link youtube beliau di TVONE
https://www.youtube.com/watch?v=XQFA7ySnxQc&list=PL5ZzgKHrwtjdQPEcSEMV464SDZVwIXhGM&index=4
Allah Swt selalu membandingkan kenikmatan dunia dan ukhrawi di dalam Al Qur'an agar manusia mau berusaha mendapatkan kehidupan akhirat yang jauh lebih baik dan bersifat kekal daripada kenikmatan duniawi yang ada di depan mata, meskipun kehidupan akhirat itu belum pernah terlihat dan baru terealisasi kemudian.
1. Kenikmatan duniawi sangatlah sedikit dibandingkan kenikmatan akhirat.
Q.S. An-Nisa: 77,
ۗ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا
Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.
Karena kecilnya kenikmatan dunia, maka Allah mencela siapapun yang meletakkan tujuan hidupnya untuk kenikmatan dunia yang fana.
Q.S. At-Taubah: 38,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ ۚ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.
Inilah juga rahasia mengapa ketika berbicara tentang kenikmatan Surga, Allah menggunakan kata 'na'im' sebagai jamak dari kenikmatan.
2. Kehidupan Akhirat Bersih dari Kotoran-kotoran Dunia
Khamr dunia memabukkan, namun akhirat tidak. Kenikmatan di dunia didahului dengan kesulitan, namun akhirat tidak.
Q.S. Muhammad:15,
مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ ۖ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى ۖ وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ ۖ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ
(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?
Di dunia ada air, minum air jika haus, tapi bedanya air di akhirat tidak berubah. Airnya bersih.
Wanita-wanitanya suci dengan sebenar-benar kesucian. Di dunia tidak disucikan secara fisik dan mental.
Q.S. Ar-Rahman:56,
فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ
Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.
Hatinya juga bersih. Hati penghuni Surga tidak ada perselisihan, saling membenci, hati mereka satu. Di dunia, mohon ma'af, jika ada yang beristri lebih dari satu, maka di antara istrinya terkadang didapati hati yang tidak bersih, namun di Surga, hati-hati para isteri mereka satu, mereka mencintai suami mereka dengan penuh keikhlasan. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
لااختلاف بينهم ولا تباغض قلوبهم قلب واحد يسبحون اللّه بكرة و عشيا
Tidak ada perselisihan di antara mereka (penghuni Surga) dan tidak ada kebencian. Hati mereka adalah satu, yakni selalu bertasbih di pagi dan sore hari.
3. Kenikmatan duniawi sangat semu sedangkan kenikmatan ukhrawi adalah abadi.
Kesenangan dunia, apapun namanya pasti akan hilang, bahkan terkadang kenikmatan di depan mata tidak bisa dinikmati, terasa pahit.
Kekuasaan juga tidak selamanya, kekuasaan yang terkadang diraih dengan menggelontorkan banya harta itu juga sementara, banyak yang menunggu penguasa jatuh agar ia dapat menggantikannya.
Q.S. An-Nahl:96,
مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ ۖ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ ۗ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
:: Kesenangan dunia harus dijadikan alat untuk kesenangan akhirat, semoga kita menjadi penghuni surga.
*Dirangkum oleh Wido Supraha (galeriusroh.net).
Allah Swt selalu membandingkan kenikmatan dunia dan ukhrawi di dalam Al Qur'an agar manusia mau berusaha mendapatkan kehidupan akhirat yang jauh lebih baik dan bersifat kekal daripada kenikmatan duniawi yang ada di depan mata, meskipun kehidupan akhirat itu belum pernah terlihat dan baru terealisasi kemudian.
1. Kenikmatan duniawi sangatlah sedikit dibandingkan kenikmatan akhirat.
Q.S. An-Nisa: 77,
ۗ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا
Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.
Karena kecilnya kenikmatan dunia, maka Allah mencela siapapun yang meletakkan tujuan hidupnya untuk kenikmatan dunia yang fana.
Q.S. At-Taubah: 38,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ ۚ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.
Inilah juga rahasia mengapa ketika berbicara tentang kenikmatan Surga, Allah menggunakan kata 'na'im' sebagai jamak dari kenikmatan.
2. Kehidupan Akhirat Bersih dari Kotoran-kotoran Dunia
Khamr dunia memabukkan, namun akhirat tidak. Kenikmatan di dunia didahului dengan kesulitan, namun akhirat tidak.
Q.S. Muhammad:15,
مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ ۖ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى ۖ وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ ۖ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ
(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?
Di dunia ada air, minum air jika haus, tapi bedanya air di akhirat tidak berubah. Airnya bersih.
Wanita-wanitanya suci dengan sebenar-benar kesucian. Di dunia tidak disucikan secara fisik dan mental.
Q.S. Ar-Rahman:56,
فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ
Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.
Hatinya juga bersih. Hati penghuni Surga tidak ada perselisihan, saling membenci, hati mereka satu. Di dunia, mohon ma'af, jika ada yang beristri lebih dari satu, maka di antara istrinya terkadang didapati hati yang tidak bersih, namun di Surga, hati-hati para isteri mereka satu, mereka mencintai suami mereka dengan penuh keikhlasan. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
لااختلاف بينهم ولا تباغض قلوبهم قلب واحد يسبحون اللّه بكرة و عشيا
Tidak ada perselisihan di antara mereka (penghuni Surga) dan tidak ada kebencian. Hati mereka adalah satu, yakni selalu bertasbih di pagi dan sore hari.
3. Kenikmatan duniawi sangat semu sedangkan kenikmatan ukhrawi adalah abadi.
Kesenangan dunia, apapun namanya pasti akan hilang, bahkan terkadang kenikmatan di depan mata tidak bisa dinikmati, terasa pahit.
Kekuasaan juga tidak selamanya, kekuasaan yang terkadang diraih dengan menggelontorkan banya harta itu juga sementara, banyak yang menunggu penguasa jatuh agar ia dapat menggantikannya.
Q.S. An-Nahl:96,
مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ ۖ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ ۗ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
:: Kesenangan dunia harus dijadikan alat untuk kesenangan akhirat, semoga kita menjadi penghuni surga.
*Dirangkum oleh Wido Supraha (galeriusroh.net).
Pertemuan yang sangat penting ini adalah merupakan anugerah rabbaniyah yang wajib
kita syukuri bersama-sama. Kita dimuliakan oleh Allah dengan dakwah ini. Sehingga kita
semuanya bertekad dan semoga Allah memuliakan kita untuk senantiasa berada dalam
kondisi dakwah yang ideal yang dicontohkan oleh para rasul, para nabi dan salafus
shaleh. Disisi lain semoga dakwah kita diberikan kemudahan oleh Allah cepat dipahami
oleh masyarakat. Dan kita juga diberi kecerdasan untuk membaca realitas masyarakat
agar terjadi keserasian antara idealita kita sebagai kader dakwah dengan realitas
masyarakat. Itulah tema yang akan kita bawa, kita sampaikan yaitu ;
ﺐﻌﺸﻟا ﺔﯿﻌﻗو و ةﻮﻋﺪﻟا ﺔﯿﻟﺎﺜﻣ ﻦﯿﺑ ةﻮﻋﺪﻟا بﺰﺣ
Hizbud da’wah baina mitsaliyatud da’wah wa waqi’iyyatul sya’b.
