuk tetap berpegang teguh kepada tali Allah dan menjaga persatuan di kalangan umat Islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan: “Dan berpegang teguhlah kalian kepada tali Allah seluruhnya, dan hangan berpecah belah.” (QS Ali Imran: 103)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata bahwa yang dimaksud dengan tali Allah adalah janji Allah. Dikatakan pula bahwa tali Allah ialah Al Qur’an. Sedangkan lafazh walaa tafarraquu (jangan berpecah belah) menunjukkan perintah untup berjama’ah dan melarang perpecahan.(9)

Dan perintah bersatu di sini bukanlah persatuan telompok (firqah) tertentu yang kemudian saling membanggakan kelompoknya masing-masing. Dan menganggap yang di luar kelompoknya berarti bukan saudaranya dan lantas disikapi dengan sikap seperti orang kafir. Akan tetapi adalah kesatuan kaum muslimin yang berlandaskan aqidah dan manhaj ahlus sunnah wal jama’ah. Wallaahu a’lam bish shawab.

Penjelasan tentang haditsul iftiraq
Terkait masalah haditsul iftiraq, dimana umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan yang mereka semua berada di dalam neraka, kecuali satu yang selamat yakni Al Jama’ah. Maka jumhur ulama mengatakan, bahwa masuknya mereka ke dalam neraka ini tidaklah kekal, akan tetapi hanya sementara. Jadi, bid’ah-bid’ah yang ada pada diri mereka tidaklah menyebabkan mereka keluar dari Islam, bid’ah itu tidak sampai menjatuhkan mereka dalam kekufuran (bid’ah mukaffirah) akan tetapi hanya sampai pada tingkatan fusuq (bid’ah muharramah). Maka mereka tetaplah muslimin, sehingga tetap ada kewajiban untuk berwala’ terhadap mereka dan ada pula kewajiban bara’ terhadap meruka sesuai dengan tingkad penyimpangan yang ada pada mereka.

Panitia Tetap Al Buhuts Al Ilmiyah Wal Ifta yang terdiri dari: Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Bbz, Syaikh Abdurrazaq Al Afify, Syaikh Abdullah bin Ghadyan, dan Syaikh Abdullah bin Qu’ud memfatwakan mengenai harakah-harakah yang ada saat ini, “… secara umum, setiap jama’ah mempunyai kesalahan dan kebenaran. Anda boleh bergaul dengan jama’ah manapun selagi di sana ada kebenaran dan menghindari jama’ah yang banyak kesalahannya. Tetapi tetap harus saling memberi nasihat, saling tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa.”(10)

Maka para ulama menasihatkan kepada para ahlul ‘ilm untuk turut bersama mereka dan meluruskan mereka dari penyimpangan-penyimpangan yang ada. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baz rahimahullaah, “…Jika manusia memiliki ilmu dan pemahaman keluar bersama mereka untuk menyampaikan ilmu dan pengingkaran dan nasihat kepada kebaikan serta mengajari mereka sampai mereka itu meninggalkan madzhab bathilnya dan meyakini madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah maka diperbolehkan.”

Dan sungguh, hanya Allahlah yang Maha Mengetahui siapajah di antara harakah-harakah yang ada yang paling dekat kepada kebenaran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Katakanlah: ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS Al Kahfi: 503-104)

Dan demi Allah, tidak ada jaminan bagi siapa pun bahwa dialah yang berada pada kebenaran. Kewajiban kita adalah berupaya semaksimal mungkin agar selalu berada dalam shiraathal mustaqiim.

Sebuah manhaj (metodologi) dalam memahani dien
Dalam meniti jalan ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi bimbingan:
“… yaitu mereka yang mendengarkan perkataan yang baik, dan mengikuti yang terbaik diantaranya.” (QS Az Zumar:18)

Maka mencari ilmu dari ahlul ilmi dari mana pun adalah sebuah kebaikan, karena hikmah itu adalah milik muslim yang hilang, maka ambillah ia dari mana pun engkau mendapatkannyu. Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan: “… Terimalah kebenaran itu apamila engkau mendengarkannya, karena atas kebenaran itu ada cahaya.” (11)

Tolok ukur kita dalam menilai kebenaran, yang pertama adalah ada tidaknya dalil tentangnya karena Rasulullah saw mengatakan: “Barang siapa melakukan suatu amal yang tidak ada contohnya dari kami, maka amalan ibu tertolak.” (HR Mutafaqun ‘alaih)

Kemudian yang kedua, sesuaikah dengan pemahaman para salafush-shalih yang Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam mengazakan tentang mereka: “Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian generasi orang-orang sesudahnya, dan kemudian orang-oyang yang sesudahnya.” (HR Arba’ah)

Allah Tabaraka Wa Ta’ala pun mengatakan tentang pemahaman para shahabat radhiyallaahu ‘anhum ajma’in dengan firman-Nya: “Maka jika mereka beriman kepada apa yang kalian telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan.” (QS Al Baqarah: 137)

Seandainya apa yang kita pahami sesuai dengan pemahaman mereka maka itulah al-haqq, maka siapa pun yang berada di atas pemahaman ini maka merekalah yang disebut al-firqatun najiyah, merekalah fs-sawaadul a’zham, dan itulah al-jama’ah, sebagaimana dikatakan Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam: “Setiap yang mengikuti sunnahku dan para shahabatku.” ; “Kalian wajib berpegana teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaui rasyidin” (HR Abu Daud dan Tirmidzi). Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu: “Al Jama’ah itu ialah setiap yang sesuai dengan al-haqq walau engkau seorang diri.” Dalam riwayat yang lain dikatakan: “Al Jama’ah adalah siapa saja yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah walaupun engkau sendirian.” Ibnu Khallal rahimahullaah mengatakan: “Al Jama’ah ialah Jama’atul Muslimin, yaitu para shahabat serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan sampai Hari Akhir. Mengikuti mereka adalah hidayah dan menyelisihi mereka adalah sesat.”

Maka barangsiapa yang mengatakan bahwa yang demikian (yakni mengambil ‘ilmu dari beberapa harakah yang ada) maka dia seperti pemulung, sungguh, dia adalah orang yang ‘sangat mengenal’ diennya sehingga dia berani menyamakan dien-nya sebagai sampah dan betapa dia sangat memuliakan harakahnya, yakni dengan menyamakannya dengan keranjang sampah yang para pemulung dapat mengambil sampah daripadanya. Allahu Ta’ala A’lamu Bish-shawab.

Semoga Allah senantiasa membimbing umat ini agar selalu bersatu di atas bendera sunnah, dan berdiri di atas landasan aqidah ash-shahihah, serta menyeru mqnusia dengan manhaj sunnah dan di atas jalan nubuwwah. Ushikum wa nafsi bitaqwallaah. Laa haula walaa quwwata illaa billaah.

