_(Tulisan reflektif tentang peran tarbiyah sebagai jalan pertumbuhan personal dan kontribusi sosial)_
Dalam dunia yang penuh kompetisi dan hiruk pikuk pencapaian individual, mudah sekali kita terjebak dalam *narasi “aku”* — tentang karirku, proyekku, atau kesuksesanku.
Tapi tarbiyah, sebagaimana diwariskan dalam tradisi dakwah Islam, bukanlah sekadar *perjalanan ego personal* menuju puncak. Ia adalah jalan yang menuntun, menavigasi setiap insan untuk tumbuh — bukan hanya untuk dirinya, tetapi untuk *menjadi jembatan* bagi tumbuh kembangnya orang lain.
Dalam *posisi apapun kita berada* — sebagai murabbi, mentor, coach, counselor, pengurus halaqah, inisiator circle kebaikan, social community builder, fasilitator program, atau bahkan peserta baru dalam lingkar tarbiyah — kita sedang terlibat dalam proyek besar: membangun manusia, bukan melemahkannya, menumbuhkan potensi, meledakkan kapasitas, bukan merintanginya.
*Menjadi Pilar, Bukan Penghalang*
"If you are at an advantaged position, allow others to reach and attain their small goals through your assistance. Be a pillar, not an obstacle."
Kutipan ini sangat relevan dalam konteks tarbiyah. *Betapa mulianya* peran seorang da’i, coach, mentor, counselor, kader, atau pembina jika ia mampu menjadi penopang dan jembatan *bagi kesuksesan orang lain.* Bahkan ketika kita memiliki ilmu, pengalaman, atau posisi lebih tinggi, semestinya itu menjadi “kendaraan kebaikan” untuk membawa lebih banyak orang naik, bukan justru menutup tangga naiknya.
Lihatlah bagaimana dalam *metafora indah:* seekor kerbau besar yang membiarkan burung kecil hinggap di kepalanya untuk minum air — kekuatan itu tidak membuatnya angkuh, tapi justru menjadi tempat berteduh bagi yang lemah. Itulah ruh tarbiyah: memperbesar kapasitas bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk menyangga langkah kesuksesan orang lain, fid dunya wal akhirat
Tarbiyah: *Jalan menumbuhkan potensi* Menuju Dunia–Akhirat
Tarbiyah bukan sekadar transfer ilmu. Ia adalah proses pengembangan potensi manusia secara menyeluruh: spiritual, emosional, intelektual, dan sosial. Hasan Al-Banna menyebutnya sebagai:
> "Instruksi-instruksi yang harus direalisasikan, bukan pelajaran-pelajaran yang harus dihafal."
(Risalah Ta’lim)
Setiap orang dalam tarbiyah pada hakikatnya sedang dibimbing agar sukses — bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Maka jika kita diberi amanah dalam proses ini, *mulialah peran itu.* Jadilah jembatan yang mengantar orang menuju kesuksesannya, bukan menjadi tembok yang menyulitkan jalannya.
*Mindset menjadi Pilar Kesuksesan*
Seringkali, kita merasa bahwa hanya peran besar yang bernilai. Namun Islam mengajarkan bahwa setiap bantuan yang memudahkan saudaranya, akan membuka pintu pertolongan Allah:
> وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ
“Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699)
> وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعَسِّرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِيْ الدُّنْيَا وَالآَخِرَةِ
“Barangsiapa yang meringankan orang yang kesusahan, niscaya Allah akan meringankan baginya (urusannya) di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim no. 2699)
*Tak perlu menunggu jabatan tinggi untuk mulai berkontribusi. Jika kita bisa mengantar teman ke kajian, membantu meringankan beban kehidupan teman dekat, menyemangati yang jatuh, atau sekadar menyediakan telinga yang mendengar — antum sedang menjadi jembatan kesuksesan orang lain*
*Ujian Kebaikan:* Refleksi bagi yang Diuntungkan
KH. Hilmi Aminuddin mengingatkan bahwa orang yang sedang dalam posisi “baik” justru sedang diuji oleh Allah:
> "Kalau kita melihat ada sekelompok umat mendapatkan al-bala' bisy-syarr (ujian keburukan), secara otomatis kita harus tersadar bahwa kita sedang diuji dengan al-bala' bil-khair (ujian kebaikan)... sejauh mana kita refleksikan tanggung jawab kita, rasa ukhuwah kita, untuk menunaikan kewajiban kita agar kita lulus dari bala hasanan."
Artinya, kelebihan yang kita miliki — baik ilmu, kedudukan, jaringan, ataupun rezeki — bukan tanda kemuliaan mutlak, tapi justru amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban.
*Peran Kecil, Dampak Besar*
Kita mungkin bukan berada di level kepemimpinan nasional. Tapi siapa tahu, kita pernah menjadi pembina bagi seorang anak muda yang kelak menjadi pemimpin bangsa. Kita bukan ustadz, penceramah terkenal, tapi mungkin dari halaqah kecil yang kita bina, lahir da’i, profesional, politisi, eksekutif, dan para petarung tangguh di seluruh sektor kehidupan yang mengguncang dunia dengan ilmu dan kapasitasnya
Tarbiyah adalah amal yang hasilnya kadang tidak kasat mata. Namun seperti benih yang disemai dengan sabar, suatu hari ia akan tumbuh menjulang tinggi — dan ketika itu terjadi, semoga kita menjadi bagian dari akar yang menyangganya, bukan batu yang menghalangi tunasnya keluar dari tanah.
*Berpindah dari Ego Menuju Amanah*
Dalam organisasi dakwah, jangan pernah merasa bangga karena berada di atas. Jangan sibuk menilai siapa yang lebih baik, siapa yang lebih layak. Tapi tanyakan pada diri:
> Apakah kehadiranku hari ini menjadi jembatan bagi tumbuhnya orang lain?
Ataukah justru menjadi tembok yang menghalangi langkah mereka?
Sebagaimana doa sebagian para du'at dalam setiap langkah perjuangan:
> “Ya Allah, jadikan aku sebab hidayah bagi orang lain, dan jangan Engkau jadikan aku penghalang bagi siapa pun yang sedang berusaha mendekat kepada-Mu.”
Dan sebagaimana prinsip tarbiyah yang luhur:
> “Tarbiyah bukan hanya tentang siapa yang paling cepat naik tangga. Tapi tentang siapa yang paling banyak membangun tangga untuk orang lain.”
Maka, jadilah jembatan kesuksesan. Jangan jadi tembok penghalang. Karena sesungguhnya, *tarbiyah sejati adalah ketika kita tumbuh bersama* — bukan sendiri. Wallahul Musta'an
0 komentar:
Posting Komentar