Selasa, 23 September 2014

Kenikmatan Kehidupan Akhirat | Tatsqif Dr. Ahzami Sami'un Jazuli

link youtube beliau di TVONE


https://www.youtube.com/watch?v=XQFA7ySnxQc&list=PL5ZzgKHrwtjdQPEcSEMV464SDZVwIXhGM&index=4

Allah Swt selalu membandingkan kenikmatan dunia dan ukhrawi di dalam Al Qur'an agar manusia mau berusaha mendapatkan kehidupan akhirat yang jauh lebih baik dan bersifat kekal daripada kenikmatan duniawi yang ada di depan mata, meskipun kehidupan akhirat itu belum pernah terlihat dan baru terealisasi kemudian.

1. Kenikmatan duniawi sangatlah sedikit dibandingkan kenikmatan akhirat.

Q.S. An-Nisa: 77,

 ۗ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا

Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.

Karena kecilnya kenikmatan dunia, maka Allah mencela siapapun yang meletakkan tujuan hidupnya untuk kenikmatan dunia yang fana.

Q.S. At-Taubah: 38,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ ۚ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ

Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.

Inilah juga rahasia mengapa ketika berbicara tentang kenikmatan Surga, Allah menggunakan kata 'na'im' sebagai jamak dari kenikmatan.

2. Kehidupan Akhirat Bersih dari Kotoran-kotoran Dunia

Khamr dunia memabukkan, namun akhirat tidak. Kenikmatan di dunia didahului dengan kesulitan, namun akhirat tidak.

Q.S. Muhammad:15,

مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ ۖ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى ۖ وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ ۖ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ

(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?

Di dunia ada air, minum air jika haus, tapi bedanya air di akhirat tidak berubah. Airnya bersih.
Wanita-wanitanya suci dengan sebenar-benar kesucian. Di dunia tidak disucikan secara fisik dan mental.

Q.S. Ar-Rahman:56,

فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ

Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.

Hatinya juga bersih. Hati penghuni Surga tidak ada perselisihan, saling membenci, hati mereka satu. Di dunia, mohon ma'af, jika ada yang beristri lebih dari satu, maka di antara istrinya terkadang didapati hati yang tidak bersih, namun di Surga, hati-hati para isteri mereka satu, mereka mencintai suami mereka dengan penuh keikhlasan. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari,

لااختلاف بينهم ولا تباغض قلوبهم قلب واحد يسبحون اللّه بكرة و عشيا

Tidak ada perselisihan di antara mereka (penghuni Surga) dan tidak ada kebencian. Hati mereka adalah satu, yakni selalu bertasbih di pagi dan sore hari.

3. Kenikmatan duniawi sangat semu sedangkan kenikmatan ukhrawi adalah abadi.

Kesenangan dunia, apapun namanya pasti akan hilang, bahkan terkadang kenikmatan di depan mata tidak bisa dinikmati, terasa pahit.
Kekuasaan juga tidak selamanya, kekuasaan yang terkadang diraih dengan menggelontorkan banya harta itu juga sementara, banyak yang menunggu penguasa jatuh agar ia dapat menggantikannya.

Q.S. An-Nahl:96,

مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ ۖ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ ۗ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

:: Kesenangan dunia harus dijadikan alat untuk kesenangan akhirat, semoga kita menjadi penghuni surga.

*Dirangkum oleh Wido Supraha (galeriusroh.net).









Pertemuan yang sangat penting ini adalah merupakan anugerah rabbaniyah yang wajib 
kita syukuri bersama-sama. Kita dimuliakan oleh Allah dengan dakwah ini. Sehingga kita 
semuanya  bertekad  dan semoga Allah memuliakan kita  untuk  senantiasa  berada dalam 
kondisi dakwah yang ideal yang dicontohkan oleh para rasul, para nabi dan salafus 
shaleh. Disisi lain semoga dakwah kita diberikan kemudahan oleh Allah cepat dipahami 
oleh masyarakat. Dan kita  juga  diberi kecerdasan untuk membaca realitas masyarakat 
agar terjadi keserasian antara idealita kita sebagai kader dakwah dengan realitas 
masyarakat.  Itulah tema yang akan kita bawa, kita sampaikan yaitu ; 

  ﺐﻌﺸﻟا   ﺔﯿﻌﻗو   و  ةﻮﻋﺪﻟا  ﺔﯿﻟﺎﺜﻣ  ﻦﯿﺑ   ةﻮﻋﺪﻟا  بﺰﺣ
Hizbud da’wah baina mitsaliyatud da’wah wa waqi’iyyatul sya’b. 
“Partai Dakwah antara Idealita dakwah dan realitas Masyarakat”. 

Tema ini kita kaji  menjadi tiga bab.    Satu babnya sekitar 100 halaman dan kalau 
diringkas menjadi tiga halaman saja.  Bab yang pertama adalah tentang mitsaliyatud 
da’wah;  Bab yang kedua aqliyatusy sya’b wa waqi’iyyatuhu, logika masyarakat dan 
masyarakat. Yang ketiga adalah alhallu, solusi sesuai dengan qur’an dan sunnah. Semoga 
dakwah kita dalam kebenaran Allah SWT. 

Ayyuhal Ustaadz wal Ustaadzah hafizhakumullah,  

1.  Mitsaaliyatud Da’wah 

Pertama tentang mitsaliyatud da’wah yang sebenarnya sudah merupakan hal yang bersifat 
aksioma. Yang kita selalu bersama-sama  sebagai aktivis dakwah. Dan ini harus 
senantiasa melekat dalam diri kita;  

a.   Shihhatul Ghaayah wal Manhaj (   ﺞﮭﻨﻤﻟا  و   ﺔﯾﺎﻐﻟا   ﺔﺤﺻ  ) 
 Yang Pertama adalah shihatul ghayah wal manhaj. Baik dalam pilpres atau yang lainnya. 
Seluruh kerja dakwah kita yang merupakan ibadah kepada Allah SWT. Kita harus yakin  
se yakin-yakinnya tidak ada sedikitpun keraguan bahwa tujuan dakwah kita itu benar dan 
manhaj kita itu benar. Sehingga seluruh perjuangan kita semua diterima oleh Allah SWT. 
Hal yang tadi ini tidak bisa berubah dan tidak boleh berubah oleh kondisi apapun. Karena 
ini  adalah sesuatu  yang termahal.  Makanya  Allah mendefinisikan kesuksesan adalah 
dalam manhaj ini yaitu dimana dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke syurga.  

