Senin, 29 September 2014

BAYAN DEWAN SYARIAH WILAYAH NTB PARTAI KEADILAN SEJAHTERA NOMOR : 01/B/K/DSW NTB-PKS/1430 TENTANG ANJURAN MENINGKATKAN IBADAH PADA SEPULUH HARI PERTAMA BULAN ZULHIJJAH




Di antara nikmat Allah  kepada hamba-Nya adalah bahwa Dia menciptakan musim-musim kebaikan, agar mereka memperbanyak amal shalih dan meraih banyak pahala dan kebaikan. Di antara musim kebaikan itu adalah sepuluh hari pertama (tanggal 1 sampai 10) bulan Zulhijjah. Ibnu Rajab mengatakan: “Amal shalih dilipatgandakan pahalanya karena beberapa sebab diantaranya karena keutamaan tempat seperti ibadah di tanah haram, karenanya dilipat gandakan pahala shalat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, juga karena kemuliaan masa seperti bulan Ramadhan dan sepuluh hari Zulhijjah”.

KEUTAMAAN SEPULUH HARI PERTAMA ZULHIJJAH

1.      Allah bersumpah dengan 10 hari pertama Zulhijjah dalam kitab-Nya, yaitu firman-Nya:
}وَالْفَجْرِ . وَلَيَالٍ عَشْرٍ{
      "Demi fajar, dan malam yang sepuluh" (QS.Al-Fajr 1-2). Kata Ibnu Abbas, Ibnuzzubair dan Mujahid bahwa malam yang sepuluh maksudnya adalah sepuluh pertama Zulhijjah, sebagaimana disebutkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Bila Allah bersumpah dengan makhluk-Nya berarti menunjukkan keutamaannya, Ibnul Qayyim mengatakan: "Sumpah Allah dengan sebagian makhluk-Nya menunjukkan bahwa makhluk tersebut adalah salah satu ayat (tanda kekuasaan)-Nya yang agung" (lihat kitab: Attibyan fi aqsamil Quran karya Ibnul Qayyim hal.3) . 
2.      Amal shalih pada sepuluh awal Zulhijjah sangat disukai oleh Allah I. Sebagaimana sabda Rasulullah r dari Ibnu Abbas t:
ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام يعني العشر . قالوا يا رسول الله ولا الجهاد في سبيل الله؟ . قال : "ولا الجهاد في سبيل الله . إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك بشيء
      "Tidak ada hari yang amal shalih padanya lebih Allah sukai selain daripada hari-hari yang sepuluh ini". Para sahabat bertanya: "sekalipun dari jihad fisabilillah wahai Rasulullah?". Rasulullah menjawab: "sekalipun dari jihad fisabilillah, kecuali seorang lelaki yang keluar berjihad dengan harta dan jiwanya, ia tidak membawa kembali sedikitpun darinya" ((HR.Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani).
3.      Amal shalih pada sepuluh awal Zulhijjah sangat utama. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah r dari Ibnu Abbas t:
      "Tidak ada amal yang dikerjakan pada suatu hari yang lebih utama dibanding dengan hari-hari yang sepuluh ini…" (HR.Bukhari)
4.      Hari yang agung di sisi Allah I , sebagaimana sabda Rasulullah r dari Ibnu Umart: "Tidak ada hari yang paling agung di sisi Allah dan paling Ia sukai amal padanya selain dari hari-hari yang sepuluh ini, karenanya perbanyaklah padanya Tahlil (ucapan lailaha illallah), takbir (ucapan Allahuakbar) dan tahmid (ucapan Al-hamdu Lillah)". (HR.Imam Ahmad)
5.      Allah I menyebutnya sebagai hari-hari yang telah ditentukan untuk berzikir (menyebut dan mengagungkan) nama Allah I dalam kitab-Nya:
} وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ {
      " Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan" (QS.Al-Hajj 28)
6.      Hari Arafah (tanggal 9 Zulhijjah) adalah termasuk hari yang paling utama, hari diampunkannya dosa-dosa, hari pembebasan dari neraka, sebagaimana sabda Rasulullah r: "Tidak ada hari yang Allah I membebaskan hamba-Nya paling banyak dari neraka selain dari hari Arafah" (HR.Muslim).
7.      Hari bersuka ria kaum Muslimin, Rasulullah r bersabda:
      "Hari Arafah (9 Zulhijjah), hari kurban (10 Zulhijjah), dan hari-hari Tasyriq (tgl.11,12,13 Zulhijjah) adalah raya kita kaum Muslimin, dan hari makan dan minum" (HR.Turmudzi, Abu Dawud, Nasai dan Hakim).
8.      Said Ibnul Musayyib salah seorang ulama tabiin bila memasuki sepuluh awal Zulhijjah melakukan ibadah dengan giat sampai tidak bisa disaingi sama sekali (Atsar riwayat Ad-Darimiy). Kata beliau: "Bila sepuluh hari Zulhijjah tiba, maka janganlah kalian memadamkan lampu kalian! (maksudnya perbanyak ibadah malam dan baca Quran)".
Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan: "Sebab diistimewakannya sepuluh hari awal Zulhijjah karena berhimpunnya beberapa ibadah besar yang tidak ada pada hari-hari yang lainnya, yakni shalat, puasa, sedekah, kurban, dan Haji".
Ibnu Taimiyah ketika ditanya:  "10 hari pertama Zulhijjah yang lebih utama atau 10 hari terakhir Ramadhan?, beliau menjawab: "Siang hari sepuluh hari pertama Zulhijjah lebih utama dari siang hari sepuluh terakhir Ramadhan, dan sepuluh malam terakhir Ramadhan lebih utama dari sepuluh malam pertama Zulhijjah".