“Partai Dakwah antara Idealita dakwah dan realitas Masyarakat”.
Tema ini kita kaji menjadi tiga bab. Satu babnya sekitar 100 halaman dan kalau
diringkas menjadi tiga halaman saja. Bab yang pertama adalah tentang mitsaliyatud
da’wah; Bab yang kedua aqliyatusy sya’b wa waqi’iyyatuhu, logika masyarakat dan
masyarakat. Yang ketiga adalah alhallu, solusi sesuai dengan qur’an dan sunnah. Semoga
dakwah kita dalam kebenaran Allah SWT.
Ayyuhal Ustaadz wal Ustaadzah hafizhakumullah,
1. Mitsaaliyatud Da’wah
Pertama tentang mitsaliyatud da’wah yang sebenarnya sudah merupakan hal yang bersifat
aksioma. Yang kita selalu bersama-sama sebagai aktivis dakwah. Dan ini harus
senantiasa melekat dalam diri kita;
a. Shihhatul Ghaayah wal Manhaj ( ﺞﮭﻨﻤﻟا و ﺔﯾﺎﻐﻟا ﺔﺤﺻ )
Yang Pertama adalah shihatul ghayah wal manhaj. Baik dalam pilpres atau yang lainnya.
Seluruh kerja dakwah kita yang merupakan ibadah kepada Allah SWT. Kita harus yakin
se yakin-yakinnya tidak ada sedikitpun keraguan bahwa tujuan dakwah kita itu benar dan
manhaj kita itu benar. Sehingga seluruh perjuangan kita semua diterima oleh Allah SWT.
Hal yang tadi ini tidak bisa berubah dan tidak boleh berubah oleh kondisi apapun. Karena
ini adalah sesuatu yang termahal. Makanya Allah mendefinisikan kesuksesan adalah
dalam manhaj ini yaitu dimana dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke syurga.
} ﻦﻤﻓ حﺰﺣز ﻦﻋ رﺎﻨﻟا ﻞﺧدأو ﺔﻨﺠﻟا ﺪﻘﻓ زﺎﻓ ] { لآ ناﺮﻤﻋ : 185 [
Jadi seluruh qiyadah kita dan jundiyah kita disebut oleh Allah SWT sukses ketika kita
semua jauh dari Api Neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Definisi ini tidak boleh ada
mukhtalaf, tidak boleh diperselisihkan. Karena ini misi rabbani yang benar.
b. Ad-da’wah hiyal uswah al hasanah ( ﺔﻨﺴﺤﻟا ةﻮﺳﻷا ﻲھ ةﻮﻋﺪﻟا )
Yang kedua ayyuhal asaatidzah hafizhakumullah, adalah ad-dakwah adalah al-uswah al-
hasanah. Dakwah adalah keteladanan yang baik. Sehingga seluruh qiyadah kita dan
seluruh jundiyah kita di dalam seluruh aktivitasnya harus menjadi uswah hasanah
(teladan yang baik). Teladan yang baik dalam berkomunikasi, teladan yang baik dalam
mauqif dan bersikap; Teladan yang terbaik dalam rumah tangga yang merupakan benteng
alhishnu jamaah kita dan bahkan benteng Negara kita.
Kenapa? Karena kita berjamaah ini, kita berpartai, kita berpolitik semuanya adalah dalam
rangka meneladani Rasulullah SAW;
، ﺪﻌﺑ ﻲﺒﻧ ﻻ ﮫﻧﺈﻓ ﻲﺒﻨﻟا ﮫﻔﻠﺧ ﻲﺒﻧ ﻚﻠھ ﺎﻤﻠﻛ ءﺎﯿﺒﻧﻷا سﻮﺴﺗ ﻞﯿﺋاﺮﺳإ ﻲﻨﺑ ﺖﻧﺎﻛ
سﺎﺳ – سﻮﺴﯾ ﺔﺳﺎﯿﺳ
Sehingga seorang muslim sadar betul dalam berpolitik tidak boleh mengimpor tauladan-
tauladan yang lain. Sedangkan tauladan yang terbaik untuk seluruh dakwah kita termasuk
dalam siyaasah adalah Rasulullah SAW.
c. Al Uswah Qabla ad Da’wah wad Di’aayah ( ﺔﯾﺎﻋﺪﻟا و ةﻮﻋﺪﻟا ﻞﺒﻗ ةﻮﺳﻷا )
Kemudian yang ketiga al uswah qabla ad-dakwah wad-di’aayah. Diantara idealisme kita
dalam berdakwah di jamaah yang semoga dijaga oleh Allah SWT adalah Keteladanan
sebelum dakwah dan kampanye. Sebelum kita mengajak orang lain untuk mengikuti
partai kita, mengikuti jama’ah kita. Maka yang terlebih dahulu adalah al uswah. Kenapa?
Karena dengan al uswah ini Allah memberikan ketetapan orang-orang akan bergabung
dengan kita. Makanya redaksi dalam alqur’an tidak menggunakan saufa, tapi
menggunakan huruf siin. Walaupun sama-sama bermakna “akan”. Karena “sin” itu lebih
cepat dari “saufa”. Ketika Allah berfirman ;
} ﻚﻧإو ﻰﻠﻌﻟ ﻖﻠﺧ ﻢﯿﻈﻋ ] { ﻢﻠﻘﻟا : 4 [
Maka ayat selanjutnya adalah
} ﺮﺼﺒﺘﺴﻓ نوﺮﺼﺒﯾو ] { ﻢﻠﻘﻟا : 5 [
Bukan fa saufa.