Foot note:
1. Hadits ini masyhur, diriwayatkan oleh sejumlah banyak shahabat, dikeluarkan oleh imam-imam yang adil, yang hafal hadits seperti Imam Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Hakim, Ibnu Hibban, Abu Ya’la al Muushili, Ibnu Abi Ashim, Ibnu Bathah, al-Ajiri, ad-Darimi dan al-Lalikai. Juga dishahihkan oleh sejumlah besar ahli ilmu, seperti At-Tirmidzi, Al-Hakim, Adz-Dzahabi, As-Suyuti, dan Asy-Syatibi.
2. HR Nasa’I dan Tirmidzi: HASAN SHAHIH. Lihat Kitab Firqah Najiyah oleh Syaikh Jamil Zainu.
3. Dikeluarkan oleh At Tirmidzi: (2260) dan Ibnu Baththah dalam Al Ibanah Al Kubra: (195) dari Anas radhiyallaahu ‘anhu..
4. Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah: (XIV/344) dan dalam tafsir: (III/110) dengan lafazh yang panjang.
5. Dikeluarkan oleh Muslim dengan lafazh ini: (1920) dan Abu Dawud: (4252) dengan tambahan: “Tidak akan memadharatkan mereka orang-orang yang menyelisihinya.”, dan tambahan yang panjang di awalnya. Dikeluarkan pula oleh At Tirmidzi: (2229) secara ringkas dan dia fenshahihkannya, dan dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam Al Muqaddimah: (10) dengan lafazx yang panjang dan dikeluarkan oleh Imam Ahmad: (V/276) dengan lafazh yang panjang dan dalam (V/247) secara ringkas, dll.
6. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya, 3606, Muslim dalam Shahih-nya (1847), Imam Ahmad dengan panjang (V/386), 403 dan secara ringkas (V/391,396), dengan ringkas dengan lafazh-lafazh yang berbeda-beda (V/494), Abu Dawud As-Sijistani (3244), dengan lafazh berbeda (4246) dan An-Nasa’I dalam Al Kubra (V/17,18).
7. Lihat: Al Jami’ush Shahih Bukhari-Muslim.
8. Ibnu ‘Abdi ‘l-Bar di dalam Jami’u Bayani ‘l ‘Ilmi, 2/83-84
9. Lihat: Tafsir Ibnu Katsir Juz 1.
10. Lihat: Al jama’ah Menurut Ulama Salaf dan Khalaf oleh DR Abdur-Rahman bin Khalifah Asy-Syayaji. Terdapat dalam kaset Ta’qieb Samahatul ‘Allamah Abdul ‘Aziz bin Baz ‘ala Nadwah (ad-Du’at), lihat kitab An-Nashrul ‘Aaiz hal 173 oleh Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali hafizhahullaah.
11. Syaikh Al-‘Allamah Ay-Mujaddid Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menyatakan tentang hadits ini: “Shahih, sanadnya mauquf (yakni ucapan Mu’adz).” Terdapat dalam Shahih Abi Dawud, jilid 3, hal 872, hadits ke 3855.

