Senin, 15 September 2014

Membakar Semangat Anak

 


Oleh Mohammad Fauzil Adhim


 kata Lee Hsien Loong, Perdana Menteri Singapura,
“adalah mengenai membuka pintu bagi anak‐anak kita,
dan memberi mereka harapan dan peluang. Ianya lebih
daripada mengisi bekas dengan ilmu – ianya adalah untuk membakar semangat rakyat muda
kita.”
“   ”
Inilah arah pendidikan di Singapura. Departemen Pendidikan setempat menjabar‐
kan arah yang digariskan oleh PM (Prime Minister) Lee tersebut sebagai berikut, “Kemente‐
rian pendidikan bertujuan membantu semua murid kita menyedari bakat mereka sendiri, me‐
realisasikan potensi mereka sepenuhnya, dan mengembangkan minat mereka terhadap pem‐
belajaran sepanjang hayat.
Kita mempunyai sistem pendidikan yang kukuh. Murid‐murid Singapura mempu‐
nyai aspirasi tinggi, dan taraf pencapaian mereka yang cemerlang telah diakui di arena anta‐
rabangsa. Kita mempunyai sekolah‐sekolah yang baik, para pemimpin sekolah dan guru‐guru
yang berkebolehan, dan kemudahan‐kemudahan yang boleh dianggap terbaik di dunia.”
Singapura tidak punya apa‐apa. Minyak tidak punya sumbernya, lahan pertanian
tidak punya, tambang emas ribuan hektar juga tidak punya, bahkan sumber air untuk minum
dan membersihkan badan juga tidak punya. Yang mereka miliki cuma satu: manusia yang
jumlahnya tidak seberapa. Penduduk Singapura saat ini ada empat juta orang, terdiri dari
tiga juta warga negara dan satu juta permanent residences –orang asing yang tinggal menetap
di sana.
Tahun 1959, Singapura adalah negeri paling jorok di Asia Timur, kondisi negara ca‐
rut‐marut, kas negara kosong, penerapan hukum sangat buruk, konflik antar etnis sering ter‐
jadi, sampah bertebaran dimana‐mana, dan andalannya ketika itu cuma padi. Tetapi yang
disebut andalan ini pun sama sekali tidak bisa diandalkan. Hasil pertanian tidak mencukupi
kebutuhan pangan rakyat Singapura. Seandainya seluruh lapangan sepak bola diubah men‐
jadi sawah, hasilnya tidak akan mencukupi kebutuhan rakyat Singapura. Sementara kalau mau
mengembangkan pariwisata, masyarakatnya yang sangat jorok tidak mendukung. Apalagi
tidak punya pantai yang bagus. Pantai Siloso di pulau Sentosa yang sekarang menjadi andalan
pariwisata Singapura, tidak ada apa‐apanya dibanding keindahan banyak pantai kita. Tetapi
hari ini Singapura mampu menjadi Siloso sebagai obyek wisata pantai yang sopan. Jauh lebih
nyaman berlibur di sana dibanding Kuta.
Nganjuk, 10 Juni 2006  1 Lalu apa yang dilakukan oleh Lee Kuan Yew untuk memajukan Singapura sehingga
bisa seperti sekarang? Membangun karakter bangsa, membuang kebiasaan buruk, memben‐
tuk kepribadian yang kokoh dan membakar semangat anak muda. Jalan untuk membangun
itu semua adalah pendidikan. Lee merombak pendidikan dan memberi perhatian yang sangat
besar pada bidang pendidikan. Di negeri yang sekecil itu (hanya 400 kilometer persegi), kampus
perguruan tinggi dan sekolah menempati lahan yang sangat luas. NTU (Nanyang Technologi‐
cal University) luar biasa luasnya. Lingkungannya sangat asri dan nyaman.
Dalam soal mendidik dan membentuk karakter bangsa, Lee tidak main‐main. Demi
membentuk sikap mental yang tangguh dan motivasi yang sangat tinggi, Lee Kuan Yew me‐
nerapkan peraturan yang sangat tegas. Buang sampah sembarangan, melakukan vandalisme,
buang permen karet, berambut gondrong, pakai anting‐anting bagi laki‐laki, rambut awut‐
awutan bagi perempuan, tidak tertib di jalan, apalagi merokok di ruang publik, dikenai denda
yang sangat besar.
Seorang remaja Amerika, kata Rhenald Kasali bertutur dalam bukunya yang berta‐
juk Change, pernah dihukum cambuk gara‐gara melakukan vandalisme di Negeri Singa ini,
dan itu sungguh menggemparkan Amerika. Tetapi ia tidak goyah satu milimeter pun.
Menarik lagi, dalam rangka memelihara karakter bangsa, menjaga semangat agar
tetap berkobar dan membangun mental bangsa, Singapura mengeluarkan Parent’s Bill. Sebuah
undang‐undang yang mewajibkan anak‐anak hormat pada orangtua, merawat orangtuanya
