Sebaik-baik
manusia adalah, yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok lebih
baik dari hari ini
Hitung-hitunglah
diri kalian, sebelum kalian dihitung (Umar bin Khottob)
Siapa saja
yang mengerjakan kebaikan (amal shaleh) baik lelaki maupun wanita, dan ia
beriman, maka baginya kehidupan yang lebih baik. (QS:16:97)
Dan
berjihadlah kalian dengan harta dan jiwa kalian..
Dan
persiapkanlah oleh kalian segala kekuatan….(Al Qur’an 8:60)
Siapa saja
yang berbuat (to create process and product) kebajikan maka baginya pahala dan
pahala orang yang mengikutinya (memanfaatkannya) ……….
“Allah
mencintai orang yang selalu bekerja dan berusaha “
“Tidak
seorangpun yang akan memperoleh kehidupan yang lebih baik daripada orang yang
memperoleh penghasilan dengan tangnnya sendiri. Nabi Daudpun memperoleh nafkah
penghidupan dari tangannya sendiri”.
Barang
siapa yang memudahkan urusan seorang muslimin, Allah akan memudahkan urusannya
di hari kiamat.
Orang yang cerdas ialah yang
menghisab dirinya dan berbuat untuk kepentingan sesudah mati. Sedangkan orang
yang lemah adalah yang membiarkan dirinya
mengikuti hawa nafsunya
(Hadis)
Setiap
manusia hendaknya selalu memperhatikan tentang apa, siapa, ke arah mana dan bagaimana dirinya dalam pentas kehidupan
ini. Dengan mengetahui semua hakikat
jawaban itu niscaya ia akan mendapatkan setengah dari makna kehidupan itu
sendiri. Dan tatkala ia telah menemukan siapa dirinya, maka yang muncul ke
permukaan kesadaran adalah kerapuhan dan kelemahan dirinya di hadapan bentangan
alam kehidupan yang bermula dari dunia sampai tak berujung di negeri akhirat
nanti. Dengan demikian, manusia sejati adalah manusia yang selalu menyadari
kelemahan dan kerapuhan dirinya sehingga ia selalu berusaha terus menerus
memperbaiki diri, sampai ia datang ke hadapan Penguasa kehidupan ini dengan
penuh ketenangan:
Wahai jiwa yang tenang, kembalilah ke haribaan robbmu dengan
keridlaan….. (QS 89:27-30)
Sesungguhnya inti perbaikan diri adalah pembersihan jiwa
(tazkiyatunnafs), yang apabila sang jiwa sudah bersih maka unsur
pembentuk diri yang lainpun akan ikut terkoreksi.
“Sesungguhnya beruntunglah
orang yang mensucikan jiwanya, dan sesungguhnya merugilah orang yang
mencemarkannya” (QS AsSyams: 9-10)
Dan proses mensucikan jiwa harus
menyeluruh, dalam arti, bahwa pembersihan jiwa merupakan perbaikan seluruh
dimensi kepribadian yang membentuk diri kita sebagai orang yang beriman dan
bertaqwa.
Perbaikan diri
hendaknya mengarah kepada kesuksesan dan kejayaan hidup sesuai dengan perspektif Al Qur’an. Bila kita rujuk surah Al Hajj: 77,
maka Allah memberikan gambaran bahwa kesuksesan itu dapat diraih melalui dua
pilar kegiatan:
a.
Meningkatkan hubungan dengan Allah SWT melalui
serangkaian ibadah yang berkualitas
b.
Meningkatkan kinerja ‘amal khoir, yang berorientasi
pada kemaslahatan hidup dan kehidupan ummat.
Sesungguhnya,
dengan mengacu kepada kedua pilar itu arah kejayaan hidup menjadi sangat terang
dan jelas, dan langkah-langkah perbaikan diri dapat dikembangkan berdasarkan
kedua pilar tersebut dalam rangka mempersiapkan diri meraih kesuksesan dan
kejayaan. Langkah-langkah perbaikan diri tersebut meliputi:
1. Perbaikan Ruhiyah. Perbaikan aspek ini penting dilakukan untuk meningkatkan pengendalian diri (nafsu) menghadapi segala rangsangan kehidupan dunia yang menggiurkan maupun ancaman kehidupan yang mengguncangkan. Inti perbaikan ruhiyah adalah meningkatnya hubungan dengan Allah SWT melalui serangkaian kegiatan hati, lisan dan amal perbuatan. Dengan meningkatknya hubungan dengan Allah SWT, maka akan didapatkan banyak hal positif:
- Kemudahan
mendapat ilmu (QS 2:282)
- Kemudahan
menganalisis segala fenomena kehidupan (QS 8:29)
- Kemudahan
menemukan pemecahan masalah (QS 65:4)
- Kemudahan
mendapatkan jalan keluar (QS 65:2)
- Kemudahan
mendapatkan fasilitas kehidupan (QS
65:3)
- Keberkahan
hidup (QS 7:172)
- Ketenteraman
hati. (QS 13:
Sebaliknya,
kerenggangan hubungan dengan Allah SWT akan mendapatkan kehidupan yang sempit (ma’isyatan
dhonka) (QS: ). Oleh karena itu hal yang segera
harus ditegakkan dalam membina hubungan dengan Allah SWT adalah peningkatan
kualitas kewajiban fardhu dan memperkayanya dengan amal nawafil.