Sehingga kita lihat betapa cepatnya kemenangan yang diberikan oleh Allah kepada Nabi
dan sahabatnya. Ketika mereka benar-benar memberikan uswah hasanah, mempunyai
akhlak yang ‘azhiim. Sehingga Allah yuharriku quluuban naas, Allah menggerakkan hati
manusia untuk mengikuti Muhammad yang sebelumnya memusuhi, yang sebelumnya
memfitnah, sebelumnya menzhalimi. Tetapi dengan akhlak yang mulia, Allah
menggerakkan mereka. Sehingga kita lihat di dalam surat an-nashr. Mereka (manusia)
yang yadkhuluuna fii diinillaahi afwaajaa. Bukan afraadaa, tapi afwaajaa (berbondong-
bondong).
d. Binaa-ur Rijaal Qabla Binaa-il Ahjaar ( رﺎﺠﺣﻷا ءﺎﻨﺑ ﻞﺒﻗ لﺎﺟﺮﻟا ءﺎﻨﺑ )
Kemudian yang keempat adalah binaa-ur rijaal qabla binaa-il ahjaar. Ulama lain
meredaksikan binaaul rijaal muqaddamun ‘ala binaail ahjaar. Artinya membangun rijal,
membangun tokoh, membangun kader harus diprioritaskan dari membangun batu,
membangun bangunan, membangun fisik, walaupun itu penting. Kita semua memahami
pentingnya bangunan fisik. Tapi kita saksikan banyak bangunan-bangunan yang kosong
kualitas rijalnya. Beberapa ulama, kyai kita memberikan informasi yang sangat
menyedihkan. Banyak pesantren yang kosong, banyak gedung-gedung yang kosong,
bangunannya kosong karena rijalnya lemah. Sebaliknya jika rijal sudah terbangun insya
Allah ahjar pun akan terbangun. Dan ini adalah mitsaliyatud da’wah yang tidak boleh kita
lupakan bersama-sama. Kita selalu mendengar dari qiyadah kita, kantor begitu banyak
tapi tidak bertambah. Bahkan banyak KI yang tidak membina. Ini adalah PR bagi kita
semua. Bagaimana Kita harus lebih peduli kepada rijal dari pada ahjar. Termasuk jika
kita berbicara tentang masalah anggaran. Maka tidak boleh anggaran bersifat fisik lebih
besar daripada rijal. Jangan sampai membangun rijal dengan tenaga sisa, waktu sisa. Kita
khawatir menjadi sebuah jamaah atau bangsa yang bangunan-bangunan megah, tapi
rijalnya lemah. Seperti sekarang yang terjadi di beberapa Negara.
e. Ahammiyatul ‘itaab ( بﺎﺘﻌﻟا ﺔﯿﻤھأ )
Ikhwatal iman hafizhakumullah,
Yang kelima yang terakhir adalah ahammiyatul kitaab. Kalau kita alqur’anul kariim dari
awal sampai akhir. Betapa Allah SWT sangat menyayangi rasul-Nya dan nabi-Nya, serta
ummat-ummatnya. Min shuwari rahmatillaah bi rusulihi wa anbiyaa-ihi wa ‘ibaadihi.
Diantara bentuk kasih sayang Allah kepada rasul, kepada nabi, manusia-manusia terbaik
adalah dengan memberikan al ‘itaab al mu’attabah, memberikan teguran. Rasulullah saw
murobbi kita semua, al qaaidul a’zham fii hadzihil ummah ditegur oleh Allah dalam
berumah tangga.
} ﺎﯾ ﺎﮭﯾأ ﻲﺒﻨﻟا ﻢﻟ مﺮﺤﺗ ﺎﻣ ﻞﺣأ ﷲ ﻚﻟ ﻲﻐﺘﺒﺗ تﺎﺿﺮﻣ ﻚﺟاوزأ ﷲو رﻮﻔﻏ ﻢﯿﺣر ] { ﻢﯾﺮﺤﺘﻟا : 1 [
Nabi ditegur oleh Allah di dalam dakwah dan tarbiyah dalam surat ‘abasa.
} ﺲﺒﻋ ﻰﻟﻮﺗو ) 1 ( نأ هءﺎﺟ ﻋﻷا ﻰﻤ ) 2 ] { ( ﺲﺒﻋ : 1 3 [
Nabi ditegur oleh Allah dalam jihad;
} ﺎﻔﻋ ﷲ ﻚﻨﻋ ﻢﻟ ﺖﻧذأ ﻢﮭﻟ ﻰﺘﺣ ﻦﯿﺒﺘﯾ ﻚﻟ ﻦﯾﺬﻟا اﻮﻗﺪﺻ ﻢﻠﻌﺗو ﻦﯿﺑذﺎﻜﻟا ] { ﺔﺑﻮﺘﻟا : 43 [
Kalau manusia terbaik, qiyadah terbaik masih ditegur oleh Allah, apalagi kita semua.
Oleh karena itu alqur’an dan assunnah diantara cara mentarbiyah umat ini agar menjadi
umat yang mitsaliyah. Maka al ‘itaab itu diabadikan oleh Allah dalam alqur’an dan
sunnah. Tujuannya yang pertama adalah dalam rangka li hifzhil mitsaliyah. Menjaga
idealisme kita dalam hidup ini termasuk dalam dakwah. Maka para ulama mengatakan
tidak ada satupun yang mengatkan ketika nabi ditegur oleh Allah maka derajatnya turun.
Tapi justeru derajatnya nabi di angkat oleh Allah. Menggambarkan bahwa nabi benar-
benar jujur dalam dakwahnya, jujur dalam membimbingnya. Sehingga ketika diberikan
teguran oleh Allah SWT, tidak dimasukkan ke dalam laci. Tapi disampaikan kepada
seluruh umat manusia. Menunjukkan bahwa nabi benar-benar shaadiqun li tablighi
risaalatihi. Jujur dalam menyampaikan dakwahnya.
Kemudian yang kedua tujuannya dalam rangka untuk li hifzhil miizaan. Untuk menjaga
mizaan. Agar tolak ukur itu tetap benar. Agar paradigma kehidupan kita dalam dakwah,
dalam pemilu. Dalam hal-hal yang lainnya tetap dalam mizaan yang benar, mizaanus
samaa (timbangan langit). Rasulullah SAW berijtihad ketika ayat belum turun. Ada dua
pilihan ; yang pertama shanadiid quraisy (elit-elit quraisy). Yang satu orang yang
menurut masyarakat tidak potensi, orang buta, tidak terkenal. Dan redaksi qur’annya
menggunakan kata a’maa, tidak disebut namanya. Tidak disebut ‘abdullah bin ummi
maktum. Tetapi ketika nabi berijtihad untuk bersungguh-sungguh mendakwahi
shanaadiid quraisy. Maka Nabi ditegur oleh Allah dengan ‘abasa watawallaa. Dan inilah
menjadi kaidah islam yang sangat mahal.
ﺺﻨﻟا درﻮﻣ ﻲﻓ دﺎﮭﺘﺟا ﻻ
Tidak ada ijtihad kalau nash itu sudah ada.
