Setiap muslim yang telah
berikrar bahwa Allah Rabbnya, Islam agamanya dan Muhammad rasulnya, harus
senantiasa memahami arti ikrar ini dan mampu merealisasikan nilai-nilainya
dalam realitas kehidupannya. Setiap dimensi kehidupannya harus terwarnai dengan
nilai-nilai tersebut baik dalam kondisi aman maupun terancam. Namun dalam
realitas kehidupan dan fenomena umat, kita menyadari bahwa tidak setiap orang
yang memiliki pemahaman yang baik tentang Islam mampu meimplementasikan dalam
seluruh sisi-sisi kehidupannya. Dan orang yang mampu mengimplementasikannya
belum tentu bisa bertahan sesuai yang diharapkan Islam, yaitu komitmen dan istiqomah
dalam memegang ajarannya dalam sepanjang perjalanan hidupnya.
Maka istiqomah dalam
memegang tali Islam merupakan kewajiban asasi dan sebuah keniscayaan bagi
hamba-hamba Allah yang menginginkan husnul khatimah dan harapan-harapan
surgaNya. Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَارِبُوا وَسَدِّدُوا وَاعْلَمُوا أَنَّهُ لَنْ يَنْجُوَ أَحَدٌ مِنْكُمْ
بِعَمَلِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْتَ قَالَ وَلَا أَنَا إِلَّا
أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ رواه مسلم
“Rasulullah
saw bersabda, “Berlaku moderatlah dan beristiqamah, ketahuilah sesungguhnya
tidak ada seorang pun dari kalian yang selamat dengan amalnya. Mereka bertanya,
“Dan juga kamu Ya … Rasulullah, Beliau bersabda, “Dan juga aku (tidak selamat
juga) hanya saja Allah swt telah meliputiku dengan rahmat dan anugerah-Nya.”
(HR Muslim dari Abu Hurairah)
Istiqamah bukan hanya
diperintahkan kepada manusia biasa saja, akan tetapi istiqamah ini juga diperintahkan
kepada manusia-manusia besar sepanjang sejarah peradaban dunia, yaitu para Nabi
dan Rasul. Perhatikan ayat berikut ini;
“Maka tetaplah
(istiqamahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu
dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui
batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(QS 11:112)
DEFENISI
Istiqamah adalah anonim dari
thughyan (penyimpangan atau melampaui batas). Ia bisa berarti berdiri tegak di
suatu tempat tanpa pernah bergeser, karena akar kata istiqamah dari kata
“qooma” yang berarti berdiri. Maka secara etimologi, istiqamah berarti tegak
lurus. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istiqamah diartikan sebagai sikap
teguh pendirian dan selalu konsekuen.
Secara terminologi,
istiqamah bisa diartikan dengan beberapa pengertian berikut ini;
- Abu Bakar As-Shiddiq ra ketika
ditanya tentang istiqamah ia menjawab; bahwa istiqamah adalah kemurnian
tauhid (tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa dan siapa pun)
- Umar bin Khattab ra berkata, “Istiqamah
adalah komitment terhadap perintah dan larangan dan tidak boleh menipu
sebagaimana tipuan musang”
- Utsman bin Affan ra berkata, “Istiqamah
adalah mengikhlaskan amal kepada Allah swt”
- Ali bin Abu Thalib ra berkata, “Istiqamah
adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban”
- Al-Hasan berkata, “Istiqamah adalah
melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan”
- Mujahid berkata, “Istiqamah adalah
komitmen terhadap syahadat tauhid sampai bertemu dengan Allah swt”
- Ibnu Taimiah berkata, “Mereka
beristiqamah dalam mencintai dan beribadah kepada-Nya tanpa menengok kiri
kanan”
Jadi muslim yang
beristiqamah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan akidahnya
dalam situasi dan kondisi apapun. Ia bak batu karang yang tegar menghadapi gempuran
ombak-ombak yang datang silih berganti. Ia tidak mudah loyo atau mengalami
futur dan degradasi dalam perjalanan dakwah. Ia senantiasa sabar dalam
menghadapi seluruh godaan dalam medan dakwah yang diembannya. Meskipun tahapan
dakwah dan tokoh sentralnya mengalami perubahan. Itulah manusia muslim yang
sesungguhnya, selalu istiqamah dalam sepanjang jalan dan di seluruh
tahapan-tahapan dakwah.
DALIL-DALIL DAN DASAR ISTIQOMAH
Dalam Alquran dan Sunnah
Rasulullah saw banyak sekali ayat dan hadits yang berkaitan dengan masalah
istiqamah di antaranya adalah;
“Maka tetaplah
(istiqamahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu
dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui
batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(QS 11:112)
Ayat
ini mengisyaratkan kepada kita bahwa Rasullah dan orang-orang yang bertaubat
bersamanya harus beristiqomah sebagaimana yang telah diperintahkan. Istiqomah
dalam mabda (dasar atau awal pemberangkatan), minhaj dan hadaf (tujuan) yang
digariskan dan tidak boleh menyimpang dari perintah-perintah ilahiah.