Bila hambaku mendekati aku dengan sejengkal maka aku mendekat kepadanya sehasta, dan jika mendekat kepadaKu sehasta Aku mendekat kepadanya sedepa, dan jika datang kepadaKu berjalan, Aku datang kepadanya berjalan cepat (Hadis qudsi)
Perbaikan ruhiyah dalam perspektif
tazkiyatunnafs Imam Ghazali mengikuti urut-urutan sebagai berikut:
Muroqobah :
jiwa yang selalu merasa diawasi oleh Allah SWT sehingga ia selalu takut
berbuat segala sesuatu yang menimbulkan
kemarahanNya.
Muhasabah : jiwa yang selalu
memperhitungkan dan mempertimbangkan segala
amalannya dalam perspektif kehidupan akhirat
Mu’aqobah : jiwa yang selalu
menghukum dirinya apabila terlanjur khilaf berbuat
Maksiyat (salah).
Mujahadah : jiwa yang selalu sungguh-sungguh dalam
beramal ibadah
2. Perbaikan Tsaqofiyah
Peningkatan
kualitas diri seseorang sejajar dengan keluasan wawasan dan kedalaman ilmu
pengetahuan yang dikuasainya. Rasulullah SAW mewajibkan kaum muslimin untuk
menuntut ilmu sepanjang hayat. Belajar tiada henti.
Tuntutlah
ilmu, dari ayunan hingga liang lahat
Allah
SWT mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan di
antara kalian (QS )
Samakah
orang-orang yang berpengetahuan dan mereka yang tidak berpengetahuan ??
(QS )
Sebaiknya setiap kita meningkatkan pengetahuan dasar tentang
- Fiqhul
ibadah, dengan memperbandingkan berbagai pendapat mazhab
- Manhaj
ikhwan melalui serangkaian referensi utama dan penunjang
- Pandangan
Islam terhadap Ekonomi, Politik, Sosial, Psikologi, Seni Budaya, Hukum dan
Keluarga.
- Perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kontemporer
- Perkembangan
social, budaya, hukum dan politik kontemporer
Di sisi
lain, setiap al akh hendaknya menguasai secara baik satu bidang ilmu
yang menjadi core competencenya, sehingga orang dapat merujuk kepadanya
mengenai permasalahan yang menjadi kompetensinya.
3.
Perbaikan Fisikal
Sesungguhnya
Allah lebih menyukai orang mu’min yang kuat ketimbang orang mu’min yang lemah. (Hadis)
Tentu saja perbaikan diri juga
menyentuh aspek fisikal, karena tubuh yang kuat dan sehat merupakan modal utama
untuk berbuat banyak hal yang bermanfaat. Tubuh yang kuat merupakan salah satu
karakteristik utama dalam kepemimpinan (leadership). Allah SWT
menyebutkan hal tersebut dengan istilah:
--- qowwiyul amien (kuat
dan terpercaya) (QS 28:26)
--- bashthotan minal ‘ilmi
wal jism (mumpuni dalam ilmu dan
jasad)…………Tholut
Dan Imam Syahid Hasan Al
Banna mewasiatkan kepada para kader ikhwan agar selalu menjaga kesehatan tubuh
dengan melakukan pemeriksaan kesehatan (medical
check up) paling tidak setiap 6 bulan sekali dan menganjurkan untuk tidak
mengkonsumsi minuman yang cenderung melemahkan tubuh. Dengan tubuh yang sehat dan bugar maka
kualitas amal ibadah dan amal khidmah kita akan semakin meningkat kualitas
maupun kuantitasnya.
4.
Perbaikan Sikap dan
Keterampilan Produksi
Perbaikan diri yang tidak
kalah pentingnya adalah yang terkait dengan sikap dan keterampilan dalam
bekerja, karena dengan bekerjalah Allah akan memberikan balasannya (Jazaa’an
bima kanuu ya’malun) .
Bekerja
dalam konteks amal sholeh harus memperhatikan efisiensi dan efektifitas yang
pada gilirannya akan melahirkan produktivitas. Untuk dapat bekerja secara
produktif diperlukan sikap mental produktif.
Allah suka
apabila kalian bekerja, maka ia bekerja dengan rapih..
