Allah berfirman, “Barang siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (An-Nisa: 100)
Sejarah demi sejarah telah kita lalui, banyak kisah yang telah terlewatkan, namun sedikit di antara kita yang menyadari, bahkan kadangkala tidak mengerti akan esensi yang terkandung dalam sejarah yang pernah dilalui, padahal Allah tidak menjadikan suatu peristiwa dengan sia-sia, namun ada dibalik itu ibrah (pelajaran) yang patut diambil dan diingat untuk dijadikan barometer terhadap kehidupan yang akan dijelang. “Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (Yusuf: 111)
Banyak sejarah dan peristiwa yang telah digoreskan oleh nabi Muhammad saw –panglima para nabi, penyeru kebaikan, pendobrak kebatilan dan pembawa rahmat ke segala penjuru alam- sejak nabi saw dilahirkan dari rahim ibunya hingga selesai menunaikan tugasnya sebagai utusan Allah dengan hasil; terbentuknya komunitas yang beriman kepada Allah, bebas dari kemusyrikan, kekufuran dan kemunafikan, komunitas yang selalu memberikan dan memelihara keamanan, kesejahteraan dan ketenteraman; baik sesama muslim ataupun terhadap non-muslim yang hidup di sekitar mereka.
Di antara goresan sejarah yang sangat monumental dalam perjalanan hidup Rasulullah saw adalah peristiwa hijrah Rasulullah saw dan sahabatnya dari
Pengertian Hijrah
Adapun makna hijrah menurut Al-Qur’an memiliki beberapa pengertian, dimana kata hijrah disebutkan dalam Al-Qur’an lebih 28 kali di dalam berbagai bentuk dan makna; ada dalam bentuk kata kerja untuk masa lampau yaitu sebanyak 12 kali, atau kata kerja untuk masa sekarang dan akan datang yaitu sebanyak 3 kali, atau dalam bentuk perintah sebanyak 6 kali, masdar (kata keterangan) yaitu sebanyak 1 kali, ataupun dalam bentuk subyek, yaitu sebanyak 6 kali, baik dalam bentuk singular 1 kali atau plural umum 4 kali atau khusus wanita 1 kali.
Adapun makna hijrah itu sendiri seperti yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
- Hijrah berarti
mencela sesuatu yang benar karena takabur, seperti firman Allah, “Dengan
menyombongkan diri terhadap Al-Qur’an itu dan mengucapkan
perkataan-perkataan keji” (Al-Mu’minun: 67)
- Hijrah berarti
pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain guna mencari keselamatan diri
dan mempertahankan aqidah. Seperti firman Allah, “Barangsiapa yang
berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat
hijrah yang luas dan rezki yang banyak”. (An-Nisa: 100)
- Hijrah berarti
pisah ranjang antara suami dan istri, seperti firman Allah, “Dan
pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka” (An-Nisa: 34)
- Hijrah berarti
mengisolir diri, seperti ucapan ayahnya Nabi Ibrahim kepada beliau, “Dan
tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama”. (Maryam: 46)
Dari makna hijrah di atas dan melihat perjalanan dakwah Rasulullah saw seperti yang terekam dalam ayat-ayat Al-Qur’an Al-Karim, dapat disimpulkan bahwa hakikat hijrah terbagi pada dua bagian:
1. Mensucikan diri
Hijrah dalam arti menjauhi kemaksiatan dan menyembah berhala, seperti dalam firman Allah, “Dan perbuatan dosa, maka jauhilah” (Muddatstsir: 5) dan firman-Nya, “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik” (Muzammil: 10)
Kedua ayat di atas turun di masa Rasulullah saw memulai dakwah, pada saat itu nabi saw diperintahkan oleh Allah untuk menjauhi diri dari perbuatan keji dan mungkar dan dari mengikuti perbuatan syirik dan dosa seperti yang dilakukan oleh orang musyrik di
Di samping itu Allah juga memerintahkan kepada Beliau untuk bersabar terhadap cacian, cercaan, makian, siksaan, intimidasi dan segala bentuk penolakan yang bersifat halus dan kasar, dan berusaha untuk menghindar dari mereka dengan cara yang baik.
Cara ini pula yang diterapkan oleh Rasulullah dalam berdakwah kepada para sahabatnya hingga pada akhirnya beliau berhasil mencetak generasi yang berjiwa bersih, berhati suci, bahkan membentuk generasi yang ideal, bersih dari kemusyrikan, kekufuran dan kemunafikan, kokoh dan tangguh, dan memiliki ikatan ukhuwah islamiyah yang erat. Padahal sebelumnya mereka tidak mengenal Islam bahkan phobi terhadapnya, namun setelah mengenal Islam dan hijrah ke dalamnya, justru menjadi pionir bagi tegaknya ajaran Islam. Kisah sang khalifah Umar bin Khathab ra, menarik untuk kita simak; beliau di masa awal dakwah sebelum memeluk Islam dikenal dengan julukan “penghulu para pelaku kejahatan”, namun setelah hijrah beliau menjadi pemimpin umat yang disegani, tawadhu dan suka menolong orang miskin, beliau menjadi tonggak bagi tegaknya ajaran Islam.