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan
mengatakan, “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah
mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".
“Kamilah
pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan
dan memperoleh (pula) apa yang kamu
minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”(QS 41: 30-32)
“Sesungguhnya orang-orang
yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah
maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka
cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya;
sebagai balasan atas apa
yang telah mereka kerjakan.(QS 46:13-14)
Empat ayat di atas
menggambarkan urgensi istiqamah setelah beriman dan pahala besar yang
dijanjikan Allah SWT seperti hilangnya rasa takut, sirnanya kesedihan dan surga
bagi hamba-hamba Allah yang senantiasa memperjuangkan nilai-nilai keimanan
dalam setiap kondisi atau situasi apapun. Hal ini juga dikuatkan beberapa
hadits nabi di bawah ini;
عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
الثَّقَفِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا
لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ غَيْرَكَ
قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ رواه مسلم
“Aku
berkata, “Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku satu perkataan dalam Islam yang
aku tidak akan bertanya kepada seorang pun selain engkau. Beliau bersabda,
“Katakanlah, “Aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqamahlah (jangan
menyimpang).” (HR Muslim dari Sufyan bin Abdullah)
“Rasulullah saw bersabda,
“Berlaku moderatlah dan beristiqomah, ketahuilah sesungguhnya tidak ada
seorangpun dari kalian yang selamat dengan amalnya. Mereka bertanya, “Dan juga
Anda Ya … Rasulullah, Beliau bersabda, “Dan juga aku (tidak selamat juga) hanya
saja Allah swt telah meliputiku dengan rahmat dan anugerahNya.” (HR Muslim dari
Abu Hurairah)
Selain ayat-ayat dan
beberapa hadits di atas, ada beberapa pernyataan ulama tentang urgensi
istiqamah sebagaimana berikut;
Sebagian
orang-orang arif berkata, “Jadilah kamu orang yang memiliki istiqomah, tidak
menjadi orang yang mencari karomah. Karena sesungguhnya dirimu bergerak untuk
mencari karomah sementara Robbmu menuntutmu untuk beristiqomah.”
Syekh Al-Islam Ibnu Taimiyah
berkata, “Sebesar-besar karomah adalah memegang istiqamah.”
FAKTOR-FAKTOR YANG
MELAHIRKAN ISTIQOMAH
Ibnu Qayyim dalam
“Madaarijus Salikiin” menjelaskan bahwa ada enam faktor yang mampu melahirkan
istiqomah dalam jiwa seseorang sebagaimana berikut;
-Beramal dan melakukan
optimalisasi
“Dan berjihadlah kamu pada
jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia
(Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu dan (begitu
pula) dalam (Al Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan
supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah
Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS
22:78)
-Berlaku moderat antara
tindakan melampui batas dan menyia-nyiakan
“Dan orang-orang yang
apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir,
dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS
25:67)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةٌ
وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ
أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ
Dari Abdullah bin Amru, ia
berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Setiap amal memiliki puncaknya dan setiap puncak pasti mengalami
kefuturan (keloyoan). Maka barang siapa yang pada masa futurnya (kembali)
kepada sunnahku, maka ia beruntung dan barang siapa yang pada masa futurnya
(kembali) kepada selain itu, maka berarti ia telah celaka”(HR Imam Ahmad dari
sahabat Anshar)
-Tidak melampui batas yang
telah digariskan ilmu pengetahuannya
“Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawaban.”
(QS 17:36)
-Tidak menyandarkan pada
faktor kontemporal, melainkan bersandar pada sesuatu yang jelas
-Ikhlas
“Padahal mereka tidak
disuruh melainkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama yang lurus,
dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
itulah agama yang
lurus.” (QS 98:5)
-Mengikuti Sunnah, Rasulullah saw
bersabda, “Siapa diantara kalian yang masih hidup sesudahku maka dia pasti
akan melihat perbedaan yang keras, maka hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan
sunnah para Khalifah Rasyidin (yang lurus), gigitlah ia dengan gigi
taringmu.”(Abu Daud dari Al-Irbadl bin Sariah)
Imam Sufyan berkata, “Tidak diterima
suatu perkataan kecuali bila ia disertai amal, dan tidaklah lurus perkataan dan
amal kecuali dengan niat, dan tidaklah lurus perkataan, amal dan niat kecuali
bila sesuai dengan sunnah.”
