Kamis, 24 Mei 2018

Cara Meraih Lailatul Qadar

 

Oleh: Ustaz Muhammad Arifin Ilham

Subhanallah, seorang mukmin yang sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya pasti sangat merindukan Lailatul Qadar. Karena malam itu teramat istimewa, malam dengan kadar lebih baik dari 1.000 bulan, atau 83 tahun 3 bulan, khoirun min alfi syahrin; malam turunnya para Malaikat dengan dipimpin langsung Malaikat Jibril atas izin-Nya, tanazzalul Malaaikatu warruuhu; malam penuh kedamaian hingga terbit fajar, salaamun hiya hatta mathla’il fajri.

Malam ini sungguh tidak ternafikan sebagai malam yang sangat terasa nikmat. Apalagi jika menikmatinya dengan beriktikaf di masjid. Tercecaplah puncak kedekatan diri dengan Allah, sehingga air mata pun tidak terbendung lagi. Surah Al-Qodar [97] turun karena menunjukkan keistimewaan malam yang terjadinya pada Asyrul Awaakhir, 10 akhir Ramadhan ini.

Adapun untuk mengenali malam indah ini, Rasul SAW bersabda, ''Malam Lailatul Qadar bersih, tidak sejuk, tidak panas, tidak berawan padanya, tidak hujan, tidak ada angin, tidak bersinar bintang dan daripada alamat siangnya terbit matahari dan tiada cahaya padanya (suram).'' (HR Muslim).

Berikut ini kiat untuk menjemputnya. Pertama, benar-benar bersemangat untuk meraihnya diawali dengan meluruskan niat semata ingin ridha Allah SWT. ''Barang siapa melaksanakan ibadah pada malam Lailatul Qadar dengan didasari keimanan dan harapan untuk mendapatkan keridhaan Allah, maka dosa-dosanya yang lalu akan diampuni.'' (HR Bukhari Muslim).

Kedua, bermujahadah dalam ibadah, ''Sungguh, Rasul tercinta pada 10 hari terakhir dari bulan Ramadhan, lebih bermujahadah melebihi kesungguhan beliau di waktu lainnya.'' (HR Muslim). Seperti berpuasa dengan tanpa maksiat, membaca Alquran dengan pemahaman dan penghayatan dan menunaikan shalat Tarawih tanpa putus dan dengan tumaninah.
Ketiga, melaksanakan kewajiban Syariat Allah, seperti zakat maal bagi hartawan, jika wanita taatlah dengan berjlibab. Keempat, beriktikaf di masjid. Abu Said menceritakan tentang iktikaf Rasulullah di masjid yang ketika itu berlantaikan tanah dan tergenang air. “Aku melihat pada kening Rasulullah ada bekas lumpur pada pagi hari Ramadhan.” (HR Muslim).

Kelima, dengan selalu terjaga dalam kekhusyukan ibadah, tidak banyak tidur dan ngobrol. Justru memburai air mata yang mengalir tak terbendung karena rindu perjumpaan dengan-Nya, takut murka-Nya dan karena merasa banyak dosa.

Keenam, berazam dan bersumpah untuk taubatan nashuha; tidak kembali maksiat dan tidak akan menzalimi dan menyakiti siapapun lagi. Ketujuh, wajib minta maaf kepada siapa pun termasuk kepada keluarga atau sahabat yang pernah ia sakiti. Karena jika tidak, akan menjadi hijab (penghalang) bagi doa dan ibadahnya.

Kedelapan, tiada waktu berlalu sia-sia kecuali banyak berzikir, istighfar, shalawat, wudhu terjaga dan kesenangan bersedekah. Kesembilan, berdoalah sungguh sungguh, yakin penuh harap.

“Wahai Rasulullah,” tanya Aisyah, “Bagaimana menurutmu andai aku mendapatkan Lailatul Qadar? Doa apa saja yang harus aku baca?” Beliau bersabda, “Ucapkanlah, Ya Allah! Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Maha Mulia, dan Engkau menyukai ampunan. Maka ampunilah aku,” (HR Tirmidzi).

Allahu Akbar, akankah kita yang meraihnya? Kepastiannya hanya milik Allah. Tapi, teruslah meniti jalan ketaatan kepada-Nya. Karena boleh jadi kita adalah di antaranya. Jika setelah malam indah itu berlalu kita adalah yang semakin kuat akidahnya, semakin rajin dan menikmati ibadahnya, akhlak yang semakin mulia.

Dalam hal ihyaaus sunnah (menghidupkan amal sunnah) kita semakin bersemangat, kepada keluarga dan umat manusia selalu berkasih sayang, ketakwaan kita semakin tampak dan dirasakan oleh diri, keluarga dan sahabat kita, dan air mata kita mudah meleleh karena liqoouhu, kerinduan berjumpa dengan-Nya. Jika ya, boleh jadi kita adalah yang telah berhasil meraihnya.