AMAL SHALIH PADA SEPULUH HARI PERTAMA ZULHIJJAH

Berdasarkan penjelasan Rasulullah dalam hadits-hadits di atas, amal shalih pada sepuluh awal bulan Zulhijjah bisa dikategorikan menjadi dua:
Pertama: amal shalih secara mutlak apapun bentuknya, baik shalat, puasa, zikir, membaca Quran, Shalawat, infak, sedekah, dan amal-amal shalih lainnya; semuanya disarankan untuk ditingkatkan baik kwantitas maupun kwalitas pelaksanaannya.
Kedua: amal shalih yang tertentu yang disebutkan oleh Rasulullah secara khusus.   Semua amal ini dicintai oleh Allah dan sangat utama.  
Di antara amalan yang disyariatkan dan disarankan untuk dilakukan pada sepuluh hari ini di antaranya:

1.       Puasa, khususnya hari Arafah (tanggal 9 Zulhijjah).
Imam Nawawi mengatakan: "Berpuasa pada sembilan hari ini mustahabb istihbab syadid (dianjurkan dengan sangat)".  Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah r dari salah seorang isteri beliau:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُ تِسْعَ -تسعا من- ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ
"Rasulullah  berpuasa 9 hari Zulhijjah, hari Asyura (10 Muharram), dan tiga hari dari setiap bulan". (HR.Ahmad, Abu Dawud, dan Nasai; dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani).  
Dan lebih dianjurkan pada tanggal 9 Zulhijjah, berdasarkan sabda Rasulullah r yang mengatakan:
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ
"Puasa hari Arafah itu saya mengharapkan dari Allah bisa menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun berikutnya" (HR.Muslim). Puasa hari Arafah ini disunnahkan bagi yang tidak sedang melaksanakan haji, sedang bagi para jemaah haji tidak disyariatkan berpuasa pada hari ini, karena Rasulullah tidak berpuasa saat beliau wukuf, bahkan beliau melarang berpuasa pada hari ini. Abu Hurairah t meriwayatkan: "Rasulullah melarang melakukan puasa Arafah di Arafah" (HR.Imam Ahmad dan Al-Hakim dengan syarat Bukhari).

2.      Zikir (takbir) dan doa.
Sebagaimana sabda Rasulullah r dari Ibnu Umart:
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمَ عِنْدَ اللَّهِ وَلاَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنَ الْعَمَلِ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ
"Tidak ada hari yang paling agung di sisi Allah dan paling Ia sukai amal padanya selain dari sepuluh hari ini, karenanya perbanyaklah padanya Tahlil (ucapan lailaha illallah), takbir (ucapan Allahuakbar) dan tahmid (ucapan Al-hamdu Lillah)". (HR.Imam Ahmad)
Zikir pada sepuluh hari ini lebih dianjurkan, juga ditambah dengan hari-hari Tasyriq (11,12,13 Zulhijjah), baik zikir secara mutlak maupun muqayyad (tertentu); Zikir mutlak maksudnya berzikir dalam semua waktu dan kondisi sejak  masuknya bulan Zulhijjah sampai tanggal 13 Zulhijjah., baik di rumah, di tempat tidur, di pasar, maupun di jalan, baik dilakukan dengan duduk, berjalan kaki, berkendaraan, berbaring, saat berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, atau berpindah dari satu kondisi ke kondisi lain, sebagaimana dilakukan Ibnu Umar, Abu Hurairah, Maimunah dan sahabat-sahabat lainnya (lihat riwayatnya dalam shahih Bukhari 2/457). Zikir muqayyad (tertentu) maksudnya berzikir setelah melaksanakan shalat lima waktu mulai dari setelah melakukan shalat subuh pada tanggal 9 sampai setelah ashar tanggal 13 Zulhijjah. Berarti dalam lima hari dan setelah 23 shalat fardhu. Lafaz takbir adalah: "Allahuakbar Allahuakbar Allahuakbar, Lailahaillallah Allahuakbar, Allahuakbar wa lillahilhamd".

