Selasa, 02 Oktober 2018

Energi Da'I menjadi cahaya bagi sekitarnya

 
Energi Da'I menjadi cahaya bagi sekitarnya :

1. Komitmen
Komitmen akan menghantarkan pribadi kepada keteguhan hati, kepercayaan kepada diri sendiri dan otomatis imbas dari sebuah keistiqomahan adalah sebuah kesukses-an.
Energi komitmen/istiqomah inilah yang membuat Rasulullah menjadi beruban dalam suatu riwayat, energi inilah yang membuat Al-Islam kemudian hadir sebagai sebuah kekuatan besar yang menjadi solusi bagi berbagai permasalahan kehidupan

2. Amanah
Kita harus betul-betul menjaga amanah. Penerimaan manusia atas amanah telah dikokohkan dengan ahd (janji) dan aqd (komitmen) yang dilakukan bersama-sama dan berulang-ulang dalam bentuk ahd al intimai al islami dan ahd al intimai al jamai yang dilaksanakan dengan beragam wazhifah, posisi dan penugasan.
Harus kita sadari pula betapa amanah itu akan dipertangungjawabkan, “Sesungguhnya setiap janji akan dimintai pertanggungjawaban”. Karena itu tepatilah janji. Apabila Allah menyebutkan ikatan pernikahan sebagai basis masyarakat islami dengan istilah mitsaqan ghalizhan, maka ahd untuk dakwah dan upaya menegakkan khilafah sudah tentu lebih berat lagi.

3. Teguh/Tsabat
Tsabat’ bermakna teguh pendirian dan tegar dalam menghadapi ujian serta mehnah di jalan kebenaran.
Ia merupakan benteng bagi seorang aktivis dakwah sehingga ia memiliki daya tahan dan pantang menyerah terhadap berbagai perkara yang merintanginya sehingga ia mendapatkan cita-citanya atau mati dalam keadaan mulia karena tetap konsisten di jalanNya.

Dalam ‘Majmu’atur Rasaail’, Imam Hasan Al Banna menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan ‘tsabat’ adalah orang yang sentiasa bekerja dan berjuang di jalan dakwah yang amat panjang sehingga ia kembali kepada Allah swt dengan kemenangan, kemenangan di dunia ataupun mati syahid.

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah swt. maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah janjinya”. (QS Al Ahzab : 23)

4. Ikhlas
Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras (nampi beras) dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa.

Karena itu, bagi seorang dai makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, sebutan, kemajuan atau kemunduran. Dengan demikian si dai menjadi tentara fikrah dan akidah, bukan tentara dunia dan kepentingan. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku.” Dai yang berkarakter seperti itulah yang punya semboyan ‘Allahu Ghayaatunaa‘, Allah tujuan kami, dalam segala aktivitas mengisi hidupnya.

5. Bangkit
Kekalahan Rasulullah SAW di Perang Uhud, yang mengakibatkan para sahabat pada saat itu banyak yang syahid, bahkan beliau sendiri terluka parah akibat ketidak konsistenan segelintir pasukan pemanah saat itu, tidak membuat Rasul dan para sahabat putus asa dan meratapi kekalahan tersebut, tetapi beliau kemudian bangkit, menjadikan ibroh bagi kejadian tersebut, kemudian kembali memenangkan berbagai pertempuran hingga Islam mencapai puncak kejayaannya pada saat itu. Saudaraku, energi bangkit kembali dari keterpurukan adalah energi yang harus dimiliki setiap da'I, demi sebuah kejayaan, demi sebuah kemenangan dakwah, menuju tatanan dunia baru .. ustadziatul 'alam.

6. Adil
Mengapa Islam menganggap sikap adil itu penting? Salah satu tujuan utama Islam adalah membentuk masyarakat yang menyelamatkan; yang membawah rahmat pada seluruh alam –rahmatan lil alamin (QS Al Anbiya’ 21:107). Ayat ini memiliki sejumlah konsekuensi bagi seorang muslim:

Pertama, seorang muslim harus bersikap adil dan jujur pada diri sendiri, kerabat dekat , kaya dan miskin. Hal ini terutama terkait dengan masalah hukum (QS An Nisa’ 4:135).

Penilaian, kesaksian dan keputusan hukum hendaknya berdasar pada kebenaran walaupun kepada diri sendiri, saat di mana berperilaku adil terasa berat dan sulit.

Kedua, keadilan adalah milik seluruh umat manusia tanpa memandang suku, agama, status jabatan ataupun strata sosial. Oleh karena itu, seorang muslim wajib menegakkan keadilan hukum dalam posisi apapun dia berada; baik sebagai hakim, jaksa, polisi maupun saksi.

Ketiga, di bidang yang selain persoalan hukum, keadilan bermakna bahwa seorang muslim harus dapat membuat penilaian obyektif dan kritis kepada siapapun. Mengakui adanya kebenaran, kebaikan dan hal-hal positif yang dimiliki kalangan lain yang berbeda agama, suku dan bangsa dan dengan lapang dada membuka diri untuk belajar (QS Yusuf 16:109) serta dengan bijaksana memandang kelemahan dan sisi-sisi negatif mereka. Pada saat yang sama, seorang muslim dengan tanpa ragu mengkritisi tradisi atau perilaku negatif yang dilakukan umat Islam.

Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa seorang individu muslim yang berperilaku adil akan memiliki citra dan reputasi yang baik serta integritas yang tinggi di hadapan manusia dan Tuhan-nya. Karena, sifat dan perilaku adil merupakan salah satu perintah Allah (Qs Asy Syuro 42:15) dan secara explisit mendapat pujian (QS Al A’raf 7:159).

Perilaku adil, sebagaimana disinggung di muka, merupakan salah satu tiket untuk mendapat kepercayaan orang; untuk mendapatkan reputasi yang baik. Karena dengan reputasi yang baik itulah kita akan memiliki otoritas untuk berbagi dan menyampaikan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dengan orang lain (QS Ali Imran 3:104). Tanpa itu, kebaikan apapun yang kita bagi dan sampaikan hanya akan masuk ke telinga kiri dan keluar melalui telinga kanan. Karena, perilaku adil itu identik dengan konsistensi antara perilaku dan perkataan (QS As Saff 61:3).

7. Handal
Bagaimana handalnya Rasulullah sebagai sosok visioner, fikrohnya jauh ke depan dengan himmah yang tinggi. Handalnya beliau sebagai sosok pemimpin yang mampu mengelola berbagai potensi, handalnya beliau sebagai kepala keluarga yang lembut sekaligus tegas memperlihatkan energi yang kuat untuk membawa Al-Islam mampu mengekspansi beberapa negara dengan serangkaian pengaruhnya.

Ikhwatifillah, Da'i adalah asset terbesar dari dakwah itu sendiri. Pasukan/Katibah dakwah harus terdiri da'I-da'I yang kompeten dan bersinergi untuk mengelola berbagai energi tadi sehingga membentuk kekuatan besar dan berpengaruh.

Akhirnya kami sampaikan selamat berproduktifitas kapada para da'I ilallah, raih kemenangan dakwah, Jadilah pioner manusia yang berguna bagi keluarga, agama, nusa bangsa dan bahkan untuk kemajuan se dunia. Allahuakbar !!