Allahumma ya Allah, ampunilah seluruh dosa kami dari mulai akil baligh hingga waktu Engkau wafatkan kami, terimalah amal ibadah kami, tobat kami, berkahi sisa-sisa umur kami dalam aktivitas Syariat dan Sunnah Nabi-Mu, berilah pada kami keistimewaan Lailatul Qodar, dan wafatkan kami semua husnul khootimah. Aamiin

Sabtu, 19 Mei 2018

Keberkahan Makan Sahur




Di bulan Ramadhan ada amalan sunnah yang bisa dijalani yaitu makan sahur. Amalan ini disepakati oleh para ulama dihukumi sunnah dan bukanlah wajib, sebagaimana kata Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, 7: 206. Namun amalan ini memiliki keutamaan karena dikatakan penuh berkah.
Dalam hadits muttafaqun ‘alaih, dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً
Makan sahurlah kalian karena dalam makan sahur terdapat keberkahan.” (HR. Bukhari no. 1923 dan Muslim no. 1095).
Yang dimaksud barokah adalah turunnya dan tetapnya kebaikan dari Allah pada sesuatu. Barokah bisa mendatangkan kebaikan dan pahala, bahkan bisa mendatangkan manfaat dunia dan akhirat. Namun patut diketahui bahwa barokah itu datangnya dari Allah yang hanya diperoleh jika seorang hamba mentaati-Nya.

Keberkahan dalam Makan Sahur

  1. Memenuhi perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallamsebagaimana diperintahkan dalam hadits di atas. Keutamaan mentaati beliau disebutkan dalam ayat,
    مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
    Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS. An Nisaa’: 80).
    Allah Ta’ala juga berfirman,
    وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
    Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al Ahzab: 71).
  2. Makan sahur merupakan syi’ar Islam yang membedakan dengana ajaran Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani). Dari ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
    Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani) adalah makan sahur.” (HR. Muslim no. 1096). Ini berarti Islam mengajarkan baro’ dari orang kafir, artinya tidak loyal pada mereka. Karena puasa kita saja dibedakan dengan orang kafir.
  3. Dengan makan sahur, keadaan fisik lebih kuat dalam menjalani puasa. Beda halnya dengan orang yang tidak makan sahur. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Barokah makan sahur amat jelas yaitu semakin menguatkan dan menambah semangat orang yang berpuasa.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 206).
  4. Orang yang makan sahur mendapatkan shalawat dari Allah dan do’a dari para malaikat-Nya. Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    السُّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ
    Makan sahur adalah makan penuh berkah. Janganlah kalian meninggalkannya walau dengan seteguk air karena Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang makan sahur.” (HR. Ahmad 3: 44. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih lighoirihi).
  5. Waktu makan sahur adalah waktu yang diberkahi. Karena ketika itu, Allah turun ke langit dunia. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
    Rabb kita tabaroka wa ta’ala turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lantas Dia berfirman, “Siapa saja yang berdo’a kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku beri. Siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari no. 1145  dan Muslim no. 758).
  6. Waktu sahur adalah waktu utama untuk beristighfar. Sebagaimana orang yang beristighfar saat itu dipuji oleh Allah dalam beberapa ayat,
    وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ
    Dan orang-orang yang meminta ampun di waktu sahur.”  (QS. Ali Imran: 17).
    وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
    Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. ” (QS. Adz Dzariyat: 18).
  7. Orang yang makan sahur dijamin bisa menjawab adzan shalat Shubuh dan juga bisa mendapati shalat Shubuh di waktunya secara berjama’ah. Tentu ini adalah suatu kebaikan.
  8. Makan sahur sendiri bernilai ibadah jika diniatkan untuk semakin kuat dalam melakukan ketaatan pada Allah.
Intinya, makan sahur punya berbagai keberkahan. Itulah rahasia-rahasia yang mungkin sebagian kita tidak mengetahuinya.
Walhamdulillah, wa shallallahu wa sallam ‘ala nabiyyina Muh

Jumat, 18 Mei 2018

Membangun Asbabun Nashr*





Ikhwati fillah…

bahwa saat ini dan hari-hari kedepan, kita berada dalam suasana _ma’rokah siyasiyah_
kita berusaha seoptimal mungkin untuk mendapatkan kemenangan sejati, yaitu kemenangan yang dirihoi Allah SWT.
sudah banyak taujih motivasi yang kita dapatkan, menjadi _tadzkiroh_ sekaligus _tau’iyah_  buat kita semua.
Dengan itu, kita senantiasa bergerak, mulai dari menyusun rencana, hingga mengaplikasikan rencana tersebut dengan amal nyata.

Sejatinya, menyusun rencana kerja bagi jamaah dakwah pada hakekatnya berupaya mencari taufik dan hidayah Allah SWT, sepanjang kita masih berpatokan kepada _dhawabit syar’iyah_ , panduan syar’i.
Selain itu, kita juga harus berpegang pada _dhawabit sunnah kauniyah_ , sehingga program kita akan selaras dengan programnya Allah SWT.