Jangankan kita yang berijtihad, nabi yang berijtihad ketika tidak sama dengan miizaanus
samaa (timbangan langit). Maka ijtihad dari manapun harus tunduk kepada miizaanus
samaa. Makanya perlua ada ‘itaab (teguran) dari Allah SWT. Jadi masalahnya bukan
miskin atau kaya. Tidak selamanya yang miskin didahulukan. Karena ada yang kaya
didahulukan seperti Abu Bakar, Umar, Utsman. Tetapi tajarrud (totalitas) manusia, itu
benar-benar harus untuk dakwah siapapun orangnya. Dan inilah cara Allah memberikan
petunjuk kepada kita semua melalui nabi SAW dengan teguran. Agar mizaan, timbangan
kita tetap benar. Ini yang kita maksud dengan contoh-contoh (mitsaliyatud) da’wah. Yang sebenarnya ini sudah merupakan rashiidunaa (asset kita). Tetapi asset yang mahal ini
harus selalu dirawat, dijaga dan diperbaharui agar kita tidak lupa.
2. Waqi’iyyatus Sya’b ( ﺐﻌﺸﻟا ﺔﯿﻌﻗو ) atau ‘aqliyatusy sya’bi ( ﺐﻌﺸﻟا ﺔﯿﻠﻘﻋ )
Masuk bab yang kedua, adalah waqi’iyyatusy sya’b atau aqliyatusy sya’b. Bagaimana
logika masyarakat dalam kehidupan ini termasuk dalam pilpres dan lain sebagainya.
Dan bagaimana realitas masyarakat. Walaupun kita sudah mengenalnya, tapi semoga
kita lebih mendalam kenal kita terhadap masyarakat kita.
a. Pendekatan tsaqofah
Yang pertama kita bagi dari pendekatan tsaqofah. Masyarakat kita dari Aceh sampai
Papua tidak bisa kita pungkiri dari segi tsaqofahnya ada yang al mutsaqqafuun
(berpendidikan) dan ada yang ghairu mutsaqaffiin (tidak berpendidikan). Itu kita tahu
semua dalam masalah pilpres dan pemilu sama-sama suaranya satu. Tidak ada istilah
doctor suaranya seratus. Doctor dengan yang tamatan TK, sama suaranya yaitu satu. Oleh
karena itu harus kita pahami, sehingga pemahaman kita tentang masyarakat kita akan
menjadi benar.
Al mutsaqaffuun
Yang Pertama bagaimana sudut pandang orang terpandang, khususnya kepada kita
sebagai partai dakwah. Pertama mereka selalu menghendaki al mitsaliyah (ideal). Jadi
mereka ketika melihat makhluk yang namanya Partai Keadilan Sejahtera. Maka pks ini
adalah malaikat yang tidak boleh salah. Mereka lupa bahwa kita manusia. Maka kalau
kita katakan kepada para dosen, para mahasiswa, “wahai saudaraku, kita pahami kita ini
bukan partai malaikat. Kita partai manusia”. Itu mereka tidak mudah menerima. Karena
mereka tertarik dengan kita, karena idealisme kita. Oleh karena itu meskipun kita
manusia. Tetapi kita berhati-hati jangan sampai terjatuh dalam kesalahan. Apalagi itu
fatal. Karena ketika mereka sudah tidak percaya lagi. Untuk membangkitkan mereka agar
kembali percaya kepada kita. Itu membutuhkan waktu yang panjang dan menghabiskan
energy kita.
Kemudian yang kedua Masyarakat mutsaqqaf (sya’bul mutsaqqafi) itu biasanya adalah
masyarakat yang annaqdi (kritis), sangat kritis. Sampai cara bicara saja dikritisi. Sampai
ketika saudara kita berbicara, kemudian orang lain berbicara. Seandainya ada saudara
kita dengan mitra bicaranya. Kemudian saudara kita lihat hp, itu pun dikritisi.
Menggambarkan bahwa kita kurang berakhlak. Karena saudara kita yang kita ajak
berdiskusi, berbicara, kita sedang lihat hp. Itupun dikritisi seperti itu. Karena masyarakat
yang mempunyai wawasan yang luas itu biasanya memang an-naqdiy. Maka para
pengkritis, apakah yang mengkritisi hadits atau mengkritisi pendapat-pendapat fiqh
biasanya adalah ulama yang mutsaqqafiin. Bukan orang awwam. Sehingga di titik ini
kita harus hati-hati.
Kemudian yang ketiga adalah masyarakat yang mutsaqqafiin itu adalah quwwatudz
dzaakirah. Mempunyai ingatan yang kuat, ingatan yang panjang. Jadi kalau ada orang
mengatakan bahwa bangsa ini ingatannya lemah, itu tidak seluruh bangsa. Tetapi ada
yang mereka penting diingat, dicatat betul omongan kita, ceramah kita, sikap kita. Dicatat
sejak awal kita mendirikan partai sampai sekarang. Itu al mutsaqqafuun dan itulah yang
mungkin kita temui ketika kita bertemu dengan para dosen, para mahasiswa, para aktivis.
Ghairu Mutsaqqafiin
Nah, berbeda dengan orang yang kedua yaitu yang ghairu mutsaqqafiin. Orang yang tidak
terpelajar, bukan cendekiawan. Yang pertama adalah sur’atut ta-atstsur bil I’laam
( مﻼﻋﻹﺎﺑ ﺮﺛﺄﺘﻟا ﺔﻋﺮﺳ ). Mudah terpengaruh oleh media, mudah terpengaruh oleh opini.
Sehingga ketika kita pahamkan berita yang banyak menyudutkan kita. Dan
kebanyakannya itu salah. Itu tidak mudah memahamkan mereka. Kalau mereka itu
mudah terbentuk oleh opini. Jadi seolah-olah tv, surat kabar, media itu seolah qur’an
yang tidak salah. Mereka sepenuhnya tidak memahami bahwa sesungguhnya kebohongan
yang diberitakan setiap hari seolah-olah menjadi kebenaran. Itu semuanya mereka tidak
semuanya paham walaupun sudah saya sudah ceramah siang malam. Karena memang
awwam. Sehingga solusinya sebelum kita bicara solusi adalah bagaimana hizbud da’wah
kita mempercepat agar mereka menjadi mutsaqqafiin. Mempercepat agar mereka menjadi
pintar. Itulah setiap kita ke daerah memberikan semangat teman-teman yang punya
pendidikan itu. Ya akhii, ya ukhtii. Kalau antum sudah punya SD sudah selesai, cepat
antum buka SMPIT. SMPIT punya, cepat buka SMA IT. SMA IT punya, cepat buka
Sekolah Tinggi. Karena orang-orang yang cerdas insya Allah dia lebih cepat untuk
menjadi bagian dari dakwah kita.