3.      Shalat Iedul Adha dan mendengarkan khutbah.
Shalat ini dilakukan pada tanggal 10 Zulhijjah, yakni pada hari raya Iedul Adha. Shalat Ied ini sangat dijaga pelaksanaannya oleh Rasulullah. Sebagian Ulama memandang hukum pelaksanaannya wajib, sebagian memandangnya Sunnah Muakkadah. Namun bagi seorang Muslim jangan sampai meremehkan pelaksanaannya agar mendapatkan pahala dan keberkahannya. Rasulullah sangat menekankan pelaksanaan shalat ini, bahkan memerintahkan para wanita yang sedang datang bulan dan para gadis agar keluar menghadirinya untuk  ikut bertakbir dan berdoa bersama yang lainnya.
Dari Abu Said berkata: “Rasulullah r keluar pada hari Idul Fitri dan Idul Adha ke mushalla (tanah lapang tempat pelaksanaan Shalat Ied). Yang pertama beliau lakukan adalah shalat, kemudian menghadap kaum Muslimin -sedang mereka tetap pada shafnya- Rasulullah r berkhutbah memberi nasehat dan menyuruh mereka.” (Muttafaq ‘alaih).
Dalam hadits lain dari Ummu ‘Athiyah berkata: ”Kami diperintahkan agar wanita yang bersih dan yang sedang haidh keluar pada dua Hari Raya, hadir menyaksikan kebaikan dan khutbah umat Islam dan orang yang sedang haidh menjauhi mushalla.” (Muttafaq ‘alaih)

4.      Menyembelih hewan kurban (Udhiyah) dan bertakbir pada hari-hari Tasyriq
Yaitu menyembelih hewan kurban (kambing, kibas, sapi atau onta)  sebagai taqarrub (mendekat) kepada Allah. waktunya setelah shalat Ied sampai  tanggal 13 Zulhijjah. Hukumnya sunnah muakkadah, sebagian ulama memandang wajib.
Allah I berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” (QS al-Kautsr 2).
Rasulullah r sangat menyarankan untuk berkurban, dari Aisyah beliau bersabda:
مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ -إهراق الدم- وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Tidak ada amal yang paling utama yang dilakukan seoarang anak Adam pada hari kurban selain berkurban, kelak pada hari kiamat ia akan datang dengan tanduknya, kuku-kuku dan bulu-bulunya, kurban itu diterima oleh Allah, karenanya berbahagialah (kalian yang berkurban) (H.R.Turmudzi dan Ibnu majah, dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Misyaktul Mashobih).
Dalam hadits lain Rasulullah r bersabda:  
الأَضَاحِىُّ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ
Berkurban adalah sunnah moyang kalian Nabi Ibrahim, ada kebaikan (pahala) pada setiap helai bulu hewan kurbannya (maksudnya pahala yang sangat banyak) (HR.Imam Ahmad, Turmudzi,Ibnu Majah,Thabrani,Baihaqi dan Imam al-Hakim; kata beliau: sanadnya shahih).
Pada hari-hari ini juga disunnahkan bertakbir, Firman Allah I :
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (QS. Al-Baqarah: 203).
Para ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan beberapa hari berbilang pada ayat tersebut adalah hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11,12 dan 13 Zulhijjah.
Imam Al-Bukhari memasukkan hari Tasyriq pada hari sepuluh pertama Zulhijjah, dan
memiliki keutamaan yang sama sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits di atas. Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani memberikan komentar dalam kitabnya Fathul Bari: pertama, bahwa kemuliaan hari Tasyriq mengiringi kemuliaan Ayyamul ‘Asyr (hari yang sepuluh); kedua, bahwa keduanya terkait dengan amal ibadah haji; ketiga, bahwa sebagian hari Tasyriq merupakan bagian dari hari ‘Ayyamul ‘Asyr yaitu hari raya Idul Adha (tanggal 10).
Pada hari Tasyriq juga masih disunnahkan untuk berkurban. Rasulullah r bersabda:
كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ
 “Seluruh hari Tasyriq adalah hari penyembelihan (kurban).” (HR Ahmad, dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani).
Demikian Bayan Dewan Syariah Partai Keadilan Sejahtera sebagai panduan pada sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah, semoga Allah memberikan keberkahan dan taufiq-Nya kepada kita semua, Amin.