Sebagaimana sebuah pertarungan atau pertempuran, pastinya kita ingin mendapatkan kemenangan. Dan kita memahami bahwa kemenangan itu hanya milik dan dari Allah, sehingga semua yang kita rencanakan dan kita amalkan, baik secara _fardiyan_  maupun  _jamaiyan_  hendaknya bisa membangun dan menumbuhkan *asbabun nashr*  atau sebab-sebab datangnya pertolongan Allah.
Jika kita belum bisa  melakukan hal tsb dalam diri kita dan dalam jamaah kita, maka kita akan jauh dari keberhasilan untuk merealisasikan dari apa yang kita rencanakan dan cita-citakan. Betapapun bagus dan indahnya program yang kita susun.

Firman Allah

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
"Hai orang-orang mu'min, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (Q.S Muhammad ayat 7)


terkait dengan ayat tersebut, kita mesti mengevaluasi dan melihat apakah program-program kita sudah betul-betul untuk _yanshurullah_ . _Yanshuru dakwah ilaLlah_ , _yanshurul Islam wal muslimin_ , seluruhnya harus benar-benar jelas tergambar dalam program dan kerja-kerja kita.
Asbabun nashr ini harus benar-benar kita penuhi agar program kita bisa berhasil.



يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱرْكَعُوا۟ وَٱسْجُدُوا۟ وَٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمْ وَٱفْعَلُوا۟ ٱلْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ۩

Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. (Q.S Al Hajj ayat 77)

Ayyuhal ikhwah...

pada edisi yg lalu kita sudah membahas tentang pentingnya kita membangun dan mewujudkan *Asbabun Nashr* dalam perjuangan kita...

Dalam kesempatan ini, kita akan membahas seputar *'awamilun najah* atau *'awamilul falah* , yaitu faktor atau sarana untuk mencapai keberhasilan..

Faktor2 ini sesungguhnya banyak disebutkan didalam AL Quran, salah satunya ayat yang ada di pembukaan tadi.
Dalam ayat tersebut, sebab keberhasilan yaitu karena adanya *hablun minAllah* dan *hablun minan_naas* . Antara kualitas *hablun minallah* yg merefleksikan *hablun minan_nas* yang baik.

Keberhasilan kita dalam membangun hablun minallah harus terefleksikan dalam kebaikan dan kebajikan dalam ruang lingkup hablun minan_nas kita.

Ayat lainnya adalah surat Al Mukminun. Di surat tersebut disebut Asbabul falah yang berkontek Fardi juga digariskan dalam ayat 1-11.
Satu persatu ayat tersebut menjelaskan tentang karakter *Asbabul Falah* atau *awamilul falah* bagi aktivis dakwah.

Pemaparan antara asbabun nashr dan Awamilul falah ini sejatinya sudah dijelaskan oleh imam syahid dalam arkanul bai'ah. Jika kita berusaha disiplin dalam menerapkan arkanul bai'ah tersebut, inSya Allah kita juga akan mendapatkan kemenangan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu berhasil. (Q.S Al Anfal ayat 45)

Ayat tsb menegaskan bahwa, ketika kita menghadapi tantangan yang berat, hendaknya kita Tsabat dan membangun hubungan dengan ALlah dengan dzikir yang banyak, Insya Allah kemenangan akan kita dapatkan.

Semoga kita bisa terus mengamalkan rukun Tsabat ini dalam keseharian kita.