}   ﻦﻤﻓ     حﺰﺣز     ﻦﻋ     رﺎﻨﻟا     ﻞﺧدأو     ﺔﻨﺠﻟا     ﺪﻘﻓ     زﺎﻓ ] { لآ   ناﺮﻤﻋ  : 185 [

Jadi seluruh qiyadah kita dan jundiyah kita disebut oleh Allah SWT sukses ketika kita 
semua jauh dari Api Neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Definisi ini tidak boleh ada 
mukhtalaf, tidak boleh diperselisihkan. Karena ini misi rabbani yang benar. 

b.  Ad-da’wah hiyal uswah al hasanah (   ﺔﻨﺴﺤﻟا   ةﻮﺳﻷا  ﻲھ   ةﻮﻋﺪﻟا  )  

Yang kedua ayyuhal asaatidzah hafizhakumullah, adalah ad-dakwah adalah al-uswah al-
hasanah.  Dakwah adalah keteladanan yang baik.  Sehingga seluruh qiyadah  kita  dan 
seluruh  jundiyah  kita di dalam seluruh aktivitasnya harus menjadi uswah hasanah 
(teladan yang baik). Teladan yang baik dalam berkomunikasi, teladan yang baik dalam 
mauqif dan bersikap; Teladan yang terbaik dalam rumah tangga yang merupakan benteng 
alhishnu jamaah kita dan bahkan benteng Negara kita. 

Kenapa? Karena kita berjamaah ini, kita berpartai, kita berpolitik semuanya adalah dalam 
rangka meneladani Rasulullah SAW;  

 ،   ﺪﻌﺑ   ﻲﺒﻧ  ﻻ   ﮫﻧﺈﻓ   ﻲﺒﻨﻟا   ﮫﻔﻠﺧ   ﻲﺒﻧ   ﻚﻠھ   ﺎﻤﻠﻛ   ءﺎﯿﺒﻧﻷا   سﻮﺴﺗ   ﻞﯿﺋاﺮﺳإ   ﻲﻨﺑ   ﺖﻧﺎﻛ
 سﺎﺳ –    سﻮﺴﯾ   ﺔﺳﺎﯿﺳ


Sehingga seorang muslim sadar betul dalam berpolitik tidak boleh mengimpor tauladan-
tauladan yang lain. Sedangkan tauladan yang terbaik untuk seluruh dakwah kita termasuk 
dalam siyaasah adalah Rasulullah SAW. 

c.  Al Uswah Qabla ad Da’wah wad Di’aayah (   ﺔﯾﺎﻋﺪﻟا   و  ةﻮﻋﺪﻟا   ﻞﺒﻗ   ةﻮﺳﻷا  ) 

Kemudian yang ketiga al uswah qabla ad-dakwah wad-di’aayah. Diantara idealisme kita 
dalam berdakwah di jamaah yang semoga dijaga oleh Allah SWT adalah Keteladanan 
sebelum dakwah dan kampanye. Sebelum kita mengajak orang lain untuk mengikuti 
partai kita, mengikuti jama’ah kita. Maka yang terlebih dahulu adalah al uswah. Kenapa? 
Karena   dengan al uswah ini Allah memberikan ketetapan orang-orang akan bergabung 
dengan kita. Makanya redaksi dalam alqur’an tidak menggunakan saufa, tapi 
menggunakan huruf siin. Walaupun sama-sama bermakna “akan”.  Karena “sin” itu lebih 
cepat dari “saufa”. Ketika Allah berfirman ;  

}   ﻚﻧإو   ﻰﻠﻌﻟ     ﻖﻠﺧ     ﻢﯿﻈﻋ ] { ﻢﻠﻘﻟا  : 4 [  
Maka ayat selanjutnya adalah  

}   ﺮﺼﺒﺘﺴﻓ     نوﺮﺼﺒﯾو ] { ﻢﻠﻘﻟا  : 5 [
Bukan fa saufa. 

Sehingga kita lihat betapa cepatnya kemenangan yang diberikan oleh Allah kepada Nabi 
dan sahabatnya. Ketika mereka benar-benar memberikan uswah hasanah, mempunyai 
akhlak yang ‘azhiim. Sehingga Allah yuharriku quluuban naas, Allah menggerakkan hati 
manusia untuk mengikuti Muhammad yang sebelumnya memusuhi, yang sebelumnya 
memfitnah, sebelumnya menzhalimi. Tetapi dengan akhlak yang mulia,    Allah 
menggerakkan mereka. Sehingga kita lihat di dalam surat an-nashr. Mereka (manusia) 
yang yadkhuluuna fii diinillaahi afwaajaa. Bukan afraadaa, tapi afwaajaa (berbondong-
bondong). 
  
d.  Binaa-ur Rijaal Qabla Binaa-il Ahjaar (   رﺎﺠﺣﻷا   ءﺎﻨﺑ   ﻞﺒﻗ   لﺎﺟﺮﻟا   ءﺎﻨﺑ  ) 

Kemudian yang  keempat  adalah  binaa-ur rijaal qabla binaa-il ahjaar.    Ulama lain 
meredaksikan binaaul rijaal muqaddamun ‘ala binaail ahjaar. Artinya membangun rijal, 
membangun  tokoh, membangun kader  harus diprioritaskan dari membangun batu, 
membangun bangunan, membangun  fisik, walaupun  itu penting. Kita semua memahami 
pentingnya bangunan fisik. Tapi kita saksikan banyak bangunan-bangunan yang kosong 
kualitas rijalnya.  Beberapa ulama, kyai kita memberikan informasi yang sangat 
menyedihkan.  Banyak pesantren yang kosong,  banyak gedung-gedung yang kosong, 
bangunannya kosong  karena  rijalnya lemah. Sebaliknya jika rijal sudah terbangun insya 
Allah ahjar pun akan terbangun. Dan ini adalah mitsaliyatud da’wah yang tidak boleh kita 
lupakan bersama-sama. Kita  selalu mendengar dari qiyadah kita, kantor begitu banyak 
tapi tidak bertambah. Bahkan banyak KI yang tidak membina.  Ini adalah PR bagi kita 
semua. Bagaimana Kita harus lebih peduli kepada  rijal  dari pada  ahjar. Termasuk jika 
kita berbicara tentang masalah anggaran. Maka tidak boleh anggaran bersifat fisik lebih 
besar daripada rijal. Jangan sampai membangun rijal dengan tenaga sisa, waktu sisa.  Kita 
khawatir menjadi sebuah jamaah atau bangsa yang bangunan-bangunan megah, tapi 
rijalnya lemah. Seperti sekarang yang terjadi di beberapa Negara.    

e.  Ahammiyatul ‘itaab (   بﺎﺘﻌﻟا  ﺔﯿﻤھأ  ) 

