Oleh: Ust. Hilmi Aminudin
Sebagai munthalaq kita ambil nilai-nilai rabbani dalam al
Qur’an yang terkait dengan muwashafat (ciri) dan khashaish
(karakteristik) seorang mukmin. Disebutkan dalam surat Al Mukmin, bahwa salah
satu ciri orang mukmin adalah mushallun (menegakkan shalat). Kemudian
yang berkaitan erat dengan komitmen kita berdakwah dan berjihad adalah: “Dan
orang-orang yang memenuhi amanat dan janji mereka…”.
Hal itu harus menjadi titik
tolak kita, bahwa salah satu karakteristik untuk membangun masyarakat muslimin
adalah orang-orang yang selalu memelihara amanah yang diberikan Allah kepada
manusia, yaitu wazhifah ibadah dan khilafah. Kewajiban itu telah
ditawarkan sebelumnya kepada langit dan bumi, tapi mereka semua menolaknya,
kemudian manusia yang siap menerima. Semoga kita tidak termasuk apa yang
disebut Allah dalam akhir ayat: “Sesungguhnya manusia dalam keadaan zalim
dan bodoh”.
Kita harus betul-betul menjaga
amanah. Penerimaan manusia atas amanah telah dikokohkan dengan ahd
(janji) dan aqd (komitmen) yang dilakukan bersama-sama dan
berulang-ulang dalam bentuk ahd al intimai al islami dan ahd al
intimai al jamai yang dilaksanakan dengan beragam wazhifah,
posisi dan penugasan.
Harus kita sadari pula betapa
amanah itu akan dipertangungjawabkan, “Sesungguhnya setiap janji akan
dimintai pertanggungjawaban”. Karena itu tepatilah janji. Apabila Allah
menyebutkan ikatan pernikahan sebagai basis masyarakat islami dengan istilah mitsaqan
ghalizhan, maka ahd untuk dakwah dan upaya menegakkan khilafah
sudah tentu lebih berat lagi.
Dalam al Qur’an, Allah bukan
saja memberikan janji pahala yang besar, apabila kita dapat melaksanakan dan
memenuhi amanah, tetapi juga memperingatkan kita dengan azab, apabila kita
tidak menepatinya. Karena itu kita harus berupaya agar termasuk orang yang
menepati janji.
“Dan orang-orang yang
menegakkan kesaksian (syahadat)-nya.” Selanjutnya kita harus menegakkan syahadah
rabbaniyah dan syahadah amaliyah islamiyah. Kita membenarkan
universalitas (syumuliyah) dan integralitas (takamuliyah)
ajaran Islam sebagai wujud syahadah dakwah rabbaniyah. Kita berupaya
mengambil pancaran nilai-nilai rabbani dari Al Qur’an, agar
langkah-langkah dakwah tetap berada dalam khuthuwat ar rabbaniyah dan khuthuwat
al Islam.
Dengan menegakkan syahadah
akan amaliyah Islam, kita mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta
alam. Islam yang selama ini selalu disudutkan dengan isu-isu kekerasan dan
kerusakan harus kita bersihkan, dan kita buktikan bahwa Islam benar-benar
rahmat bagi semua golongan. Dengan tegaknya Islam, orang kafir sekalipun akan
terlindungi oleh rahmat Islam, kecuali orang-orang yang zalim dan memang
dimusuhi oleh semua orang.
Dengan semangat ibadah dan berjamaah, kita pun akan dapat menanggulangi
segala macam persoalan yang kita hadapi saat ini. Dalam berjamaah, kita
dituntut untuk bersabar atas kekurangan yang mungkin kita temui pada saudara
kita, sebab sesungguhnya kita tak akan pernah mendapatkan seorang teman tanpa
kekurangan sedikitpun, dan sebenarnya kita sendiri memiliki banyak kekurangan.
Seorang penyair pernah
berkata; “Barangsiapa mencari saudara yang tak memiliki cacat, maka ia akan
hidup sendirian tidak punya kawan”. Penyair lain juga mengatakan:
“Perhatikanlah saudaramu…perhatikanlah saudaramu. Sesungguhnya orang yang tidak
memiliki saudara (kawan) adalah laksana seorang yang akan masuk ke medan tempur
tanpa senjata”.
Modal utama kita ber-amal
jama’i adalah berjalannya proses: tawashau bil haq, wa bis shabr, wa
bil marhamah. Saya berharap dengan menjalankan proses ini dengan
sebaik-baiknya, sehingga nanti kita bisa tampil sebagai “khalqan akhar”
(makhluq baru) yang lebih berkualitas.
0 komentar:
Posting Komentar