Wallahu a’lam

Ramadhan Bulan Kemenangan



Akhi dan Ukhti fillah…
Setiap hari kaum Muslimin diwajibkan melakukan shalat lima kali. Waktu-waktu shalat itu merupakan terminal dimana seorang muslim menyiapkan diri untuk melanjutkan perjalanan spriritual di setiap hari. Agar seharian itu seorang hamba bisa menjaga konsistensi ketaatannya kepada Allah.  Pada setiap pekan ada satu hari yang lebih mulai dari hari-hari lain. Karena di hari itu terdapat kewajiban shalat Jum'at. Dimana, kaum Muslimin berkumpul menunaikan ibadah tersebut. Di sana terdapat satu waktu kalau seseorang berdoa Allah mengabulkan doanya. Ada hari Senin dan Kamis di mana amal hamba diangkat ke langit.
Pada setiap tahun terdapat bulan paling istimewa, Ramadhan, yang merupakan karunia Allah bagi orang-orang beriman. Karena padanya terdapat berbagai keutamaan yang tidak ada di bulan lain. Keutamaan paling menonjol adalah diwajibkannya ibadah puasa dan diturunkannya Al-Qur'an. Pada bulan itu juga terjadi berbagai peristiwa penting dalam sejarah kaum Muslimin.
Seoalah-olah, waktu-waktu mulia yang Allah sediakan bagi orang-orang beriman untuk beribadah setiap harinya, pekan, bahkan tahun sebagai motivasi agar seorang mukmin mengerahkan segenap potensinya untuk meraih ridha Allah. Setelah pada waktu-waktu yang lain mungkin kurang optimal bahkan lalai untuk menunaikan hak-hak Allah pada dirinya karena berbagai tuntutan duniawai yang menyedot sebagian besar perhatiannya.
Merugilah orang yang menyia-nyiakan waktu-waktu mulia itu dan yang tidak memanfaatkannya serta menjadikannya sebagai sarana berbekal, apalagi pada waktu-waktu lain dimana seseorang disibukkan oleh berbagai urusan. Jika pada waktu dimana suasana spiritual terkondisikan sedemikian rupa, para hamba bahkan segenap alam semesta bergegap gempita menyambut seruan Allah, apalagi ketika segenap pikiran dan tenaga sedang dikerahkan untuk mengejar cita-cita dunia.
Terlebih lagi bulan Ramadhan. Bulan yang dirindu dan dinantikan salafus-shalih dahulu. Bagai kerinduan seorang pengantin kepada pasangannya. Mereka berdandan dan bersolek seindah mungkin untuk menyambut dan mengisi waktu-waktu bersamanya. Tak ada sedetik pun dari waktu itu yang berlalu tanpa nilai dan pengadian. Siang hari mereka berpuasa dan malam hari mereka berdiri untuk Tuhan mereka. Sehingga berbagai prestasi besar mereka raih di bulan suci ini.
Terdapat catatan sejarah seputar kejadian penting yang terjadi di bulan Ramadhan. Di antaranya:
Diangkatnya nabi Isa as ke langit. Hakim mengeluarkan hadits di Al-Mustadrak dari hadits Husaits bin Mukhsyi. Disebutkan bahwa Husain bin Ali ra. mengisahkan perikehidupan ayahnya setelah terbunuh, "Ia terbunuh di malam diturunkan Al-Qur'an dan di malam diangkatnya Isa as." Hakim menilainya shahih tetapi Az-Dzahabi diam.
Diturunkan wahyu kepada Rasulullah saw. melalui malaikat Jibril as. Itu berarti dakwah dimulai dan risalah sudah diembankan di pundak Nabi untuk disampaikan kepada ummatnya. Allah berfiraman di kitab-Nya,

"Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Al-Baqarah: 185)

Pada bulan ini tahun pertama Hijriyah Rasulullah mengirim sariyyah (operasi militer) dengan pimpinan Hamzah bin Abdul Muthallib. Demikian dijelaskan di Sirah Ibnu Hisyam.
Pada bulan Ramadhan taun kedua Hijriyah tanggal 17 terjadi perang yang fenomenal dalam sejarah ummat Islam. Yaitu peristiwa perang Badar melawan orang kafir Quraisy yang berjumlah lebih banyak daripada pasukan Muslimin.
Pada bulan ini dan pada peristiwa perang Badar itu para gembong Quraisy yang selama ini menentang dakwah Rasulullah saw. Di antara mereka adalah Abu Jahal, Amr bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf,  Al-Ash bin Hisyam bin Al-Mughirah. Paman Amirul Mukminin Umar bin Khatthab dari jalur ibu. Lalu mereka dibenamkan di sumur Qalib dan tiada gunanya mereka mempunyai tuhan Latta dan Uzza yang tidak mampu menolong mereka.
Sepulangnya Rasulullah saw. dari perang Badar dan masih di bulan yang sama, sebuah sariyyah (operasi militer) kaum Muslimin berhasil membunuh 'Ashma' binti Marwan. Seorang wanita kafir dari keluarga Bani Umayyah yang selalu menyakiti Rasulullah saw dan menghujat Islam dengan syair-syairnya.
Ayat tentang terbebasnya Aisyah ra. dan ayahnya dari tuduhan negatif (haditsul ifki). Kejadian itu sendiri sebenarnya terjadi di bulan Sya'ban, yaitu ketika kaum Muslimin pulang dari perang melawan Bani Al-Musthaliq, yaitu perang Al-Muraisi'
Tahun 6 Hijriyah bulan Ramadhan sariyyah Zaid bin Haritsah dikirim untuk memerangi Bani Fuzarah.
Pengiriman sariyyah Ghalib bin Abdullah ke Al-Mufa'iyyah. Pada operasi ini Usamah bin Zaid ra. membunuh seseorang yang mengucapkan la ilaha illa Allah.
Pada tahun 8 Hijriyah bulan Ramadhan Rasulullah mengirim sariyyah ke Abu Qatadah ke Bani Khudhrah. Yaitu sebuah nama tempat di daerah Najed.
Pada tahun 8 Hijriyah juga terjadi Fathu Makkah. Dimana Rasulullah saw. keluar dari Madinah bersama para sahabat lalu sampai Mekah akhir bulan Ramadhan.
Pada kejadian ini pula beliau mengirim sariyyah Khalid bin Walid untuk menghancurkan Uzza. Sariyyah Saad bin Zaid Al-Asyhali untuk menghancurkan Manat, dan sariyyah Amr bin Al-Ash ke Suwa', yaitu patung Bani Hudzail untuk dihancurkan.
Akhi dan Ukhti fillah…
Tentu masih banyak peristiwa penting lainnya yang terjadi di bulan penuh berkah ini. Baik di zaman Nabi, para sahabat, tabi'in, maupun generasi sesudah mereka. Apapun aktifitas ibadah yang ada di bulan itu, tidak menghentikan mereka untuk melakukan kegiatan fisik demi menyebarkan agama Allah di muka bumi.
Perut lapar, badan lemah, pikiran lesu, tidak mempengaruhi kaum Muslimin melakukan aktifitas yang memerlukan tenaga fisik itu.
Setidaknya terdapat dua faktor yang menjadikan generasi terdahulu dapat menorehkan prestasi besar di bulan Ramadhan; Al-Qur'an dan ibadah puasa.
Al-Qur'an adalah kitabullah, diturunkan sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia. Membacanya adalah ibadah kepada Allah. Terlebih pada bulan suci itu, Allah melipat-gandakan pahala orang yang membaca Al-Qur'an. Lebih dari itu, Al-Qur'an sebagai energi yang memberikan stamina ruhiyah seorang muslim. Yang dengannya seseorang melakukan aktifitas berat secara fisik.
Ibadah puasa juga sebagai energi ruhiyah dan bekal spiritual yang dapat menutupi kelemahan fisik.
Allah menuturkan kisah kepahlawan Thalut dan sejumlah pengikutnya,
"Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku." Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama Dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan Kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al-Baqarah: 240).
Akhi dan Ukhti fillah…
Maka dengan energi dan kekuatan spiritual seperti itu wajar jika orang-orang beriman dapat menorehkan prestasi monumental dalam sejarah Islam. Hendaknya seseorang di bulan ini berinteraksi dengan Al-Qur'an dengan baik. Membacanya, mentadabburinya, menghapalnya, dan mengamalkannya. Berpuasa sesuai syariah dengan memperhatikan rukun dan adab-adabnya. Tidak hanya menahan diri dari lapar dan dahaga. Juga menahan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak baik dan tidak berguna.  Wallahu A'lam