Mataram, 29  Zulqaidah 1431 H
                6 November 2010 M


DEWAN SYARIAH WILAYAH NTB
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA





TGH. SATRIAWAN,Lc.,MA
KETUA


MEMBINA HUBUNGAN DENGAN ORANG LAIN





Muqaddimah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (QS. Al-Hajj:77)
“Hai orang-orang yang beriman ruku’lah, sujudlah dan sembahlah Rabbmu serta perbuatlah kebajikan-kebajikan agar kalian memperoleh keberuntungan / kemenangan”.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 77 di atas mengisyaratkan bahwa untuk meraih keberuntungan di dunia dan akhirat dibutuhkan usaha terpadu berupa kegiatan ‘ubudiyah atau hablumminallah dan kegiatan memproduksi kebajikan atau hablumminannaas.
Selain diperintahkan untuk ruku’, sujud dan menyembah Allah, seorang Mu’min juga dituntut aktif berbuat kebajikan terhadap sesama manusia.
Korelasi antara hubungan vertikal (hablumminallah) dengan hubungan horizontal (hablumminannaas) juga terlihat jelas dalam Hadits Nabi SAW:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَخَالِقْ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ وَإِذَا عَمِلْتَ سَيِّئَةً فَاعْمَلْ حَسَنَةً تَمْحُهَا
“Bertaqwalah kepada Allah di manapun kamu berada dan iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik (karena kebaikan dapat mengkompensasi keburukan) dan bergaullah dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik."
Dalam hadits tersebut terungkap setelah perintah bertaqwa kepada Allah dilanjutkan dengan perintah berbuat kebaikan serta bergaul dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik.
Sehingga keunggulan kompetitif vertikal seseorang atau dalam kaitannya dengan hablumminallah ditentukan berdasar tingkat ketaqwaannya,
... إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ (QS. 49:13)
Sedangkan keunggulan kompetitif horizontal ditentukan oleh besar kecilnya kadar kemanfaatan yang dimiliki orang tersebut bagi orang lain
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Sebaik-baik orang adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. (H.R. Daru Quthni)
Menyadari adanya keterkaitan yang begitu erat antara hablumminallah dan hablumminannaas, para salafus shalih cepat melakukan instrospeksi (muhasabah) terhadap hablumminallah mereka apabila mereka mengalami kesulitan atau masalah di dalam hablumminannaas mereka.
Jadi misalnya suatu saat mereka mendapati istri mereka marah-marah, anak-anak mereka sulit diatur dan bahkan keledai atau onta mereka susah dikendalikan, maka mereka segera merasa bahwa ada yang tidak beres dalam hubungan ‘ubudiyah dan taqarrub mereka kepada Allah.
Namun sebaliknya, walaupun seseorang rajin beribadah kepada Allah atau menonjol kegiatan ‘ubudiyahnya, bila hubungannya dengan sesama manusia buruk, maka ia tidak akan selamat di dunia apalagi di akhirat. Seperti digambarkan dalam sirah, tentang seorang wanita yang ahli ibadah, rajin shalat tahajjud dan shaum sunnah tetapi karena ia gemar menyakiti hati tetangganya baik dengan lisan maupun perbuatan, maka ia dikomentari Rasulullah SAW sebagai calon penghuni neraka. Na’udzubillahi min dzalik.
Seyogyanya memang hubungan yang baik dan sehat antara seorang hamba dengan Rabbnya akan berimbas atau berdampak positif pada hubungannya dengan sesama manusia.