Ikhwatal iman hafizhakumullah,  

Yang kelima yang terakhir adalah ahammiyatul kitaab. Kalau kita alqur’anul kariim dari 
awal sampai akhir.  Betapa Allah SWT sangat menyayangi rasul-Nya dan nabi-Nya, serta 
ummat-ummatnya. Min shuwari rahmatillaah bi rusulihi wa anbiyaa-ihi wa ‘ibaadihi. 
Diantara bentuk kasih sayang Allah kepada rasul, kepada nabi, manusia-manusia terbaik 
adalah dengan memberikan al ‘itaab al mu’attabah, memberikan teguran. Rasulullah saw 
murobbi kita semua, al qaaidul a’zham fii hadzihil ummah  ditegur oleh  Allah  dalam 
berumah tangga.   
 } ﺎﯾ   ﺎﮭﯾأ     ﻲﺒﻨﻟا     ﻢﻟ     مﺮﺤﺗ   ﺎﻣ     ﻞﺣأ     ﷲ     ﻚﻟ   ﻲﻐﺘﺒﺗ     تﺎﺿﺮﻣ     ﻚﺟاوزأ     ﷲو     رﻮﻔﻏ     ﻢﯿﺣر ] { ﻢﯾﺮﺤﺘﻟا  : 1 [

Nabi ditegur oleh Allah di  dalam dakwah dan tarbiyah dalam surat ‘abasa.  

}   ﺲﺒﻋ   ﻰﻟﻮﺗو   ) 1  (   نأ     هءﺎﺟ     ﻋﻷا ﻰﻤ   ) 2 ] { ( ﺲﺒﻋ  : 1     3 [

Nabi ditegur oleh Allah dalam jihad; 

} ﺎﻔﻋ     ﷲ     ﻚﻨﻋ     ﻢﻟ     ﺖﻧذأ     ﻢﮭﻟ   ﻰﺘﺣ     ﻦﯿﺒﺘﯾ     ﻚﻟ     ﻦﯾﺬﻟا   اﻮﻗﺪﺻ     ﻢﻠﻌﺗو     ﻦﯿﺑذﺎﻜﻟا   ] { ﺔﺑﻮﺘﻟا  : 43 [


Kalau manusia terbaik, qiyadah terbaik   masih ditegur oleh Allah,  apalagi kita  semua. 
Oleh karena itu alqur’an dan assunnah diantara cara mentarbiyah umat ini agar menjadi 
umat yang mitsaliyah. Maka al ‘itaab itu diabadikan oleh Allah dalam alqur’an dan 
sunnah. Tujuannya yang pertama adalah  dalam rangka  li hifzhil mitsaliyah.   Menjaga 
idealisme  kita dalam  hidup ini termasuk dalam  dakwah. Maka para ulama mengatakan 
tidak ada satupun yang mengatkan  ketika nabi ditegur oleh Allah  maka derajatnya turun. 
Tapi justeru derajatnya nabi di angkat oleh Allah. Menggambarkan bahwa  nabi benar-
benar jujur dalam dakwahnya, jujur dalam membimbingnya. Sehingga ketika diberikan 
teguran oleh Allah SWT, tidak dimasukkan ke dalam laci. Tapi disampaikan kepada 
seluruh umat manusia. Menunjukkan bahwa nabi benar-benar shaadiqun li tablighi 
risaalatihi. Jujur dalam menyampaikan  dakwahnya.  

Kemudian yang kedua tujuannya dalam rangka untuk li hifzhil miizaan. Untuk  menjaga 
mizaan. Agar tolak ukur itu tetap benar. Agar paradigma kehidupan kita dalam dakwah, 
dalam pemilu. Dalam hal-hal yang lainnya  tetap dalam mizaan  yang benar, mizaanus 
samaa (timbangan langit).  Rasulullah SAW berijtihad ketika ayat belum turun. Ada dua 
pilihan ; yang pertama shanadiid quraisy (elit-elit quraisy). Yang satu orang yang 
menurut masyarakat tidak potensi, orang buta,  tidak terkenal. Dan redaksi qur’annya 
menggunakan kata a’maa, tidak disebut namanya.    Tidak disebut ‘abdullah bin ummi 
maktum. Tetapi ketika nabi berijtihad untuk  bersungguh-sungguh  mendakwahi 
shanaadiid quraisy. Maka Nabi ditegur oleh Allah dengan ‘abasa watawallaa.  Dan inilah 
menjadi kaidah islam yang sangat mahal.  

  ﺺﻨﻟا   درﻮﻣ   ﻲﻓ   دﺎﮭﺘﺟا  ﻻ
Tidak ada ijtihad kalau nash itu sudah ada. 

Jangankan kita yang berijtihad, nabi yang berijtihad ketika tidak sama dengan miizaanus 
samaa (timbangan  langit). Maka ijtihad dari manapun harus tunduk kepada miizaanus 
samaa. Makanya perlua ada ‘itaab (teguran) dari Allah SWT. Jadi masalahnya bukan 
miskin atau kaya.  Tidak selamanya yang miskin didahulukan.  Karena ada yang kaya 
didahulukan seperti Abu Bakar, Umar, Utsman. Tetapi tajarrud (totalitas) manusia, itu 
benar-benar harus untuk dakwah siapapun orangnya. Dan inilah cara Allah memberikan 
petunjuk kepada kita semua melalui nabi SAW dengan teguran. Agar mizaan, timbangan 
kita tetap benar. Ini yang kita maksud dengan contoh-contoh (mitsaliyatud) da’wah. Yang sebenarnya ini sudah merupakan rashiidunaa (asset kita). Tetapi asset yang mahal ini 
harus selalu dirawat, dijaga dan diperbaharui agar kita tidak lupa.  

2.  Waqi’iyyatus Sya’b (   ﺐﻌﺸﻟا   ﺔﯿﻌﻗو  ) atau ‘aqliyatusy sya’bi (   ﺐﻌﺸﻟا   ﺔﯿﻠﻘﻋ  ) 

Masuk bab yang kedua, adalah waqi’iyyatusy sya’b atau aqliyatusy sya’b. Bagaimana  
logika  masyarakat dalam kehidupan ini termasuk dalam pilpres dan lain sebagainya.   
Dan  bagaimana    realitas masyarakat. Walaupun kita sudah mengenalnya, tapi semoga 
kita lebih mendalam kenal kita terhadap masyarakat kita.  

a.  Pendekatan tsaqofah 

Yang pertama kita bagi dari pendekatan tsaqofah. Masyarakat kita dari  Aceh sampai 
Papua tidak bisa kita pungkiri dari  segi tsaqofahnya  ada yang  al  mutsaqqafuun 
(berpendidikan) dan ada yang ghairu mutsaqaffiin (tidak berpendidikan).   Itu kita tahu 
semua dalam masalah pilpres dan pemilu sama-sama  suaranya satu. Tidak ada istilah 
doctor suaranya seratus. Doctor dengan yang tamatan TK, sama suaranya yaitu satu. Oleh 
karena itu harus kita pahami, sehingga pemahaman kita  tentang masyarakat kita akan 
menjadi benar. 