Selasa, 08 Mei 2018

BALDATUN THAYYIBATUN WA RABBUN GHAFUR (Negeri yang Baik dan Tuhan yang Maha Pengampun)




Alhamdulillah rabbil alamin, alladzi an’amana bini’matil iman wal Islam, wa an’amana bini’matil amni was salam, wa an’amana bini’matil dakwah wa tarbiyah, wa an’amana bini’matil baldah toyyibah wa Rabbun ghafur.
Was shalatu wassalam ala Rasulillah, alqudwah alhasanah, almujahid fi sabilillah, hatta qoma minhu albaldah attoyyibah.

Ikhwati wa akhawati fillah…
Bagi setiap orang pasti mengidamkan berada atau tinggal di negeri yang nyaman dan tentram, aman dan sejahtera, baik dan sentosa, makmur dan bahagia. itulah impian dan angan-angan; saya, anda, dan kita semua.
Negeri semacam impian kita semua memang pernah ada dalam kehidupan dunia ini, buktinya adalah Allah yang menyatakan dalam Al-Qur’an surat Saba ayat 15. Allah SWT berfirman:

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

“Sungguh bagi Kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Rabb) di kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan), ‘Makanlah dari rizki yang dianugerahkan Tuhan kalian dan bersyukurlah kepadaNya!’. Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr (negeri yang baik dan Tuhan Yang Maha Pengampun.” [Saba’ [34]:15).
 “Saba’ adalah (sebutan) raja-raja negeri Yaman dan penduduknya. Termasuk diantara mereka ialah raja-raja Tababi’ah dan Ratu Bilqis -isteri Nabi Sulaimân (menurut sebagian ahli tafsir)-. Dulu, mereka berada dalam kenikmatan dan kebahagiaan (yang meliputi) negerinya, kehidupannya, kelapangan rizkinya, tanaman-tanamannya, dan buah-buahannya. Allah mengutus kepada mereka beberapa rasul, yang menyeru mereka agar memakan rizki yang diberikan-Nya, dan agar bersyukur kepada-Nya dengan mentauhidkan-Nya dan beribadah kepada-Nya. Keadaan mereka (yang baik) itu terus berlangsung hingga (waktu) yang dikehendaki Allah, lalu mereka berpaling dari apa yang diserukan kepada mereka, sehingga mereka dihukum dengan datangnya banjir bandang dan terpencar-pencarnya mereka di banyak negeri”. [Tafsir Ibnu Katsîr, 6/504].