Dan Alhamdulillah yang kita ketahui, hampir sekolah-sekolah ikhwan dan akhwat di
daerah-daerah itu. Sampai di kabupaten tidak ada kursi anggota dewannya. Tapi
sekolahan ikhwah itu laris manis, dipercaya. Bahkan seorang tokoh yang tidak senang
dengan partai kita pun, anaknya disekolahkan disitu. Dia mengatakan, “Le, memang saya
sering mengkritisi partai. Tapi anak saya, saya sekolahkan di sekolahan teman-teman
paman. Karena saya tidak bisa mendidik anak saya. Walaupun partainya berbeda. Jadi ini
yang saya sampaikan tentang tsaqofah tadi.
Kemudian yang kedua, masyarakat yang tidak mutsaqqafiin ini dha’fud dzaakirah
(ingatannya pendek), cepat lupa. Ikhwah dan akhwat selama lima tahun beramal islami;
lima tahun dengan pengobatan gratis, kurban dll. Itu semua kalah dengan serangan fajar
yang Cuma sekali, ditambah lagi kemarin kalah dengan serangan dhuha. Inilah
msayarakat yang ghairu mutsaqqafiin. Selama masyarakat seperti ini ada dan ini
mayoritas. Logika kita, maka berat kita untuk bertambah secara kuantitatif selama
mereka seperti itu. Mereka lupa kebaikan ikhwan-akhwat selama lima tahun itu. Dan
kalau kita tidak hati-hati, kita juga yang rugi. Apalagi kalau kita katakana, “sudah, nanti
lima tahun yang akan datang tidak usah dibagi”. Akhirnya kita dunia tidak dapat, akhirat
tidak dapat. Laa dun-yaa wa laa- al aakhirah.
} ﺎﻤﻧإ ﻢﻜﻤﻌﻄﻧ ﮫﺟﻮﻟ ﷲ ﻻ ﺪﯾﺮﻧ ﻢﻜﻨﻣ ءاﺰﺟ ﻻو ارﻮﻜﺷ ] { نﺎﺴﻧﻹا : 9 [
Apalagi kalau sikap kita tidak benar. Maka solusinya saya melihat adalah tarqiyah
meningkatkan mereka dari ghairu mutsaqqafiin untuk menjadi mutsaqqafuun. Caranya
dengan diperbanyak madaaris kita. Karena terbukti yang masuk ke sekolah-sekolah
bukan satu partai, bukan satu jamaah. Alhamdulillah di titik ini, Allah memberikan
kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan kita.
Masyarakat yang tidak mutsaqaffin, kita lihat sur’atut taghyiir fil intikhabaat. cepat
berubah di dalam pemilu-pemilu. DKI kita pernah menang, PPP pernah menang, Golkar
pernah menang, PDI juga pernah menang. Jadi ketika Jakarta meskipun ibukota, tapi
kalau kebanyakan masyarakatnya ghairu mutsaqqafiin maka akan bisa berubah-rubah.
Karena mereka tidak punya tsaqofah. Nah, sekali lagi karena mereka ghairu
mutsaqqafiin, maka tatsqifnya harus diperbanyak. Tetapi kalau kita sendiri secara
internal, tatsqif kita kurang lancar. Maka jawabannya adalah
ﻲﻄﻌﯾ ﻻ ءﻲﺸﻟا ﺪﻗﺎﻓ
Tatsqif juga kita kadang-kadang, qadhaa-an. Jadi kadang-kadang saya ngisi acara halal-bi
halal sekaligus tatsqif, sekaligus konsolidasi internal, sekaligus juga muhasabah,
sekaligus menghibur teman-teman yang kalah dan tidak terpilih. Karena partai kita
banyak partai sekaligus dan sekalian. Maka jangan bermimpi tsaqofahnya yang utama itu
meningkat kalau tastqif dakhiliy itu tidak meningkat. Maka saya tidak menyalahkan,
karena saya yang bersalah dan kita semua tidak memberikan hak. Sehingga tidak sedikit
ikhwah sampai KI pun banyak tatsqifnya kepada “arroja”. Di saat mobil, yang
mengendarai mobil, lampu merah macet, dia mendengarkan “arroja”. Karena kita tidak
punya.Tidak selamanya ikhwah itu tertarik pada saudara-saudara kita salafi, karena
kekosongan tsaqofah. Sehingga akhirnya yang mana saja kita dengar.
b. Syakhshiyyah
Kedua dari segi syakhshiyyah (kepribadian) masyarakat kita ada dua hal; yang pertama
naf’iy dan ada yang kedua ghairu naf’iy. Dan yang naf’iy ini ukurannya bukan hanya
orang yang amah. Orang yang oportunis itu tdak semuanya orang yang amah. Makanya
ikhwah di sebagian daerah maaf kalau saya sebut, Di Jatim mengatakan, ada tokoh
agama yang hadiahnya 500, 5 jt, 50 jt. Artinya apa? Orang yang naf’iy tidak selamanya
kaitannya dengan tsaqofah. Dia bisa ustadz, dia bisa doctor, dia bisa sarjana, dia bisa
SAG. SAG kalau soleh itu adalah Sarjana Agama, kalau belum soleh Sarjana Agak
Gimana.. itu juga karena naf’iy. Berarti tugas kita adalah bagaimana mengentaskan
orang-orang yang naf’iy untuk menjadi yang ghairu naf’iy. Sehingga peluang
kemenangan kita ke depan lebih luas lagi. Karena selama manusia itu naf’iy, mizaniyah
anggaran sebanyak apapun belum tentu kita menang. Dan terbukti tidak semua partai
yang anggaran besar itu menang. Karena orang yang naf’iy itu selalu lapar. Selalu haus.
c. Segi Harakah wa ghairul harakah
Kemudian yang ketiga dari segi al harakah wa ghairu harakah. Yang tidak bisa kita
pungkiri bahwa sya’b kita adalah ada yang harakiin dan ada yang ghairu harakiin. Dan
sudah barang tentu seleranya berbeda-beda. Yang ghairul harakiin takut dengan
musthalah-musthalah yang serem itu. Padahal sebenarnya seluruh istilah qur’an tidak
serem. Sehingga pendektan-pendekatan kita dengan ghairul harakiin, dengan bahwasa
jihad, dengan bahasa khilafah, dengan bahasa daulah islamiyah mungkin kurang tepat.
Bukan karena qur’an yang kurang tepat. Karena kesiapan mereka untuk emndengar
seperti itu yang belum siap.
Berbeda dengan orang yang ber harakah. Ketika kita bermuamalah dengan orang=orang
yang harakah. Kemudian yang Nampak dalam diri kita adalah shibghah siyasiyah
bahtah. Bentuk politisi an sih. Kurang Nampak wajah keustadztannya, kurang Nampak
wajah da’inya. Ini kurang percaya dengan masyayikh yang ada di dewan syariah. Pernah
silaturrahim ke majelis tertentu. Lembaga dakwah yang lebih senior dari pada kita.
Ketika pulang salah seorang syaikh mengatakan ;
Ahzami…!