Begitupun dengan kisah Khalid bin Walid, Abu Sofyan dan sahabat yang lainnya, menjadi bukti kongkret akan perjalanan hijrah mereka dari kegelapan, kekufuran dan kemaksiatan menuju cahaya Allah. Karena itu pula Rasulullah saw pernah bersabda, “Sebaik-baik kalian di masa Jahiliyah, sebaik-baik kalian di masa Islam, jika mereka mau memahami”.
Hijrah secara umum artinya meninggalkan segala macam bentuk kemaksiatan dan kemungkaran, baik dalam perasaan (hati), perkataan dan perbuatan.
Hijrah ini juga merupakan sunnah para nabi sebelum Rasulullah saw diutus, dimana Allah memerintahkan para utusannya untuk melakukan perbaikan diri terlebih dahulu, seperti nabi Ibrahim, di saat beliau mencari kebenaran hakiki dan menemukannya, beliau berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya saya akan pergi menuju Tuhan saya, karena Dialah yang akan memberi hidayah kepada saya”. Begitu pula dengan kisah nabi Luth saat beliau menyerukan iman kepada kaumnya, walaupun kaumnya mendustakannya, dan bahkan mengecam dan mengancam akan membunuhnya, namun beliau tetap dalam pendiriannya dan berkata, “Sesungguhnya saya telah berhijrah menuju Tuhan saya, sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa dan Bijaksana”. (Al-Ankabut: 26)
Hijrah ini sangatlah berat, karena di samping harus memiliki kesabaran, juga dituntut memiliki ketahanan ideologi dan keyakinan agar tidak mudah terbujuk rayuan dan godaan dari kenikmatan dunia yang fana, dan memiliki ketangguhan diri dan tidak mudah lentur saat mendapatkan cobaan dan siksaan yang setiap saat menghadangnya, berusaha membedakan diri walaupun mereka hidup di tengah-tengah mereka, karena ciri khas seorang muslim sejati “yakhtalitun walaakin yatamayyazun” (bercampur baur namun memiliki ciri khas tersendiri/tidak terkontaminasi).
Adapun urgensi dari hijrah ini sangatlah besar, dimana suatu komunitas tidak akan menjadi baik kalau setiap individu yang ada dalam komunitas tersebut telah rusak, namun sebaliknya; baiknya suatu komunitas bergantung kepada individu itu sendiri. Karena -dalam rangka membentuk komunitas yang bersih, taat kepada Allah dan syariat-syariat-Nya- pengkondisian sisi internal melalui pembersihan jiwa dan raga dari segala kotoran, baik hissi (bathin) dan zhahiri (tampak) merupakan hal yang sangat mendasar sekali sebelum melakukan perbaikan terhadap sisi external.
Demikianlah hendaknya yang harus kita pahami akan makna dan hakikat hijrah, dimana krisis multidimensi sudah begitu menggejala dalam tubuh umat Islam, dan diperparah dengan terkikisnya norma-norma Islam dalam tubuh mereka; perlu adanya pembenahan diri sedini mungkin, diawali dari diri sendiri, lalu setelah itu anggota keluarga, lingkungan sekitar dan masyarakat luas.
2. Pindah Dari Suatu Tempat Ke Tempat Yang Lain
Dalam ayat-ayat yang berkenaan tentang hijrah banyak kita temukan bahwa mayoritas dari pengertian hijrah adalah pindah dari suatu tempat ke tempat yang lainnya, ataupun secara spesifik berarti pindah dari suatu tempat yang tidak memberikan jaminan akan perkembangan dan keberlangsungan dakwah Islam serta menjalankan syari’at Islam ke tempat yang memberikan keamanan, ketenangan dan kenyamanan dalam menjalankan syariat Islam tersebut.
Namun hijrah dalam artian pindah tempat tidak akan berjalan dan terealisir jika hijrah dalam artian yang pertama belum terwujud. Karena bagaimana mungkin seseorang atau kelompok sudi melakukan hijrah (pindah) dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh, meninggalkan keluarga, harta dan tempat tinggal ke tempat yang sama sekali belum dikenal, tidak ada sanak famili dan harta menjanjikan di sana kecuali dengan keimanan yang mantap dan keyakinan yang matang terhadap Allah.