Syarat-syarat membina hubungan dengan orang lain
Syarat utama atau modal dasar membina hubungan dengan orang lain adalah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Dengan kata lain kunci utama pembuka hubungan baik dengan orang lain adalah adanya quwwatu sillah billah (kekuatan hubungan dengan Allah). Karena memang seperti sudah disinggung di bagian muqaddimah bila hubungan kita dengan Allah baik, akan baik pulalah hubungan kita dengan manusia lain. Tetapi jika yang terjadi seseorang yang rajin beribadah tetapi akhlaknya buruk sehingga buruk pula hablumminannaasnya, berarti ada “something wrong” dalam ibadahnya tersebut. Boleh jadi ibadah yang dilakukannya tersebut sekedar ritual yang tidak dihayati dan difahami sehingga tidak membawanya pada esensi atau hakikat ibadah tersebut.
Padahal dalam Islam tidak ada dikotomi antara ibadah khasshah seperti ruku’, sujud dalam shalat, shaum, haji dll dengan ibadah ’ammah seperti berbuat baik pada orang tua, tetangga dll. Atau seperti diungkapkan pula di dalam Al-Qur’an bahwa sesungguhnya shalat dapat mencegah manusia dari perbuatan keji dan munkar. (QS. Al-Ankabut: 45) Artinya shalat yang dihayati sampai pada esensinya akan berdampak positif tercegahnya manusia dari keburukan akhlak.
Secara sederhana hal itu pernah pula diungkapkan dalam lirik ciptaaan penyair Taufik Ismail dan disenandungkan oleh Group Bimbo yakni: ada sajadah panjang panjang terbentang dari buaian hingga ke tepi kuburan. Jadi dzikrullah atau ingatnya manusia kepada Allah, tak hanya ketika berada di atas sajadah, melainkan juga setelah keluar dari atas sajadah.
Oleh sebab itu sebelum kita membina hubungan dengan orang lain berdasarkan akhlakul karimah, kita harus lebih dulu membina hubungan dengan Allah yakni dengan cara menerapkan akhlak terhadap Allah, Rasul dan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dari-Nya.
Syarat kedua untuk membina hubungan dengan orang lain setelah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah adalah husnul khuluq atau akhlak yang baik.
Akhlak yang baik sebenarnya adalah buah keimanan dan ketaqwaan. Ada keterkaitan yang erat antara keimanan dengan akhlak seperti nampak dalam hadits-hadits yang berisikan suruhan-suruhan Nabi SAW untuk berbuat baik selalu didahului dengan masalah keimanan,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau (lebih baik) diam. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah memuliakan tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah memulialkan tamunya.” (H.R. Bukhari Muslim)
Akhlak yang baik ini meliputi akhlak terhadap Allah, Rasul, Al-Qur’an (vertikal) dan akhlak terhadap sesama manusia seperti pada orangtua, suami, istri, anak, khadim, teman, tetangga, binatang dan alam. Hal itu semua akan lebih dirinci dalam bagian setelah ini.
Syarat ketiga untuk membina hubungan dengan orang lain adalah skill, keahlian atau ketrampilan berkomunikasi, berinteraksi dan beradaptasi dalam hubungan dengan sesama manusia.

Akhlak Terhadap Allah SWT
Akhlak kepada Allah SWT selaku Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa diri kita dan jagat raya adalah hal terpenting di atas segalanya. Karena bagaimana mungkin kita akan bisa berakhlak kepada yang lainnya, bila akhlak kita kepada Allah sudah buruk.
1. Mengabdi hanya kepada Allah (QS. 51:56)
2. Tunduk dan patuh hanya kepada Allah (QS. 3:31)
3. Berserah diri kepada ketentuan Allah (QS. 2:155-156, 4:69)
4. Bersyukur hanya kepada Allah (QS. 14:6-7)
5. Ikhlas menerima keputusan Allah setelah ikhtiar (QS. 9:59)
6. Penuh harap kepada Allah (QS. 17:28)
7. Takut, tunduk dan patuh (QS. 5:44, 20:2-3)
8. Takut terhadap siksa Allah (QS. 11:103)
9. Berdo’a memohon pertolongan Allah (QS. 2:186)
10. Cinta dengan penuh harap kepada Allah (QS. 68:32)
11. Takut kehilangan rahmat Allah (QS. 59:13, 2:40)

Akhlak Terhadap Rasulullah SAW
Setelah terhadap Allah SWT, akhlak yang terpenting adalah terhadap Rasulullah SAW:
1. Ikhlas beriman kepada Nabi Muhammad SAW
2, Mengucapkan shalawat serta salam kepadanya
3. Taat kepada Rasulullah (QS. 3:31, 4:80)
4. Cinta kepada Rasulullah (QS. 9:24)
5. Percaya kepada segala yang disampaikan darinya (QS. 48:8)
6. Tidak boleh mengabaikan Rasulullah (QS. 4:115)
7. Menghidupkan sunnah Rasulullah (QS. 4:66)
8. Menghormati pewaris Nabi yakni para ulama yang shidiq (QS. 4:69)
9. Melaksanakan hukum Allah dan Rasul-Nya (QS. 49:1)
10. Bersedekah sebelum menimba ilmu dari Rasulullah agar berkah
11. Jangan mengobral sumpah (QS. 24:53)
12. Berbicara dengan suara rendah (QS. 49:2)
13. Beradab dalam musyawarah dengannya (dalam membiacarakan hadits-haditsnya untuk konteks saat ini)