Al mutsaqaffuun 

Yang  Pertama bagaimana sudut pandang orang terpandang, khususnya kepada kita 
sebagai partai dakwah.   Pertama mereka  selalu menghendaki al mitsaliyah (ideal).  Jadi 
mereka ketika melihat makhluk yang namanya Partai Keadilan Sejahtera. Maka pks ini 
adalah malaikat yang  tidak boleh salah. Mereka lupa bahwa kita manusia. Maka kalau 
kita katakan kepada para dosen, para mahasiswa, “wahai saudaraku, kita pahami kita ini 
bukan partai malaikat. Kita partai manusia”.  Itu mereka tidak mudah menerima. Karena 
mereka tertarik  dengan kita, karena idealisme kita. Oleh karena itu meskipun kita 
manusia.  Tetapi kita berhati-hati jangan sampai terjatuh dalam kesalahan. Apalagi itu 
fatal. Karena ketika mereka sudah tidak percaya lagi. Untuk membangkitkan mereka agar 
kembali percaya kepada kita. Itu membutuhkan waktu yang panjang dan menghabiskan 
energy kita.   

Kemudian yang kedua Masyarakat mutsaqqaf  (sya’bul mutsaqqafi)  itu biasanya  adalah 
masyarakat yang annaqdi (kritis), sangat kritis. Sampai cara bicara saja dikritisi. Sampai 
ketika saudara kita  berbicara, kemudian orang lain berbicara. Seandainya ada saudara 
kita dengan mitra bicaranya. Kemudian saudara kita lihat hp, itu pun dikritisi. 
Menggambarkan bahwa  kita kurang berakhlak. Karena saudara kita yang kita ajak 
berdiskusi, berbicara, kita sedang lihat hp. Itupun dikritisi seperti itu. Karena masyarakat 
yang  mempunyai  wawasan yang luas itu  biasanya memang an-naqdiy. Maka para 
pengkritis,  apakah  yang mengkritisi hadits atau mengkritisi pendapat-pendapat  fiqh 
biasanya    adalah ulama yang mutsaqqafiin. Bukan orang awwam. Sehingga di titik ini 
kita harus hati-hati. 
 Kemudian yang ketiga  adalah  masyarakat  yang  mutsaqqafiin itu adalah quwwatudz 
dzaakirah. Mempunyai    ingatan yang kuat, ingatan yang panjang.  Jadi kalau ada orang 
mengatakan bahwa bangsa ini ingatannya lemah, itu tidak seluruh bangsa.  Tetapi ada 
yang mereka penting diingat, dicatat betul omongan kita, ceramah kita, sikap kita. Dicatat 
sejak awal kita mendirikan partai sampai sekarang.  Itu al mutsaqqafuun dan itulah  yang 
mungkin kita temui ketika kita bertemu dengan para dosen,  para mahasiswa, para aktivis. 

Ghairu Mutsaqqafiin 

Nah, berbeda dengan orang yang kedua yaitu yang ghairu mutsaqqafiin. Orang yang tidak 
terpelajar, bukan cendekiawan.  Yang pertama  adalah sur’atut ta-atstsur bil I’laam              
(    مﻼﻋﻹﺎﺑ   ﺮﺛﺄﺘﻟا  ﺔﻋﺮﺳ   ). Mudah terpengaruh oleh media, mudah terpengaruh oleh    opini. 
Sehingga ketika kita pahamkan  berita yang banyak menyudutkan kita. Dan 
kebanyakannya itu salah. Itu tidak mudah memahamkan mereka. Kalau mereka itu 
mudah  terbentuk oleh opini. Jadi  seolah-olah tv, surat kabar,   media  itu seolah  qur’an 
yang tidak salah. Mereka sepenuhnya tidak memahami bahwa sesungguhnya kebohongan 
yang diberitakan setiap hari seolah-olah menjadi kebenaran. Itu semuanya mereka tidak 
semuanya  paham walaupun sudah saya sudah ceramah siang malam.  Karena memang 
awwam. Sehingga solusinya sebelum kita bicara solusi adalah bagaimana hizbud da’wah 
kita mempercepat agar mereka menjadi mutsaqqafiin. Mempercepat agar mereka menjadi 
pintar. Itulah setiap kita ke daerah memberikan semangat teman-teman yang punya 
pendidikan itu. Ya akhii, ya ukhtii. Kalau antum sudah punya SD sudah selesai, cepat 
antum buka SMPIT. SMPIT punya, cepat buka SMA IT.  SMA IT punya, cepat buka 
Sekolah Tinggi.    Karena orang-orang    yang cerdas  insya Allah dia  lebih cepat  untuk 
menjadi bagian dari dakwah kita.  

Dan Alhamdulillah yang kita ketahui, hampir sekolah-sekolah ikhwan dan akhwat di 
daerah-daerah itu. Sampai di kabupaten tidak ada kursi anggota dewannya. Tapi 
sekolahan ikhwah itu laris manis, dipercaya. Bahkan seorang tokoh yang tidak senang 
dengan partai kita pun, anaknya disekolahkan disitu. Dia mengatakan, “Le, memang saya 
sering mengkritisi partai. Tapi anak saya, saya sekolahkan di sekolahan teman-teman 
paman. Karena saya tidak bisa mendidik anak saya. Walaupun partainya berbeda. Jadi ini 
yang saya sampaikan tentang tsaqofah tadi. 

Kemudian yang kedua,   masyarakat yang tidak mutsaqqafiin ini  dha’fud dzaakirah 
(ingatannya pendek), cepat lupa. Ikhwah dan akhwat selama  lima tahun beramal islami; 
lima tahun dengan pengobatan gratis, kurban dll. Itu semua kalah dengan serangan fajar 
yang Cuma sekali,  ditambah lagi kemarin kalah dengan    serangan dhuha.  Inilah 
msayarakat yang ghairu mutsaqqafiin.  Selama masyarakat  seperti  ini ada  dan ini 
mayoritas. Logika kita, maka berat kita untuk bertambah secara kuantitatif  selama 
mereka seperti itu. Mereka lupa kebaikan ikhwan-akhwat selama lima tahun itu.  Dan 
kalau kita tidak hati-hati, kita juga yang rugi.  Apalagi kalau kita katakana, “sudah, nanti 
lima tahun yang akan datang tidak usah dibagi”. Akhirnya kita dunia tidak dapat, akhirat 
tidak dapat.  Laa dun-yaa wa laa- al aakhirah.  