Hakikat dan makna “Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur”
Meski istilah ini singkat namun maknanya padat, dan dapat mewakili semua kebaikan yang dulunya ada pada negeri Saba’ tersebut. Ibnu Zaid menerangkan kebaikan negeri Saba’: “Di daerah mereka, sama sekali tidak pernah terlihat ada nyamuk, lalat, kutu, kalajengking, dan ular. Apabila seseorang masuk ke dalam dua tamannya, dan meletakkan keranjang di atas kepalanya, maka pada saat keluar, keranjang itu akan penuh dengan beraneka buah-buahan, padahal ia tidak memetiknya dengan tangannya”. [Tafsir ath-Thabari, 19/247]
Kata “Baldatun Thayyibatun” yang berarti “negeri yang baik” bisa mencakup seluruh kebaikan alamnya. Imam Asy-Syaukâni di dalam tafsirnya mengatakan: “Maknanya (baldatun thayyibatun) ialah: ini negeri yang baik, karena banyaknya pohon-pohon, dan bagus buah-buahannya”.
Ibnu Katsîr juga mengatakan: “Para ahli tafsir yang lain mengatakan, dahulu di negeri mereka sama sekali tidak ada lalat, nyamuk, kutu, dan hewan-hewan yang berbisa. Hal itu karena cuaca yang baik, alam yang sehat, dan penjagaan dari Allah, agar mereka mentauhidkan-Nya dan beribadah kepada-Nya”. [Tafsir Ibnu Katsîr, 6/507].

Adapun kata “Wa Rabbun Ghafur” berarti Rabb kalian adalah Rabb yang Maha Mengampuni dosa-dosa, jika kalian mensyukuri rizki pemberian-Nya”. [Tafsir Muqâtil, 3/529].
At-Thabari  mengatakan, “Rabb kalian adalah Rabb Yang Maha Pengampun, jika kalian mentaati-Nya”. [Tafsir Thabari, 19/248].
Ibnu Katsîr  mengatakan: “Yakni (Rabb kalian) adalah Rabb Yang Maha Pengampun, jika kalian terus-menerus dalam mentauhidkan-Nya”. [Tafsir Ibnu Katsîr, 6/507].
Nukilan-nukilan di atas menunjukkan bahwa Negeri Saba’ merupakan negeri yang alamnya baik dan penduduknya shalih, sehingga mereka menerima kenikmatan sangat luar biasa tersebut.
Namun sayangnya negeri yang “Baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur” tidak bertahan lama, bukan karena Allah tidak peduli lagi terhdap mereka namun karena perilaku mereka yang berubah dan luntur; taat menjadi maksiat, shalih menjadi thalih, syukur menjadi kufur, sehingga turunlah azab atas mereka yang menghapuskan kenikmatan-kenikmatan yang sebelumnya mereka terima. Ini merupakan pelajaran sangat berharga bagi umat manusia setelahnya, dan merupakan petunjuk nyata dari firman Allah swt.,

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Sesungguhnya jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat-Ku) untuk kalian. Namun bila kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sungguh azabku sangat berat”. (Ibrâhîm [14]:7).
Dari nukilan tersebut kita juga dapat mengambil kesimpulan, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur adalah sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya. Secara lebih luas, ialah sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan dunia dan akhirat.

Ikhwati wa akhwati hafizhakumullah…
Hakikat dan ciri-ciri “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”
Hakikat baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur merupakan keadaan negeri yang menjadi dambaan dan impian seluruh manusia. Yaitu sebuah negeri yang memiliki gambaran sebagai berikut.
Negeri yang selaras antara kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya.
Negeri yang penduduknya subur dan makmur, namun tidak lupa untuk bersyukur.
Negeri yang seimbang antara kebaikan jasmani dan rohani penduduknya.
Negeri yang aman dari musuh, baik dari dalam maupun dari luar.
Negeri yang maju, baik dalam hal ilmu agama maupun ilmu dunianya.
Negeri dengan penguasa yang adil dan shalih, dan penduduk yang hormat dan patuh.
Negeri yang di dalamnya terjalin hubungan yang harmonis antara pemimpin dan masyarakatnya, yaitu dengan terwujudnya saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
Namun, terbentuknya keadaan negeri “impian” ini tidak semudah membalik tangan. Karena negeri “impian” ini merupakan sesuatu yang istimewa, tentu memerlukan perjuangan dan usaha keras dalam mewujudkannya. Bahkan perjuangan dan usaha keras saja tidak cukup, tetapi harus dibarengi pula dengan bimbingan yang jelas dari Allah swt., dikarenakan beberapa hal berikut.
Meski manusia mengetahui maslahat dunia, terutama yang berhubungan dengan sisi jasmani, tetapi pengetahuan itu hanya sebagiannya saja. Sehingga masih ada banyak hal tentang maslahat dunia yang tidak diketahui manusia, terutama yang berhubungan dengan sisi rohani.
Seringkali akal manusia terkecoh ketika menilai sebuah maslahat, sehingga seringkali suatu yang membahayakan dianggap sebagai bermanfaat, dikarenakan keterbatasan kemampuan akal manusia.
Akal manusia tidak akan mampu mengetahui maslahat yang berhubungan dengan akhirat, padahal kehidupan akhirat merupakan tujuan utama dan target akhir, bahkan masanya akan selama-lamanya.