Allah
menetapkan kepada kalian agar bekerja dengan ihsan…(Al Hadits)
Seseorang
tidak mendapatkan sesuatu kecuali apa yang telah diusahakannya (53:39)
Bagi
seorang laki-laki ada manfaat dari apa yang ia usahakan, dan bagi wanita ada
bagian dari apa yang mereka usahakan (4:32)
Ada
jaminan bagian untuk orang yang berusaha
dan
bekerja keras (41:10)
Allah
sekali-kali tidak akan mengubah nasib suatu bangsa, sehingga bangsa itu
mengubahnya sendiri (13:11)
Sesungguhnya
sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan (94:6)
Kami
telah menciptakan manusia dan menguatkan persendian mereka 76:28
Dan
adapun orang-orang yang berat timbangan(kebajikan)nya maka ia berada dalam
kehidupan yang memuaskan (101:6-7)
Gambaran Alqur’an
tentang sikap produktif dalam bekerja diperjelas dengan kisah-kisah para nabi
yang bekerja sesuai dengan kemampuannya, namun mencerminkan sikap mental dan
perilaku yang sangat produktif. Lihat kisah:
-
Nabi Musa bekerja kepada nabi Syu’aib (28:27)
-
Nabi Khaidir menegakkan rumah yang roboh (18:77)
-
Nabi Daud membuat baju besi (34:10-11)
-
Nabi Nuh membuat bahtera (11:37-38)
-
Nabi Dzulqarnain membuat dinding besi (18:95-96)
Seorang pakar sdm
menyebutkan bahwa ciri-ciri individu yang produktif adalah:
·
Secara
konstan selalu mencari gagasan-gagasan yang lebih baik dan cara penyelesaian
tugas yang lebih baik lagi
·
Selalu
memberi saran-saran untuk perbaikan secara sukarela
·
Menggunakan
waktu secara efektif dan efisien
·
Selalu
melakukan perencanaan dan menyertakan jadwal waktu
·
Bersikap
positif terhadap pekerjaannya
·
Dapat
berlaku sebagai anggota kelompok yang baik sebagaimana menjadi seorang pemimpin
yang baik
·
Dapat
memotivasi dirinya sendiri melalui dorongan dari dalam
·
Memahami
pekerjaan orang lain yang lebih baik
·
Mau
mendengar ide-ide orang lain yang lebih baik
·
Hubungan
antar pribadi dengan semua tingkatan dalam organisasi berlangsung dengan baik
·
Sangat
menyadari dan memperhatikan masalah pemborosan dan biaya-biaya;
·
Mempunyai
tingkat kehadiran yang baik (tidak banyak absen dalam pekerjaannya)
·
Seringkali
melampau standar yang telah ditetapkan
·
Selalu
mempelajari sesuatu yang baru dengan cepat
·
Bukan
merupakan tipe orang yang selalu mengeluh dalam bekerja.
5.
Perbaikan Hubungan
Sosial (Ittishol Ijtima’iyah)
Perbaikan diri seorang da’i akhirnya bermuara pada hubungannya dengan komunitas masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya. Pentingnya menjaga hubungan dengan masyarakat sekitar mendapat perhatian yang tinggi dalam Islam, terlihat dari bagaimana Allah SWT dan RasuluLlah SAW memandang masalah ini dalam konteks hubungan dengan tetangga sebagai komunitas masyarakat yang paling dekat jarak dan interaksinya dengan kita.
“…Dan
berbuat baiklah terhadap tetangga yang (menjadi) kerabatmu.”
(QS An Nisa:36)
Ibnu Umar dan Aisyah ra
berkata keduanya: “ Jibril selalu menasihatiku untuk
berlaku dermawan terhadap
para tetangga, hingga rasanya aku ingin memasukkan tetangga-tetangga tersebut
ke dalam kelompok ahli waris seorang muslim”.
(HR
Bukhori Muslim)
Abu
Dzarr ra berkata: Bersabda RasuluLLah SAW: “Hai Abu Dzarr jika engkau
memasak
sayur, maka perbanyaklah kuahnya, dan perhatikan tetanggamu
(HR
Muslim)
Abu
Hurairah berkata: Bersabda Nabi SAW, “Demi Allah tidak beriman, demi
Allah
tidak beriman, demi Allah tidak beriman. Ditanya: Siapa ya RasuluLlah ?
Jawab
Nabi: “Ialah orang yang tidak aman tetangganya dari gangguannya”
(HR Bukhori,
Muslim)
Abu
Hurairah berkata: Bersabda Nabi SAW “Siapa yang beriman kepada Allah
dan
hari Akhir hendaklah tidak mengganggu tetangganya. (HR Bukhori, Muslim).
“Orang
yang tidur dalam keadaan kenyang sedangkan tetangganya lapar
bukanlah
ummatku.” (HR….)
0 komentar:
Posting Komentar