Hilm adalah sikap
tenang dan lembut yang tidak menggampangkan timbulnya amarah jiwa. Bila ada
seseorang yang marah kemudian ia mampu meredam dan menghentikan amarahnya maka
orang tersebut belum mencapai derajat hilm.
Hilm adalah
pengusaan akal sepenuhnya terhadap emosi, tidak menanggapi kebodohan dan aniaya
orang lain dengan sikap yang justru kontra produktif. Sikap Hilm digambarkan
oleh Allah dalam Al Qur’an surat Al Furqan 63 dan 72. Mu’awiyah berkata,
“Seorang hamba tidak akan sampai pada pandangan yang optimal sehingga hilmnya
menang dalam menghadapi kebodohan dirinya dan sabarnya juga menang dalam
menghadapi dorongan syahwatnya.” Mu’awiyah bertanya kepada bawahannya,
“Bagaimana kamu memimpin rakyatmu?” lalu ia menjawab, “Aku tidak emosi (hilm)
menghadapi kebodohan mereka.”
Sikap hilm adalah
membalas dengan sesuatu yang lebih baik dari keburukan orang lain, sebagaimana
firman Allah Swt dalam QS Fushshilat : 34. Seorang mukmin untuk mencapai
derajat hilm harus mengetahui keutamaan-keutamaannya secara menyeluruh dan
memahami jalan-jalan untuk merealisirnya.
Ma’na Al-Hilm
Hilm
adalah menahan diri dari gejolak amarah. Jadi seorang yang memiliki sifat hilm
adalah orang yang bisa menguasai dirinya dan mengendalikan emosinya serta
menjaga ketenangan jiwanya. Dimana semua ini membutuhkan adanya azam yang kuat
dari seorang muslim.
Keutamaan Al-Hilm
Sikap
hilm ini memiliki keutamaan yang sangat banyak, diantaranya :
1.
Seruan Islam untuk memiliki sifat hilm, sebagaimana sabda Rasul saw,
“Tuntutlah ilmu itu di samping ilmu itu tuntutlah juga sifat tenang
dan hilm. Lemah lembutlah terhadap orang-orang yang kalian ajar dan kepada
orang yang mengajar kalian.”
2. Meraih
cinta Allah dan Rasul-Nya
Dengan
sifat hilm ini seseorang akan mendapatkan kecintaan Allah dan Rasul-Nya. Rasul
saw bersabda kepada Asyja’ bin Qois : “Sesungguhnya pada dirimu pada dua sifat
yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya : sifat hilm dan kehati-hatian.”
3. Hilm
adalah salah satu sifat Allah yang Maha Sempurna.
Sebagaimana
firman Allah, “Ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Pemaaf.” (Al
Baqarah : 235).
4. Do’a
Nabi agar dikaruniai sifat hilm ini :
Salah
satu bukti yang menunjukkan betapa besarnya keutamaan sifat ini adalah do’a
Nabi saw yang memohon kepada Allah agar dikaruniai sifat ini. Dalam sebuah
riwayat Rasul saw berdo’a,
“Ya
Allah cukuplah aku dengan ilmu, hiasilah aku dengan sifat hilm, muliakanlah aku
dengan taqwa dan baguskanlah rupaku dengan keselamatan fisik.”
5. Dengan
sifat hilm seseorang akan mendapatkan posisi terhormat di tengah masyarakat.
Bahkan bisa dikatakan bahwa syarat seorang pemimpin adalah ia harus memiliki
sifat hilm ini. Dalam sebuah atsar dikatakan,
“Barangsiapa
memiliki sifat hilm niscaya ia akan memimpin dan barangsiapa memiliki kefahaman
niscaya kepemimpinannya akan semakin bertambah.”
6. Dengan
sifat hilm ini seorang muslim akan mendapatkan pahala dan Allah sebagaimana
firman-Nya, “Barangsiapa memaafkan dan memperbaiki hubungan, maka pahalanya
menjadi tanggungan Allah.” (Asy-Syura : 40).
Kiat-kiat menumbuhkan sifat
hilm :
Sifat hilm ini termasuk sifat muktasabah yang bisa
ditumbuhkan oleh seseorang pada dirinya, dan berikut ini kami akan memaparkan
kiat-kiat untuk menumbuhkan sifat ini pada diri kita :
A. Mengetahui
sebab-sebab Hilm
Langkah
pertama adalah mengetahui hal-hal yang biasanya menjadikan seseorang bisa
menahan amarahnya terhadap orang lain. Hal-hal itu sangat banyak diantaranya,
a. Kasih
sayang kepada orang yang jahil.
