_(Aset Intelektual untuk Pengambilan Keputusan Strategis)_
Di era di mana informasi sangat melimpah, dakwah tidak bisa lagi *hanya bertumpu* pada semangat dan intuisi. Organisasi dakwah dituntut naik kelas menjadi data-driven organization—sebuah entitas yang *mendasarkan keputusan strategisnya* pada data yang akurat, relevan, dan terstruktur. Dalam konteks ini, data bukan sekadar angka atau laporan administratif, melainkan aset intelektual yang menjadi fondasi ketepatan langkah dakwah ke depan.
Organisasi yang *hanya mengandalkan* asumsi, pengalaman subjektif, atau wacana “kira-kira”, ibarat berlayar tanpa kompas di samudera luas tantangan umat. Horizon berpikir bisa menjadi terbatas. Akibatnya, arah geraknya tidak presisi, keputusannya reaktif, dan seringkali tidak efektif. Padahal, medan dakwah hari ini semakin kompleks, multipolar, dan membutuhkan solusi yang agile sekaligus ternavigasi.
*Belajar dari Sirah:* sebuah Usecase al-Khubab bin al-Mundzir
Prinsip data-driven decision making bukanlah konsep asing dalam khazanah dakwah Islam. Dalam Sirah Nabawiyah, terdapat kisah al-Khubab bin al-Mundzir pada Perang Badar yang menjadi usecase brilian bagaimana sebuah organisasi dakwah menerapkan *pendekatan berbasis data dan strategic thinking*
Ketika Rasulullah ﷺ dan pasukan kaum Muslimin tiba di sebuah lokasi di dekat sumur pertama di Badar, beliau *menetapkan posisi kamp* berdasarkan pertimbangan awal. Namun al-Khubab dengan cermat bertanya, apakah keputusan ini murni wahyu atau hasil ijtihad pribadi. Setelah Rasulullah menjawab bahwa itu bukan wahyu, al-Khubab mengusulkan *pendekatan taktis* yang lebih unggul: kuasai sumber air, tutup akses lawan, dan bangun kolam cadangan untuk logistik.
Usulan tersebut bukan sekadar opini. Ia *berbasis pada akses* “data medan”—posisi musuh, logistik, dan potensi kelemahan lawan. Rasulullah ﷺ menerima usulan tersebut dengan terbuka, menunjukkan pentingnya musyawarah untuk *mengambil keputusan berbasis* informasi yang akurat dan terukur. Hasilnya? Strategi ini menjadi kunci kemenangan Perang Badar yang dikenang sepanjang masa.
*Dakwah Butuh* Framework Data Strategis
Kisah al-Khubab mengajarkan bahwa keberhasilan tidak datang dari opini besar semata, tapi dari insight yang terukur dan kontekstual. Inilah yang disebut dengan *data literacy* dalam konteks harakah dakwah. Sayangnya, banyak struktur dakwah saat ini belum memiliki data governance yang kokoh. Data ekonomi kader, persebaran amal, segmentasi mad’u, peta opini publik, dan tren sosial—seringkali hanya tersimpan di kepala segelintir orang atau tercecer dalam file yang tidak terintegrasi dan belum bisa *menghasilkan insights* untuk beramal yang ternavigasi secara strategik.
Kita memerlukan *framework data strategis* yang mencakup:
1. *Sistem Informasi Dakwah (SID):* data center dan data warehouse, integrasi, dan visualisasi data kader, mad’u, wilayah dakwah, capaian dakwah, dan indikator sosial-ekonomi-politik.
2. *Knowledge Management System:* dokumentasi keputusan strategis, kebijakan hasil syura, dan rekam jejak solusi solusi dakwah yang dapat ditransfer lintas generasi.
3. *Dakwah Analytics:* pengolahan data melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif untuk menjawab pertanyaan: di mana dakwah stagnan? Apa tren perilaku generasi muda? Siapa saja opinion leader yang berpengaruh? In short, Dakwah Analytics harus bisa menjadi *insight factory* baik yag bersifat deskriptif, predictive, maupun prescriptive. Sehingga bisa memandu kita dalam beramal yg impactful. Bi idznillah.
Tanpa sistem ini, pengambilan keputusan akan selalu berpotensi spekulatif dan rentan bias.
*Paradigma Baru:* Data sebagai wasilah dakwah dalam menunaikan Amanah yg lebih baik.
Data bukan hanya aset teknis, tetapi amanah strategis. Dalam QS. At-Taubah ayat 105, Allah menyeru:
> "Wa qul i’malū fa sayarallāhu ‘amalakum wa rasūluhū wal-mu’minūn..."
“Dan katakanlah: Bekerjalah kalian! Maka Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman akan melihat pekerjaan kalian…”
Ayat ini secara tersirat menekankan pentingnya traceability amal: setiap keputusan harus bisa dilacak, dievaluasi, dan dipertanggungjawabkan—dan itu hanya bisa terjadi jika data disusun dan dkelola dengan baik (data management)
Dalam konteks ini, organisasi dakwah harus melihat data bukan sekadar untuk evaluasi, tetapi sebagai *strategic foresight tool:* untuk memprediksi tantangan, mengidentifikasi peluang, dan memandu langkah-langkah transformasi dan aksi aksi taktis di lapangan
*Budaya Musyawarah Berbasis Data*
Salah satu kekuatan dakwah Islam sejak awal adalah musyawarah. Namun *musyawarah tanpa data* seperti menyalakan pelita di tengah kabut. Rasulullah sendiri memberikan teladan terbaik: Beliau bisa menerima masukan al-Khubab dengan argumen data yang valid dengan narasi konteks strategi. Artinya, pemimpin dakwah hari ini harus belajar bahwa *otoritas tidak boleh mengalahkan objektivitas.*
Dalam organisasi modern, ada prinsip decision support system—yakni sistem yang mendukung pemimpin untuk mengambil keputusan berdasarkan data insight, bukan perasaan. Budaya ini harus dikembangkan di seluruh jenjang kepemimpinan dakwah, dari pusat hingga para talent.
*Call to Action:* Dari Taklimat Mimbar Masjid ke Dashboard
Masih sering kita jumpai hingga saat ini, biasanya setiap hari Jumat sebelum Khotib naik ke Mimbar, pengurus DKM menyampaikan *beberapa taklimat.* Hari ini, organisasi Dakwah bisa melakukannya jauh lebih komprehensif dengan tambahan kekuatan dashboard dan analitik beserta insight insight yg bernas. Namun ruhnya tetap sama: ikhlas, ijtihad, dan integritas. Data tidak bisa menggantikan syura, tapi menyempurnakan agar amal bisa ahsan. Data tidak menyaingi hikmah, tapi menguatkan dan menegaskannya.
Kita membutuhkan organisasi dakwah yang bukan hanya solid secara ideologi dan militansi, *tetapi juga presisi dalam strategi* Karena musuh dakwah hari ini bukan hanya fisik dan logistik, tapi juga noise, disinformasi, dan ketidaktahuan kita sendiri atas *peta realitas*
Mari kita warisi semangat al-Khubab bin al-Mundzir: berpikir tajam, membaca data lapangan, lalu memberi kontribusi nyata. Agar dakwah ini *tidak hanya bergerak,* tetapi juga menang. Bi idznillah. Wallahu a'lam
0 komentar:
Posting Komentar