DEFINISI
I’TIKAF
Menurut
bahasa I’tikaf berarti tinggal dan berdiam diri disuatu tempat.
Sedangkan menurut
istilah Syara’ I’tikaf adalah : tinggal
didalam masjid dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT disertai
dengan niat dan cara yang telah ditentukan oleh Rasulullah SAW.
DALIL DISYARIATKANNYA
Dalil
disyariatkannya I’tikaf ialah firman Allah SWT (QS Al Baqarah : 125 )
“ Dan telah kami perintahkan kepada Ibrahim
dan Ismail : “ Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang
I’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud.”
Adapun dalil dari Assunah, diantaranya adalah hadits
Aisyah RA :
“ Dari Aisyah RA, ia berkata : Rasulullah SAW,
melakukan I’tikaf pada sepuluh malam yang terakhir di bulan Ramadlan, sampai
saat ia dipanggil Allah SAW.”
HIKMAH DISYARIATKANNYA.
Diantara
hikmah disyariatkannya I’tikaf adalah sebagai berikut :
1.
Mengosongkan hati dari
segala urusan duniawi dan menggantikannya dengan kesibukan ibadah dan berdzikir
kepada Allah dengan sepenuh hati.
2.
Berserah diri kepada
Allah SWT dengan menyerahkan segala urusannya kepadaNya dengan bersimpuh
dihadapan pintu anugerah dan rahmatnya.
3.
Memohon perlindungan
kepada Allah SWT yang maha kuasa dan maha tinggi, untuk selalu dilindungi dari
gemerlapan dunia dan senantiasa mendapatkan hidayah dan inayahNya dalam
mengarungi gelombang samudera dunia.
SYARAT-SYARAT I’TIKAF
Diantara
syarat sah dari pelaksanaan I’tikaf adalah sebagai berikut :
a. Orang yang beri’tikaf harus muslim, karena
Allah SWt tidak akan menerima ibadah yang dilakukan oleh orang yang tidak
Islam.
b. Orang yang beri’tikaf hendaklah suci dari
badan, pakaian, tidak dalam kondisi junub, haidh dan nifas.
c.
Orang yang beri’tikaf haruslah
orang yang sudah mumayyiz ( yang dapat membedakan antara yang benar dan yang
salah ) atau ia sudah baligh.
d. Orang yang beri’tikaf haruslah memiliki niat
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, tidak karena urusan dunia atau yang
lainnya. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al Bayyinah ayat 5 ;
“Dan tidaklah diperintahkan kalian semua
untuk ibadah kepada Allah kecuali dengan niat ikhlas.”
e. I’tikaf haruslah dilakukan di masjid. Hal ini
berdasarkan firman Allah SWT ( QS : Al Baqarah ; 187 )
“Dan janganlah kalian menggauli mereka ( wanita )
sedang kalian dalam keaadan I’tikaf “
Ulama berbeda pendapat tentang masjid yang
dibolehkan didalamnya untuk melaksanakan I’tikaf. Berikut penjelasannya :
Menurut pendapat Imam Hanafi dan Ahmad, masjid
yang dibolehkan didalamnya untuk melaksanakan I’tikaf adalah yang didirikan
didalamnya shalat berjamaah. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang
artinya : “ Setiap masjid yang memilki
imam dan muadzin maka sah dan boleh dilakukan I’tilaf didalamnya.” HR
Daruquthni .
Persyaratan
ini, yang di maksud bila ynag melakukan I’tikaf itu laki-laki.
Adapun untuk
wanita, maka boleh saja ia beri’tikaf dirumah dalam mushalla yang sengaja
dibuat untuk shalat. Bahkan dalam madzhab ini , wanita yang beri’tikaf di
masjid yang biasa untuk berjamaah sebagaimana termaksud diatas, hukumnya
makruh. Begitu pula tidak sah bila ia beri’tikaf pada selain tempat yang biasa
dia gunakan untuk shalat setiap hari.
Menurut pendapat Imam Malik dan Syafi’I dan Dawud
Addzahiri, boleh melakukan I’tikaf di setiap masjid, tidak diharuskan di
dalamnya didirikan shalat berjamaah, karena tidak nash atau dalil yang sharih (
langsung ) atau secara khusus tentang yang menyatakan tentang hal tersebut.
Akan tetapi lebih diutamakan I’tikaf dilakukan di masjid jami’ karena
Rasulullah SAW telah beri’tikaf di masjid jami’
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN I’TIKAF
Diantara
hal-hal yang dapat membuat rusaknya ibadah I’tikaf kita adalah sebagai berikut
:
1.
Bersetubuh ( Jima’) sekalipun
tidak ssmpai mengeluarkan mani. Karena Allah SWT telah berfirman ( QS : Al
Baqarah : 187 )
“Janganlah kamu mencampuri mereka (
istri-istrimu ) ketika kamu beri’tikaf dalam masjid.”
Namun demikian, menurut Madzhab Syafi’I, kalau
persetubuhan itu terjadi karena lupa, maka tidak membatalkan I’tikaf.
2.
Hal-hal yang mendorong
terjadinya persetubuhan. Seperti mencium dengan syahwat atau mencumbu dan sebagainya
bila menyebabkan keluar air mani. Tapi kalau tidak sampai demikian ,maka tidak
membatalkan I’tikaf.
3.
Pingsan dan gila, baik karena
mabuk atau lainnya.
4.
Keluarnya haidh dan nifas bagi
wanita.
5.
Murtad dari Islam. Berdasarakan
firman Allah SWT ( QS : Az Zumar )
“Jika kalian syirik kepada Allah, maka
terhapuslah amal kalian”
6.
Keluar dari masjid ,yang tidak
ada kepentingan atau keperluan yang
syar’i. Karena diantara syarat sahnya I’tikaf adalah harus di masjid.
HAL-HAL YANG BOLEH DILAKUKAN KETIKA BERI’TIKAF
Ada
beberapa hal yang di mana mu’takif (orang yang I’tikaf) boleh melakukannya
tanpa mempengaruhi hukum I’tikaf atau membatalkannya. Hal ini adalah sebagai
berikut;
q Keluar dari masjid untuk mengantarkan keluarganya. Hal ini
berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh shofiyah bahwa
Rasulullah SAW pernah mengantarkannya ketika dia menjenguk atau
menengoknya dimalam hari. Dan pada saat
itu shofiyah berada atau tinggal di rumah Usamah bin zaid.
q Menyisir rambut, mencukur rambut, memotong kuku, dan membersihkan
badan dari kotoran yang melekat di badannya. Hal ini berdasarkan hadits
Rasulullah Saw. Berkata Aisyah Ra bahwasanya Rasulullah SAW menyuruh saya untuk
menyisirkan rambutnya dengan mengeluarkan kepalanya ke jendela kamar, serta saya
membersihkannya. HR. Bukhori Muslim.
q Keluar dari dari masjid karena da keperluan atau kebutuhan. Hal ini
berdasarkan hadits Aisyah RA. Bahwasannya Rasulullah Saw tidak masuk kerumahnya
kecuali ada keperluan atau kebutuhan yang sangat penting. ( HR Bukhori Muslim )
q Makan dan minum di dalam masjid serta tidur didalamnya, dengan
menjaga kebersihan dan kesucian masjid.
0 komentar:
Posting Komentar