السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله، الحمد لله،
والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه ووالاه، أما بعد:
Pendahuluan
Ikhwah
Fillah…
Di saat tonggak keimanan tertancap dalam
jiwa seorang muslim, maka perubahan demi perubahan yang mengarah kepada
kebaikan akan terlukiskan dalam lembaran-lembaran kehidupannya. Pada akhirnya,
akal menjadi tershibghah dengan nilai-nilai Islam, hati terbingkai dengan
keyakinan-keyakinan akan nilai-nilai kebenaran dan jasad akan lelah mengikuti
keinginan dan kehendak akal dan hati yang telah terwarnai nilai-nilai
kebenaran, kebaikan dan keindahan Islam tersebut. Di sini ia telah menghimpun
kesalehan-kesalehan pribadi. Namun ia tidak boleh puas hanya berhenti di sebuah
terminal kesalehan pribadi. Ia harus berusaha keras agar mampu mentransfer
nilai-nilai kesalehanya ke dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi yaitu ruang
lingkup keluarga dan masyarakatnya. Di sini ia telah berada pada tangga
kehidupan yang sesungguhnya, kehidupan yang mampu memberi kontribusi riil
kepada masyarakat yang di mana ia berada di tengah-tengahnya. Inilah tangga
“shalih mushlih”, orang-orang saleh yang senantiasa memberikan kesalehannya
kepada orang lain. Allah SWT berfirman:
Dan apakah orang yang dulunya mati, lalu Kami hidupkan
dan Kami berikan kepadanya cahaya (keimanan) yang di mana ia berjalan di
tengah-tengah manusia dengan cahaya tersebut, seperti orang yang masih dalam
kegelapan yang di mana ia tidak bisa keluar darinya …” (QS 6:122)
Ikhwah
Fillah…
Gerakan ishlah harus ada di tengah-tengah
ummat yang telah kehilangan pegangan hidupnya, di tengah-tengah masyarakat yang
telah kehilangan arah dan tujuan hidupnya dan di tengah-tengah dahsyatnya
gelombang kemaksiatan, kemunkaran dan kelaliman. Dengan gerakan inilah kita
akan merubah wajah buruk masyarakat, mengisolisir gerakan kebatilan, membangun
pilar-pilar kebaikan dan melahirkan generasi-generasi yang siap untuk membawa
obor estafet dakwah.
Perjalanan Dakwah
Ikhwah
Fillah…
Perjalanan dakwah bukanlah perjalanan yang
penuh dengan hamparan permadani rehat dan kenikmatan. Akan tetapi perjalanan
yang penuh dengan onak dan duri ujian. Perjalanan yang senantiasa diwarnai
dengan debu-debu hasutan dan tuduhan, kerikil-kerikil cobaan dan bebatuan
ancaman serta siksaan. Pengorbanan dan perjuangan merupakan keniscayaan di
jalan ini. Itulah yang pernah dialami oleh semua para Nabi dan Rasul. Semua
manusia yang meniti jalan dakwah sesudahnya. Mereka akan menghadapi gelombang
ujian yang terus menerus sampai tercapainya sebuah kemenangan yang dijanjikan
Allah SWT. Mereka terus melakukan pengorbanan demi pengorbanan baik waktu,
tenaga, harta dan jiwa. Itulah dakwah, ia adalah “tadhhiat” (pengorbanan)
bukanlah “istifadah’” (memanfaatkan). Coba kita perhatikan firman Allah di bawa
ini;
Dan sungguh para Rasul sebelum kamu telah didustakan,
namun mereka senantiasa sabar atas apa yang mereka dustakan dan mereka (para
Rasul) telah disakiti hingga akhirnya datang kepada mereka pertolongan Kami…” (QS 6:34)
Ikhwah
Fillah…
Pada marhalah makiyah, Rasulullah SAW telah
menghadapi banyak tantangan dan rintangan dalam dakwah. Beliau berhadapan
dengan pamannya sendiri, Abu Lahab yang selalu menghalang-halangi jalan dakwah
bersama istrinya, Ummu Jamil. Sementara itu cercaan, tuduhan, ancaman,
penangkapan dan siksaan silih berganti mewarnai kehidupan dakwah Beliau. Bahkan
pernah mengalami embargo yang dilakukan oleh Kuffar Quraisy selama tiga tahun
lamanya. Di sisi lain, sebagian para sahabat mendapatkan ancaman dan siksaan
yang serius dari tangan-tangan Kuffar sebagaimana yang dialami Abu Bakar,
Ammar, Sumayyah, Khabab bin Art, Bilal dan yang lainnya. Meskipun dahsyatnya
ujian dan beratnya cobaan dalam dakwah, mereka tetap sabar dan teguh dalam
memegang prinsip-prinsip kebenaran. Mereka tidak pernah merasa loyo, lemah dan
payah di jalan yang telah dipilihnya. Mereka terus bangkit dan melaju dalam
melakukan perubahan dan perbaikan. Allah SWT berfirman;
Dan banyak Nabi yang telah berperang
bersama para cendekiawan, mereka tidak pernah merasa lemah atas musibah yang
menimpa mereka di jalan Allah, mereka tidak pernah loyo dan tidak pernah merasa
hina. Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar. (QS 3:146)
Begitu juga yang dialami oleh para dai
sesudahnya hingga dewasa ini. Memang perjalanan dakwah penuh dengan
tangan-tangan besi musuh-musuh Islam, selalu diwarnai dengan makar para
penguasa lalim dan senantiasa dipenuhi bebatuan ujian dan cobaan. Oleh
karenanya tatkala kita meyakini dengan kebenaran “mabaadi” (prinsip-prinsip)
dakwah ini dan berikrar untuk setia dalam memperjuangkan nilai-nilai atau
fikrah-fikrahnya, maka kita harus siap menghadapi segala kemungkinan, segala
ujian dan rintangan di jalan dakwah ini. Hal ini merupakan resiko yang harus
kita terima dan sebuah konsekuensi dari pilihan afiliasi kita dengan dakwah
ini.
