Energi Da'I menjadi cahaya bagi sekitarnya :
1. Komitmen
Komitmen akan menghantarkan pribadi kepada keteguhan hati, kepercayaan
kepada diri sendiri dan otomatis imbas dari sebuah keistiqomahan adalah
sebuah kesukses-an.
Energi komitmen/istiqomah inilah yang membuat
Rasulullah menjadi beruban dalam suatu riwayat, energi inilah yang
membuat Al-Islam kemudian hadir sebagai sebuah kekuatan besar yang
menjadi solusi bagi berbagai permasalahan kehidupan
2. Amanah
Kita harus betul-betul menjaga amanah. Penerimaan manusia atas amanah
telah dikokohkan dengan ahd (janji) dan aqd (komitmen) yang dilakukan
bersama-sama dan berulang-ulang dalam bentuk ahd al intimai al islami
dan ahd al intimai al jamai yang dilaksanakan dengan beragam wazhifah,
posisi dan penugasan.
Harus kita sadari pula betapa amanah itu akan
dipertangungjawabkan, “Sesungguhnya setiap janji akan dimintai
pertanggungjawaban”. Karena itu tepatilah janji. Apabila Allah
menyebutkan ikatan pernikahan sebagai basis masyarakat islami dengan
istilah mitsaqan ghalizhan, maka ahd untuk dakwah dan upaya menegakkan
khilafah sudah tentu lebih berat lagi.
3. Teguh/Tsabat
Tsabat’ bermakna teguh pendirian dan tegar dalam menghadapi ujian serta mehnah di jalan kebenaran.
Ia merupakan benteng bagi seorang aktivis dakwah sehingga ia memiliki
daya tahan dan pantang menyerah terhadap berbagai perkara yang
merintanginya sehingga ia mendapatkan cita-citanya atau mati dalam
keadaan mulia karena tetap konsisten di jalanNya.
Dalam
‘Majmu’atur Rasaail’, Imam Hasan Al Banna menjelaskan bahwa yang
dimaksudkan dengan ‘tsabat’ adalah orang yang sentiasa bekerja dan
berjuang di jalan dakwah yang amat panjang sehingga ia kembali kepada
Allah swt dengan kemenangan, kemenangan di dunia ataupun mati syahid.
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa
yang telah mereka janjikan kepada Allah swt. maka di antara mereka ada
yang gugur. Dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan
mereka sedikit pun tidak merubah janjinya”. (QS Al Ahzab : 23)
4. Ikhlas
Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras
(nampi beras) dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras.
Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu
masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil.
Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak
membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya,
amal yang dilakukan dengan riya akan menyebabkan amal tidak nikmat.
Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa.
Karena itu,
bagi seorang dai makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh
perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap
ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia,
tampilan, kedudukan, sebutan, kemajuan atau kemunduran. Dengan demikian
si dai menjadi tentara fikrah dan akidah, bukan tentara dunia dan
kepentingan. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya;
dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku.” Dai yang berkarakter
seperti itulah yang punya semboyan ‘Allahu Ghayaatunaa‘, Allah tujuan
kami, dalam segala aktivitas mengisi hidupnya.
5. Bangkit
Kekalahan Rasulullah SAW di Perang Uhud, yang mengakibatkan para sahabat
pada saat itu banyak yang syahid, bahkan beliau sendiri terluka parah
akibat ketidak konsistenan segelintir pasukan pemanah saat itu, tidak
membuat Rasul dan para sahabat putus asa dan meratapi kekalahan
tersebut, tetapi beliau kemudian bangkit, menjadikan ibroh bagi kejadian
tersebut, kemudian kembali memenangkan berbagai pertempuran hingga
Islam mencapai puncak kejayaannya pada saat itu. Saudaraku, energi
bangkit kembali dari keterpurukan adalah energi yang harus dimiliki
setiap da'I, demi sebuah kejayaan, demi sebuah kemenangan dakwah,
menuju tatanan dunia baru .. ustadziatul 'alam.