Ya ustadz..
Di PKS masih memperhatikan syariah atau tidak? Masih ada syariat?
Saya dengan spontanitas, dengan ghirah kita, dengan izzah kita kepada Allah dan islam.
Kemudian kepada partai. Saya katakan, “ya ustadz, kalau sampai di Partai ini sudah tidak
bersyariah lagi. Saya orang yang pertama kali keluar dari PKS.”
Oh begitu ustadz? Na’am. Kalau begitu saya tenang.
Jadi ikhwatal iimaan, jadi masih ada orang-orang seperti itu. Dan di pilpres ini
Alhamdulillah saya didatangi oleh orang yang dulunya tidak senang berpartai, merka
tidak mau bersama kita. Bahkwan menuduh kita ahlul bid’ah dan sebagainya. Sebagian
mereka tidak sekedar mendukung, datang ke rumah. Mereka sudah tahu sekarang, di sana
ada makhluk yang bermacam-macam. Mereka tahu sekarang tidak perlu diceramahi. Ini
adalah jumlahnya Walaupun jumlahnya tdk sebanyak ghairu mutsaqqafiin, tapi mereka
punya pengaruh. Mereka rata-rata muballigh, mereka rata-rata khatib, mereka punya
pesantren . mereka punya orang tua, merka punya mertua, mereka punya ipar. Kalau
mereka itu tsiqah kepada kita dan memberi suara yang besar dan diberkahi oleh Allah.
Karena suara dari orang-orang sholeh. Sampai-sampai mereka dituduh oleh teman-
temannya yang masih dengan lagu lama.
“Ustadz, abi saya sekarang dituduh khawarij gara-gara dukung PKS”.
Artinya teman-teman harakah sebagian mereka sudah mulai bisa memahami thabi’atul
ma’rakah. Watak dari pada pertarungan di negeri ini antara haq dan bathil. Antara sunni
dan syi’ah.
Kemudian selanjutnya yang keempat adalah tidak bisa kita pungkiri, masyarakat kita ada
yang mubaalaa dan ada yang ghairu mubaalaa. Ada yang peduli dengan pemilu dan ada yang tidak peduli dengan pemilu/pilpres. Tetapi ini nanti kalau ada pemimpin yang tidak
sesuai dengan keinginan mereka, mereka mengkritisi tapi padahal tidak peduli. Ini juga
masih banyak. Dan ini bisa kita lihat ketika pilgub DKI. Tidak sedikit kaum muslimin
waktu itu mereka lebih senang pergi ke puncak. Lebih senang jalan-jalan tidak nyoblos.
Sementara ghairul muslimin di cakung tidak ada yang absen. Ghairul muslimin di
cakung, aswaduhun wa ashfaruhum semuanya nyoblos. Sehingga terjadi seperti ini.
Berarti kewajiban kita, bagaimana yang laa mubaalah orang yang cuek, ungkapan-
ungkapan yang tidak peduli ini. Mempunyai kepedulian tentang pilpres dan pemilu.
Kalau tidak, mereka banyak karena tidak ada gunanya. Tidak merubah ekonomi mereka.
Tidak merubah pangkat mereka dan sebagainya. Berarti ini harus diupayakan serius
supaya mereka meningkat dari laa mubaalah menjadi mubaalah.
Kemudian yang kelima dan yang terakhir adalah al ‘adaawah (permusuhan). Tidak bisa
kita pungkiri bahwasanya asy-sya’bul Indonisi ada yang sya’bul mu’aadiy da nada yang
ghairul mu’aadiy. masyarakat kita ada yang memusuhi dan tidak memusuhi. Berarti
bagaimana yang memusuhi ini menjadi tidak memusuhi kita. Dan bagaimana yang tidak
memusuhi kita, tidak sekedar menjadi tidak memusuhi. Tetapi menjadi pendukung kita.
Ini butuh terobosan-terobosan, butuh pendekatan-pendekatan.
Sebelum bab ketiga, Apa yang kita sebutkan tadi adalah min baabi dzikril mitsaal laa
hashr. Ini sekedar contoh, tidak membatasi. Sudah tentu ustadz-ustadzah di bidangnya
masing-masing lebih dalam lagi mengkajinya. Paling tidak ini sekedar contoh yang kita
kaji bersama-sama. Kemudian yang kedua, apapun bentuk masyarakat kita yang sudah
kita sampaikan tadi. Tapi Saya yakin se yakin-yakinnya, mereka semua sepakat akan
indahnya akhlak (jamaalul akhlaq). Contohnya mudah saja. tidak semuanya orang tua
murid di sekolah islam terpadu semuanya sholeh; sebagian mereka ada yang pencuri, ada
koruptor, ada yang sudah pernah berbuat zinaa. Bahkan ada orang yang main perdukunan
dll. Akan tetapi mereka tidak akan ridho anaknya jadi seperti dia. Anaknya disekolahkan
ke sekolahan ini yang baik. Ini artinya apa? Fitrah manusia, atau bagian kecil dari fitrah
mereka, itu masih ada. Sehingga tidak boleh kita dalam rangka menarik massa sebesar-
besarnya kita mengorbankan akhlak kita. Jangankan orang yang baik, yang buruk pun
mereka membutuhkan akhlak yang baik dari kita semua. Dan kalau Kita melihat partai-
partai lain, partai-partai sekuler. Saya melihat ada perubahan signifikan. Ketika mereka
memilih juru bicara mereka. Partai yang sering dikaitkan dengan preman. Tetapi ketika
memilih juru bicaranya, kita bisa lihat. Mereka santun, mereka memilih ungkapan-
ungkapan yang tepat, yang tidak menyakitkan bangsa Indonesia ini. Itu mereka, nah kita
harusnya min baabil aula. Kita harus lebih dari itu. Jangan sampai kita yang mengajari,
ilmu kita diambil mereka, lalu kita tinggalkan. Jangan sampai bidhaa’ah kita harta/
asset diambil mereka dan kita berkurang.
3. AlHallu
Yang terakhir adalah alhall (solusi) paling tidak yang saya pahami. Semoga Allah
memberikan taufik apa yang kita pahami bersama-sama ;
a. Almuhaafazhah ‘alaa mitsaaliyatid da’wah.
Pertama, solusi yang pertama adalah al muhafazhah ‘ala mitsaliyatid da’wah. Kita dalam
kondisi apapun, dalam pemilu apapun. Dan Negara ini Negara yang sering pemilu.
