Penjagaan atas kebiasaan yang baik merupakan sebuah proses pembentukan
karakter baik pada diri seseorang, karena—menurut Ibnul Qayyim—pembiasaan
merupakan proses sebelum terbentuknya karakter. Sehingga kebaikan itu bukan
hanya perilaku sesaat tetapi sudah menjadi diri seseorang. Karakter berinfaq
diberikan oleh Allah kepada orang yang bertaqwa seperti yang terdapat di dalam surat Ali Imran ayat 134,
karena orang yang bertaqwa berinfaqnya tidak hanya di saat leluasa dan atau
senang tetapi juga di saat sempit dan tidak menyenangkan.
Selain itu, kebiasaan baik harus diri sendiri yang mengupayakan
karena tidak ada jaminan Allah kepada hamba-Nya, bahkan Allah akan mengubah
diri seseorang seiring dengan hamba-Nya sendiri yang mengubahnya, sebagaimana
firman-Nya:
cÎ) ©!$# w çÉitóã $tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçÉitóã $tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 !#sÎ)ur y#ur& ª!$# 5Qöqs)Î/ #[äþqß xsù ¨ttB ¼çms9 4 $tBur Oßgs9 `ÏiB ¾ÏmÏRrß `ÏB @A#ur
"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Arra'du: 11).
Belum lagi kalau melihat faktor internal manusia yang memungkinkan
untuk tidak berkebiasaan baik lagi, mengingat manusia memiliki potensi berlaku fujur
dan taqwa sebagaimana yang disebutkan Allah di surat as-Syams. Selain itu, manusia memiliki
tabiat yang berpeluang berbuat salah sebagaimana hadits Nabi: “Setiap anak cucu
Adam memungkinkan berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah
adalah yang bertaubat”. Dan berikutnya iman manusia yang bersifat naik dan
turun.
Faktor internal itu ditambah oleh faktor eksternal dari manusia yaitu
iblis dan anak buahnya yang siap untuk menggoda manusia agar tidak bisa berbuat
baik atau—bila telah berbuat baik—manusia tidak dapat membiasakannya. Tekadnya
Iblis dan anak buahnya ini diabadikan dalam al-Quran.
Faktor eksternal yang lain adalah
teman. Seperti yang diungkapkan oleh Rasulullah saw bahwa teman itu berpengaruh
kepada perkembangan temannya yang diibaratkan seperti berada pada penjual
minyak atau tukang pande besi. Kalau berada di dekat tukang minyak maka akan
tertular wanginya. Kalau
berada di dekat tukang pande besi maka akan tertular bau pembakarannya. Dan
ditambah pula dengan penjelasan Ali bin Abi Thalib bahwa agama diri seseorang tergantung
agama temannya.
Jadi melihat penjelasan di atas sangat
mungkin bagi manusia untuk tidak lagi berbuat kebaikan setelah perbuatan baik
yang pertama. Allah memberikan perumpamaannya:
wur (#qçRqä3s? ÓÉL©9$%x. ôMÒs)tR $ygs9÷xî .`ÏB Ï÷èt/ >o§qè% $ZW»x6Rr& cräÏFs? óOä3uZ»yJ÷r& Kxyzy öNä3oY÷t/ br& cqä3s? îp¨Bé& }Ïd 4n1ör& ô`ÏB >p¨Bé& 4 $yJ¯RÎ) ÞOà2qè=ö7t ª!$# ¾ÏmÎ/ 4 ¨ûsöÍhu;ãs9ur ö/ä3s9 tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# $tB óOçGYä. ÏmÏù tbqàÿÎ=tGørB
"Dan janganlah kamu seperti
seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat,
menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai
alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak
jumlahnya dari golongan yang lain[*]. Sesungguhnya Allah Hanya menguji kamu
dengan hal itu. dan Sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu
apa yang dahulu kamu perselisihkan itu." (An-Nahl: 92).
[*] Ankats kata jamak dari Naktsu yang artinya benang
yang terurai.
Perilaku tidak lagi berbuat kebaikan tidak
hanya menimpa orang awam, tetapi menimpa pula orang-orang yang memegang Kitab
Allah. Dengan gamblang Allah menyebutkannya dalam al-Quran:
* öNs9r& Èbù't tûïÏ%©#Ï9 (#þqãZtB#uä br& yìt±ørB öNåkæ5qè=è% Ìò2Ï%Î! «!$# $tBur tAttR z`ÏB Èd,ptø:$# wur (#qçRqä3t tûïÏ%©!$%x. (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB ã@ö6s% tA$sÜsù ãNÍkön=tã ßtBF{$# ôM|¡s)sù öNåkæ5qè=è% ( ×ÏWx.ur öNåk÷]ÏiB cqà)Å¡»sù
"Belumkah datang waktunya bagi
orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada
kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti
orang-orang yang sebelumnya Telah diturunkan Al Kitab kepadanya, Kemudian
berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan
kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik." (Al-Hadid: 16).