Dengan berhasilnya hijrah yang pertama secara otomatis mereka pun siap melakukan hijrah yang kedua, yang mana tujuannya adalah mempertahankan akidah walaupun taruhannya adalah nyawa. Siap meninggalkan segala apa yang mereka miliki dan cintai, siap berpisah dengan keluarga dan sanak famili, bahkan siap meninggalkan tanah kelahiran mereka.
Salah satu contoh kongkret yang dapat dijadikan ibrah adalah hijrahnya Suhaib bin Sinan Ar-Rumi, seorang pemuda yang pada awalnya terkenal dengan lelaki yang ganteng dan rupawan, kaya raya, namun karena akidah yang sudah melekat di hatinya, beliau rela meninggalkan itu semua, karena orang kafir melarang beliau berhijrah jika hartanya ikut dibawa, akhirnya dengan berbekal seadanya beliau pun pergi melaksanakan hijrah, dan ketika Rasulullah saw mendengar kabar tersebut, beliau pun bersabda sambil memuji apa yang dilakukan Suhaib, “beruntunglah Suhaib, beruntunglah Suhaib!!”
Oleh karena beratnya perjalanan hijrah Allah memposisikannya sebagai jihad yang besar dan mensejajarkannya dengan iman yang kokoh. Kita bisa lihat dalam ayat-ayat Al-Qur’an, Allah menyebutkan kedudukan hijrah ini dan ganjaran bagi mereka yang melakukan hijrah.
Kedudukan Hijrah
- Hijrah merupakan
simbol akan iman yang hakiki (manifsetasi iman sejati), bahwa seorang yang
berhijrah berarti telah mengikrarkan diri dengan beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya, sedangkan aplikasi dari keimanan tersebut adalah siap dan rela
meninggalkan segala sesuatu yang akan terjadi seperti hijrah demi
mempertahankan akidah yang diyakini. Karena hakikat iman itu sendiri
adalah pengakuan melalui lisan, dibenarkan dalam hati dan diaplikasikan
dalam perbuatan, sedangkan hijrah di sini merupakan salah satu dari wacana
tersebut. (Al-Baqarah: 218) (Al-Anfal: 72,74) (Al-Ahzab: 6)
- Hijrah merupakan
ujian dan cobaan, karena setiap orang yang hidup pasti akan mendapatkan
suatu cobaan, terutama bagi orang yang beriman, sebesar apa keimanan
seseorang maka sebesar itu pula cobaan, ujian dan fitnah yang akan
dihadapi. Meninggalkan harta, keluarga, sanak famili dan tanah air
merupakan cobaan yang sangat berat, apalagi tempat yang dituju masih
mengambang, sangat tidak bisa dibayangkan akan kerasnya ujian dan cobaan
yang dihadapi saat manusia sudah mengikrarkan diri sebagai hamba Allah.
(16:110)
- Hijrah sama
derajatnya dengan jihad, karena hijrah merupakan salah satu cara
mempertahankan akidah dan kehormatan diri maka Allah SWT mensejajarkannya
dengan jihad dijalan-Nya yang tentunya ganjarannya pun akan sama dengan
jihad. (Al-Baqarah: 218), (Al-Anfal: 72,74)
Adapun ganjaran bagi orang yang melakukan hijrah karena Allah, maka bagi mereka ganjaran yang berlimpah dan tempat serta derajat yang tinggi di sisi Allah, hal ini bisa kita lihat dalam firman Allah yang berkenaan tentang ganjaran bagi orang berhijrah sebagai berikut:
- Rezki yang
berlimpah di dunia (An-Nisa: 100) (Al-Anfal: 79)
- Kesalahan dihapus dan dosa diampuni (Ali Imran: 195)
- Derajatnya ditinggikan oleh Allah (At-Taubah: 20)
- Kemenangan yang besar (At-Taubah: 20, 100)
- Tempat
kembalinya adalah surga (At-Taubah: 20-22)
- Mendapatkan ridha dari Allah (At-Taubah: 100)
Apakah relevan melakukan hijrah pada saat ini?
Melihat kenyataan yang ada memang hijrah pada saat ini masih sangat relevan untuk diterapkan terutama yang berkaitan dengan hijrah nafsiyah (individu) dengan berusaha menjauhkan diri dari melakukan perbuatan yang menyimpang dan berusaha memperbaiki diri untuk bersih dari segala perbuatan kotor, sehingga hati, jiwa dan raga serta segala perbuatan menjadi suci. Dan setelah itu berusaha menghijrahkan keluarga, kerabat, lingkungan dan masyarakat yang ada di sekitarnya (terdekat), hingga pada akhirnya membentuk komunitas yang siap melakukan hijrah. “Barang siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Wallahu a’lam
0 komentar:
Posting Komentar