Akhlak Terhadap Kitab Allah (Al-Qur’an)
1. Rajin membaca Al-Qur’an agar menjadi syafa’at bagi kita.
2. Membaca dengan tartil dan tidak terburu-buru.
3. Membaca Al-Qur’an dengan khusyu’.
4. Memulai membaca Al-Qur’an dengan isti’adzah.
5. Memulai membaca Al-Qur’an dengan basmalah.
6. Membaca Al-Qur’an dengan suara yang baik.
7. Membaca Al-Qur’an sesuai dengan ilmu tajwid.
8. Membaca Al-Qur’an dengan tidak mengganggu orang.
9. Memahami arti ayat Al-Qur’an
10. Menyimak ketika sedang dibacakan Al-Qur’an.
11. Membaca Al-Qur’an bersama-sama dan bergantian.
12. Membaca di waktu fajar dan waktu zhuhur.
13. Berdo’a setelah membaca Al-Qur’an.

Ketiga jenis akhlak di atas adalah modal utama untuk membangun hubungan dengan yang lainnya

Akhlak Terhadap Diri Sendiri 
Terhadap diri kita sendiri kita sendiripun ternyata kita juga memiliki ketentuan akhlak yang tidak boleh diabaikan.
1. Menghindarkan diri dari mencelakakan diri sendiri seperti bunuh diri dan lain-lain.
2. Menghindarkan diri dari perbuatan yang tidak baik.
3. Memelihara kesucian jiwa dengan taubat, muraqabah, muhasabah, mujahadah, dan taat kepada Allah.
4. Pemaaf dan mau meminta maaf.
5. Memiliki kesederhanaan kerendahhatian, kejujuran, keterampilan, kerajinan, keberanian, keteguhan hati, disiplin, optimis, teguh hati dan bersyukur.
6. Menghindarkan diri dari sikap tercela seperti khianat, tidak menepati janji, berburuk sangka, menggunjing, memfitnah, menjauhi dosa-dosa besar, sombong, egois, zhalim, boros, tamak, dan lain-lain.

Akhlak Terhadap Orangtua
1. Berbicara dengan kata-kata yang baik.
2. Melindungi dan mendo’akan (QS. 17:24).
3. Menghormati dan berterima kasih (QS. 31:14).
4. Menghubungkan silaturahim.
5. Menunaikan wasiat kecuali yang maksiat.
6. Tidak mendurhakainya.
7. Membantu mereka.

Akhlak Terhadap Anak
1. Memberi nama yang baik.
2. Menyembelih aqiqah saat akan mencukur rambutnya.
3. Mengkhitan.
4. Memberi pendidikan dan pengajaran (QS. 66:6)

Bergaullah dengan anak-anakmu dan bimbinglah kepada akhlak yang mulia”.(HR. Muslim)
5. Mencarikan jodoh dan mengawinkannya

Akhlak Terhadap Suami
1. Taat kepada suami selama berada di jalur ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya
2. Melayaninya dengan baik dalam segala hal
3. Tidak meremehkan pemberian sekecil apapun
4. Mengurus rumah tangga dan mentarbiyah anak-anak
5. Menjaga harta suami dan amanah-amanahnya
6. Selalu meminta izin dan ridhanya bila pergi ke luar rumah

Akhlak Terhadap Istri
1. Mempergauli istri dengan baik (QS. 4:19)
2. Memimpin istri (QS. 2:187, 223)
3. Memberikan nafkah
4. Mendidik istri
5. Melindungi rahasia istri
6. Memberi kesempatan istri untuk bersilaturahim ke keluarganya juga keluarga suaminya
7. Memanggil istri dengan suara yang mengandung kasih sayang
8. Bersikap sabar dan berwibawa
9. Membantu istri
10. Berbicara dengan bahasa yang dapat menggembirakan isteri

Akhlak Terhadap Tetangga
1. Memuliakan tetangga
2. Mendahulukan tetangga yang muslim
3. Mendahulukan tetangga yang dekat
4. Membantu kepentingan untuk hajat tetangga
5. Tidak boleh mengganggu tetangga dengan lisan dan perbuatan
6. Tidak boleh menyebarkan aib tetangga
7. Meminta izin bila ke rumahnya