Harus senantiasa mitsaaliyah, harus selalu ideal. Kenapa demikian? Karena idealisme
dakwah kita itu adalah rashiidunaa (asset kita), modal kita yang kita jual. Kalau itu sudah
berkurang apalagi sudah tidak ada, na’udzubillahi min dzaalik berarti sudah tidak ada lagi
yang bisa dijual. Ketika tidak ada yang kita jual, Maka yang memilih kita hanya kader
kita. Sehingga susah untuk bertambah mendapatkan suara. Bahkan bisa turun ketika
sebagian kader tidak sabar dalam berjamah. Dan ini sudah terjadi. Oleh karena
mitsaliyatud da’wah harus selalu dijaga. Kita menjadi uswah, yang terbaik. Kita hrus
benar, dakwah kita, manhaj kita, rumah tangga kita. Dengan demikian insya Allah kita
tetap semangat memenangkan partai da’wah.
b. Muraa’atu ‘aqliyatisy sya’bi wa baqiyyatihi fii huduudisy syar’iy
Kedua adalah muraa’atu ‘aqliyatisy sya’bi wa baqiyyatihi. Kita harus memperhatikan
logika masyarakat. Kita tidak cukup berdiri di atas idealisme kita. Tetapi kita juga harus
memperhatikan realitas masyarakat. Meskipun kita tidak boleh menjadi orang yang
realistis. Tapi kita harus memperhatikan realistas masyarakat. Nah, itu sudah barang tentu
tidak boleh titik, masih koma. Fii huduudisy syar’iy. Masih dalam batasan-batasan islam,
karena kita partai dakwah. Sehingga seluruh muraa’at kita, perhatian kita, pertimbangan
kita, realitas yang kita pahami itu tidak menyimpang dari pada aturan Allah. Disinilah
yang saya katakan tadi bahwa jamaah ini dalam kondisi apapun syariah kita harus kita
perhatikan dari atas sampai daerah. Tidak boleh ada kesenjangan. Sehingga
konsekuensinya harus diperbanyak muassasah-muassasah ta’limiyah syar’iyyah.
Sehingga jama’ah kita diberkahi oleh Allah SWT.
c. Katsratut tathahhur
Kemudian ketiga, tetap kita adalah seorang manusia. Tapi kadang-kadang tidak dipahami
oleh masyarakat, khususnya mutsaqqaffiin. Kita harus katsratut tathahhur sering bersuci.
Aslinya politik itu suci, karena politik itu sunnahnya para nabi. Tetapi prakteknya tidak
bisa kita pungkiri di dalam berpolitik kadang-kadang kena najis. Maka harus sering-
sering bersuci. Dan ulama-ulama kita tidak menafikkan. Kita tidak mau mengakui bahwa
politik itu kotor. Politik dalam Islam adalah suci, karena itu sunnahnya para nabi. Tapi
faktanya karena begitu banyaknya godaan-godaan dan kesempatan-kesempatan. Maka
kadang-kadang kita bersentuhan na’udzubillahi min dzaalik semoga tidak sengaja. Maka
diperlukan untuk at-tathahhur tujuannya agar kita semua tetap menjadi rijal yang diakui
oleh Allah. Karena dalam surat attaubah, antara rijal dengan tathahhur itu ada
munasabahnya (ada korelasinya). Artinya para tokoh, aktivis dakwah diakui oleh Allah
bahwa mereka itu rijaalud dakwah. Ketika mereka sering-sering tathahhur;
} ﺪﺠﺴﻤﻟ ﺲﺳأ ﻰﻠﻋ ىﻮﻘﺘﻟا ﻦﻣ لوأ مﻮﯾ ﻖﺣأ نأ مﻮﻘﺗ ﮫﯿﻓ ﮫﯿﻓ لﺎﺟر نﻮﺒﺤﯾ نأ اوﺮﮭﻄﺘﯾ ﷲو ﺐﺤﯾ ﻦﯾﺮﮭﻄﻤﻟا ] { ﺔﺑﻮﺘﻟا :
108 [
Jadi ketokohan kita dalam dakwah sangat berkaitan dengan sejauh mana kesucian kita.
Kesucian pemikiran kita, kesucian harta benda kita, kesucian keberpihakan kita itu tepat.
Kemudian yang ketiga adalah istismaar. Solusi yang hendaknya kita semuanya dari
qiyadah-jundiyah yang harus diperhatikan. Istismaar, Bagaimana kita mengembangkan
shuwarul intishaaraat bentuk-bentuk kemenangan. Kalau kemenangan itu hanya suara,
mungkin kita tidak dianggap menang. Tapi kalau kemenangan itu sesuai dengan qur’an
dan sunnah maknanya itu banyak. Maka kita banyak kemenangan. Diantara kemenangan
yang kita dapatkan adalah pertama adalah intishaar yang bernama tsiqah. Pertama adalah
tsiqatul kawaadiir, Kepercayaan para kader. Militansi kader kita lihat dengan sejelas-
jelasnya. Orang arab mengatakan waadhih wudhuuhan nahaar. Jelas se jelas-jelasnya
siang. Atau orang jawa menterjemahkan ceto welo welo. Sampai kader yang sudah lama
tidak bertemu dengan kita melalui pribadinya langsung. Mereka mengingatkan kita
semua agar kita mendukung calon yang kita dukuang. Padahal mereka sudah lama atidak
tarbiyah. Ini artinya bentuk kemenangan. Tidak mudah seandainya ikhwah atau atau
akhwat di utus oleh jamaah. Bagaimana agar ikhwah yang sudah tidak tarbiyah dengan
kita, bergabung lagi. Belum tentu semudah itu. Tapi dengan pilpres ini mereka dibuka
oleh Allah. Dibuka fikirannya oleh Allah, sehingga bersama-sama kita bersama kita. Dan
ini jangan dibiarkan. Ini harus di kembangkan. Kita data siapa-siapa semua para ustadz-
ustadz, para kader-kader kita yang dulunya bersama kita. Dan untuk pilpres ini bersama
kita. Mari kita kembangkan , supaya tidak berhenti di pilpres saja.
Kemudian juga ba’dhul islamiyyiin yang kita sampaikan tadi. Sekarang ba’dhul
islamiyyin sudah tsiqah kepada kita. Betapa pentingnya partai islam. Betapa pentingnya
politik. Ini jadinya kalau politik islam tidak didukung. Syi’ah akan bertambah. Kekufuran
bertambah dimana-mana. Mereka sekarang terbuka. Maka saya melihat jamaah ini,
siapapun yang ditugaskan. Mari mereka itu Kita bangun. Kita bagun hubungan kita yang
lebih mesra lagi.
Yang berikutnya adalah syurakaaut tahaalluf. Ustadz-ustadzah sendiri yang lebih tahu
daripada saya. Ketika calon kita melihat kerja ikhwan dan akhwat di dalam kesaksian dan
lain sebagainya. Yang begitu militant yang tidak mereka jumpai di partainya. Yang
mereka tidak jumpai di partai koalisi yang lain. Maka kepercayaan ini tidak boleh
berhenti disini saja. Bagaimana kepercayaan ini lebih panjang lagi. Entah istilah antum
mungkin koalisi atau semi permanen. Sehingga kekuatan dakwah lebih besar lagi. Ini
yang kita maksud dengan istismaar.