 } ﺎﻤﻧإ     ﻢﻜﻤﻌﻄﻧ     ﮫﺟﻮﻟ     ﷲ     ﻻ     ﺪﯾﺮﻧ     ﻢﻜﻨﻣ     ءاﺰﺟ     ﻻو   ارﻮﻜﺷ   ] { نﺎﺴﻧﻹا  : 9 [ 

Apalagi kalau sikap kita tidak benar.  Maka solusinya  saya  melihat  adalah  tarqiyah 
meningkatkan mereka dari ghairu mutsaqqafiin  untuk menjadi mutsaqqafuun. Caranya 
dengan diperbanyak madaaris kita.    Karena terbukti  yang masuk ke sekolah-sekolah 
bukan satu partai, bukan satu jamaah. Alhamdulillah di titik ini, Allah memberikan 
kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan kita.  

Masyarakat yang tidak mutsaqaffin,  kita lihat sur’atut taghyiir fil intikhabaat.  cepat 
berubah di dalam pemilu-pemilu.  DKI kita pernah menang, PPP pernah menang, Golkar 
pernah menang, PDI juga pernah menang. Jadi ketika Jakarta meskipun  ibukota, tapi 
kalau  kebanyakan masyarakatnya ghairu mutsaqqafiin maka akan  bisa  berubah-rubah.  
Karena mereka tidak punya tsaqofah. Nah, sekali lagi karena mereka ghairu 
mutsaqqafiin, maka tatsqifnya harus diperbanyak.  Tetapi  kalau kita sendiri  secara 
internal, tatsqif kita kurang lancar. Maka jawabannya adalah  

ﻲﻄﻌﯾ   ﻻ   ءﻲﺸﻟا   ﺪﻗﺎﻓ

Tatsqif juga kita kadang-kadang, qadhaa-an. Jadi kadang-kadang saya ngisi acara halal-bi 
halal sekaligus tatsqif, sekaligus konsolidasi internal, sekaligus juga muhasabah, 
sekaligus menghibur teman-teman yang kalah dan tidak  terpilih. Karena partai kita 
banyak partai sekaligus dan sekalian. Maka jangan bermimpi tsaqofahnya yang utama itu 
meningkat kalau tastqif dakhiliy itu tidak meningkat. Maka saya tidak menyalahkan, 
karena saya yang bersalah dan kita semua tidak memberikan hak. Sehingga tidak sedikit 
ikhwah sampai KI pun banyak tatsqifnya kepada “arroja”. Di saat mobil, yang 
mengendarai mobil, lampu merah macet, dia mendengarkan “arroja”. Karena kita tidak 
punya.Tidak selamanya ikhwah  itu  tertarik pada  saudara-saudara kita  salafi, karena 
kekosongan tsaqofah. Sehingga akhirnya yang mana saja kita dengar.  

b.  Syakhshiyyah  

Kedua dari segi syakhshiyyah (kepribadian) masyarakat kita ada dua hal; yang pertama 
naf’iy dan ada yang  kedua  ghairu naf’iy. Dan yang naf’iy ini ukurannya bukan hanya 
orang yang amah. Orang yang oportunis itu tdak semuanya orang yang amah. Makanya 
ikhwah di sebagian daerah maaf kalau saya sebut,    Di Jatim mengatakan,  ada tokoh 
agama yang hadiahnya 500, 5 jt, 50 jt. Artinya apa? Orang yang naf’iy tidak selamanya 
kaitannya dengan tsaqofah. Dia bisa  ustadz, dia bisa doctor, dia bisa sarjana, dia bisa 
SAG. SAG kalau soleh itu adalah Sarjana Agama, kalau belum soleh Sarjana Agak 
Gimana..   itu juga karena naf’iy. Berarti tugas kita adalah bagaimana mengentaskan 
orang-orang yang naf’iy untuk menjadi yang ghairu naf’iy.  Sehingga peluang 
kemenangan kita ke depan lebih luas lagi. Karena selama manusia itu naf’iy, mizaniyah 
anggaran sebanyak apapun  belum tentu kita menang.  Dan terbukti tidak semua partai 
yang anggaran besar itu menang.  Karena orang yang naf’iy itu selalu lapar. Selalu haus. 

c.   Segi Harakah wa ghairul harakah 
 Kemudian yang ketiga dari segi al harakah  wa ghairu harakah.  Yang tidak bisa kita 
pungkiri bahwa sya’b kita adalah ada yang harakiin dan ada yang ghairu harakiin.   Dan 
sudah  barang  tentu seleranya berbeda-beda. Yang ghairul  harakiin takut dengan 
musthalah-musthalah yang  serem  itu. Padahal sebenarnya seluruh istilah qur’an tidak 
serem. Sehingga pendektan-pendekatan kita dengan ghairul harakiin, dengan bahwasa 
jihad, dengan bahasa khilafah, dengan bahasa daulah islamiyah mungkin kurang tepat. 
Bukan karena qur’an yang kurang tepat. Karena kesiapan mereka untuk emndengar 
seperti itu  yang belum siap.  

Berbeda dengan orang yang  ber harakah.  Ketika kita bermuamalah dengan orang=orang 
yang harakah.  Kemudian yang  Nampak  dalam diri kita adalah shibghah siyasiyah 
bahtah. Bentuk politisi an sih. Kurang Nampak wajah keustadztannya, kurang Nampak 
wajah da’inya. Ini kurang percaya dengan masyayikh yang ada di dewan syariah. Pernah 
silaturrahim ke majelis tertentu. Lembaga dakwah yang lebih senior dari pada kita. 
Ketika pulang salah seorang syaikh mengatakan ;  

Ahzami…! 
Ya ustadz.. 
Di PKS masih memperhatikan syariah atau tidak? Masih ada syariat? 

Saya dengan spontanitas, dengan ghirah kita, dengan izzah kita kepada Allah  dan islam. 
Kemudian kepada partai. Saya katakan, “ya ustadz, kalau sampai di Partai ini sudah tidak 
bersyariah lagi. Saya orang yang pertama kali keluar dari PKS.” 

Oh begitu ustadz? Na’am.  Kalau begitu saya tenang. 