Kamis, 25 Juli 2013

DURI-DURI YG MERUSAK UKHUWAH



Mencintai sesama mukmin dan mengikat tali ukhuwah (persaudaraan) merupakan suatu perbuatan yang amat mulia dan sangat penting. Allah SWT menyatakan persaudaraan sebagai sifat kaum mukminin dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, seperti dalam firman-Nya :
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (QS. Al Hujuraat : 10)
Persaudaraan yang terjalin di antara kaum mukmin sesungguhnya merupakan anugrah nikmat yang sangat besar dari Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya :
“Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara” (QS. Ali Imran : 103)
“Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan- Nya dan dengan para mu’min, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka” (QS. Al-Anfaal : 62-63)
Seiring perjalanan waktu, tali ukhuwah yang telah terjalin terkadang bisa mengendur, bahkan putus sama sekali dikarenakan virus-virus yang berjangkit di hati, antara lain :
1. TAMAK AKAN KENIKMATAN DUNIA
Banyak kasus dua orang sahabat yang saling mencintai dengan tulus sehingga masing-masing merasa berat untuk berpisah dari kawannya, tiba-tiba sikap mereka berubah ketika tergiur dengan gemerlap dunia dan berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Apa yang akan kita lakukan seandainya ada peluang rizki di mana kita dan saudara kita sama2 membutuhkan? Sering terjadi dua orang sahabat saling bersaing, saling jegal demi mendapatkan satu pekerjaan. Di sinilah sifat itsar (mendahulukan saudara) kita diuji.
Sebaik-sebaik sifat itsar adalah yang seperti dilakukan oleh kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin sebagaimana diabadikan dalam QS. Al Hasyr : 9 berikut ini.
“Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”
2. TIDAK SANTUN DALAM BERBICARA
Hal ini merupakan pintu yang paling leluasa bagi setan untuk masuk menebar bibit2 perselisihan dan permusuhan di antara sahabat. Banyak yang beranggapan, hubungan istimewa yang terjalin dengan sahabatnya membebaskannya dari tutur kata yang sopan.
Contoh gaya bicara kepada saudara kita yang harus dihindari adalah :
a. Berbicara dengan nada suara tinggi dan menggunakan kata2 kasar
Di dalam Al Qur’an, Allah mengisahkan wasiat Luqman dalam mendidik anaknya :
“Dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai” (QS. Luqman : 19). Ali bin Abu Thalib berkata : “barangsiapa lembut tutur atanya, niscaya manusia suka dengannya”.
b. Tidak mendengar saran saudaranya, enggan menatap ketika berbicara atau memberi salam, tidak menghargai keberadaannya
Seorang ulama salaf berkata : “Ada orang yang memberitahuku tentang suatu hadits, padahal saya telah mengetahuinya sebelum ia dilahirkan, namun kesopanannya mendorongku untuk tetap mendengarnya hingga selesai.”
Kemuliaan akhlaq Rasulullah membawa beliau untuk tetap mndengar dan tidak memotong kata2 seorang musyrik bernama ‘Utbah. Ketika berhenti, Rasulullah bertanya kepadanya : “Apakah engkau sudah selesai, hai Abul-Walid (panggilan ‘Utbah)?”
c. Bercanda secara berlebihan
Canda ringan dalam batas kesopanan dan tidak keluar dari ruang lingkup yang benar akan menambah kelnturan dan kehangatan hubungan ukhuwah. Sebaliknya, canda yang berlebihan dan melampaui batas kesopanan akan mempercepat kehancuran ukhuwah.
d. Sering mendebat dan membantah
Sering mendebat dan membantah diikuti oleh dampak begatif lainnya seperti menganggap unggul ide sering mengkritik ide sahabat, sok tahu, menggunakan kata2 pedas yang bernada merendahkan pemahaman, cara berpikir, dan kekuatan penguasaannya terhadap suatu masalah. Sesungguhnya salah satu faktor paling signifikan yang dapat memicu rasa benci dan dengki antara sahabat adalah kebiasaan berselisih/berbanta h-bantahan yang seringkali tanpa didasari oleh ketulusan dalam upaya mencari kebenaran. Perselisihan juga terkadang menjebak keduanya dalam pembicaraan mengenai masalah yang masih samar, tanpa dalih argumen yang jelas. Perselisihan juga mendorong salah seorang di antara kedua sahabat tersebut terus berbicara, kendati tiada hasil yang dicapai, selain memperburuk hubungan dan mengubah sikap. Sabda Rasulullah :
“Sesungguhnya orang yang paling dibenci oleh Allah adalah orang yang sangat keras kepala dan suka membantah” (HR. Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Tirmidzi, Ahmad)
“Tiada kaum yang menjadi sesat setelah mendapat petunjuk kecuali karena mereka suka saling berbantah-bantahan” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)
“Aku adalah penghulu (kepala) rumah di taman surga - yang diperuntukkan - bagi orang2 yang menghindari perdebatan (perselisihan) , sekalipun dalam posisi yang benar” (HR. Abu Dawud)
e. Kritikan keras yang melukai perasaan
Salah satu faktor yang dapat merusak suasana pembicaraan dan hubungan ukhuwah adalah menyerang dengan kritikan bernada keras atau kritikan yang tidak argumentatif. Seperti ungkapan : “Semua yang kamu katakan adalah salah, tidak memiliki dalil yang menguatkan.” Atau : “Kamu berseberangan dengan saya.”
Jika antum seorang yang beretika baik, seharusnya yang antum katakan adalah : “Beberapa sisi dalam pendapatmu itu perlu dipertimbangkan lagi”, “Menurut hemat saya….”, “Saya mempunyai ide lain, harap antum menyimaknya dan memberi penilaian”, dan ungkapan2 serupa.
3. SIKAP ACUH/TIDAK ARE/CUEK
Ukhuwah yang tidak dihiasi dengan kehangatan perasaan dan gejolak rindu, adalah ukhuwah yang kering. Ia akan segera gugur dan luntur.
Imam Ahmad dalam bukunya az-Zuhd dan Ibnu Abi Dunya dalam bukunya al-Ikhwan, menceritakan bahwa pada suatu malam Umar bin Khaththab teringat kepada seorang sahabatnya, dan ia terus bergumam lirih : “Mengapa malam ini tersa terasa begitu panjang.” Maka setelah menunaikan shalat Subuh, Umar segera menemui sahabatnya itu dan memeluknya dengan erat. Subhanallah…..Itulah perasaan yang membuat seseorang merindukan saudaranya, sehingga berangan-angan agar tidak berpisah darinya, baik di dunia maupun di akhirat.
Berempati atas semua musibah dan penderitaan yang dialami saudara atau sahabat serta memperhatikan keperluan-keperluan nya merupakan salah satu hal yang bisa mempererat ukhuwah. Seorang ulama salaf berkata : “Jika seekor lalat hinggap di tubuh sahabatku, aku benar2 tidak bisa tinggal diam (Abu Hayyan at-Tauhidi, al-Mukhtar minash Shadaqah wash-Shadiq, hlm. 143).
Perasaan yang tulus juga akan mendorong seseorang untuk mendoakan sahabatnya ketika berpisah dan menyebut namanya dalam waktu2 terkabulnya do’a.
Sabda Rasulullah : “Doa seorang muslim untuk kebaikan saudaranya yang dilakukan dari kejauhan, niscaya akan dikabulkan”. (HR. Muslim, Ibnu Majah, Ahmad)
4.MENGADAKAN PEMBICARAAN RAHASIA
“Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, agar orang2 yang beriman itu berduka cita” (QS. Al-Mujadilah : 10)
Dalam riwayat Ibnu ‘Umar ra dinyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda : jika kamu bertiga, maka janganlah dua di antara kamu membuat pembicaraan rahasia , kecuali jika orang ketiga mengizinkan, karena perbuatan itu dapat membuatnya sedih.
5. KERAS KEPALA, ENGGAN MENRIMA NASIHAT DAN SARAN
Sikap keras kepala dan enggan mnerima nasihat, membuat seorang sahat merasakan adanya dinding pemisah antara diri antum dan dirinya. Ia merasa sulit untuk terbuka dalam setiap pembicaraan dengan antum, bahkan -mungkin- menganggapmu sombong.
Rasulullah saw sering didatangi oleh para sahabat dan istri2 beliau untuk memberikan ide dan saran dalam berbagai hal. Beliau mau menerima dan menuruti saran mereka dengan senang hati, sekalipun dalam bentuk pernyataan keberatan, kritik, atau sekedar pertanyaan.
6. SERING MEMBANTAH, BERBEDA SIKAP DAN HOBI, BERSIKAP SOMBONG DAN KASAR
Untuk menambah kehangatan ukhuwah, dua orang yang bersahabat mesti memiliki beberapa kesamaan sifat, kebiasaan, dan watak. Pepatah mengatakan : “Burung2 bergerombol dengan sesama jenisnya.”
Malik bin Dinar berkata : “Dua insan tidak akan terikat dalam jalinan ukhuwah, kecuali jika masing2 memiliki sifat yang sama dengan sahabatnya.”
Karena itu, betapa banyak orang yang berjumpa sekilas dalam perjalanan, kemudian berubah menjadi teman yang sangat dekat. Hal tersebut biasa terjadi karena antum menemukan beberapa kesamaan persaan, kesenangan, pemahaman, dan ide.
Di antara faktor yang dapat menambah keakraban ukhuwah sekaligus menjaganya dari kehancuran adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan beberapa kebiasaan sahabat. Sebaliknya, sering berseberangan dengan sahabat dapat mengurangi keakraban. Tetapi tentunya semua itu dilakukan dengan syarat tidak melanggar aturan syari’at agama.
Terhadap saudara atau sahabat, kita juga harus bersikap lembut dan tidak sombong. Anas bin Malik, pelayan Rasulullah saw pernah menceritakan tentang kelemah-lembutan Rasulullah. Kata beliau : “Aku menjadi pelayan Rasulullah saw selama 10 tahun, dan selama itu beliau tidak pernah mengeluh atau mengomentari pekerjaanku, seperti mengatakan, ‘Kenapa kamu lakukan ini?’, juga tidak pernah berkomentar ketika aku tidak melakukan sesuatu, seperti mengatakan ‘Kenapa kamu tidak melakukan ini?’.
7. MEMBERI TEGURAN DI DEPAN ORANG LAIN
Salah satu hak ukhuwah terhadap saudara kita adalah memberi nasihat apabila ia melakukan kemungkaran, maksiat atau kesalahan, dengan tujuan agar ia kembali kebenaran sekaligus terhindar dari ancaman kemurkaan dan siksa Allah SWT. Namun demikian, nasihat tidak boleh dilakukan secara terbuka di tengah keramaian umum, kecuali dengan alasan yang mendesak, karena merupakan sifat manusia, dia tidak suka jika keburukan-keburukan nya dibuka di depan umum. Lebih dari itu, menasihati atau menyebut kesalahan seseorang di muka umum merupakan penyebab cepat pudarnya rasa cinta dan mudah menanam bibit2 permusuhan karena merasa dicemarkan dan dihina, juga dapat menimbulkan sifat keras kepala dan nafsu untuk membalas dendam.
Lain halnya bila seseorang dikritik atau dinasihati dalam keadaan menyendiri, ia akan lebih menerima, mampu memahami permasalahan dengan jelas, dan tertarik kepadamu karena merasa telah diberi pertolongan dan diingatkan akan kesalahan yang telah dilakukan.
Terkadang ada orang yang memberi nasihat ingin melihat hasil dari usahanya secepat kilat, sehingga berharap agar orang yang dinasihatinya berubah seketika. Jika tidak demikian, ia berasumsi bahwa nasihatnya telah gagal, atau terus berupaya menekan orang yang dinasihati, sehingga lebih mirip sebuah pemaksaan kehendak daripada menasihati. Ia juga beranggapan bahwa orang yang dinasihati itu tidak mengerti nasihat yang diberikannya, atau belum menerima nasihat itu. Pandangan seperti itu adalah tidak benar, karena sudah menjadi tabiat umum manusia, mereka enggan mengakui kesalahan secara langsung, melainkan membutuhkan rentang waktu untuk berpikir, atau mencari kesempatan untuk kembali.
8. SERING MENEGUR, TIDAK TOLERAN, CENDERUNG NEGATIVE THINGKING, ENGGAN MEMAAFKAN
Sikap sering menegur dan menekan sahabat dapat mengakibatkan terpuruknya tali ukhuwah, karena sahabatmu beranggapan bahwa Anda tidak dapat menerima kekurangannya sekecil apapun, atau menganggapmu selalu diliputi prasangka buruk terhadapnya. Jika Anda terus menggunakan cara bergaul seperti ini, tentu Anda tidak akan mendapatkan seorang sahabat yang bebas dari kekurangan. Artinya, Anda tidak akan pernah bisa menjalin ukhuwah.
Dalam memilih teman atau sahabat, kita perlu menentukan kriteria ideal, misal : akhlaqnya bagus, karena kita memang dianjurkan untuk bergaul dengan orang2 yang shalih. Akan tetapi perlu diingat juga bahwa tidak ada sahabat yang bebas dari kekurangan, sebagaimana Anda pun tidak lepas dari kekurangan. Maka terimalah kekurangannya sebagaimana ia menerima kekuranganmu. Fudhail bin ‘Iyadh berucap : “Siapa mencari sahabat tanpa cacat, niscaya sepanjanghidupnya tidak mendapat sahabat.”
Salah satu ciri ukhuwah yang tulus lainnya adalah suka memaafkan dan lapang dada terhadap kesalahan.
Hasan bin Wahb berkata : Di antara hak2 ukhuwah adalah memaafkan kesalahan sahabat dan terbuka atas segala kekurangannya.” Suatu kesalahan yang dilakukan oleh sahabat tidak boleh menjadi alasan untuk menjauhi atau putus darinya. Rasulullah saw bersabda :
“penyambung persaudaraan bukanlah orang yang membalas kebiakan yang pernah diterimanya, namun penyambung persaudaraan adalah yang diputus hubungannya, lalu dia menyambungnya kembali.” (HR. Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi)
Dalam untaian bait puisinya, Imam Syafi’i berkata :
Ketika aku memaafkan dan tidak menyimpan iri di hati
Jiwaku tenteram bebas dari tekanan rasa permusuhan