Ikhwati wa akhawati fillah…

Dari sini kita bisa mengerti arti penting syariat agama bagi kehidupan manusia, baik untuk kehidupan pribadi maupun untuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Bahkan telah terbukti dalam sejarah kehidupan manusia, bahwa mayoritas negara-negara yang kuat kekuasaannya dan luas wilayahnya itu asal-muasalnya dari agama.

Sejarawan Islam terkemuka, Ibnu Khaldun  mengatakan: Sesungguhnya negara-negara yang luas wilayahnya dan kuat kekuasaannya, itu asal-usulnya dari agama, baik agama yang bertolak dari kenabian, maupun agama yang bertolak dari ajakan kepada yang haq. Alasannya, kekuasaan hanya bisa didapat melalui penaklukan, dan penaklukan hanya terjadi akibat fanatisme dan kesamaan tujuan. Padahal hati manusia tidak dapat disatukan dan disamakan kecuali dengan pertolongan Allah dalam rangka menegakkan agama-Nya. Allah swt. berfirman (yang artinya): “Andai engkau mengerahkan seluruh kekayaan yang ada di bumi, niscaya engkau takkan dapat menyatukan hati mereka, akan tetapi Allah-lah yang menyatukan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. –al-Anfal ayat 63- Rahasia (dari hal ini) ialah, karena bila hati manusia saling berhasrat dengan suatu kebatilan dan condong kepada dunia, maka selanjutnya akan terjadi persaingan dan perselisihan yang meluas. Namun jika hati tersebut diarahkan untuk membela kebenaran, mengesampingkan dunia, menolak kebatilan, dan menghadap kepada Allah, maka ia akan bersatu. Dengan begitu, persaingan akan hilang dan akan sedikit perselisihan. Kerjasama dan tolong-menolong menjadi membaik, dan pengaruh kekuasaan semakin meluas, sehingga negara pun menjadi besar. [Muqaddimah Ibnu Khaldun, 1/266].

Oleh karena itu, untuk mencapai negeri dengan predikat baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, disamping harus memperhatikan faktor yang menjadi penyebab kebaikan sebuah negeri dipandang dari sisi dunia, juga harus memperhatikan jika dipandang dari sisi agama. Sisi inilah yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia.

Ciri-ciri “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”
Syariat Islam telah banyak menyinggung hal-hal yang menjadikan baik dan berkahnya sebuah negeri, diantaranya:
Ikhlasul amal wal ubudiyyah lillahi ta’ala
Yang berarti memurnikan amalan ibadah hanya untuk Allah. Inilah perwujudan persaksian kita Lâ ilâha illAllah (tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah), juga tujuan diciptakan manusia, dan perintah Allah yang paling agung.
Allah SWT berfirman:
Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka beribadah (hanya) kepada-Ku. (adz-Dzâriyât [51]:56].
Dalam ayat lain Allah juga berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“Mereka tidaklah diperintah, melainkan untuk menyembah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan beragama hanya kepada-Nya dan menjauhkan diri dari kesyirikan.” (al-Bayyinah [98]:5).
Inilah kunci untuk sebuah negeri dengan predikat baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, karena dengannya negeri menjadi berkah, kaya, dan aman. Hal ini bisa dipahami dari firman-firman-Nya berikut ini.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
Sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertakwa, pasti Kami akan limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. (al-A’râf[7]:96).
Dan memurnikan ibadah hanya untuk Allah, termasuk dalam keimanan dan ketakwaan yang paling utama.

Maka aku pun mengatakan kepada mereka: “Mintalah ampun kepada Rabb kalian, karena sesungguhnya Dia itu Maha Pengampun. (Jika kalian melakukannya) niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepada kalian, memperbanyak harta dan anak-anak kalian, mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untuk kalian”. (Nuh [71]:10-12).
Demikian ini perintah Nabi Nuh kepada kaumnya yang dahulu melakukan kesyirikan agar mereka bertaubat dan memurnikan ibadah hanya untuk Allah SWT.

