Sebagai
seorang da’i, sudah seharusnyalah ia mempunyai hubungan yang kokoh
kuat (quwwatush-shilah) dengan Allah swt.
Ada
banyak sarana yang bisa kita jadikan sebagai opsi atau pilihan untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas hubungan tersebut.
Di
dalam al mustakhlash fi tazkiyatil anfus Sa’id Hawa rahimahullah
menyebutkan 13 sarana yang bisa kita jadikan sebagai wasilah untuk
mendekatkan diri kita kepada Allah swt. Mulai dari shalat, zakat-infaq-sedekah,
puasa, haji, tilawatul qur’an, dzikrullah, tafakkur alam dan seterusnya.
Meskipun
demikian, kita masih sering merasakan adanya kekeringan ruhani, karena kita
memang sangat jarang mengalirinya dengan siraman-siraman ruhani yang berupa
sarana-sarana tersebut. Atau istilah accu-nya, kita jarang ngeces accu
dan baterai ruhani yang kita miliki dengan sarana-sarana Islamiyyah itu tadi.
Alasan
yang sering kita kemukakan selalu sama dan klasik: sibuk dan repot
alias susah mengatur dan
mendapatkan waktu senggang untuk menyiram dan mengecesnya.
mendapatkan waktu senggang untuk menyiram dan mengecesnya.
Kadangkala,
kalau kita sedang berkumpul dengan sesama kader, kita ingat bahwa ruhani kita
sedang sangat kekeringan. Namun begitu keluar dari majlis ikhwah, kita kembali
lagi menjadi manusia-manusia yang “sibuk”.
Namun,
kita perlu mengingat bahwa kesibukan kita tidak berarti meninggalkan
langkah-langkah untuk melakukan siraman-siraman dan pengecesan ruhani kita.
Mari
kita renungkan bersama firman Allah swt berikut ini:
إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ
أَدْنَى مِن ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِّنَ
الَّذِينَ مَعَكَ وَاللَّهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ عَلِمَ أَن لَّن
تُحْصُوهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ فَاقْرَؤُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ عَلِمَ
أَن سَيَكُونُ مِنكُم مَّرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ
مِن فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَؤُوا مَا
تَيَسَّرَ مِنْهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا
الزَّكَاةَ وَأَقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا
حَسَنًا وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللَّهِ
هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ
رَّحِيمٌ (20)
Sesungguhnya
Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga
malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan
dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan
siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan
batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu
bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada
di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka
bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang
berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an
dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada
Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu
niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling
baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al Muzzammil: 20).
Ayat
ini menjelaskan bahwa:
1. 1. Allah
swt mengetahui bahwa kemampuan kita dalam berqiyamullail berbeda-beda, ada yang
hampir mampu mencapai 2/3 malam, ada yang mampu setengah malam, ada yang
sepertiga malam.
2.
Allah
swt-lah yang membuat ukuran-ukuran siang dan malam.
3.
Allah
swt mengetahui bahwa kita ini lemah dan tidak akan mampu memenuhi kewajiban
(ya, waktu itu qiyamullail setengah malam adalah kewajiban kaum muslimin) itu.
4.
Allah
swt mengetahui bahwa diantara kita ada yang sakit, ada yang sibuk mencari ma’isyah, ada yang sibuk berperang fi
sabilillah.
Meskipun
Dia mengetahui kesibukan kita, namun Dia tetap memerintahkan kepada kita
untuk:
a.
Membaca
Al Qur’an
(bahkan diulang dua kali) sesuai dengan kemudahan kita.
b.
Menegakkan
shalat.
c.
Membayar
zakat, dan
d.
Memberikan
pinjaman yang baik kepada Allah swt (sedekah dan semacamnya).
e.
Banyak-banyak
beristighfar.
Artinya,
betapapun kesibukan yang melanda kita, kita tidak boleh melupakan tugas
menyirami ruhani kita dan mengecesnya dengan berbagai sarana yang ada.
Ada
banyak cara yang ditawarkan oleh Islam agar kita tetap bisa mendapatkan
kesempatan melakukan siraman dan pengecesan ruhani kita. Diantaranya adalah:
1.
Kita
harus mensplit waktu-waktu yang kita miliki agar muncul menjadi berbagai macam
saat, sehingga di hadapan kita akan muncul sederet waktu yang bisa kita daya
gunakan.
Pada suatu kali seorang sahabat yang
bernama Hanzhalah bertemu Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Begitu bertemu Hanzhalah berkata: Nafaqa
Hanzhalah (Hanzhalah menjadi munafiq). Mendengar pernyataan seperti itu Abu
Bakar kaget, lalu berkata: “Kenapa? Hanzhalah berkata: “Kalau kita berada di majlis nabi saw
seakan kita melihat dengan kepala kita sendiri suasana surga danneraka, akan
tetapi begitu ketemu anak-anak, kita lupa semua yang kita rasakan tadi”. Mendengar penjelasan seperti itu
Abu Bakar menjawab: “Kalau begitu sama dengan saya”. Singkat cerita keduanya mendatangi
nabi saw. Setelah keduanya menceritakan apa yang dirasakannya, nabi saw menjawab:
“…
Akan tetapi sa-‘ah wa sa-‘ah”. Maksudnya: bagilah (spiltlah)
waktumu agar ada saat untuk ini dan ada saat untuk itu. (HR Bukhari).
2 2. Kita
harus pandai memanfaatkan “serpihan-serpihan” waktu yang kita miliki dan mendaya
gunakannya untuk melakukan penyiraman dan pengecesan ruhani kita.
Pada suatu hari Rasulullah saw
memperingatkan bahaya memaksakan diri sendiri untuk memperbanyak ibadah. Beliau
bersabda: “Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak ada yang
memberat-beratkan diri sendiri kecuali agama itu akan mengalahkannya,
karenanya, luruskan langkah dan kokohkan, berusahalah untuk selalu mendekati
(target ideal), bergembiralah (jangan pesimis), dan meminta tolonglah dengan
waktu pagi, waktu sore dan sedikit malam”. (HR Bukhari).
Saudara-saudara yang dimuliakan
Allah …
3. Terakhir
sekali, kita harus pandai-pandai membuat diversifikasi acara (keragaman acara)
agar tidak cepat bosan, ingatlah bahwa “sesungguhnya Allah swt tidak bosan
sehingga kita bosan, dan bebanilah jiwa ini sesuai dengan kadar kemampuannya,
dan bahwasanya amal yang paling dicintai Allah swt adalah yang kontinyu” (HR
Ahmad, Abu Daud dan An-nasa-i).
Semoga Allah swt memberikan taufiq,
bimbingan dan kekuatan kepada kita untuk istiqamah di atas jalan
agama-Nya, amiiin.
0 komentar:
Posting Komentar