Kuucapkan salam di saat berjumpa lawan
Agar manahan bibit permusuhan
Dengan ucapan salam

Kutampakkan wajah berseri kepada orang yang kubenci
Seakan berbunga hatiku penuh kecintaan

Manusia adalah penyakit
Penawarnya dengan cara mendekati
Jika menjauhi berarti mengabaikan cinta sejati

Jika sahabatmu menyakiti atau berbuat kesalahan kepadamu, maka sikapilah dengan lapang dada dan maafkanlah jika sanggup memafkannya dengan penuh ketulusan. Namun jika tidak, tegurlah dengan baik, seperti yang dianjurkan oleh Abu Darda’ ra : “menegur saudaramu atasa kesalahannya adalah lebih baik, daripada harus berpisah. Adakah yang sanggup menunjukkan kepadamu seorang sahabat yang sempurna?”
9. MUDAH PERCAYA HASUTAN ORANG-ORANG YANG MENGADU DOMBA DAN MEMENDAM DENGKI
Merupakan kesalahan besar jika Anda mudah mempercayai isu yang berkembang mengenai sahabatmu, atau menuduhnya telah melakukan perbuatan yang menyakitkan, hanya berdasarkan kepada kabar burung dan isu yang diterima. Waspadalah, karena banyak orang yang dengki kepada orang2 yang terikat dalam jalinan ukhuwah. Para pendengki tersebut mempunyai kecemburuan yang sangat tinggi. Mereka tidak suka melihat hubungan tulus yang begitu kuat mengikat hubungan orang2 yang bersahabat, mereka tidak tenang selama tali ukhuwah tersebut belum tercerai-berai.
Oleh karena itulah, orang2 yang dipertemukan oleh Allah SW dalam sebuah jalinan ukhuwah harus yakin bahwa satu sama lainnya saling mencintai karena Allah, saling mencintai dengan penuh ketulusan yang muncul dari nurani yang paling dalam. Dengan demikian, sekuat apapun para pendengki memusuhi, tetap tidak akan mampu menggoyahkan kokohnya konstruksi ukhuwah.
Firman Allah SWT : (QS.Al Anfal : 63)
10. MEMBUKA RAHASIA
Salah satu faktor yang dapat mempertahakankan ukhuwah adalah menjaga rahasia sahabat agar tidak tersebar. Rasulullah saw bersabda : “Jika seseorang diberitahu oleh sahabatnya mengenai suatu hal, lalu ia pergi, maka hal tersebut telah menjadi amanat (rahasia yang harus dijaga) baginya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad)
Sebagian ulama membuat ilustrasi mengenai sahabat yang membawa malapetaka jika dekat dengannya, yaitu orang yang jika dekat, ia berusaha mengetahui rajhasia, mengumpulkan data2 yang berhubungan dengan kita, memperhatikan kesalahan dan kekurangan, menghitung kesalahan2 kecil yang tidak disengaja, menghafal saat2 kita tergelincir ucapan atau perbuatan spontan dalam keadaan biasa maupun sedang marah, atau di dalam pembicaraan terbuka dan lepas yang siapapun sulit terhindar dari kelalaian, kemudian ia menjadikan semua itu sebagai senjata untuk menjatuhkan sahabtanya di kala terjadi perselisihan”. Semoga kita semua terhindar menjadi sosok sahabat yang seperti ini. Naudzubillah mindzalik.
11. MENGIKUTI PRASANGKA
Mempunyai prasangka bahwa sahabatmu menyembunyikan sesuatu darimu juga dapat menyakitinya. Apalagi jika Anda sudah membangun sikap2 tertentu berdasarkan prasangka tersebut. Selain bisa menyakitinya, hal ini juga betul2 akan menyakiti dirimu sendiri, karena prasangka buruk dapat merusak ketulusan perasaan hatimu terhadapnya.
Oleh karena itu, ketulusan hati da prasangka baik (husnuzhzhan) merupakan salh satu faktor yang dapat mempertahankan hubungan ukhuwah.
Dengan alasan tersebut Allah dan Rasul-Nya melarang kita berburuk sangka (su’udzdzan) dan mengikutinya.“Hai orang2 yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (QS. Al-Hujuraat : 12)
Sabda Rasulullah : “Hindarilah prasangka (buruk), karena prasangka (buruk) adalah ucapan yang paling dusta.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ahmad)
Prasangka buruk dapat mendorong kepada perbuatan tajassus (mencari-cari kesalahan) yang dilarang oleh agama. Juga dapat mendorong untuk menjelk-jelekkan sahabat. Betapa jauh dari cinta dan makna ukhuwah, orang yang jika marah terhadap sahabatnya, ia langsung berprasangka buruk atau mengejeknya di hadapan orang lain.
12. MENCAMPURI MASALAH PRIBADI
Termasuk dalam hal mencampuri urusan pribadi adalah mencari-cari kesalahan, mencuri pendengaran, serta turut campur dalam masalah yang tidak ada gunanya bagi kita.
Sabda Rasulullah : “Jangan mencari-cari kesalahan (tajassus), mencuri pendengaran (tahassus), saling bermusuhan dan saling menjauhi. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ahmad)
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak berguna baginya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)
Dalam shiroh sahabat Nabi dikisahkan, ada seorang sahabat Nabi yang sakit. Ketika para sahabat dan kerabat menjenguknya, mereka merasa heran ketika melihat wajah sahabat yang sakit tersebut begitu ceria. Lalu mereka bertanya mengenai sebab keceriaannya. Ia menjawab : “ Ada dua amalan yang benar2 kuyakini pahalanya sangat besar, yaitu aku tidak pernah berbicara mengenai hal2 yang tidak berguna, dan hatiku bersih dai segala perasaan kotor terhadap sesama kaum muslim.”
13. EGOIS, AROGAN, TIDAK BEREMPATI DENGAN PENDERITAAN SAUDARA, DAN TIDAK MEMPERHATIKAN MASALAH SERTA KEBUTUHANNYA
Suatu pelajaran yang indah dapat kita petik dari cerita Harun bin Abdillah ra ketika ia berkata : “Pada suatu saat, Ahmad bin Hambal mengunjungiku di tengah malam. Kudengar pintu diketuk, maka aku bertanya : “Siapa di luar sana ?” Ia menjawab : “Aku, Ahmad”. Segera kubuka pintu dan menyambutnya. Aku mengucapkan salam dan ia pun demikian. Lalu aku bertanya : “Keperluan apakah yang membawamu kemari?” Ahmad menjawab : “Siang tadi, sikapmu mengusik hatiku.” Aku bertanya : “Masalah apakah yang membutmu terusik, wahai Abu Abdillah?” Ahmad menjawab : “Siang tadi akui lewat di samping halaqoh-mu, ketika engkau sedang mengajar murid2mu, engkau duduk di bawah bayang2 pohon sedangkan murid2mu secara langsung terkena terik matahari dengan tangan memegang pena dan catatan. Jangan kau ulangi perbuatan itu di kemudian hari. Jika engkau mengajar maka duduklah dalam kondisi yang sama dengan murid2mu.”
Dalam kisah di atas, setidaknya ada dua catatan yang layak direnungkan.
(1) yang bercerita buka pihak yang memberi nasihat, melainkan orang yang dinasihati dan ia tergugah dengan nasihat tersebut,
(2)kelembutan dan kehalusan gaya nasihat Imam Ahmad. Ia menyampaikannya secara sembunyi di tengah malam, dengan menggunakan kata2 “Sikapmu mengusik hatiku”, benar2 suatu ungkapan yang lembut. Ia tidak mengatakan, misalnya “Kamu telah menyakiti manusia….”
Faktor lain yang dapat memperkokoh ukhuwah adalah berempati terhadap penderitaan saudara dan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nya.
Sabda Rasulullah : “Siapa yang mencukupi kebutuhan saudaranya, niscaya Allah mencukupi kebutuhannya Siapa yang menolong seorang mukmin dari suatu kesusahan, niscaya Allah akan menolongnya dari salah satu kesusahan pada hari kiamat. Siapa yang menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah menutupi aibnya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad)
Dalam hal mencukupi kebutuhan saudara kita, skala paling rendah adalah sebatas mencukupi kebutuhannya ketika diminta dan kita mampu, dan bantuan tersebut diberikan dengan syarat hati merasa senang dan bahagia. Skala pertengahan adalah mencukupi kebutuhannya tanpa ia minta, dan askala yang tertinggi adalah mengutamakan kebutuhan saudara kita daripada kebutuhan kita sendiri.
sahabat di saat senang selalu banyak jumlahnya
namun ketika susah hanya sedikit yang tersisa

