Kamis, 02 April 2015

BERITA DUNIA ISLAM

Ini Daftar 19 Situs yang Diblokir Kominfo


TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail Cawaidu mengatakan Kementerian sudah mengirim surat ke penyelenggara jasa Internet (Internet Service Provider/ISP) untuk memblokir 19 situs yang terindikasi radikal. Permintaan itu berasal dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Hingga awal pekan lalu, sudah ada 70 situs radikal yang diblokir oleh ISP. 

Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia Semuel A. Pangerapan menegaskan bahwa para ISP akan selalu mengikuti rekomendasi Kementerian ihwal situs-situs yang dianggap berbahaya. “Kami selalu mengikuti daftar situs-situs berbahaya di dalam Trustpositif milik Kominfo,” ujar dia ketika dihubungi Senin, 30 Maret 2015.
 

Semuel mengatakan Kementerian Komunikasi selalu memperbarui daftar situs terlarang dengan melihat situasi yang sedang berkembang. Karena itu, dirinya tak heran jika situs-situs yang terindikasi berpaham radikal diblokir ketika melihat meningkatnya aktivitas aliran tersebut di dalam negeri. ISP, kata dia, punya waktu paling lambat 2 x 24 jam untuk mematuhi rekomendasi Kominfo.

Ia memastikan ISP tak bisa menentukan situs web apa saja yang berbahaya tanpa ada rekomendasi dari pemerintah. “Kalau kami berinisiatif membelokkan suatu situs sendiri, bisa kacau nanti,” kata Semuel.
 

Di bawah ini daftar 19 situs yang akan diblokir berdasarkan surat Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi:
 

1.Arrahmah.com
 
2.Voa-islam.com
 
3.Ghur4ba.blogspot.com
 
4.Panjimas.com
 
5.thoriquna.com
 
6.Dakwatuna.com
 
7.Kafilahmujahid.com
 
8.An-najah.net
 
9.Muslimdaily.net
 
10.Hidayatullah.com
 
11.Salam-online.com
 
12.Aqlislamiccenter.com
 
13.Kiblat.net
 
14.Dakwahmedia.com
 
15.Muqawomah.com
 
16.Lasdipo.com
 
17.Gemaislam.com
 
18.Eramuslim.com
19.Daulahislam.com
 

Lima Kesalahan Memahami Konflik Yaman
Senin, 30 Maret 2015, 15:39 WIB


REPUBLIKA.CO.ID,  SANAA -- Banyak yang salah melihat konflik yang terjadi di Yaman. Khususnya bagi mereka yang mempersepsikan bahwa konflik di Yaman merupakan perseteruan antara Sunni dan Syiah.

Seorang penulis di
 Yemen Times, Abubakr Al-Shamahi menjelaskan bahwa konflik di Yaman bukanlah soal Sunni dan Syiah, tapi lebih pada soal politik. Hubungan antara kelompok politik di Yaman sangat cair sehingga tidak dapat dikelompokkan begitu saja antara Sunni dan Syiah.

Berikut lima poin alasan Al-Shamahi.

1. Isu Yaman berbeda dengan isu di Suriah, Irak, Bahrain dan Lebanon.

2. Adalah tidak tepat untuk mengatakan bahwa konflik di Yaman adalah antara Syiah dan Sunni. Karena kelompok Houthi juga pernah melawan pemerintah yang dipegang Ali Abdullah Saleh yang juga Syiah Zaidi, selain tentunya kelompok lain. Belakangan kelompok Saleh juga berkoalisi dengan Houthi

3. Di Yaman tidak ada perang antara kelompok mazhab. Misalnya antara Houti yang dianggap Zaidi kontra kelompok Syafii yang mayoritas. Apalagi menyebut kelompok suku Al Ahmar, yang menjadi lawan Houthi, sebagai Syafii atau Sunni karena Al Ahmar juga banyak yang Zaidi.

4. Mungkin dapat diterima bila ada yang menganggap Houthi adalah Zaidiyah yang fanatik, akan tetapi kelompok Syiah lain ada juga yang menganggap Houthi bukan lagi Syiah asli karena diduga telah meniru Syiah Imamiyah Iran. Houthi juga menganggap kelompok Zaidiyah lainnya sebagai bukan lagi Syiah asli karena telah menjadi sekuler

5. Kesalahan juga terjadi ketika menganggap bahwa Partai Islah merupakan  kelompok 'Ikhwanul Musliminnya' Yaman alias Sunni, mungkin karena hubungan dekatnya dengan Arab Saudi. Hal itu, kata dia, tidak tepat karena banyak anggota partai ini justru dari kelompok suku Ahmar. Dan Sheikh Abdullah al-Ahmar yang menjadi tokoh sentral partai ini adalah penganut Zaidiyah.


Kamis, 02/04/2015 06:57 WIB
Putusan Sela PTUN Soal Kisruh Golkar JadiWarning untuk Menkum Yasonna

Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta telah menjatuhkan putusan sela terkait gugatan yang dilayangkan Aburizal Bakrie. Atas putusan sela yang memerintahkan penundaan pelaksanaan SK Kemenkum HAM terkait pengesahan salah satu kubu pengurus Partai Golkar itu seharusnya menjadi warning bagi Menkum HAM Yasonna Laoly sebagai pihak yang mengeluarkan keputusan.

"Dengan dikeluarkannya putusan sela PTUN untuk menunda pelaksanaan SK Menkum HAM yang mengakui kepengurusan kubu Agung, maka SK Menkum HAM tersebut tidak bisa dijadikan landasan untuk pelaksaan bertindak atau mengambil keputusan hukum oleh siapapun baik kubu Munas Ancol ataupun Pimpinan DPR," kata Ahli Hukum Tata Negara, Irmanputra Sidin, Kamis (2/4/2015).

Dengan adanya putusan sela itu, susunan Fraksi Golkar di DPR tidak bisa dirombak. Sehingga, hingga ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap, tak boleh ada perombakan di tubuh Fraksi Golkar maupun kepengurusan Partai Golkar.

"Termasuk untuk mengakomodasi permintaan perubahan kepengurusan fraksi di DPR yang masih dipegang oleh kubu Munas Bali," jelas Irmanputra.

Oleh karena itu, putusan sela hakim PTUN DKI itu seharusnya menjadi warning bagi Menkum HAM Yasonna Laoly. Menkum harus memberi perhatian khusus terhadap putusan pengadilan terkait kebijakan yang dia buat.

Seperti diketahui, belum lama ini putusan Menkum HAM soal kepengurusan PPP dimentahkan oleh hakim PTUN. Hakim menggugurkan putusan Menkum Yasonna yang menganggap kubu Romahurmuzyi sebagai pengurus PPP yang sah.

Dalam sengkarut kepengurusan Partai Golkar, putusan Menkum HAM yang menganggap kubu Agung Laksono sebagai pengurus yang sah juga terancam dimentahkan hakim PTUN DKI. Jika itu terjadi, maka dasar pengambilan keputusan yang dibuat Menteri Yasonna terkait keabsahan kepengurusan partai perlu dipertanyakan.

"Hal ini sesungguhnya menjadi warning atau peringatan kepada Menkum HAM dari kekuasaan yudikatif atas keputusan yang diterbitkannya," tegas Irman.




0 komentar:

Posting Komentar