Jadi ikhwatal iimaan, jadi masih ada orang-orang seperti itu. Dan di pilpres ini 
Alhamdulillah  saya didatangi oleh orang yang dulunya tidak senang berpartai, merka 
tidak mau bersama kita. Bahkwan menuduh kita ahlul bid’ah  dan sebagainya. Sebagian 
mereka tidak sekedar mendukung, datang ke rumah. Mereka sudah tahu sekarang, di sana 
ada makhluk yang bermacam-macam. Mereka tahu sekarang tidak perlu diceramahi. Ini 
adalah jumlahnya Walaupun jumlahnya tdk sebanyak ghairu mutsaqqafiin, tapi mereka 
punya pengaruh.  Mereka rata-rata muballigh, mereka rata-rata khatib, mereka punya 
pesantren . mereka punya orang tua, merka punya mertua, mereka punya ipar. Kalau 
mereka itu tsiqah kepada kita dan memberi suara yang besar dan diberkahi oleh Allah. 
Karena suara dari orang-orang sholeh. Sampai-sampai mereka dituduh oleh teman-
temannya yang masih dengan lagu lama. 

“Ustadz, abi saya sekarang dituduh khawarij gara-gara dukung PKS”. 

Artinya teman-teman harakah  sebagian mereka sudah mulai bisa memahami thabi’atul 
ma’rakah. Watak dari pada pertarungan di negeri ini antara haq dan bathil. Antara sunni 
dan syi’ah. 

Kemudian selanjutnya yang keempat adalah tidak bisa kita pungkiri, masyarakat kita ada  
yang mubaalaa dan ada yang ghairu mubaalaa. Ada yang peduli dengan pemilu dan  ada yang tidak peduli dengan pemilu/pilpres.  Tetapi ini nanti kalau ada pemimpin yang tidak 
sesuai dengan keinginan mereka, mereka mengkritisi tapi padahal tidak peduli. Ini juga 
masih banyak. Dan ini bisa kita lihat ketika pilgub DKI. Tidak sedikit kaum muslimin 
waktu itu mereka  lebih senang pergi ke puncak. Lebih senang jalan-jalan tidak nyoblos. 
Sementara ghairul muslimin di cakung tidak ada yang absen. Ghairul muslimin di 
cakung, aswaduhun wa ashfaruhum semuanya nyoblos.  Sehingga terjadi seperti ini.  
Berarti kewajiban kita, bagaimana yang laa mubaalah orang yang cuek, ungkapan-
ungkapan yang tidak peduli ini. Mempunyai kepedulian tentang pilpres dan pemilu. 
Kalau tidak, mereka banyak karena tidak ada gunanya.  Tidak merubah ekonomi mereka. 
Tidak merubah pangkat mereka dan sebagainya.  Berarti ini harus diupayakan serius 
supaya mereka meningkat dari laa mubaalah menjadi mubaalah.  

Kemudian yang kelima dan yang terakhir adalah al ‘adaawah (permusuhan).   Tidak bisa 
kita pungkiri bahwasanya asy-sya’bul Indonisi ada yang sya’bul mu’aadiy da nada yang 
ghairul mu’aadiy.  masyarakat kita ada yang memusuhi dan tidak memusuhi.  Berarti 
bagaimana yang memusuhi ini menjadi tidak memusuhi kita. Dan bagaimana yang tidak 
memusuhi kita, tidak sekedar menjadi tidak  memusuhi. Tetapi  menjadi pendukung kita. 
Ini butuh terobosan-terobosan, butuh pendekatan-pendekatan.    

Sebelum bab ketiga, Apa yang kita sebutkan  tadi  adalah min baabi dzikril mitsaal laa 
hashr. Ini  sekedar contoh, tidak membatasi. Sudah tentu ustadz-ustadzah   di bidangnya 
masing-masing lebih dalam lagi mengkajinya. Paling tidak ini sekedar contoh yang kita 
kaji bersama-sama. Kemudian yang kedua, apapun bentuk masyarakat kita  yang sudah 
kita sampaikan tadi. Tapi  Saya yakin  se yakin-yakinnya,   mereka semua sepakat akan 
indahnya akhlak  (jamaalul akhlaq). Contohnya mudah saja.  tidak semuanya  orang tua 
murid di sekolah islam terpadu semuanya sholeh; sebagian mereka ada yang pencuri, ada 
koruptor, ada yang sudah pernah berbuat zinaa. Bahkan ada orang yang main perdukunan 
dll. Akan tetapi mereka tidak akan ridho anaknya jadi seperti dia. Anaknya disekolahkan 
ke sekolahan ini yang baik. Ini artinya apa? Fitrah manusia, atau bagian kecil dari fitrah 
mereka, itu masih ada. Sehingga tidak boleh kita  dalam rangka menarik massa sebesar-
besarnya kita mengorbankan akhlak kita. Jangankan orang yang baik, yang buruk  pun 
mereka membutuhkan akhlak yang baik dari kita semua. Dan kalau Kita melihat partai-
partai lain, partai-partai sekuler. Saya melihat   ada perubahan signifikan. Ketika mereka 
memilih  juru bicara mereka. Partai yang sering dikaitkan dengan preman. Tetapi ketika 
memilih juru bicaranya, kita bisa lihat. Mereka santun, mereka memilih ungkapan-
ungkapan yang tepat, yang tidak menyakitkan bangsa Indonesia ini. Itu mereka, nah kita 
harusnya min baabil aula. Kita harus lebih dari itu. Jangan sampai kita yang mengajari, 
ilmu kita diambil mereka,    lalu kita  tinggalkan.  Jangan sampai  bidhaa’ah kita  harta/ 
asset diambil mereka dan kita berkurang. 

3.  AlHallu  

Yang terakhir adalah alhall (solusi)  paling tidak yang saya pahami. Semoga Allah 
memberikan taufik apa yang kita pahami bersama-sama  ; 

a.  Almuhaafazhah ‘alaa mitsaaliyatid da’wah.  
Pertama, solusi yang pertama adalah al muhafazhah ‘ala mitsaliyatid da’wah. Kita dalam 
kondisi apapun, dalam pemilu apapun. Dan Negara ini Negara yang sering pemilu.   
Harus senantiasa  mitsaaliyah, harus selalu  ideal. Kenapa  demikian? Karena idealisme 
dakwah kita itu adalah rashiidunaa (asset kita), modal kita yang kita jual. Kalau itu sudah 
berkurang apalagi sudah tidak ada, na’udzubillahi min dzaalik berarti sudah tidak ada lagi 
yang bisa dijual. Ketika tidak ada yang kita jual, Maka yang memilih kita hanya kader 
kita. Sehingga susah untuk  bertambah mendapatkan  suara.   Bahkan bisa turun ketika 
sebagian kader tidak sabar  dalam berjamah. Dan ini sudah terjadi.  Oleh karena 
mitsaliyatud da’wah harus  selalu dijaga.  Kita menjadi uswah, yang terbaik. Kita  hrus 
benar, dakwah kita, manhaj kita, rumah tangga kita. Dengan demikian insya Allah kita 
tetap semangat memenangkan partai da’wah. 