maka jangan terpedaya dengan kebaikan seorang sahabat
namun ketika musibah menimpa tiada yang mengiba

semua sahabat menyatakan dirinya setia
namun tidak semua berbuat seperti ucapannya

kecuali sahabat yang penuh derma dan taat agama
itulah sahabat yang berbuat sama dengan kata-katanya

14. MENUTUP DIRI, BERLEBIHAN, MEMBEBANI, DAN MENGHITUNG-HITUNG KEBAIKAN
Jika Anda ingin membuat hati seorang sahabat menjadi senang dan bersikap terbuka apa adanya, maka hindarilah menutup diri dan jangan membuatnya merasa terbebani, jangan menghitung-hitung kebaikannya kepadamu, jangan memberatkannya agar melayanimu, dan bersikaplah rendah hati.
Dalam hal ini, cara pandang yang paling baik adalah kamu menganggap dirimu lebih layak melayani daripada dilayani, dengan demikian kamu cenderung menganggap dirimu sebagai pelayan. Barangkali Umar bin Khaththab adalah sosok yang bisa dijadikan contoh. Beliau berbuat baik kepada siapa saja, tidak hanya sahabat dekat, melainkan juga budak-budaknya.
Menurut Aslam, salah seorang pelayan Umar, pada suatu malam terkejut mendapati Umar sedang mengurus kuda2 pelayannya dan kudanya sendiri, seraya melantunkan puisi :
Jangan biarkan malam ini membuat hatimu resah
Hiasilah ia dengan sehelai baju dan sorban
Jadilah sahabat baik bagi Naif dan Aslam
Layanilah mereka


15. ENGGAN MENGUNGKAPKAN PERASAAN CINTA, ENGGAN MEMBELA SAHABAT KETIKA AIBNYA DISEBUT
Tentang menyatakan cinta pada saudara, Rasulullah bersabda: “Jika seorang di antara kamu mencintai saudarnya karena Allah, maka kabarkanlah kepadanya, karena hal itu dapat mengekalkan keakraban dan memnatapkan cinta.”
Di antara hak ukhuwah adalah membela dan mempertahankan nama baik sahabat. Rasulullah bersabda : “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak boleh menzhalimi dan menyerahkannya.” (HR. Bukhari, Ahmad)
16. MELUPAKANNYA KARENA SIBUK MENGURUSI ORANG LAIN DAN KURANG SETIA
Di antara gambaran akhlaq buruk dalam berukhuwah adalah ketika kita mendapatkan seorang sahabat baru lantas meninggalkan sahabat yang telah kita kenal dalam jangka waktu lama. Salah satu penyebab kekecewaan sahabat adalah ketika ia berusaha sekuat tenaga untuk dekat denganmu dan selalu mengutamakanmu dari siapapun juga, ia justru mendapatimu tidak setia dan menghargainya.
Tidak setia terhadap sahabat juga dapat memutuskan tali ukhuwah. Tanda-tanda kesetiaan terhadap sahabat di antaranya adalah :
- berdoa untuknya dari kejauhan, baik selama ia hidup atau setelah kematiannya, berbuat baik kepada orang yang dicintainya juga keluarganya.
- konsiten dengan sikap tawadhu’ (rendah hati) terhadap sahabat, sekalipun kedudukan ataupun ilmu Anda lebih tinggi darinya.
17. MENGINGKARI JANJI DAN KESEPAKATAN TANPA ALASAN YANG JELAS
Sifat buruk ini akan menumbuhkan anggapan dalam diri sahabat Anda bahwa Anda tidak memperhatikannya, karena orang yang mengingkari janji atau kesepakatan berarti telah meninggalkan sesuatu yang dianggap kurang penting demi meraih sesuatu yang dianggap lebih pening. Alasan ini sudah cukup kuat untuk membuat sahabatmu sedih, menodai cinta dan merusak ukhuwah.
18. SELALU MENCERITAKAN PERKARA YANG MENYEDIHKAN DAN SUKA MENYAMPAIKAN BERITA YANG MEMBUAT RESAH
Ibnu Hazm ra bekata : “Jangan sampaikan beritayang membuat saudaramu sedih atau tidak bermanfaat baginya, karena itu adalah perbuatan orang2 kerdil. Dan jangan menyembunyikan berita yang bisa membahayakannya jika ia tidak tahu, karena itu merupakan pekerjaan orang2 jahat.”
Yahya bin Mu’adz berkata : “Jadikanlah tiga hal berikut ini sebagai sikapmu terhadap orang2 mukmin;jika tidak bisa memberi manfaat, maka jangan membahayakannya; jika tidak bisa membahagiakannya, maka jangan membuatnya sedih; Jika tidak memujinya, maka jangan mencacinya.”
19. TERLALU CINTA
Maksudnya adalah menghindari hal-hal yang berlebihan, seprti ketergantungan atau rasa suka terhadap sahabat, membebani diri dengan beban yang terlalu berat dalam upaya melayani atau mendekatinya.
Rasulullah saw bersabda : “Cintailah kekasihmu sesederhana mungkin, siapa tahu ia menjadi musuhmu pada suatu saat nanti. Dan bencilah musuhmu sesederhana mungkin, siapa tahu ia menjadi sahabat dekatmu pada suatu saat nanti.” (HR. Bukhari, Tirmidzi)
Abul-Aswad berkata :
Cintailah kekasihmu
Dengan cinta yang sederhana
Karena kamu tidak tahu
Kapan ia menjauhimu
Jika harus benci, maka bencilah
Tapi jangan menjauhi
Karena kamu tidak tahu
Kapan harus kembali