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا
Allah telah menjanjikan kepada orang-orang dari kalian yang beriman dan beramal shalih, bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dia benar-benar akan meneguhkan mereka dengan agama mereka yang telah Dia ridhai. Dan dia benar-benar akan mengubah keadaan mereka dari takut menjadi aman. (Hal ini dikarenakan) mereka menyembah (beribadah) kepadaKu, dan tidak menyekutuka-nKu dengan suatu apapun. (an-Nûr[24]:55).
Ayat-ayat di atas secara jelas menunjukkan bahwa mentauhidkan Allah dalam beribadah merupakan faktor agar sebuah negeri menjadi berkah, kaya, kuat, dan aman. Yakni negeri dengan julukan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Ketika Ibnu Katsîr menafsirkan Ayat Saba’, ia mengatakan: “Dan Allah mengutus kepada mereka beberapa rasul, yang menyeru mereka agar memakan rizki yang diberikan-Nya dan agar mensyukuri-Nya dengan mentauhidkan-Nya dan beribadah kepada-Nya”.
Oleh karena itu, hendaklah masing-masing diri kita agar berusaha mewujudkan lingkungan yang menjunjung tinggi nilai tauhid, tidak mendiamkan terjadinya perbuatan syirik dimanapun tempatnya dan apapun keadaannya. Tentunya dengan langkah-langkah yang baik, cerdas dan hikmah, sehingga maslahat memurnikan ibadah hanya untuk Allah benar-benar terwujud di tengah masyarakat.
2. Ittiba’ Rasulullah saw.
Yang berarti mengikuti petunjuk Rasul, dan ini sebagai perwujudan dari persaksian “Muhammadur-Rasulullâh” (Nabi Muhammad adalah utusan Allah). Konsekuensi dari hal ini, ialah penetapan syariat Islam dalam sebuah negeri, baik oleh penduduknya maupun oleh penguasa dan pemerintahannya.
Dengan Ittiba’ Rasul, maka semua kebaikan akan menyatu dan berkesinambungan, karena Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan salah satu faktor yang utama untuk mendatangkan rahmat, kecintaan, dan ampunan Allah SWT. Disebutkan dalam firman-Nya:

 “Tidaklah engkau (Muhammad) Kami utus, melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (al-Anbiyâ’[21]: 107).
Dalam ayat lain Allah juga berfirman,

Katakanlah (Muhammad): “Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku! (Dan Jika kalian mengikutinya), maka Allah mencintai kalian dan mengampunidosa kalian”. (Ali-Imran [3]:31).
Jika rahmat dan cinta Allah menyatu dalam sebuah negeri dan penduduknya, adakah kebaikan yang tidak diberikan Allah kepada mereka? Tentu, semua kebaikan akan diberikan Allah kepada mereka.

Bayangkanlah, bila ada sebuah negeri yang diberkati alamnya, dan penduduknya menerapkan syariat Islam yang seluruhnya merupakan kebaikan dan kemaslahatan bagi umat manusia, tentu di dalamnya akan lahir kebaikan-kebaikan yang besar, misalnya:
1. Akhlak penduduknya menjadi mulia, sehingga mereka saling menghormati, saling membantu, saling gotong-royong, saling menasihati dan mengingatkan, dan seterusnya. Sebaliknya, mereka juga akan menjauhi akhlak dan moral yang buruk dan tercela.
2. Sifat amanah menyebar dan membumi, yakni setiap individu benar-benar menjalankan kewajibannya dengan baik, tidak ada korupsi, suap-menyuap, dan pengkhianatan lainnya, sehingga negeri itu terus terbangun dan mengalami kemajuan dengan cepat.
3. Adanya keseimbangan yang indah antara kepentingan dunia dan akhirat, yaitu antara perhatian terhadap sisi jasmani dan rohani, antara kebaikan alamnya dan pengelolaannya, antara keadilan pemimpinnya dan kepatuhan masyarakatnya, dan seterusnya.
Dengan faktor Ittiba’ Rasul ini pula, umat Islam menjadi kuat dan jaya, sebagaimana perkataan Sahabat Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu : “Kita dahulu adalah kaum yang paling lemah, lalu Allah memberikan kejayaan kepada kita dengan Islam, maka selama kita mencari kejayaan dengan selain Islam, niscaya Allah akan melemahkan kita”. [HR al-Hakim, 207; dishahîhkan oleh Syaikh Albani].
Dari sini kita dapat memahami betepa penting membangun akhlak masyarakat, baik akhlak terhadap sesama, maupun akhlak terhadap Penciptanya. Karena pentingnya pembangunan akhlak ini, sehingga Islam sangat memperhatikannya. Bahkan Allah memilih rasul yang mengemban risalah Islam ini, adalah seorang yang sangat tinggi akhlaknya, dan sangat memperhatikan akhlak umatnya.
Oleh karenanya, tidak selayaknya kita sebagai umat Islam mengesampingkan sisi akhlak ini. Karena dengan akhlak yang mulia, maka negeri akan terbebas dari segala bentuk krisis, mulai dari krisis moral, ekonomi, politik, hingga krisis keamanan. Sehingga negeri akan menjadi indah dan bersahabat.

Selasa, 01 Mei 2018

SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL



Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei, bertepatan dengan hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara, pahlawan nasional yang dihormati sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara lahir dari keluarga kaya Indonesia selama era kolonialisme Belanda, ia dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan.[2]
Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda, dan ia kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Taman Siswasetelah kembali ke Indonesia. Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai menteri pendidikan setelah kemerdekaan Indonesia. Filosofinya, tut wuri handayani ("di belakang memberi dorongan"), digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia. Ia wafat pada tanggal 26 April 1959. Untuk menghormati jasa-jasanya terhadap dunia pendidikan Indonesia, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional.