Di dalam Al-Qur’an, baik atau kebaikan menggunakan kata ihsan, birr
dan ishlah. Kata ihsan (ahsan dan muhsin) bisa
dilihat pada firman Allah:
وَمَنْ
أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ
إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan dan
mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi
kesayangan-Nya. (QS 4:125)
Bila dikaitkan dengan definisi ihsan dalam hadits kedatangan
Jibril kepada Nabi Muhammad Saw, maka ihsan adalah perbuatan baik yang
dilakukan oleh seseorang karena merasakan kehadiran Allah dalam dirinya atau
dia merasa diawasi oleh Allah SWT yang membuatnya tidak berani menyimpang dari
segala ketentuan-Nya.
Sedangkan kata baik dalam arti birr
bisa dilihat pada firman Allah:
لَيْسَ
الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ
الْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ
وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَءَاتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى
وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي
الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ
إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ
الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Bukanlah sekedar menghadapkan wajahmu ke timur maupun ke barat yang
disebut suatu kebaikan, tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari akhir, malaikat, kitab dan nabi-nabi serta memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang
benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa (QS 2:177).
Bila kita kaji ayat-ayat tentang kata al birr, termasuk ayat di atas, maka akan didapat kesimpulan bahwa
kebaikan itu seperti menurut Mahmud Syaltut dalam tafsirnya dibagi menjadi
tiga, yakni birr dalam aqidah, birr dalam amal dan birr dalam akhlak.
Adapun kata baik dengan menggunakan kata ishlah terdapat dalam
banyak ayat, misalnya pada firman Allah:
فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلَاحٌ لَهُمْ
خَيْرٌ وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ
مِنَ الْمُصْلِحِ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَأَعْنَتَكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ
حَكِيمٌ
Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak
yatim, katakanlah: mengurus urusan mereka secara patut adalah baikز (QS 2:220)
Istilah ishlah (berlaku baik) digunakan dalam kaitan hubungan
yang baik antara sesama manusia. Dalam Ensiklopedia Hukum Islam, jilid 3 hal
740 dinyatakan: “Ishlah merupakan kewajiban umat Islam, baik secara
personal maupun sosial. Penekanan ishlah ini lebih terfokus pada
hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada
Allah SWT”.
Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam
bentuk yang sebaik-baiknya. Namun, kemuliaan manusia ternyata tidak terletak
pada keindahan fisiknya. Kalau manusia dianggap mulia dengan sebab badannya
yang besar, tentu akan lebih mulia binatang ternak seperti sapi, kerbau, unta,
gajah dan sebagainya yang memiliki berat badan jauh lebih berat. Karenanya bila
manusia hanya mengandalkan kehebatan dan keagungan dirinya pada berat badan,
maka dia bisa lebih rendah kedudukannya daripada binatang ternak yang
kemuliaannya terletak pada berat badannya. Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ
ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا
يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَا
يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ
الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari
jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS 7:179)
Oleh
karena itu, kemuliaan manusia bisa kita pahami dari iman dan amal shaleh atau
kebaikannya dalam bersikap dan bertingkah laku, di manapun dia berada dan dalam
keadaan bagaimanapun situasi dan kondisinya. Itu sebabnya, semakin banyak
perbuatan baik yang dilakukannya, maka akan semakin mulia harkat dan
martabatnya di hadapan Allah SWT. Di sinilah letak pentingnya bagi kita untuk
berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana firman Allah:
وَلِكُلٍّ
وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا
يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja
kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat).
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS 2:148).
Jalan Menuju Amal Baik
Meskipun kebaikan kita sadari sebagai sesuatu yang harus kita
laksanakan, ternyata hanya sedikit orang yang antusias untuk melakukan kebaikan
itu. Karena itu, ada beberapa hal yang bisa dijadikan resep bagi seseorang agar
bersemangat melakukan kebaikan.
Niat Yang Ikhlas
Niat yang ikhlas merupakan faktor penting dalam setiap amal. Karena di
dalam Islam, niat yang ikhlas merupakan rukun amal yang pertama dan terpenting.
Niat yang ikhlas karena Allah dalam melakukan kebaikan akan membuat seseorang
memiliki perasaan yang ringan dalam mengerjakan amal-amal yang berat sekalipun,
apalagi bila amal kebaikan itu tergolong amal yang ringan. Sedangkan tanpa
keikhlasan, jangankan amal yang berat, amal yang ringan pun akan terasa berat.
Di samping itu, keikhlasan akan membuat seseorang berkesinambungan (istimrar)
dalam melakukan amal kebaikan. Orang yang ikhlas tidak akan bertambah semangat
hanya karena dipuji dan tidak akan melemah karena dicela. Adanya pujian atau
celaan tidak akan mempengaruhi semangatnya dalam melakukan kebaikan.
Cinta Kebaikan Dan Orang Baik.
Seseorang akan antusias melaksanakan kebaikan manakala pada dirinya
terdapat rasa cinta pada kebaikan. Karena mana mungkin seseorang melakukan
suatu kebaikan apabila dia sendiri tidak suka pada kebaikan itu. Oleh karena
itu, rasa cinta pada kebaikan harus kita tanamkan ke dalam jiwa kita
masing-masing sehingga kita menjadikan setiap bentuk kebaikan sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita. Sehingga kebaikan akan selalu
menyertai kehidupan ini.
Di samping cinta kepada kebaikan, agar kita suka melakukan kebaikan,
harus tertanam juga di dalam jiwa kita rasa cinta kepada siapa saja yang
berbuat baik. Hal ini akan membuat kita ingin selalu meneladani dan mengikuti
segala bentuk kebaikan, siapa pun yang melakukannya. Allah SWT telah
menyebutkan kecintaan-Nya kepada siapa saja yang berbuat baik, karenanya kita
pun harus mencintai mereka yang berbuat baik, Allah berfirman:
وَأَنْفِقُوا
فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik. (QS 2:195)
Merasa Beruntung Bila Melakukan Kebaikan
Berbuat baik merupakan sesuatu yang sangat mulia dan seseorang akan
bersemangat melakukan kebaikan apabila dengan kebaikan itu dia merasa yakin
memperoleh keberuntungan, baik di dunia maupun di akhirat. Ada banyak
keuntungan yang akan diperoleh manusia bila ia berbuat baik.
Pertama, selalu disertai
oleh Allah SWT, lihat QS 16:128.
إِنَّ
اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
Kedua, menambah
kenikmatan untuknya, lihat QS 2:58. 7:161.33:29.
وَإِذْ قُلْنَا
ادْخُلُوا هَذِهِ الْقَرْيَةَ فَكُلُوا مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ رَغَدًا
وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ
وَسَنَزِيدُ الْمُحْسِنِينَ
Ketiga, dicintai Allah,
lihat QS 7:161. 5:13. 2:236. 3:134. 3:148. 5:96.
وَإِذْ قِيلَ لَهُمُ
اسْكُنُوا هَذِهِ الْقَرْيَةَ وَكُلُوا مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ وَقُولُوا حِطَّةٌ
وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا نَغْفِرْ لَكُمْ خَطِيئَاتِكُمْ سَنَزِيدُ
الْمُحْسِنِينَ
Keempat, memperoleh rahmat
Allah, lihat QS 7:56. Kelima,
memperoleh pahala yang tidak disia-siakan Allah SWT, lihat QS 9:120. 11:115.
12:56. Keenam, dimasukkan ke dalam
surga, lihat QS 5:85. 39:34. 6:84. 12:22. 28:14. 37:80.
Merasa Rugi Bila Meninggalkan Kebaikan
Apabila seseorang merasa beruntung dengan kebaikan yang dilakukannya
karena sejumlah keutamaan yang disebutkan dalam Al-Qur’an, maka bila seseorang
tidak berbuat baik dia akan merasa sangat rugi, baik di dunia ini maupun di
akhirat kelak. Bagi seorang mukmin, bagaimana mungkin dia tidak merasa rugi
bila tidak melakukan kebaikan, karena kehidupan ini memang harus dijalani untuk
mengabdi kepada Allah SWT yang merupakan puncak dari segala bentuk kebaikan
yang harus dijalani.