Mencintai sahabat secara berlebihan malah akan melemahkan persahabatan. Lebih baik cinta yang terus merangkak namun menanjak daripada cinta yang melonjak namun lekas surut. Namun demikian, jadikanlah cintamu kepada sahabat lebih besar dari cintanya kepadamu, agar mendapat fadhilah (keutamaan) dari Allah melalui sabda Rasul-Nya :
“Tidaklah dua orang yang saling mencintai karena Allah, kecuali orang yang lebih besar cintanya adalah yang lebih utama di antara keduanya.” (HR. Bukhari)
Jadikan tulisan dalam buku ini sebagai bahan instrospeksi, menilai diri sendiri untuk memperbaiki kadar ukhuwah dan menunaikan hak ukhuwah saudaraku. Jangan jadikan tulisan dalam buku ini sebagai bahan untuk menilai sahabat2 Anda, karena jika itu dilakukan, Anda pasti akan lebih memilih untuk ‘uzlah atau menyendiri. Wallahu’alam.

Rabu, 24 Juli 2013

Akhlaq Pejuang



Jutaan orang tidak dapat melebihi keutamaanmu….
Mereka gagah perkasa tapi tunduk di ujung pedangmu…
Engkau pemberani melebihi Singa Betina…..
Yang sedang mengamuk melindungi anaknya……
Engkau lebih dahsyat dari air bah…..
Yang terjun dari celah bukit curam ke lembah……
Rahmat Allah bagi Abu Sulaiman,
Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada yang ada di dunia.
Ia hidup terpuji, dan berbahagia setelah mati…..
Untaian syair indah yang dilantunkan Ibunda Khalid saat mengantarkan sang putra ke pemakaman terakhir.

Di penghujung pertempuran menjelang akhir, datang seorang utusan kepada Khalid Bin Walid. Utusan Khalifah yang baru, Umar Bin Khattab ra yang menggantikan Abu Bakar ra yang telah wafat. Surat itu berisi pemberhentian Khalid dari jabatannya sebagai panglima perang dengan Abu Ubaidah ra sebagai pengganti. Dengan tenang Khalid bin Walid membaca surat itu dan meminta kepada kurir untuk tidak memberitahukan isi surat kepada siapapun sampai peperangan berakhir. Pertimbangan Khalid saat itu adalah khawatir instruksi dari Khalifah ini dapat memecah konsentrasi pasukan muslimin. Pertempuran terus berlanjut sampai akhirnya pasukan muslimin dapat mencapai kemenangan.

Usai pertempuran yang melelahkan, saat peluh masih membasah, luka masih belum terobati,  darah masih menetes di ujung pedang. Sang Pedang Allah bergegas menjumpai Abu Ubaidah untuk menyampaikan pesan pengangkatannya sebagai panglima pengganti dirinya.
Pemecatan Khalid oleh Khalifah Umar bukan sama sekali dilandasi ketidaksukaan (like or dislike). Tapi lebih didasarkan atas firasyatul mu’min untuk menyelamatkan aqidah umat dan keimanan Khalid sendiri.

Kemenangan demi kemenangan yang dicapai Khalid dalam pertempuran menjadikan namnya harum semerbak, popularitasnya memuncak. Tapi prestasi spektakulernya ini membawa pada kecenderungan pengkultusan akan dirinya. Khalifah Umar membaca ini dan khawatir umat terperosok, begitu juga Khalid akan mendapatkan fitnah yang besar.

Selanjutnya Khalid kembali berjuang di bawah kendali mantan anak buahnya sebagai jundi al-muthi’ah tanpa memperdulikan statusnya yang “turun pangkat”. Ketika dikonfirmasi tentang pemecatan dirinya, beliau menjawab: “Aku berperang bukan untuk Umar tapi karena Allah swt”.

Subhanallah! Sepenggal kisah yang sarat makna dan penuh hikmah. Tarbiyah qiyadiyyah yang sungguh luar biasa. Penghentian tugas struktural (wazhifah tanzhimiyah) oleh Khalifah terhadap Panglima Perangnya adalah soal ru’yah qiyadiyah, sebuah keputusan yang harus disikapi dengan ketaatan. Sama sekali tidak menghilangkan tugas fungsionalnya (wazhifah mashiriyah) sebagai mujahid yang harus selalu berada di barisan tentara Allah. Inilah inspirasi sekaligus spirit bagi kita di tengah tugas-tugas kita menuntaskan agenda-agenda dakwah ke depan. 

1.   Tidak Panik, Tetap Berada dalam Kesadaran
Bagi orang biasa ‘Pemecatan’ serasa gempa bumi, begitu cepat membuat banyak orang panik. Tapi itu tidak terjadi pada diri Khalid Bin Walid, padahal kejadiannnya ketika pertempuran tengah berkecamuk, yang bisa jadi memicu orang mata gelap, kalap bahkan hilang akal sehat. Kekuatan jiwa kepemimpinannya berhasil mengelola kepanikan yang menimpanya. Baik itu kepanikan anak buah, ataupun dirinya sendiri. Sehingga, seluruh kepanikan yang terjadi dapat diatasi dengan baik, ada strategi dan ada solusi yang cukup realistis. Dengan kata lain, Khalid adalah pemimpin yang menjadi “penenang” dan “pengarah” dalam menghadapi kepanikan, bukan justru menjadi lebih panik daripada anak buahnya sendiri. Dia memiliki arah untuk membawa anak buah ke jalan yang seharusnya, bahkan cenderung rela berkorban untuk keselamatan barisan tentaranya. Sehingga dalam kepanikan, akan terdengar ucapan yang menyejukkan. “Aku berperang bukan untuk Umar tapi karena Allah swt”.

2.   Tidak Kecewa, Tetap Berada dalam Tsiqoh
Bagaimana sikap Khalid membaca surat pemecatan dirinya? Ia menerima pemberhentian tersebut dengan sikap ksatria. Tidak sedikit pun kekecewaan dan emosi terpancar dari wajahnya. Kekecewaan akan menyulut kemarahan, sementara kemarahan hanya akan menenggelamkan seseorang dalam “kuburan” ego yang akan menjerumuskan diri dalam persoalan. Sikap mudah emosi atau temperamental tidak ada pada Khalid Bin Walid. Khalid dapat menguasai naluri kekuasaan yang ada padanya (hubbus siyadah) dan tidak menjadikan dukungan anak buahnya kepadanya sebagai alat untuk mempertahankan dan melanggengkan jabatannya. Bahkan dia tetap berperang di bawah komando baru dan menaati segala perintah Abu Ubaidah yang kini menjadi atasannya.

Bagi orang biasa tentu sudah sakit hati bila berada pada posisi yang sama seperti dialami oleh Khalid Bin Walid. Kekecewaan akan membuat seseorang mudah diprovokasi dan ujung-ujungnya ia akan bertindak sembrono sehingga akan membodohi diri sendiri. Oleh karena itu, kemarahan yang disulut karena kekecewaan biasanya hanya akan “terjebak” dalam kubangan yang mencelakakan.

Sesungguhnya apapun yang kita miliki, harta, anak atau jabatan, prinsipnya adalah ‘laysa maalikan ashilaan’ kita bukanlah pemilik aslinya. Jabatan itu sifatnya mandatory, secara hirarkis amanah jabatan diberikan kepada seseorang. Tidak bisa dituntut, direkayasa apalagi dengan melakukan ‘gerakan-gerakan’ illegal mendukung atau membendungnya.

3.   Tidak Membalelo, Tetap Berada dalam Tansik
Tentu akan lain situasinya andaikan Khalid protes atas pemberhentian dirinya sebagai Panglima dan kemudian memobilisasi pendukungnya demi jabatan itu, seperti yang sering dan banyak terjadi saat ini, pasti akan terjadi kekacauan dan umat akan terpecah belah, sehingga terjadi perkelahian dan pertempuran didalam barisan dan tentunya musuh akan dengan mudah menghantam mereka, dan penaklukan Romawi pun mungkin hanya akan ada dalam angan-angan. Sungguh luar biasa, kebesaran jiwa Khalid.

Tidak mudah bagi seseorang menerima kenyataan yang menimpa dirinya. Pemecatan terkadang diartikan sebagai ketidakpercayaan terhadap dirinya. Siapa pun kita, pasti ingin dicintai, mencintai, dipercayai, dan mempercayai orang lain. Tetapi, ketika sakit hati tiba, sulit rasanya untuk kembali memaafkan dan mempercayai orang yang melakukannya. Bahkan mungkin merasa sulit untuk membuka hati dan perasaan kepada orang lain yang tidak tahu apa-apa. Ini adalah dilema yang harus dihadapi. Akhirnya, terserah kita, memilih untuk berjalan sendiri atau melanjutkan hubungan setelah apa yang terjadi. Satu hal yang pasti, roda dakwah akan terus berputar dengan atau tanpa sakit hati.

Tetap disiplin pada ketentuan dan kendali struktur.  Ketentuan tersebut menjadi aksioma yang mengikat kader-kader yang berhimpun didalamnya. Dengan begitu seluruh sikap kader  senantiasa atas arahan yang menjadi kebijakan struktur (Tansik al a’mal). Tidak ‘menyempal’ sendirian. Karena sikap semacam itu akan berakibat  bagi yang lainnya dan tanzhim secara langsung. Karenanya mereka yang melakukan perbuatan semisal itu dikategorikan sebagai sikap indisipliner. Hal itu ditunjukkan walaupun sudah bukan menjadi mas’ul wilayah tertentu. Seseorang tidak berhak memobilisasi mantan anak buahnya tanpa berkordinasi dengan shahibul wilayah yang baru. Inilah kesalihan berorganisasi yang ada pada diri Khalid ra.

4.   Tidak ‘Diam’ Tetap Berada dalam Amal.
Seorang panglima perang terbaik di zamannya, sedang berada di puncak karir. Harus mundur di tengah masa jabatan atas permintaan atasannya. Oleh suatu alasan yang tidak dapat didefinisikan secara teks hukum dimasa kini.  Lalu apakah ia kemudian marah dan kemudian mangkir dari perang setelah tidak menjabat lagi sebagai panglima? Atau memperkarakan atsannya ke meja hijau? Ternyata tidak, iapun kembali ikut berperang sebagai prajurit biasa tanpa ada rasa malu atau sakit hati. Betapa bahagianya Khalid bin Walid. Lihatlah, betapa mudahnya ia menyerahkan jabatan kepada anak buahnya. Orientasi perjuangannya adalah Allah, bukan jabatan, ketenaran dan kepuasan nafsunya.

Sungguh pribadi yang memiliki loyalitas kuat (Quwwatul Intima'i). Hal ini sebagai sikap yang amat prinsipil. Lantaran dari situlah prestise keimanan terbentuk menjadi bangunan yang kuat dalam sanubari seorang mukmin. Bila demikian halnya kader dakwah mampu mengemban amanah yang diserahkan pada dirinya. Kemudian melaksanakannya dengan segera, berpikir, bersikap dengan langkah tidak keliru. Agar dalam waktu yang cepat dapat segera mengambil posisi untuk musyarakah da'awiyah (partisipasi dakwah).

Seorang ulama dakwah bergumam lantang pada dirinya. ‘Wahai fulan bin fulan, duhai teman hari ini semua tempat telah jelas untuk siapa? Tiada tempat yang kosong. Semua sibuk mencarinya namun tak seorangpun yang berani berada pada posisi duduknya yang berbahaya. Aku inginkan diriku yang menempatinya. Siapkan kalian mengikuti ku untuk mengambil posisi suci?. “Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (Q.S. Yusuf: 108). 

Marilah kita terus mengevaluasi diri. Boleh jadi kita sibuk beramal, namun sebaik-baik amal adalah dalam konteks jihad fi sabilillah. Dan sebaik-baik jihad fi sabilillah adalah yang selalu dalam bingkai nizhamiyatut thaat. Wallahu a’lam

Aksi Tebar Tajil PKS layak masuk Rekor MURI

Setelah beberapa waktu lalu PKS melakukan aksi unik freeze mob se-Indonesia dalam menyambut ramadhan, kali ini PKS kembali melakukan aksi ramadhan yang layak diacungi jempol. Senin kemarin (22/7/2013), kader-kader PKS melakukan aksi tebar tajil yang dilakukan serempak di seluruh Indonesia bahkan di beberapa Negara di luar negeri. 
Di Indonesia aksi tebar tajil ini dilakukan di setiap DPC/Kecamatan. Di Bandung saja ada 30 titik aksi tebar tajil, bisa dibayangkan jika dihitung jumlah titiknya se-Indonesia dipastikan jumlahnya mencapai ribuan titik. Belum lagi jika dihitung jumlah orang yang terlibat di-dalamnya. Dan yang menarik pula, berdasarkan info yang didapat, sumber dana dan “kocek” dari kegiatan ini adalah dari sumbangan kader-kader PKS sendiri. Jika dirupiahkan angka donasinya bisa jadi menembus angka milyaran. Sebuah angka yang fantastis untuk sebuah gerakan donasi tebar tajil.
Jadi dengan mempertimbangkan jumlah titik yang tersebar sampai ke luar negeri, jumlah orang yang terlibat, jumlah dana yang didonasikan, bisa jadi ini adalah aksi tebar tajil terbesar di dunia yang pernah dilakukan oleh sebuah organisasi di dunia saat ini.  Dan mungkin jika PKS mau sebenarnya bisa saja mengajukan untuk masuk rekor MURI dan Guinness Book of Record. Meskipun, jika melihat pola aksi kader PKS yang lebih suka “talk less do more” mungkin ini agak sulit terealisasi.
Namun demikian, terlepas urusan rekor tersebut, aksi ini membawa inspirasi bagi Indonesia. Berdasarkan wawancara dengan (Hidayat) salah satu kader PKS Kecamatan Regol Kota Bandung yang rumahnya menjadi basecamp pembuatan tajil, beliau berpendapat bahwa ada beberapa inspirasi dari aksi tebar tajil PKS ini:

  • Aksi ini memberi inspirasi tentang semangat keikhlasan. Bagi kader PKS dicaci, difitnah, di”bully” ataupun dipuji, tidak boleh mempengaruhi untuk terus beraksi nyata melayani masyarakat. 
  • Sudah saatnya Indonesia berbuka puasa dari perpolitikan yang hanya berbasis pencitraan dan kepentingan menjadi perpolitikan berbasis “Cinta”. Aksi tebar tajil ini adalah bentuk ekspresi cinta kader-kader PKS kepada masyarakat.
  • Saatnya Indonesia berbuka puasa dari perpolitikan yang hanya digerakkan oleh sekelompok elitnya yang punya kekuatan ekonomi menjadi perpolitikan yang berbasis kontribusi dan semangat berbagi dari semua pihak yang terlibat di dalamnya. Sebagai catatan, aksi ini dilakukan dari dana dan sumbangan kader-kader PKS secara serempak.
  • Berpolitik bukan sekedar mengejar kekuasaaan, namun berpolitik adalah salah satu cara agar gerakan kebaikan tersebar lebih masif dan luas. Aksi ini menggambarkan sebuah gerakan kebaikan tebar tajil bisa dilakukan secara masif dengan kekuatan politik.