Akhlak Terhadap Sesama Muslim

عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ سَالِمًا أَخْبَرَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Muslim saudara bagi muslim yang lain, tidak boleh menzhalimi dan tidak boleh membiarkannya disakiti orang. Dan barang siapa yang membantu saudaranya memenuhi hajatnya,  maka Allah akan membantunya, barang siapa yang melonggarkan satu kesulitan saudaranya, maka Allah akan melonggarkan saru kesulitannya di hari kiamat dan barnag siapa yang menutupi aib orang islam, maka Allah akan menutupi aibnya nanti di hari kiamat." (H.R. Tirmizi)
Sebagai saudara, kita wajib berakhlak baik dengan memenuhi hak-hak saudara kita sesama muslim seperti misalnya:
1. Menghubungkan tali persaudaraan
2. Saling tolong menolong (QS. 5:2)
3. Membina kebersamaan dan persaudaraan
4. Menjaga keselamatan bersama
5. Tidak mencela dan menghina
6. Tidak menuduh tanpa bukti
7. Dilarang tidak bertegur sapa lebih dari tiga hari
8. Memenuhi janji
9. Memberi salam, menjawab bersin dan lain-lain

Akhlak Terhadap Khadim atau Khadimah
Khadim atau khadimah memiliki kontribusi yang tidak kecil dalam rumah tangga, perusahaan dan lain-lain, oleh sebab itu kita pun harus bersikap baik terhadap mereka
1.   Cepat membayar upahnya sebelum kering keringat mereka (Al-Hadits)
2. Memperlakukannya secara lembut dan manusiawi
3. Meringankan pekerjaannya
4. Tidak menyuruh dengan beberapa pekerjaan sekaligus secara bersamaan

Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Tidak semua manusia beragama Islam, tetapi kita juga berinteraksi dengan mereka dan menghormati mereka selaku sesama manusia dengan cara sebagai berikut:
1. Menghormati perasaan manusia lain
2. Memberi dan menjawab salam
3. Pandai berterima kasih

“Tidak dapat bersyukur kepada Allah orang yang tidak pernah berterima kasih atas kebaikan orang lain”. (HR. Abu Dawud)
4. Memenuhi janji (QS. 16:91)
5. Tidak boleh mengejek (QS. 49:11)
6. Jangan mencari-cari kesalahan (QS. 49:12)
7. Jangan menawar sesuatu yang sedang ditawar orang lain

Akhlak Terhadap Orang Kafir
Islam mengatur pula bagaimana pola interaksi kita dengan orang kafir
1. Meyakini kekafiran adalah kesesatan
2. Tidak boleh mengikuti kekufuran
3. Membencinya karena Allah
4. Tegas dan tidak boleh mencintai orang kafir (QS. 60:1, 5:54)
5. Berlaku adil dan boleh membantu orang kafir
6. Boleh saling memberi hadiah
7. Tidak boleh memberi dan menjawab salam

Akhlak Terhadap Tumbuh-tumbuhan
Syumuliyatul Islam membuat Islam juga juga memiliki aturan bagaimana berinteraksi dengan alam termasuk tumbuh-tumbuhan:
1. Menjaga kelestarian alam termasuk tumbuh-tumbuhan
2. Tidak menebang pohon tanpa keperluan
3. Tidak boleh buang air kecil di bawah pohon
4. Memelihara dan merawat tanam-tanaman atau tumbuh-tumbuhan
5. Menanam pohon yang bermanfaat
6. Membayar zakat hasil tanaman

Akhlak Terhadap Binatang
Seperti halnya tumbuh-tumbuhan, binatang juga makhluk hidup yang juga harus dipergauli dengan baik
1. Memberinya makan dan minum
2. Tidak mempermainkan binatang
3. Bila hendak menyembelihnya hendaknya dilakukan dengan baik
4. Jangan membebani terlalu berat
5. Tidak menyiksanya dengan cara apapun
6. Tidak memberi tanda dengan besi panas di muka binatang
7. Membayar zakatnya

Akhlak Terhadap Alam
1. Menjaga air agar tidak terkena polusi
2. Jangan boros menggunakan air
3. Dirikanlah shalat Istisqa’
4. Berdo’alah di kala menggunakan air

Kesemua akhlak tersebut membantu kita dalam membina hubungan baik dengan orang lain maupun dengan alam agar tercipta harmoni dan keselarasan dalam hidup.