Kemudian yang keempat adalah al hadzar min makril a’daa. Tidak bisa dipungkiri bahwa
a’daa ullah selalu mengintai kita. Apalagi laa qaddarallaah, semoga Allah tidak
mentakdirkan. Apalagi seandainya yang kita dukung tidak seperti yang kita kehendaki.
Sudah barang tentu makar a’daa melebihi. Karena saya sendiri sudah merasakan. Ketika
mereka berkuasa Cuma dua tahun lebih. Hampir setiap hari saya dapat terror. Diantara
bunyi terornya,
“Pak Kiyai jangan di kandang saja. Kalau berani datang ke sini” “Pak Kiyai kamu seminggu lagi akan dipecat dari kantor kamu”
Betul akhi, seminggu turun surat resmi dari atas tentang keterlibatan saya dengan partai
tertentu. Tapi saya datangi orang yang manggil saya, malah pergi, tidak datang dia. Itu
baru dua tahun setengah atau lebih mereka memimpin. Apalagi seandainya memimpin
lima tahun. Jadi makar a’daa-allaah, kita harus benar-benar waspadai. Apakah makar
a’daa itu dari daakhiliy (di negeri ini) atau khaarijiy (luar negeri) seperti terjadi dimana-
mana. Atau makar siyaasiy, berbuat makar yang membuat langkah politik kita tidak
lancar atau lebih disempitkan. Na’udzubillaahi min dzaalik, walaupun kita tetap optimis
Allah akan menolong kita. Atau makar yang berkaitan dengan dakwah kita dan harakah
kita. Seperti yang sudah terjadi di Negara lain. Nah, ini kita harus hadzar. Maka sering
kita mendengarkan nasihat dari para masyayikh kita. Kita jangan merasa berada dalam
kondisi yang aman. Walaupun kita selalu optimis bahwa Allah SWT bersama kita.
Dan yang terakhir adalah attau’iyyah lil kawaadir. Apa yang antum akan
musyawarahkan dan antum akan hasilkan. Dan apa yang kita sampaikan ini seandainya
ini benar. Semoga ini sampai ke seluruh kader. Tujuannya pertama agar terealisir
wahdatut tashawwur (punya kesamaan persepsi). Jangan sampai jamaah yang sudah
dibesarkan oleh Allah ini persepsinya berbeda dalam hal ini. Yang kedua wahdatul
mauqif, agar sikap kita sama. Yang ketiga wahdatul jiddiyah, agar kesungguhan kita
sama. Karena tidak ada sejarahnya dalam islam Allah memenangkan hambanya.
Sementara mereka tidak bersungguh-sungguh. Tidak mungkin kita dapat hidayah dari
Allah, kalau kita tidak bersungguh-sungguh.
} ﻦﯾﺬﻟاو اوﺪھﺎﺟ ﺎﻨﯿﻓ ﻢﮭﻨﯾﺪﮭﻨﻟ ﺎﻨﻠﺒﺳ نإو ﷲ ﻊﻤﻟ ﻦﯿﻨﺴﺤﻤﻟا ] { ﻮﺒﻜﻨﻌﻟا ت : 69 [
Dalam tafsir ungkapan alladziina (isim maushuul) itu adalah lit-ta’miim untuk umum.
Siapapun; generasi dakwah di zaman nabi atau zaman sekarang, yang penting mereka
jaahaduu. Pasti Allah akan berikan petunjuk Allah SWT. Tidak ada mujaamalah (basa-
basi) di dalam alqur’anul kariim.
Kemudian juga wahdatul hadzar, agar kewaspadaan kita sama. Jangan sampai ada
kewaspadaan yang berbeda. Jangan sampai ada sebagian ikhwan dan akhwat seolah tidak
ada masalah di dunia ini. Kemudian juga wahdatul harakah ilal mustaqbal al alfhdhal.
Adanya kesamaan seluruh kader untuk bergerak menuju masa depan yang lebih baik.
Masa depan yang lebih diridhoi oleh Allah. Masa depan yang lebih mendekati
kepemimpinan kita di muka bumi ini.
Dan penutup saya melihat “nahnu lasnaa ka saa-iril ahzaab. Wa lasnaa ka saa-iril
munazhzhamaat wal harakah”. Jadi kita ini tidak sama dengan partai-partai yang lainnya.
Partai-partai lain kalau ingin menang tidak ada istilah dhawaabith. Partai lain tidak ada
dhawaabith kampanye, tidak ada kaidah-kaidah. Yang penting menang. Kita ada
dhawaabith. Kemudian Harakah, kita tidak sama dengan harakah yang lainnya. Harakah
yang lainnya di Indonesia, walaupun sama-sama tarbiyah. Walaupun sama-sama beramal
islami tapi mereka untuk sementara ini tidak membutuhkan pemungutan suara. Karena mereka tidak ikut pemilu. Tetapi dalam titik yang sama, kita seperti mereka. Kita sama
dengan mereka ingin menang dalam pemilu/pilpres. Kita juga sama dengan mereka para
saudara-saudara kita aktivis harakah. Agar berkualitas tarbiyah kita. Agar ikhwah yang
kita tarbiyah bertambah. Agar kita di ridhoi oleh Allah SWT. Agar kita masuk syurga.
Sehingga logikanya, berarti juhud kita. Upaya kita, perjuangan kita lebih berat, lebih
besar dari pada mereka. Tetapi Insya Allah pahala kita lebih besar.
Nah, dengan demikian saya yakin kalau kader sudah memahami seperti itu. Kader tidak
ada yang kecewa hanya alasannya dulu sama-sama satu halaqoh, satu usar. Yang satu
sudah menjadi walikota, yang satu dirinya masih jadi wali murid selama-lamanya. Yang
kalau setiap tahun mikirin bayarannya naik di SDIT. Sementara yang saudaranya yang
naik bukan untuk membayar anaknya. Tapi yang naik gajinya. Kekecewaan itu sudah
tidak ada lagi. Baik walikota atau wali murid semuanya semoga menjadi wali Allah
SWT.
هرﻔﻐﺗﺳأو اذھ ﻲﻟوﻗ لوﻗأ مﯾﺣر روﻔﻏ ﷲ نﺈﻓ
ﮫﺗﺎﻛرﺑو ﷲ ﺔﻣﺣرو مﻛﯾﻠﻋ مﻼﺳﻟاوhttps://www.youtube.com/watch?v=XQFA7ySnxQc&list=PL5ZzgKHrwtjdQPEcSEMV464SDZVwIXhGM&index=4
0 komentar:
Posting Komentar