Contoh yang dikemukakan oleh Rasulullah
saw sekaligus larangan, sungguh sangat operasional, yang bersumber Abdullah bin
Amr bin Ash ra dari yaitu:
قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم: يَا عَبْدَ اللَّهِ لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ كَانَ يَقُوْمُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ رواه البخاري مسلم
"Rasulullah
berkata kepadaku,”Hai Fulan, jangan sampai kamu seperti si Fulan. Dulu ia
shalat malam kemudian ia tinggalkan shalat malam itu."[HR. Bukhari Muslim]
Yang melaksanakan shalat malam tentu orang
yang baik dan melakukan kebaikan, tetapi karena sebab tertentu, dia tidak lagi
melakukan kebaikan tersebut.
Hal ini terjadi karena kurang bahkan tidak
ada penjagaan dan pemeliharaan atas kebaikan yang pernah dilakukan, sebagaimana
yang dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya:
$yJsù $ydöqtãu ¨,ym $ygÏFt$tãÍ
"Lalu mereka tidak
memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya." (Al-Hadid: 27).
Cara-cara yang bisa ditempuh dalam memelihara
atau menjaga kebiasaan baik adalah sebagai berikut:
1.
Selalu melakukan muhasabah
Kebiasaan
memantau keadaan hati dapat mengantisipasi kesalahan sedini mungkin, tanda-tanda tidak lagi melakukan kebaikan
dapat diketahui, yang kemudian dapat segera untuk mempertahankan kebaikan dan
membiasakannya. Perintah Allah untuk melakukan muhasabah adalah
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès?
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan. [al-Hujurat: 18]
2. Selalu mengingat keuntungan dari
pembiasaan perbuatan baik dan kerugian bila menghentikannya
Motivasi [iradah
qawiyyah] merupakan kekuatan yang akan mengajak dan membawa diri seseorang
untuk melakukan perbuatan yang diinginkan, yang disertai kesiapan untuk
menerima konsekuensinya. Motivasi inilah yang akan menjaga seseorang untuk
selalu menjaga pembiasaan perbuatan baik.
Motivasi akan muncul dan tumbuh secara
baik bila dapat mengingat keuntungan dari pembiasaan perbuatan baik dan
kerugian bila menghentikannya. Metode ini digunakan oleh Allah swt di dalam
al-Quran dengan mengulang-ulang tentang pahala syurga bagi orang yang berbuat
kebaikan dan menjaganya, serta azab dan neraka bagi orang yang melakukan
keburukan [yang di dalamnya termasuk menghentikan perbuatan baik] tanpa meminta
ampun dan taubat. Salah satu contohnya adalah:
¨bÎ) ©!$# ã@Åzôã tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏHxåur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ;M»¨Zy_ ÌøgrB `ÏB $pkÉJøtrB ã»pk÷XF{$# ( tûïÏ%©!$#ur (#rãxÿx. tbqãèFyJtFt tbqè=ä.ù'tur $yJx. ã@ä.ù's? ãN»yè÷RF{$# â$¨Y9$#ur Yq÷WtB öNçl°;
Sesungguhnya
Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh ke dalam jannah yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai. dan orang-orang kafir bersenang-senang (di
dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat
tinggal mereka. [QS. Muhammad: 12]
3.
Tekun dalam menjalankan kebaikan
Tekun
merupakan cara lain dalam menjaga kebiasaan baik. Karena tekun dapat membuat
orang sabar dan cermat dalam menjaga kebiasaan baik. Tekun akan membuat
seseorang tidak akan segera pindah dari satu proses pembiasaan pada kebaikan
tertentu kepada kebaikan yang lain sebelum kebaikan tertentu itu tercapai. Apalagi
kalau kita mengingat bahwa pada beberapa jenis kebaikan memiliki urutan dan
tingkatan, sehingga diperlukan sekali ketekunan dalam membiasakan kebaikan. Ingat!
berlubangnya batu [yang keras] oleh air [yang lunak] disebabkan oleh terus
menerusnya [tekun] air menetes di atas batu tersebut.
4.
Menghindarkan diri dari sikap berlebihan dalam kebaikan
Berlebihan
merupakan sesuatu yang harus dihindari dalam Islam dan kebalikannya
menganjurkan untuk bersikap iqtishad [seimbang] dan tawasuth
[pertengahan], tapi bukan menyepelekan. Gambaran tidak berlebihan dalam
kebaikan ada pada sikap Nabi Muhammad seperti yang diceritakan oleh Aisyah:
Rasulullah memiliki sepotong tikar dan
beliau menjadikannya seperti kamar pada waktu malam untuk shalat. Kemudian
banyak para sahabat yang mencoba mengikuti langkahnya itu. Mereka shalat malam
kemudian tetap melanjutkannya pada waktu siang. Maka ketika suatu malam mereka
berkumpul untuk mendirikan shalat, Rasulullah saw bersabda, ”Wahai manusia,
hendaklah kalian melaksanakan amal sesuai dengan apa yang kalian sanggupi.
