“Sesungguhnya setiap umat yang ingin membina dan membangun
diri-nya, serta berjuang untuk mewujudkan cita-cita dan membela agamanya,
haruslah memiliki kekuatan jiwa yang dahsyat. Kekuatan jiwa itu terekspresikan
dalam beberapa hal sebagai berikut:
1.
Tekad yang membaja yang tak pernah melemah (al-iradah).
2.
Kesetiaan yang teguh dan tidak tersusupi oleh pengkhianatan (al-wafa`)
3.
Pengorbanan yang tidak terbatasi oleh keserakahan dan
kekikiran (al-tadhhiyah)
4.
Pengetahuan dan keyakinan serta penghormatan yang tinggi
terhadap ideologi yang diperjuangkan yang dapat menghindarkan:
a.
Kesalahan
b.
Penyimpangan
c.
Tawar-menawar dengan yang lain
d.
Tertipu oleh ideologi lain.
Hanya
di atas pilar-pilar dasar itulah —yang sepenuhnya merupakan kekhususan jiwa—
dan hanya di atas kekuatan spiritual yang dahsyat ini, sebuah ideologi akan
hidup, bangsa yang muda dan sedang bangkit akan terbina, dan sungai kehidupan
akan mengalir kembali dalam jiwa mereka setelah sekian lama mengalami
kekeringan.”
Setiap bangsa yang tidak memiliki keempat sifat tersebut
—atau minimal para pemimpinnya—, maka dapat dipastikan dia akan menjadi bangsa
yang rapuh dan miskin. Tidak akan ada kebaikan yang dapat ia raih atau harapan
yang dapat ia capai dengan kelemahannya itu. Selamanya ia akan hidup dalam
mimpi dan persangkaan-persangkaan yang hampa.
“Sesungguhnya
prasangka itu tidak berguna untuk mencapai kebenaran.”
Inilah hukum dan sunah Allah yang berlaku dalam kehidupan
makhluk-Nya. Dan tidak akan pernah ada perubahan dalam hukum dan sunah Allah
itu.
“Sesungguhnya
Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri.” (Ar-Ra’d: 11)
I/73-74