ketika tua, dan orangtua berhak menuntut ke pengadilan bila anak tidak menyantuni mereka.
Begitu.
Inilah cara Singapura membangun negerinya. Inilah cara Singapura membangun
generasinya. Melalui proses pembentukan karakter yang kuat, membakar semangat agar
terus menyala‐nyala, menjaganya dengan menumbuhkan sikap hormat pada orangtua dan
sekaligus menjadi undang‐undang yang harus ditaati, Singapura mampu menjadi negara
yang disegani dan diperhitungkan. Anak‐anak mudanya tumbuh dengan penuh semangat,
antusiasme tinggi dan cita‐cita besar.
Ada beberapa hal yang dilakukan pemerintah Singapura untuk mempersiapkan
generasi unggul. Kita tidak memperbincangkannya saat ini, kecuali sebagiannya saja. Pertama,
disiplin yang sangat tinggi mulai dari jenjang pendidikan paling awal. Disiplin tinggi inilah
yang sekarang menjadi identitas bangsa Singapura di antara bangsa‐bangsa lain di dunia. Ke‐
dua, penanaman rasa tanggung‐jawab pada diri tiap siswa. Proses ini dilakukan secara sangat
ketat dengan disiplin tinggi dan melibatkan berbagai pihak secara terpadu. Seorang siswa SMU
tidak boleh memakai handphone –yang di negeri ini bahkan sudah menjadi mainan anak‐anak
SMP—karena dipandang sebagai salah satu tindakan tidak bertanggung‐jawab: belum kerja
sudah pakai piranti berbiaya tinggi. Anak laki‐laki tidak boleh berambut gondrong, perempu‐
annya tidak boleh acak‐acakan rambutnya, serta tidak boleh memakai anting‐anting (perempu‐
an, lho!) karena termasuk tindakan berlebihan. Selain itu siswa laki‐laki dilarang keras ngobrol
berdua dengan siswa perempuan karena early dating (pacaran) menurut kajian dan analisis
mereka, menjadi penyebab kehancuran negara dan hilangnya moral kerja. Early dating juga
membuat para siswa kehilangan semangat, kreativitas dan visi hidup yang besar. Jika keda‐
patan laki‐laki perempuan asyik ngobrol berdua, di halaman sekolah misalnya, mereka bisa
mendapat hukuman dera dengan dipukul rotan sekuat‐kuatnya sehingga masih terasa sakit‐
nya sekurang‐kurangnya sampai tiga hari. Ketiga, mengembangkan budaya belajar (learning
culture) yang kuat sejak pendidikan paling dasar. Dalam hal ini, sekurangnya ada tiga hal yang
Nganjuk, 10 Juni 2006  2 perlu kita catat, yakni pengembangan minat baca tulis semenjak masa pra‐sekolah, perancang‐
an kurikulum dan manajemen sekolah yang memungkinkan siswa memperoleh the basic of
knowledge (dasar‐dasar pengetahuan) secara memadai tanpa terbebani terlalu banyak mata pe‐
lajaran yang tidak perlu, serta pembangunan visi hidup pada diri siswa melalui pemberian mo‐
tivasi yang terencana dan berkelanjutan. Keempat, pengembangan minat dan bakat anak seka‐
ligus menumbuhkan kebiasaan produktif pada jenjang awal pendidikan. Selanjutnya, pada
jenjang berikutnya sekolah mengarahkan mereka untuk mengembangkan lebih lanjut pada
bakat yang menonjol pada diri mereka. Seterusnya pada jenjang pendidikan sekolah menengah,
mereka belajar sesuai potensi dan kecenderungan mereka. Maka ada program normal acade‐
mic, speed & normal academic, serta normal technical.
Motivasi dan visi hidup memang mendapat perhatian sangat besar. If you’re a highly
motivated person, nothing’s impossible to learn, nothing’s impossible to master. Jika Anda orang yang
memiliki motivasi sangat tinggi, tidak ada yang tidak mungkin untuk Anda pelajari, tidak ada
yang tidak mungkin untuk Anda kuasai.
Anak yang penuh motivasi cenderung memiliki percaya diri dan efikasi diri tinggi.
Apakah efikasi diri itu? Secara sederhana, efikasi diri merujuk pada keadaan dimana seseo‐
rang memiliki keyakinan sangat kuat dapat menguasai sesuatu dengan baik melalui proses
belajar, meskipun saat ini belum menguasai. “Jika saya belajar dengan sungguh‐sungguh, saya
akan dapat menguasainya dengan baik.”
Inilah keyakinan yang apabila ada pada diri kita akan membuat kita sangat bergai‐
rah mempelajari segala sesuatu yang menarik perhatian kita.

0 komentar:

Posting Komentar