Dalam sebuah kata-kata hikmah disebutkan, “Salah satu faktor terkuat
yang menyebabkan seseorang memiliki sifat hilm adalah adalah kasih sayang
terhadap orang-orang yang jahil.” Abu Darda’ pernah berkata kepada seorang
lelaki yang mencaci maki beliau habis-habisan, “Hai Fulan, kamu jangan
berlebih-lebihan dalam mencaci maki saya. Sisakanlah tempat untuk melakukan
ishlah, karena kami tidak akan membalas kemaksiatan seseorang kepada Allah
melainkan dengan memperbanyak ketaatan kepada-Nya.”
Kepada
orang yang telah mencelanya Sya’bi berkata, “Bila aku seperti yang engkau
katakan, maka semoga Allah mengampuniku. Dan bila aku tidak seperti yang engkau
katakan maka semoga Allah mengampunimu.”
b. Kemampuan
untuk mengalahkan.
Kadang
yang mendorong seseorang untuk bersifat hilm adalah karena ia memandang
orang-orang yang mencaci atau menyakitinya adalah orang yang terlalu lemah
untuk dilawan atau tak ada manfaatnya untuk membalas cacian atau perbuatan
jahatnya. Rasul saw bersabda,
“Bila
engkau bisa mengalahkan musuhmu maka jadikanlah maaf sebagai ungkapan rasa
syukurmu atas kemenanganmu terhadapnya.”
Ahli
hikmah berkata, “Kemuliaan yang paling baik adalah pemberian maaf dari orang
yang mampu mengalahkan dan kedermawanan orang-orang fakir.”
c. Menjauhkan
diri dari celaan
Kadang
yang mendorong seseorang untuk bisa menahan diri dari marah adalah perasaan
malu untuk meniru-niru perbuatan orang-orang yang bodoh. Jadi bersikap diam
terhadap orang jahil jauh lebih baik daripada bersikap sebagaimana mereka.
Tentang hamba-hamba Allah yang Maha Pengasih Allah berfirman, “Dan apabila
orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (Al
Furqan : 63).
Ada
seorang berkata kepada Iskandar Agung, “Sesungguhnya Fulan bin Fulan telah
mencaci maki Anda. Tidakkah Anda ingin memberi sanksi kepadanya?” Iskandar
menjawab, “Kalau aku memberi sanksi maka mereka akan lebih memiliki alasan
untuk mencaci-makiku.”
Sya’bi
berkata, “Aku tidak sempat berbakti kepada ibuku. Hanya saja aku tidak akan
mencela orang lain yang mengakibatkan ia mencela ibuku.”
d. Karena
takut akan siksa Allah
Balasan
terhadap satu kejahatan seringkali lebih keras daripada kejahatan itu sendiri.
Ketika seorang dicaci maki oleh orang lain, lalu ia membalasnya maka seringkali
counter terhadap caci maki itu jauh lebih parah. Karenanya seseorang harus
berhati-hati jangan sampai ia terjerumus dalam perbuatan dosa hanya karena
ingin membalas celaan temannya. Bahkan kalau bisa ia harus diam dan tidak
membalasnya sedikitpun.
Pernah
suatu ketika Abu Bakar dicaci maki oleh seseorang di hadapan Rasulullah namun
Abu Bakar hanya diam saja dan tidak membalasnya sehingga Rasulullah pun
tersenyum melihat hal itu. Tetapi karena orang itu sudah keterlaluan maka Abu
Bakar pun berusaha membantah sebagian dari apa yang dikatakan oleh orang itu.
Pada saat itulah Rasulullah dengan wajah cemberut keluar dari ruang itu. Lalu
Abu Bakar pun mendatangi Rasulullah seraya bertanya, “Ya Rasulullah mengapa
ketika saya diam Anda kelihatan tersenyum, tetapi ketika saya membalas
perkataan orang itu Anda justru cemberut dan lari dari majlis itu?” Rasulullah
saw menjawab, “Ketika kamu diam ada malaikat yang di sampingmu, tetapi ketika
kamu membalas malaikat itupun lari dan datanglah syetan, dimana aku tak ingin
berada dalam satu majlis bersama syetan.”
Kesimpulan
Hilm
adalah bagian dari sifat sabar. Dimana sabar memiliki bentuk-bentuk yang sangat
banyak. Sabar menahan syahwat adalah iffah. Sabar menghadapi
kondisi kekurangan adalah qana’ah. Sabar dalam peperangan adalah syaja’ah.
Sedangkan hilm adalah sabar dalam mengendalikan amarah.
0 komentar:
Posting Komentar