“Dan jadikanlah shabar
dan shalat sebagai penolongmu, dan yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi
orang-orang yang khusyu’.” (Surat Al Baqarah: 45)
Seorang mukmin yang tengah mengalami penurunan iman,
ia merasakan shalat sebagai kewajiban yang berat, karena ia terikat oleh waktu,
dan sekian banyak persyaratan. Lain halnya ketika seorang mukmin yang telah
merasakan manisnya iman di dalam hati, maka ia merasakan shalat adalah
kebutuhan diri yang menghidupi hati dan menyejukkkannya.
Rasulullah saw. pernah menyampaikan kesannya yang
dalam dari shalatnya:
وجعلت قرة عيني في
الصلاة.
“Dan
dijadikan kesejukan pandanganku dalam shalatku.”
Dan beliau perintahkan
Bilal Bin Rabah: “Kumandangkan iqamah, untuk shalat, agar kita bisa refreshing
dengan shalat itu.”
Untuk mencapai khusyu’ dalam shalat, kita perlu waktu
untuk membiasakan shalat dengan penuh dzikrullah.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Ibnu ‘Abbas ra.
berkata: “Sesungguhnya Allah telah nenberi tenggang waktu bagi hati orang yang
beriman, dan baru mengur mereka pada awal tahun ketuga belas dari turunnya Al
Qur’an, maka turunlah ayat ini:
[ ألم يأن للذين آمنوا أن تخشع قلوبهم
لذكر الله وما نزل من الحق ولا يكونوا كالذين أوتوا الكتاب من قبل فطال عليهم
الأمد فقست قلوبهم وكثير منهم فاسقون ]
“Belumkah datang waktunya
bagi orang-orang yang beriman untuk khusyu’ (tunduk) hati mereka karena
mengingat Allah dan tunduk hati mereka
kepada kebenaran yang turun kepada mereka?” (QS Al-Hadiid/57:16).
Urgensi Khusyu’ dalam
Shalat
1. Khusyu’ dalam shalat
adalah sebuah ketundukan hati dalam dzikir dan konsentrasi hati untuk taat,
maka ia menentukan nata’ij (hasil-hasil) di luar shalat. Olerh karena itulah
Allah memberi jaminan kebahagiaan bagi mu’min yang khusyu’ dalam shalatnya.
[ قد أفلح المؤمنون. الذين هم في صلاتهم
خاشعون ].
“Sungguh beruntung
orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang dalam shalatnya selalu
khusyu’” QS Al-Mu’minun/23:1-3).
Begitu juga
iqamatush-shalah yang sebenarnya akan menjadi kendali diri sehingga jauh dari
tindakan keji dan munkar. Allah berfirman:
[ وأقم الصلاة إن الصلاة تنهى عن الفحشاء
والمنكر ]
“Dan tegakkanlah shalat,
sesungguhnya shalat itu mencegah tindakan keji dan munkar” (QS
Al-Ankabut/29:45).
Sebaliknya, orang yang
melaksanakan shalat sekedar untuk menanggalkan kewajiban dari dirinya dan tidak
memperhatikan kualitas shalatnya, apalagi waktunya, maka Allah dan Rasul-Nya
mengecam pelaksanaan shalat yang semacam itu. Allah berfirman,
“Maka celakalah
orang-orang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya” (QS Al-Maun)
“Dan apabila mereka
berdiri untuk shalat mereka berdiri malas-malasan, mereka memamerkan ibadahnya
kepada banyak orang dan tidak mengingat Allah kecuali sangat sedikit”
(An-Nisa’/4:142).
Rasulullah saw. bersabda,
“Itulah shalat orang munafiq, ia duduk-duduk menunggu matahari sampai ketika
berada di antara dua tanduk syaithan, ia berdiri kemudian mematok empat kali,
ia tidak mengingat Allah kecuali sedikit” (HR Al-Jama’ah, kecuali Imam
Bukhari).
2. Hilangnya kekhusyu’an
dalam shalat adalah musibah (bencana) besar bagi seorang mu’min. Ini bisa
memberi pengaruh buruk terhadap pelaksanaan agamanya, karena shalat adalah
tiang penyangga tegaknya agama. Maka Rasulullah saw. berlindung kepada Allah,
“Ya, Allah aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang
tidak khusyu’, jiwa yang tidak puas, mata yang tidak menangis, dan do’a yang
tidak diijabahi”
3. Khusyu’ adalah puncak
mujahadah dalam beribadah, hanya dimiliki oleh mu’min yang selalu
bersungguh-sungguh dalam muraqabatullah. Khusyu’ bersumber dari dalam hati yang
memiliki iman kuat dan sehat. Maka khusyu’ tidak dapat dibuat-buat atau
direkayasa oleh orang yang imannya lemah. Pernah ada seorang laki-laki
berpura-pura shalat dengan khusyu’ di hadapan Nabi saw., maka beliau
menegurnya, “Wahai fulan, tidaklah khusyu’ itu seperti ini, sesungguhnya
khusyu’ itu di sini -beliau menunjuk ke dadanya.”
Kiat-kiat Khusyu’ dalam
Shalat
a. Mempersiapkan kondisi
bathin
1. Menghadirkan hati
dalam shalat sejak mulai hingga akhir shalat.
2. Berusaha tafahhum
(memahami) dan tadabbur (menghayati) ayat dan do’a yang dibacanya sehingga
timbul respon poaitif secara langsung.
- Ayat yang mengandung
perintah: ber tekad untuk melaksanakan.
- Ayat yang mengandung
larangan: bertekad untuk menjauhi.
- Ayat yang mengandung
ancaman: muncul rasa tajut dan berlindung kepada Allah.
- Ayat yang mengandung
kabar gembira: muncul harapan dan memohon kepada Allah.
- Ayat yang mengandung
pertanyaan: memberi jawaban yang tepat.
- Ayat yang mengandung
nasihat: mengambil pelajaran.
- Ayat yang menjelaskan
nikmat: bersyukur dan bertahmid
- Ayat yang menjelaskan
peristiwa bersejarah: mengambil ibrah (analisa)nya
3. Selalu mengingat Allah
dan betapa minim kadar syukur kita.
4. Merasakan haibah
(keagungan) di hadapan/dekat kepada Allah, terutama ssat sujud.
5. Menggabungkan rasa
raja’ (harap) dan khauf (takut) dalam kehidupan sehari-hari.
6. Merasakan haya’ (malu)
kepada Allah dengan sebenar-benar haya’.
Rasulullah bersabda,
“Rasa malu tidak akan
mendatangkan selain kebaikan” (Muttafaq ‘alaih).
Dan para ulama berkata,
“Hakikat haya’ adalah satu akhlak yang bangkit untuk meninggalkan tindakan yang
buruk dan mencegah munculnya taqshir (penyia-nyiaan) hak orang lain dan hak
Allah”.
B. Mempersiapkan kondisi
lahiriyah:
1. Menjauhi yanbg
haram/maksiyat dan banyak bertaubah kepada Allah.
2. Memperhatikan
waktu-waktu shalat.
3. Berwudlu’ sebelum
datangnya waktu shalat.
4. Berjalan ke masjid
dengan tenang sambil membaca do’a dan dzikirnya.
5. Menempatkan diri pada
shaf depan.
6. Melakukan shalat
sunnah sebelum shalat wajib sebagai pemanasan.
7. Shalat dengan menjaga
sunnahnya dan menghindari makruhnya.
0 komentar:
Posting Komentar