DAMPAK POSITIF DAN BUAH ISTIQOMAH
Manusia muslim yang
beristiqomah dan yang selalu berkomitmen dengan nilai-nilai kebenaran Islam
dalam seluruh aspek hidupnya akan merasakan dampaknya yang positif dan buahnya
yang lezat sepanjang hidupnya. Adapun dampak dan buah istiqomah sebagai
berikut;
a-Keberanian (Syaja’ah)
Muslim yang selalu istiqomah
dalam hidupnya ia akan memiliki keberanian yang luar biasa. Ia tidak akan gentar
menghadapi segala rintangan dakwah. Ia tidak akan pernah menjadi seorang
pengecut dan pengkhianat dalam hutan belantara perjuangan. Selain itu
jugaberbeda dengan orang yang di dalam hatinya ada penyakit nifaq yang
senantiasa menimbulkan kegamangan dalam melangkah dan kekuatiran serta
ketakutan dalam menghadapi rintangan-rintangan dakwah. Perhatikan firman Allah
SWT dalam surat Al-Maidah ayat 52 di bawah ini;
“Maka kamu akan melihat
orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera
mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, “Kami takut akan
mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan
(kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu,
mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.”
Dan kita bisa melihat
kembali keberanian para sahabat dan para kader dakwah dalam hal ini;
-Ketika Rasulullah saw
menawarkan pedang kepada para sahabat dalam perang Uhud, seketika Abu Dujanah
berkata, “Aku yang akan memenuhi haknya, kemudian membawa pedang itu dan
menebaskan ke kepala orang-orang musyrik.” (HR Muslim)
-Pada saat seorang sahabat
mendapat jawaban dari Rasulullah saw bahwasanya ia masuk surga kalau mati
terbunuh dalam medan pertempuran, maka ia tidak pernah menyia-nyiakan waktunya
lagi seraya melempar kurma yang ada di genggamannya kemudian ia meluncur ke
medan pertempuran dan akhirnya mendapatkan apa yang diinginkan yaitu, syahadah
(mati syahid). (Muttafaqun Alaih)
-Rasulullah saw bersabda
kepada Ali bin Abu Thalib setelah ia menerima bendera Islam dalam peperangan
Khaibar sebagai berikut, “Jalanlah, jangan menoleh sehingga Allah SWT
memberikan kemenangan kepada kamu.” Lantas Ali berjalan, kemudian berhenti
sejenak dan tidak menoleh seraya bertanya dengan suara yang keras; “Ya
Rasulullah atas dasar apa aku memerangi manusia?” Beliau bersabda, “Perangi
mereka sampai bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah……” (HR Muslim)
Inilah gambaran keberanian
para sahabat yang lahir dari keistiqomahannya yang harus diteladani oleh
generasi-generasi penerus dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan
keindahan Islam.
b-Ithmi’nan (ketenangan)
Keimanan seorang muslim yang
telah sampai pada tangga kesempurnaan akan melahirkan tsabat dan istiqomah
dalam medan perjuangan. Tsabat dan istiqomah sendiri akan melahirkan
ketenangan, kedamaian dan kebahagian. Meskipun ia melalui rintangan dakwah yang
panjang, melewati jalan terjal perjuangan dan menapak tilas lika-liku belantara
hutan perjuangan. Karena ia yakin bahwa inilah jalan yang pernah ditempuh oleh
hamba-hamba Allah yang agung yaitu para Nabi, Rasul, generasi terbaik
setelahnya dan generasi yang bertekad membawa obor estafet dakwahnya.
Perhatikan firman Allah di bawah ini;
“Dan berapa banyaknya nabi
yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang
bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di
jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepadamusuh). Allah
menyukai orang-orang yang sabar.”(QS 3:146)
“Orang-orang yang beriman
dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah
yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk.”(QS 6:82)
“(yaitu) orang-orang yang
beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS 13:28)
c-Tafa’ul (optimis)
Keistiqomahan yang dimiliki
seorang muslim juga melahirkan sikap optimis. Ia jauh dari sikap pesimis dalam
menjalani dan mengarungi lautan kehidupan. Ia senantiasa tidak pernah merasa
lelah dan gelisah yang akhirnya melahirkan frustasi dalam menjalani
kehidupannya. Kefuturan yang mencoba mengusik jiwa, kegalauan yang ingin
mencabik jiwa mutmainnahnya dan kegelisahan yang menghantui benaknya akan
terobati dengan keyakinannya kepada kehendak dan putusan-putusan ilahiah. Hal
ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh beberapa ayat di bawah ini;
“Tiada suatu bencanapun yang
menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis
dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah.(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya
kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS 57:22-23)
“Hai anak-anakku, pergilah
kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus
asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".(QS 12: 87)
Ibrahim berkata, “Tidak ada
orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang
sesat".(QS 15:56)
Maka dengan tiga buah
istiqomah ini, seorang muslim akan selalu mendapatkan kemenangan dan merasakan
kebahagiaan, baik yang ada di dunia maupun yang dijanjikan nanti di akherat
kelak. Perhatikan ayat di bawah ini;
“Sesungguhnya orang-orang
yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan
pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, “Janganlah
kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah
yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam
kehidupan dunia dan akhirat;di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan
dan memperoleh (pula) apa yang kamu minta.Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS 41:30-32)
0 komentar:
Posting Komentar