b.  Muraa’atu ‘aqliyatisy sya’bi wa baqiyyatihi fii huduudisy syar’iy 

Kedua  adalah muraa’atu ‘aqliyatisy sya’bi wa baqiyyatihi. Kita harus   memperhatikan 
logika masyarakat. Kita tidak cukup berdiri di atas idealisme kita. Tetapi kita juga harus 
memperhatikan realitas masyarakat.  Meskipun kita tidak boleh menjadi orang yang 
realistis. Tapi kita harus memperhatikan realistas masyarakat. Nah, itu sudah barang tentu 
tidak boleh titik, masih koma. Fii huduudisy syar’iy. Masih dalam batasan-batasan islam, 
karena kita partai dakwah. Sehingga seluruh muraa’at kita, perhatian kita, pertimbangan 
kita, realitas yang kita pahami itu tidak menyimpang dari pada aturan Allah. Disinilah 
yang saya katakan tadi bahwa jamaah ini dalam kondisi apapun  syariah kita harus kita 
perhatikan dari atas sampai daerah.  Tidak boleh ada kesenjangan.  Sehingga 
konsekuensinya harus diperbanyak muassasah-muassasah ta’limiyah syar’iyyah. 
Sehingga jama’ah kita diberkahi oleh Allah SWT. 

c.  Katsratut tathahhur 

Kemudian ketiga, tetap kita adalah seorang manusia. Tapi kadang-kadang tidak dipahami 
oleh masyarakat, khususnya mutsaqqaffiin. Kita harus katsratut tathahhur sering bersuci. 
Aslinya politik itu suci, karena politik itu sunnahnya para nabi.   Tetapi prakteknya tidak 
bisa kita pungkiri  di dalam berpolitik  kadang-kadang kena najis. Maka harus sering-
sering bersuci.  Dan ulama-ulama kita tidak menafikkan. Kita tidak mau mengakui bahwa 
politik itu kotor. Politik dalam Islam adalah suci, karena itu sunnahnya  para nabi. Tapi 
faktanya karena begitu banyaknya godaan-godaan dan kesempatan-kesempatan. Maka 
kadang-kadang kita bersentuhan na’udzubillahi min dzaalik semoga tidak sengaja. Maka 
diperlukan  untuk at-tathahhur tujuannya agar kita semua tetap menjadi rijal yang diakui 
oleh Allah.    Karena dalam surat attaubah, antara rijal dengan tathahhur itu ada 
munasabahnya (ada korelasinya). Artinya para tokoh, aktivis dakwah diakui oleh Allah 
bahwa mereka itu rijaalud dakwah. Ketika mereka  sering-sering tathahhur; 

}   ﺪﺠﺴﻤﻟ     ﺲﺳأ   ﻰﻠﻋ   ىﻮﻘﺘﻟا     ﻦﻣ     لوأ     مﻮﯾ     ﻖﺣأ     نأ     مﻮﻘﺗ     ﮫﯿﻓ     ﮫﯿﻓ     لﺎﺟر     نﻮﺒﺤﯾ     نأ   اوﺮﮭﻄﺘﯾ     ﷲو     ﺐﺤﯾ   ﻦﯾﺮﮭﻄﻤﻟا ] { ﺔﺑﻮﺘﻟا  :
108 [
 Jadi ketokohan kita dalam dakwah sangat berkaitan dengan sejauh mana kesucian kita. 
Kesucian pemikiran kita, kesucian harta benda kita, kesucian keberpihakan kita itu tepat.  

Kemudian  yang ketiga adalah istismaar.  Solusi yang hendaknya kita semuanya dari 
qiyadah-jundiyah yang harus diperhatikan. Istismaar, Bagaimana kita mengembangkan 
shuwarul intishaaraat  bentuk-bentuk  kemenangan. Kalau kemenangan itu  hanya  suara, 
mungkin kita tidak dianggap menang. Tapi kalau kemenangan itu sesuai dengan qur’an 
dan sunnah maknanya itu banyak. Maka kita banyak kemenangan. Diantara kemenangan 
yang kita dapatkan adalah pertama adalah intishaar yang bernama tsiqah. Pertama adalah 
tsiqatul kawaadiir, Kepercayaan  para  kader.  Militansi kader kita lihat dengan sejelas-
jelasnya. Orang arab mengatakan waadhih wudhuuhan nahaar. Jelas se jelas-jelasnya 
siang. Atau orang jawa menterjemahkan ceto welo welo. Sampai  kader yang sudah lama 
tidak    bertemu dengan kita melalui pribadinya langsung. Mereka mengingatkan kita 
semua agar kita mendukung calon yang kita dukuang. Padahal mereka sudah lama atidak 
tarbiyah. Ini  artinya bentuk kemenangan.   Tidak mudah seandainya ikhwah atau atau 
akhwat di utus oleh jamaah. Bagaimana agar ikhwah yang sudah tidak tarbiyah dengan 
kita, bergabung lagi. Belum tentu semudah itu. Tapi dengan pilpres ini mereka dibuka 
oleh Allah. Dibuka fikirannya oleh Allah, sehingga bersama-sama kita bersama kita. Dan 
ini jangan dibiarkan. Ini harus di kembangkan. Kita data siapa-siapa semua para ustadz-
ustadz, para kader-kader kita yang dulunya bersama kita. Dan untuk pilpres ini bersama 
kita. Mari kita kembangkan , supaya tidak berhenti di pilpres saja.  

Kemudian juga ba’dhul islamiyyiin yang kita sampaikan tadi.  Sekarang ba’dhul 
islamiyyin sudah tsiqah kepada kita. Betapa pentingnya partai islam. Betapa pentingnya 
politik. Ini jadinya kalau politik islam tidak didukung. Syi’ah akan bertambah. Kekufuran  
bertambah dimana-mana. Mereka sekarang  terbuka.   Maka saya melihat jamaah ini, 
siapapun yang ditugaskan. Mari mereka itu Kita bangun. Kita bagun hubungan kita yang 
lebih mesra lagi.  

Yang  berikutnya adalah syurakaaut tahaalluf. Ustadz-ustadzah sendiri yang lebih tahu 
daripada saya. Ketika calon kita melihat kerja ikhwan dan akhwat di dalam kesaksian dan 
lain sebagainya. Yang begitu militant yang tidak mereka jumpai di partainya. Yang 
mereka tidak jumpai  di partai koalisi yang lain. Maka kepercayaan ini tidak boleh 
berhenti disini saja.  Bagaimana kepercayaan ini lebih panjang lagi. Entah istilah antum 
mungkin koalisi atau semi permanen. Sehingga kekuatan dakwah lebih besar lagi. Ini 
yang kita maksud dengan istismaar.  