6. Adil
Mengapa Islam menganggap sikap adil itu penting? Salah satu tujuan utama
Islam adalah membentuk masyarakat yang menyelamatkan; yang membawah
rahmat pada seluruh alam –rahmatan lil alamin (QS Al Anbiya’ 21:107).
Ayat ini memiliki sejumlah konsekuensi bagi seorang muslim:
Pertama, seorang muslim harus bersikap adil dan jujur pada diri sendiri,
kerabat dekat , kaya dan miskin. Hal ini terutama terkait dengan
masalah hukum (QS An Nisa’ 4:135).
Penilaian, kesaksian dan
keputusan hukum hendaknya berdasar pada kebenaran walaupun kepada diri
sendiri, saat di mana berperilaku adil terasa berat dan sulit.
Kedua, keadilan adalah milik seluruh umat manusia tanpa memandang suku,
agama, status jabatan ataupun strata sosial. Oleh karena itu, seorang
muslim wajib menegakkan keadilan hukum dalam posisi apapun dia berada;
baik sebagai hakim, jaksa, polisi maupun saksi.
Ketiga, di
bidang yang selain persoalan hukum, keadilan bermakna bahwa seorang
muslim harus dapat membuat penilaian obyektif dan kritis kepada
siapapun. Mengakui adanya kebenaran, kebaikan dan hal-hal positif yang
dimiliki kalangan lain yang berbeda agama, suku dan bangsa dan dengan
lapang dada membuka diri untuk belajar (QS Yusuf 16:109) serta dengan
bijaksana memandang kelemahan dan sisi-sisi negatif mereka. Pada saat
yang sama, seorang muslim dengan tanpa ragu mengkritisi tradisi atau
perilaku negatif yang dilakukan umat Islam.
Dengan demikian,
dapatlah disimpulkan bahwa seorang individu muslim yang berperilaku adil
akan memiliki citra dan reputasi yang baik serta integritas yang tinggi
di hadapan manusia dan Tuhan-nya. Karena, sifat dan perilaku adil
merupakan salah satu perintah Allah (Qs Asy Syuro 42:15) dan secara
explisit mendapat pujian (QS Al A’raf 7:159).
Perilaku adil,
sebagaimana disinggung di muka, merupakan salah satu tiket untuk
mendapat kepercayaan orang; untuk mendapatkan reputasi yang baik. Karena
dengan reputasi yang baik itulah kita akan memiliki otoritas untuk
berbagi dan menyampaikan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dengan orang
lain (QS Ali Imran 3:104). Tanpa itu, kebaikan apapun yang kita bagi
dan sampaikan hanya akan masuk ke telinga kiri dan keluar melalui
telinga kanan. Karena, perilaku adil itu identik dengan konsistensi
antara perilaku dan perkataan (QS As Saff 61:3).
7. Handal
Bagaimana handalnya Rasulullah sebagai sosok visioner, fikrohnya jauh ke
depan dengan himmah yang tinggi. Handalnya beliau sebagai sosok
pemimpin yang mampu mengelola berbagai potensi, handalnya beliau sebagai
kepala keluarga yang lembut sekaligus tegas memperlihatkan energi yang
kuat untuk membawa Al-Islam mampu mengekspansi beberapa negara dengan
serangkaian pengaruhnya.
Ikhwatifillah, Da'i adalah asset
terbesar dari dakwah itu sendiri. Pasukan/Katibah dakwah harus terdiri
da'I-da'I yang kompeten dan bersinergi untuk mengelola berbagai energi
tadi sehingga membentuk kekuatan besar dan berpengaruh.
Akhirnya kami sampaikan selamat berproduktifitas kapada para da'I
ilallah, raih kemenangan dakwah, Jadilah pioner manusia yang berguna
bagi keluarga, agama, nusa bangsa dan bahkan untuk kemajuan se dunia.
Allahuakbar !!