Manakala di dunia ini seseorang sudah merasa rugi, maka di akhirat pun
dia akan merasa rugi, karena apa yang dilakukan seseorang dalam kehidupannya di
dunia akan sangat berpengaruh pada kehidupannya di akhirat, karena kehidupan
akhirat pada hakikatnya adalah hasil dari kehidupan di dunia. Bila seseorang
berlaku baik di dunia, dia akan memperoleh keberuntungan di akhirat di samping
keberuntungan di dunia, sedangkan bila seseorang tidak melakukan kebaikan di
dunia, maka dia akan memperoleh kerugian di dunia dan penyesalan yang sangat
dalam di akhirat kelak sebagai akibat dari pengabaian nilai-nilai Islam, Allah
SWT berfirman yang artinya: Barang siapa mencari selain Islam sebagai agamanya,
maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di
akhirat termasuk orang-orang yang rugi.
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ
دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
(QS 3:85)
Meneladani Generasi Yang Baik
Perbuatan baik dan yang lebih baik lagi akan dilakukan oleh seorang
muslim apabila dia mau meneladani orang yang berbuat baik. Hal ini menjadi
penting karena dengan demikian dia menyadari bahwa meskipun ia merasa sudah
banyak perbuatan baik yang dilakukannya, tetap saja dia merasa masih sedikit
dibanding orang lain yang jauh lebih baik dari dirinya. Sehingga akan memicu
semangatnya untuk berbuat baik yang lebih banyak lagi. Karena itu, idealnya
seorang mukmin bisa menjadi seperti cermin bagi mukmin lainnya sehingga
manakala seseorang mengenal dan memperhatikan dirinya secara seksama akan
terasa begitu banyak kekurangan, termasuk dalam hal berbuat baik.
Memahami Ilmu Kebaikan
Bagi seorang muslim, setiap amal yang dilakukannya tentu harus didasari
pada ilmu, semakin banyak ilmu yang dimiliki, dipahami dan dikuasai, maka insya
Allah akan makin banyak amal yang bisa dilakukannya. Sedangkan semakin sedikit
pemahaman atau ilmu seseorang, akan semakin sedikit juga amal yang bisa
dilakukannya. Apalagi orang yang mempunyai ilmu belum tentu secara otomatis
bisa mengamalkannya. Ini berarti, seseorang akan semakin terangsang untuk
melakukan kebaikan manakala dia memahami ilmu tentang kebaikan itu.
Kebaikan Yang Diterima
Setiap kebaikan yang dilakukan seseorang tentu harus menghasilkan
penilaian yang positif dari Allah SWT. Paling tidak, ada dua kriteria tentang
kebaikan yang diterima oleh Allah SWT. Pertama,
ikhlas dalam beramal, yakni melakukan suatu amal dengan niat semata-mata karena
Allah SWT, atau tidak riya dalam arti mengharap pujian dari selain Allah SWT.
Karena itu, dalam hadits yang terkenal, Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
Sesungguhnya amal itu sangat tergantung pada niatnya.
Kedua, melakukan
kebaikan itu secara benar, karena meskipun niat seseorang sudah baik, bila ia
melakukan amal dengan cara yang tidak benar, maka hal itu tetap tidak bisa
diterima oleh Allah SWT. Sebab hal itu termasuk bagian dari mencari selain
Islam sebagai agama, yang jelas-jelas akan ditolak Allah SWT sebagaimana yang
sudah disebutkan pada QS 3:85 di atas.
Akhirnya, menjadi jelas bagi kita bahwa hidup ini harus kita jalani
semata-mata untuk mengabdi kepada Allah SWT (QS 51:56) yang salah satunya
terwujud dalam bentuk melakukan kebaikan. Dan masing-masing orang harus
berusaha melakukan kebaikan sebanyak mungkin sebagai perwujudan kehidupan yang
baik di dunia dan ini pula yang akan menjadi bekal bagi manusia dalam menjalani
kehidupannya di akhirat kelak. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar