Jumat, 21 Agustus 2015

TAFARRUGH BERIBADAH KEPADA ALLAH


Secara bahasa tafarrugh artinya mengosongkan suatu tempat atau wadah agar hanya terisi satu hal saja. Tafarrugh beribadah kepada Allah swt artinya: kita kosongkan dada, jiwa dan hati kita dari berbagai kesibukannya;
  • Kesibukan berangan-angan mendapatkan jabatan tinggi.
  • Kesibukan berkhayal mendapatkan rizki nomplok satu milyar rupiah.
  • Kesibukan mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang sangat besar.
  • Kesibukan memikirkan bagaimana bisa tinggal di istana yang sejuk, nyaman dan indah.
  • Kesibukan berandai-andai menikmati indahnya berkendaraan mewah dan lux.
  • Kesibukan melamun bisa menikah lagi.
  • Dan kesibukan-kesibukan lain yang oleh para ulama’ terdahulu disebut dengan thulul amal (angan-angan yang berkepanjangan tiada henti).
Setelah dada, jiwa dan hati itu kosong dari semua kesibukan itu tadi, lalu dada, jiwa dan hati itu hanya kita sibukkan dengan beribadah mengabdikan diri kita kepada Allah swt.
Dalam ilmu mantiq ada satu kaidah yang mengatakan: asy-Syaghil la yusyghol. Artinya: sebuah wadah (ember misalnya) bila sudah terisi penuh oleh tanah, maka ember itu tidak bisa lagi diisi oleh batu misalnya, kecuali bila seluruh tanah yang telah mengisinya dikeluarkan, barulah kemudian batu itu bisa dimasukkan ke dalam ember tersebut.
Bila kaidah itu tadi kita hubungkan dengan ‘kelesuan’ da’wah belakangan ini, kita akan menemukan kaitan erat antara keduanya.
Salah satu penyebab ‘kelesuan’ da’wah belakangan ini adalah karena betapa dan teramat sibuknya para da’i belakangan ini, sibuk mencari nafkah, sibuk mengurusi pekerjaan yang tidak pernah ada titik dan habisnya, sibuk menangani berbagai macam urusan, mulai dari urusan pribadi, keluarga, dan kelompok kerja, bahkan tidak sedikit pula yang sibuk menangani urusan orang lain.
Singkatnya, para da’i sekarang memang betul-betul sibuk dan sangat sangat sibuk.
Lepas dari benar atau tidaknya ‘kelesuan’ itu tadi, dan terlepas dari benar atau tidaknya penyebab itu tadi, yang jelas, ada perbedaan semangat dan greget da’wah antara tahun 80-an dengan 95-an ke sini.
Dulu, merupakan sesuatu yang wajar bila ada satu orang memiliki 5 atau 6 kelompok studi Islam di Kampus atau sekolah, dan dinilai ‘tidak wajar’ bila seseorang hanya mempunyai satu atau dua kelompok studi Islam.
Kita memang bisa beralasan, dulu kita kan masih bujangan, masih muda, belum berkewajiban menafkahi istri, memikirkan pendidikan anak, gelisah mencari sumber dana pengobatan anak yang sakit, rumah masih cukup dengan nebeng dan alasan-alasan lainnya.
Terlepas dari benar atau tidaknya alasan tersebut, bahkan terlepas dari tepat atau tidaknya alasan tersebut, marilah kita secara bersama-sama kita renungi, selanjutnya kita hayati (artinya: kita hidup dengannya) beberapa nash berikut ini:
قَالَ اللهُ I : وَلاَ تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيْهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى  وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبْرْ عَلَيْهَا لاَ نَسْاَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى (طه : 131 - 132).
Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat yang baik itu adalah bagi orang yang bertaqwa. (QS Thaha: 131 – 132).
Dalam menjelaskan dua ayat ini, Ibnu Katsir menyebutkan riwayat sebagai berikut:
رَآى عُمَرُ بْنُ اْلخَطَّابِ رَسُوْلَ الله r مُتَوَسِّداً مُضْطَجِعاً عَلَى رِمَالِ حَصِيْرٍ، وَلَيْسَ فِي الْبَيْتِ إلا صُبْرة من قَرَظ (صبرة: مجموعة، قرظ: ورق السّلَم، وهو شجر شائك يستعمل ورقه في دبغ الجلود) واهية معلقة، فابتدرت عينا عمر بالبكاء، فقال له رسول اللّه r: "ما يبكيك يا عمر؟" فقاليا رسول اللّه إن كسرى وقيصر فيما هما فيه وأنت صفوة اللّه من خلقه! فقال: "أو في شك أنت يا ابن الخطاب؟ أولئك قوم عجلت لهم طيباتهم في حياتهم الدنيا"
Umar bin Al Khaththab (ra) melihat Rasulallah saw tidur telentang dengan berbantalkan tikar pasir, dan di dalam rumah beliau tidak ada sesuatupun selain daun salam (daun yang berduri yang biasa dipakai untuk menyamak kulit) yang sudah layu yang tergantung, maka kedua mata Umar mengalirkan air mata karena menangis, maka Rasulullah saw bersabda kepada Umar: “Apa yang membuatmu menangis wahai Umar? Maka Umar menjawab: “Kisra (pemimpin Persia) dan Kaisar (pemimpin Romawi) sedang berenak-enak menikmati dunianya, sementara engkau, makhluq pilihan Allah …! Maka Rasulullah saw bersabda: “Apakah engkau mendapati keraguan dalam dirimu wahai Ibnal Khaththab? Mereka itu adalah kaum yang oleh Allah kenikmatannya dipercepat di dunia ini”. (HR Asal muasal hadits ini dari shahih Bukhari, yang tersebut di sini dari mukhtashar Ibnu Katsir).
عن أَبي هُرَيْرَةَ، عن النبيّ صلى الله عليه وسلم قالَ: «إِنّ الله تعالى يَقُولُ يَا ابنَ آدَمَ تَفَرّغْ لِعِبَادَتِي أَمْلأُ صَدْرَكَ غَنِىً وَأَسُدّ فَقْرَكَ، وَإِنْ لاَ تَفْعَلْ مَلأْتُ يَدَيْكَ شُغْلاَ وَلَمْ أَسُدّ فَقْرَكَ».
Dari Abu Hurairah (ra), dari nabi Muhammad saw, beliau bersabda: “Allah swt berfirman: “Wahai anak Adam, kosongkan dirimu hanya khusus beribadah untuk-Ku, niscaya aku penuhi dadamu dengan rasa kaya dan aku tutup kefakiranmu, jika tidak kamu lakukan, maka Aku penuhi kedua tangamu dengan kesibukan, dan tidak Aku tutup kefakiranmu. (HR Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al Hakim dan Ath-Thabarani).
Saudara-saudaraku …
Yang namanya kaya, adalah kekayaan hati …
Kecukupan itu adanya di hati …
Bila hati kita tidak pernah merasa cukup, maka apapun yang ada di dunia ini, tidak akan bisa menutup dan menghentikan perasaan tidak cukup itu …
Rasulullah saw bersabda:
«لَيْسَ الغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنّ الْغِنَى غِنَى النّفْسِ».
Kekayaan itu bukanlah banyaknya perkakas yang dimiliki, akan tetapi kaya itu adalah kekayaan jiwa (Muttafaqun ‘alaih).
لَوْ كَانَ لابنِ آدَمَ وَادِياً مِنْ ذَهَبٍ لأَحَبّ أَنْ يَكُونَ لَهُ ثَانِياً وَلاَ يَمْلأُ فَاهُ إِلاّ التّرَابُ وَيَتُوبُ الله عَلَى مَنْ تَابَ».
Kalau saja manusia mempunyai satu lembah yang penuh dengan emas, pastilah dia menginginkan untuk memiliki lembah yang kedua, dan tidak memenuhi mulutnya selain tanah, dan Allah swt menerima taubat orang yang kembali kepada-Nya. (Muttafaqun ‘alaih).
Saudara-saudaraku …
Keberhasilan da’wah bukanlah semata-mata karena ke-profesional-an kita dalam mengolah tutur kata, mengembangkan materi dan kepiawaian dalam menyampaikannya …
Keberhasilan da’wah kita dalam membentuk kepribadian orang lebih karena kekuatan hati kita, kekuatan yang muncul karena kuatnya tafarrugh kita kepada Allah swt, dan karena hati kita ini lillah.
Jika hati kita ini sudah tidak tafarrugh li ‘ibadatillah, dan sudah tidak lillah, niscaya da’wah kita ini tidak akan berhasil, betapapun sarana dan prasarana yang kita gunakan sudah begitu modern, begitu canggih, dan teramat sangat mutakhir.
Dan sebagai penutup, cobalah renungkan kalimat dari seorang da’i berikut ini, seorang da’i yang sudah sangat kaya dengan pengalaman da’wah, sebab ia tumbuh besar menjadi da’i dan pada akhirnya terbunuh juga karena ia sebagai da’i. Ia berkata:
“Kami menginginkan hendaknya kaumku mengetahui bahwa da’wah ini tidak layak dijalankan oleh siapapun selain yang:
  • Melingkupinya dari semua sisi-sisinya.
  • Memberikan untuknya apa saja yang dibebankan oleh da’wah ini kepadanya yang berupa dirinya (nyawanya), hartanya, waktunya dan kesehatannya (QS At-Taubah: 24).
Sebab da’wah ini tidak menerima persekutuan, kartena wataknya adalah kesatuan, maka barang siapa bersiap untuk itu berarti ia telah hidup dengan da’wah dan da’wah itu hidup dengannya, dan siapa saja yang merasa lemah untuk memikul beban ini, maka ia akan terhalang untuk mendapatkan pahala para mujahidin, ia akan bersama orang-orang yang ditinggalkan dan akan duduk bersama orang-orang yang duduk (dirumah, dan tidak berangkat jihad), dan Allah swt akan menggantikan untuk da’wah-Nya kaum yang lain selain mereka, yang mereka itu mempunyai sifat seperti yang tersebut dalam QS Al Maidah: 54)”

0 komentar:

Posting Komentar