Keterampilan (Kiat-kiat) dalam membina hubungan dengan orang lain

Di samping patokan-patokan dasar berupa tuntunan akhlak Islami yang mengatur pola hubungan antar manusia dan manusia dengan lingkungannya kiranya dibutuhkan juga beberapa kiat praktis agar kita sukses dalam berinteraksi atau berhubungan dengan siapapun.
Dalam Al-Qur’an surat 9:128, Allah SWT menerangkan tentang sifat-sifat mulia yang dimiliki Rasulullah SAW yang membuatnya berhasil dalam berda’wah, berinteraksi dan merebut hati manusia banyak: “Laqad jaa-akum rasulun min anfusikum, ‘azizun alihi maa ‘anittum, harisun ‘alaikum bil mu’minina raufur rahim” (Telah datang seorang rasul kepadamu dari golonganmu sendiri. Terasa amat berat apa yang kamu derita, ia sangat menginginkan kebaikan bagimu. Terhadap mu’min ia santun lagi kasih sayang).
Ternyata modal pertama Rasulullah SAW sebagai kiat sukses membina hubungan dengan manusia dan lingkungannya adalah bahwa hati beliau senantiasa diliputi rasa belas dan kasih sayang, terutama terhadap sesama mu’min. Kemudian beliau mudah menyatakan simpati dan selalu mengharapkan kebaikan bagi orang lain. Selain itu beliau juga segera bisa berempati, menyelami perasaan orang lain dan turut merasakan kesedihan dan kesusahan yang dialami orang lain.
Jadi rasa kasih sayang, belas kasihan, mudah menyatakan simpati dan bisa berempati adalah kiat penting agar sukses  membina hubungan. Apalagi bila kemudian dilengkapi dengan ketrampilan berkomunikasi. Agar bisa menjalin komunikasi yang baik kita perlu memperhatikan beberapa faktor di antaranya ialah memahami dan menyesuaikan diri dengan kondisi psikologis lawan bicara kita (komunikan). Sebagai pembicara (komunikator) hendaknya kita melihat siapa dan bagaimana orang yang kita ajak bicara (komunikan). Rasulullah SAW telah mengingatkan kita akan hal itu,

أَنْزِلُوا النَّاسَ مَنَازِلَهُم

Tempatkanlah manusia sesuai dengan tempatnya yang seharusnya (proporsional).
Misalnya kita berbicara atau melakukan da’wah fardhiyah dengan seorang tokoh di masyarakat apakah tokoh agama, ekonomi, pemerintahan dll, hendaknya kita menghormatinya sebagaimana mestinya. Apalagi Rasulullah SAW juga mengingatkan kita untuk menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda.
Faktor lain yang perlu diperhatikan selain faktor psikologi dan posisi lawan bicara kita adalah faktor intelektualistas dan adat istiadat. Rasulullah SAW bersabda,

خَاطِبُ النَّاسَ عَلَي قَدْرِ عُقُولِهِمْ

Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar intelektualitasnya.
Cara kita berbicara dengan anak kecil seyogyanyalah berbeda dengan bila kita berbicara dengan orang dewasa, karena kemampuan atau daya serap anak-anak jelas berbeda dibandingkan orang dewasa. Begitu pula harus membedakan cara berbicara kita ketika berhadapan dengan orang sederhana yang kurang atau tidak berpendidikan dan dengan orang yang berpendidikan tinggi. Faktor adat istiadat ternyata juga hal yang diperhatikan oleh Rasulullah SAW sehingga beliau bersabda,

خَاطِبُوا النَّاسَ بِلُغَّةِ قَوْمِهِمْ

Berbicaralah kepada manusia dengan bahasa kaumnya.
Artinya kita perlu menyesuaikan cara berbicara dan berinteraksi kita dengan kultur, adat istiadat yang dimiliki seseorang atau suatu kaum. Sepanjang tidak melanggar ketentuan syar’i kita harus menghormati kultur, kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki sesorang atau suatu kaum.
Dan akhirnya ketrampilan (skill) yang turut menunjang keberhasilan kita dalam membina hubungan adalah kemampuan melakukan komunikasi yang efektif. Ciri-ciri komunikasi efektif adalah bila terjalin pemahaman dan saling pengertian antara komunikator dan orang yang diajak bicara (komunikan). Kemudian tercipta suasana menyenangkan di antara kedua belah pihak. Baik yang berbicara maupun yang diajak bicara sama-sama senang. Hasilnya adalah hubungan yang semakin baik dan harmonis antara orang yang berbicara dengan yang diajak bicara. Bila sudah paham, mengerti, senang, percaya dan hubungan semakin dekat akhirnya insya Allah komunikan akan bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai Islam sebagaimana yang diharapakan oleh komunikator sebagai pembawa pesan dakwah.

Wallahu a’lamu bishawab.