Kemudian yang keempat adalah al hadzar min makril a’daa. Tidak bisa dipungkiri bahwa 
a’daa ullah selalu mengintai kita.  Apalagi laa qaddarallaah, semoga Allah tidak 
mentakdirkan. Apalagi seandainya yang kita dukung tidak seperti yang kita kehendaki. 
Sudah barang tentu makar a’daa melebihi. Karena saya sendiri sudah merasakan. Ketika 
mereka berkuasa Cuma dua tahun lebih. Hampir setiap hari saya dapat terror. Diantara 
bunyi terornya,  

“Pak Kiyai jangan di kandang saja. Kalau berani datang ke sini” “Pak Kiyai kamu seminggu lagi akan dipecat dari kantor kamu” 

Betul akhi, seminggu turun surat resmi dari atas tentang keterlibatan saya dengan partai 
tertentu. Tapi saya datangi orang yang manggil saya, malah pergi, tidak datang dia. Itu 
baru dua tahun setengah atau lebih mereka memimpin. Apalagi seandainya memimpin 
lima tahun. Jadi makar a’daa-allaah, kita harus benar-benar waspadai. Apakah makar 
a’daa itu dari daakhiliy (di negeri ini) atau khaarijiy (luar negeri) seperti terjadi dimana-
mana. Atau  makar siyaasiy, berbuat makar yang membuat langkah politik kita tidak 
lancar atau lebih disempitkan. Na’udzubillaahi min dzaalik, walaupun kita tetap optimis 
Allah akan menolong kita. Atau makar yang berkaitan dengan dakwah kita dan harakah 
kita. Seperti yang sudah terjadi di Negara lain.   Nah, ini kita harus hadzar. Maka sering 
kita mendengarkan nasihat dari para masyayikh kita. Kita jangan merasa berada dalam 
kondisi yang aman. Walaupun kita selalu optimis bahwa Allah SWT bersama kita.  


Dan yang terakhir adalah attau’iyyah  lil    kawaadir. Apa yang antum akan 
musyawarahkan  dan antum akan hasilkan. Dan apa yang kita sampaikan ini seandainya 
ini benar. Semoga ini sampai  ke seluruh kader.  Tujuannya pertama agar terealisir 
wahdatut tashawwur (punya kesamaan  persepsi). Jangan sampai jamaah yang sudah 
dibesarkan oleh Allah ini persepsinya berbeda dalam hal ini. Yang kedua wahdatul 
mauqif,  agar sikap kita sama. Yang ketiga wahdatul jiddiyah, agar kesungguhan kita 
sama. Karena tidak ada sejarahnya dalam islam Allah memenangkan hambanya. 
Sementara mereka tidak bersungguh-sungguh. Tidak mungkin kita dapat hidayah dari 
Allah, kalau kita tidak bersungguh-sungguh. 

}   ﻦﯾﺬﻟاو   اوﺪھﺎﺟ   ﺎﻨﯿﻓ     ﻢﮭﻨﯾﺪﮭﻨﻟ   ﺎﻨﻠﺒﺳ     نإو     ﷲ     ﻊﻤﻟ     ﻦﯿﻨﺴﺤﻤﻟا ] { ﻮﺒﻜﻨﻌﻟا ت  : 69 [

Dalam tafsir ungkapan alladziina (isim maushuul) itu adalah lit-ta’miim untuk umum. 
Siapapun; generasi dakwah di zaman nabi atau zaman sekarang, yang penting mereka 
jaahaduu. Pasti Allah akan berikan petunjuk Allah SWT. Tidak ada mujaamalah (basa-
basi) di dalam alqur’anul kariim. 

Kemudian juga wahdatul hadzar, agar kewaspadaan  kita sama. Jangan sampai ada 
kewaspadaan yang berbeda. Jangan sampai ada sebagian ikhwan dan akhwat seolah tidak 
ada masalah di dunia ini. Kemudian  juga wahdatul harakah ilal mustaqbal al alfhdhal. 
Adanya  kesamaan seluruh kader untuk bergerak menuju masa depan yang lebih baik. 
Masa depan yang lebih diridhoi oleh Allah. Masa depan yang lebih mendekati 
kepemimpinan kita di muka bumi ini. 

Dan penutup saya melihat  “nahnu lasnaa ka saa-iril ahzaab. Wa lasnaa ka saa-iril 
munazhzhamaat wal harakah”.  Jadi kita ini tidak sama dengan partai-partai yang lainnya. 
Partai-partai lain kalau ingin menang tidak ada  istilah dhawaabith. Partai lain tidak ada 
dhawaabith kampanye, tidak ada kaidah-kaidah. Yang penting menang. Kita ada 
dhawaabith. Kemudian Harakah,  kita tidak sama dengan harakah yang lainnya. Harakah 
yang lainnya di Indonesia, walaupun sama-sama tarbiyah. Walaupun sama-sama beramal 
islami  tapi mereka  untuk sementara ini  tidak membutuhkan pemungutan suara. Karena mereka tidak ikut pemilu. Tetapi dalam  titik yang sama, kita seperti mereka. Kita sama 
dengan mereka ingin menang dalam pemilu/pilpres. Kita juga sama dengan mereka para 
saudara-saudara kita aktivis harakah. Agar berkualitas tarbiyah kita. Agar ikhwah yang 
kita tarbiyah bertambah. Agar kita di ridhoi oleh Allah SWT. Agar kita masuk syurga. 
Sehingga logikanya, berarti juhud kita. Upaya kita, perjuangan kita lebih berat, lebih 
besar dari pada mereka. Tetapi Insya Allah pahala kita lebih besar.  

Nah, dengan demikian saya yakin kalau kader sudah memahami seperti  itu. Kader tidak 
ada yang kecewa  hanya alasannya dulu sama-sama satu halaqoh, satu usar. Yang satu 
sudah menjadi walikota, yang satu dirinya masih jadi wali murid selama-lamanya. Yang 
kalau setiap tahun mikirin bayarannya naik di SDIT. Sementara yang saudaranya yang 
naik bukan untuk membayar anaknya. Tapi yang naik gajinya.  Kekecewaan itu sudah 
tidak ada lagi. Baik walikota atau wali murid semuanya semoga  menjadi wali Allah 
SWT.  

 هرﻔﻐﺗﺳأو اذھ ﻲﻟوﻗ لوﻗأ مﯾﺣر روﻔﻏ ﷲ نﺈﻓ
ﮫﺗﺎﻛرﺑو ﷲ ﺔﻣﺣرو مﻛﯾﻠﻋ مﻼﺳﻟاوhttps://www.youtube.com/watch?v=XQFA7ySnxQc&list=PL5ZzgKHrwtjdQPEcSEMV464SDZVwIXhGM&index=4

0 komentar:

Posting Komentar