Sesungguhnya Allah swt tidak akan jenuh kecuali engkau yang akan jenuh [bosan],
dan amal yang paling disukai Allah adalah yang dilaksanakan secara terus
menerus sekalipun amal itu sedikit. Dan keluarga Rasulullah saw., jika
mengerjakan suatu amal, akan dikerjakan secara terus menerus.” [HR. Muslim]
5.
Menghibur diri dengan hal-hal yang dibolehkan
Abi Rub’i Hanzhalah
bin Robii’ al-Asadi, salah seorang juru tulis Rasulullah saw., meriwayatkan
bahwasanya Abu Bakar r.a. menemuinya dan berkata, ”Bagaimana keadaanmu, wahai
Hanzhalah?” Dia menjawab, ”Aku telah berlaku nifaq.” Mendengar jawabannya itu
tentu saja Abu Bakar r.a. sangat terkejut lalu bertanya, ”Subhanallah, apa yang
terjadi dengan dirimu wahai sahabatku?” Hanzhalah menjawab, ”Ya, aku katakan
bahwa aku telah berlaku nifaq, karena tatkala aku tengah bersama Rasulullah,
aku merasakan seolah-olah surga dan neraka itu begitu dekatnya, seolah-olah
keduanya ada pada kedua kelopak mataku ini. Akan tetapi, wahai Abu Bakar, jika
aku tidak lagi bersama Rasulullah, hal semacam itu seolah-olah terlupakan.
Anak-anak, istri, dan sawah ladangku telah membuatku lupa kepada hal tersebut.”
Mendengar penjelasan Hanzhalah seperti itu, Abu Bakar r.a. berkata, ”Demi
Allah, wahai Hanzhalah, aku juga mengalami hal seperti itu.” Kemudian mereka
bersama-sama menemui Rasulullah dan menceritakan mengenai hal tersebut. Setelah
beliau mendengarnya, kemudian bersabda, ”Demi zat yang diriku ada di
tangan-Nya, sekiranya kalian terus menerus dalam keadaan sebagaimana ketika
kalian bersamaku dan selalu dalam keadaan berdzikir, niscaya malaikat akan
menyalamimu ketika engkau berada di kasur dan di jalanan. Akan tetapi, wahai
Hanzhalah, masing-masing ada saatnya.” [HR. Muslim]
6.
Senantiasa menjalin hubungan dengan orang soleh dan pejuang
Orang yang soleh
dan pejuang memiliki daya pengaruh yang positif terhadap orang yang berinteraksi
dengannya, seperti sabda Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah:
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِ النَّاسِ؟ قَالُوا: بَلَى يَا رَسُوْلُ اللهِ، قَالَ:
مَنْ تُذَكِّرُكُمْ رُؤْيَتُهُ بِاللهِ عَزَّوَجَلَّ (أخرجه ابن ماجة)
”Maukah
kalian ku kabari tentang orang yang paling baik?” Sahabat menjawab, ”Tentu ya
Rasulullah.” Beliau lalu berkata, ”Yaitu seorang yang jika engkau melihatnya ia
akan mengingatkan engkau akan Allah swt.”
Ingat akan Allah merupakan modal untuk
melakukan kebaikan, karena tidak ada orang melakukan keburukan saat dia ingat
Allah [QS. Ali Imran: 135]. Kalau sering bergaul dengan orang yang soleh
berarti akan sering ingat Allah, sering ingat Allah akan sering pula berbuat
kebaikan.
7. Selalu menghadiri majelis ilmu
dan mengkaji buku-buku yang membahas perjalanan hidup dan sejarah para sahabat
dan orang-orang salih lainnya
Orang berilmu
memiliki sikap dasar yaitu rasa takut kepada Allah swt, seperti firman-Nya:
ÆÏBur Ĩ$¨Z9$# Å_U!#ur¤$!$#ur ÉO»yè÷RF{$#ur ì#Î=tFøèC ¼çmçRºuqø9r& Ï9ºxx. 3 $yJ¯RÎ) Óy´øs ©!$# ô`ÏB ÍnÏ$t6Ïã (#às¯»yJn=ãèø9$# 3 cÎ) ©!$# îÍtã îqàÿxî
Dan
demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan
binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama
[hamba Allah yang memiliki ilmu]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun. [QS. Faathir: 28]
Rasa takut kepada Allah yang akan
menghalangi orang berilmu untuk berbuat kemaksiatan, yang kemudian dapat
menjaga kebiasaan baik yang telah dilakukannya.
---oo0oo---