“Pokoknya seneng banget deh dengan aksi ini, kami senang, masyarakat senang dan semoga memberi semangat untuk seluruh masyarakat dalam memaksimalkan sisa ramadhannya,” imbur kader PKS tersebut menuturkan.

Sekali lagi salut untuk aksi-aksi cinta  kader PKS!!!

dari PKS Piyungan
*by @GunGunSaptari

I'tikaf

I'tikaf dalam pengertian bahasa berarti berdiam diri yakni tetap di atas sesuatu. Sedangkan dalam pengertian syari'ah agama, I'tikaf berarti berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang disunahkan untuk dikerjakan di setiap waktu dan diutamakan pada bulan suci Ramadhan, dan lebih dikhususkan sepuluh hari terakhir untuk mengharapkan datangnya Lailatul Qadr. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda :

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال :كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعتكف العشر الأواخر من رمضان ، متفق عليه .

" Dari Ibnu Umar ra. ia berkata, Rasulullah saw. biasa beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan." (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)

عن أبي هريرة رضى الله عنه قال كان النبي صلى الله عليه وسلم يعتكف في كل رمضان عشرة أيام فلما كان العام الذي قبض فيه اعتكف عشرين يوما ـ رواه البخاري.

"  Dari Abu Hurairah R.A. ia berkata, Rasulullah SAW. biasa beri'tikaf pada tiap bulan Ramadhan sepuluh hari, dan tatkala pada tahun beliau meninggal dunia beliau telah beri'tikaf selama dua puluh hari. (Hadist Riwayat Bukhori).

 Sebagian ulama mengatakan bahwa ibadah I'tikaf hanya bisa dilakukan dengan berpuasa.

Tujuan I'tikaf.

1. Dalam rangka menghidupkan sunnah sebagai kebiasaan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dalam rangka pencapaian ketakwaan hamba.

2. Sebagai salah satu bentuk penghormatan kita dalam meramaikan bulan suci Ramadhan yang penuh berkah dan rahmat dari Allah swt.

3. Menunggu saat-saat yang baik untuk turunnya Lailatul Qadar yang nilainya sama dengan ibadah seribu bulan sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam surat 97:3.

4. Membina rasa kesadaran imaniyah kepada Allah dan tawadlu' di hadapan-Nya, sebagai mahluk Allah yang lemah.

Rukun I'tikaf.

I'tikaf dianggap syah apabila dilakukan di masjid dan memenuhi rukun-rukunnya sebagai berikut :

1. Niat. Niat adalah kunci segala amal hamba Allah yang betul-betul  mengharap ridla dan pahala dari-Nya.

2. Berdiam di masjid. Maksudnya dengan diiringi dengan tafakkur, dzikir, berdo'a dan lain-lainya.

3. Di dalam masjid. I'tikaf dianggap syah bila dilakukan di dalam masjid, yang biasa digunakan untuk sholat Jum'ah. Berdasarkan hadist Rasulullah saw.

" ولا اعتكاف إلا في مسجد جامع ـ رواه أبو داود.

"Dan tiada I'tikaf kecuali di masjid jami' (H.R. Abu Daud)

4. Islam dan suci serta akil baligh.


Cara ber-I'tikaf.

1. Niat ber-I'tikaf karena Allah. Misalnya dengan mengucapkan : Aku berniat I'tikaf karena Allah ta'ala.

نويت الاعتكاف لله تعالى

2. Berdiam diri di dalam masjid dengan memperbanyak berzikir, tafakkur, membaca do'a, bertasbih dan memperbanyak membaca Al-Qur'an.

3. Diutamakan memulai I'tikaf setelah shalat subuh, sebagaimana hadist Rasulullah saw.

وعنها رضى الله عنها قالت كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا أراد أن يعتكف صلى الفجر ثم دخل معتكفة "ـ متفق عليه .

"Dan dari Aisyah, ia berkata bahwasannya Nabi saw. apabila hendak ber-I'tikaf beliau shalat subuh kenudian masuk ke tempat I'tikaf. (H.R. Bukhori, Muslim)

4. Menjauhkan diri dari segala perbuatan yang tidak berguna. Dan disunnahkan memperbanyak membaca:

أللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عنا

Ya Allah sesungguhnya Engkau Pemaaf, maka maafkanlah daku.


Waktu I'tikaf.

1. Menurut mazhab Syafi'i I'tikaf dapat dilakukan kapan saja dan dalam waktu apa saja, dengan tanpa batasan lamanya seseorang ber-I'tikaf. Begitu seseorang masuk ke dalam masjid dan ia niat I'tikaf maka syahlah I'tikafnya.

2. I'tikaf dapat dilakukan selama satu bulan penuh, atau dua puluh hari. Yang lebih utama adalah selama sepuluh hari terakhir bulan suci Ramadhan sebagaimana dijelaskan oleh hadist di atas.


Hal-hal yang membatalkan I'tikaf.

1. Berbuat dosa besar.

2. Bercampur dengan istri.

3. Hilang akal karena gila atau mabuk.

4.Murtad (keluar dari agama).

5. Datang haid atau nifas dan semua yang mendatangkan hadas besar.

6. Keluar dari masjid tanpa ada keperluan yang mendesak atau uzur, karena maksud I'tikaf adalah berdiam diri di dalam masjid dengan tujuan hanya untuk ibadah.

7. Orang yang sakit dan  membawa kesulitan dalam melaksanakan I'tiakf.


Hikmah Ber-I'tikaf .

1. Mendidik diri kita lebih taat dan tunduk kepada Allah.

2. Seseorang yang tinggal di masjid mudah untuk memerangi hawa nafsunya, karena masjid adalah tempat beribadah dan membersihkan  jiwa.

3. Masjid merupakan madrasah ruhiyah yang sudah barang tentu selama sepuluh hari ataupun lebih hati kita akan terdidik untuk selalu suci dan bersih.

4. Tempat dan saat yang baik untuk menjemput datangnya Lailatul Qadar.

5. I'tikaf adalah salah satu cara untuk meramaikan masjid.

6. Dan ibadah ini adalah salah satu cara untuk menghormati bulan suci Ramadhan

Selasa, 23 Juli 2013

Infaq untuk Rakyat Palestina lewat KNRP Wilayah NTB

TGH. Achmad Muchlis menyerahkan infaq Palestina
kepada salah seorang pengurus KNRP Pusat

Salurkan Infaq Anda pada Nomor Rekening
017 031 0066

Bank Muamalat Indonesia
an. KNRP Wilayah NTB