Iradah Qawiyah; Sebuah
Keharusan
Ikhwah
Fillah….
Setelah tergambar dengan jelas tentang
resiko perjalanan dakwah, seorang dai harus senantiasa menjaga kebugaran ruhiyah,
fikriyah dan jasadiyah. Dengan hubungan yang kuat kepada Allah dan kematangan fikriyah,
seorang dai akan terus eksis menebarkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan
keindahan Islam di tengah-tengah masyarakatnya.
Dan salah satu factor yang menjadikan du’at
bertahan dan terus eksis di jalan dakwah adalah adanya hamasah (semangat) dan
iradah (kehendak) kuat yang tertanam dalam jiwa mereka. Tanpa iradah mustahil
kita bergerak dan melangkah untuk kepentingan dakwah. Dan tanpa hamasah yang
membara, jiwa-jiwa kita akan mudah loyo dan terpuruk. Itulah iradah dan hamasah
yang lahir dari kekuatan “yaqdlah ruhiah” (kesiagaan ruhani). Iradah yang merupakan
anak panah yang membimbing para dai untuk sampai sasaran-sasaran yang dibidik
ole dakwah. Muassis dakwah ini hanya menginginkan kader-kader yang bergabung di
dalamnya adalah kader-kader atau para da’I yang memiliki jiwa-jiwa muda yang
senantiasa membara dan semangat yang menggelora dalam medan dakwah. Oleh karenanya, Imam asy-Syahid
berkata dalam risalah “da’watunaa fii thaurin jadiid”: “Kami hanya menginginkan
jiwa-jiwa yang hidup, kuat dan muda, hati yang baru nan berkibar, emosi-emosi
yang pencemburu, menyala-nyala dan meronta-ronta serta ruh-ruh yang memiliki
obsesi, pandangan jauh dan menari-nari yang menghayalkan teladan-teladan tinggi
dan tujuan-tujuan agung…” (Majmu’at Rasaa-il, hal233)
Dalam risalat “hal nahnu qaumun ‘amaliyyun”
beliau berkata: “Dan tidak ada bekal yang layak bagi umat dalam meniti jalan
yang keras dan mengerikan ini kecuali jiwa yang beriman, tekad kuat nan jujur,
kegemaran berkorban dan berani menanggung resiko. Dan tanpa ini semua gerakan
dakwah akan dikalahkan dan kegagalan menjadi sahabat putra-putra dakwah.”
(Majmu’at Rasaa-il, hal 69)
Ikhwah
Fillah….
Jadi iradah dan hamasah merupakan sebuah
keniscayaan dan keharusan dalam memperjuangkan fikrah dakwah ini. Karena fikrah
dakwah ini tidak mungkin dirasakan oleh masyarakat dan menjadi opini umum
kecuali adanya kekuatan hamasah dan iradah yang bersemayam dalam jiwa para dai.
Fikrah dakwah ini bias sukses apabila ada kekuatan iman, keikhlasan di
jalannya, kekuatan hamasah, kesiapan berkorban dan beramal untuk merealisasikan
tujuan-tujuannya.
Kiat-kiat Menumbuhkan dan Menjaga Iradah
Qawiyah
Ikhwah Fillah…
Untuk menumbuhkan dan menjaga iradah qawiyah dalam
diri seorang dai, maka harus dilakukan beberapa langkah berikut ini;
Pertama,
Keimanan yang kuat akan kebenaran prinsip
dakwah
Dengan mengimani kebenaran prinsip-prinsip dakwah,
maka seorang kader atau dai akan terus memperjuangkan nilai-nilainya tanpa
mengenal lelah, bosan dan loyo dalam bergerak. Keimanan inilah yang mampu
membangun, menumbuhkan dan memelihara iradah dan semangat yang telah mengakar
dalam jiwa seorang dai. QS 22:77
Kedua, Pemahaman yang Integral dan Komprehensif
Tentang Visi dan Misi Kehidupan
Ketika kita memahami dengan benar tentang visi dan
misi kehidupan, maka akan lahir sebuah kehendak yang kuat dan hamasah yang
menggelora untuk bias mewujudkan visi misi ini. Kita akan senantiasa berpacu
dalam mengemban dan menebarkan nilai-nilai dakwah untuk mengisi ruang visi misi
kehidupan kita. Semangat mencari ridha Allah dalam beribadah, berkarya, bekerja
dan bermuamalah adalah semangat yang lahir dari pemahaman yang benar tentang
visi misi kehidupan kita.
Ketiga,
Memahami Perjuangan Para
Nabi dan Rasul
Keempat,
Memahami sunnatul ibtila dalam dakwah
Kelima,
Membangun sensitivitas yang kuat
Dan dengan memahami perjuangan, pengorbanan
dan sunnatul ibtila dalam dakwah, akan memperkokoh iradah dan semangat kita
dalam menebarkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan di tengah-tengah
masyarakat.
Ikhwah Fillah…
Semoga kita benar-benar menjadi kader
dakwah yang memiliki simat ikhwani dan memiliki iradah kuat serta memiliki api
hamasah yang tak pernah padam dalam beraktivitas di medan perjuangan dakwa kita. Wallahu A’lam
Bish-shawwab.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا
اللهَ لِيْ وَلَكُمْ - والسلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
0 komentar:
Posting Komentar