Muqaddimah
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ
وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (QS.
Al-Hajj:77)
“Hai orang-orang
yang beriman ruku’lah, sujudlah dan sembahlah Rabbmu serta perbuatlah
kebajikan-kebajikan agar kalian memperoleh keberuntungan / kemenangan”.
Firman
Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 77 di atas mengisyaratkan bahwa
untuk meraih keberuntungan di dunia dan akhirat dibutuhkan usaha terpadu berupa
kegiatan ‘ubudiyah atau hablumminallah dan kegiatan memproduksi
kebajikan atau hablumminannaas.
Selain
diperintahkan untuk ruku’, sujud dan menyembah Allah, seorang Mu’min juga
dituntut aktif berbuat kebajikan terhadap sesama manusia.
Korelasi
antara hubungan vertikal (hablumminallah)
dengan hubungan horizontal (hablumminannaas)
juga terlihat jelas dalam Hadits Nabi SAW:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ
وَخَالِقْ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ وَإِذَا عَمِلْتَ سَيِّئَةً فَاعْمَلْ
حَسَنَةً تَمْحُهَا
“Bertaqwalah kepada Allah di
manapun kamu berada dan iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik (karena
kebaikan dapat mengkompensasi keburukan) dan bergaullah dengan sesama manusia
dengan akhlak yang baik."
Dalam
hadits tersebut terungkap setelah perintah bertaqwa kepada Allah dilanjutkan
dengan perintah berbuat kebaikan serta bergaul dengan sesama manusia dengan
akhlak yang baik.
Sehingga
keunggulan kompetitif vertikal seseorang atau dalam kaitannya dengan hablumminallah ditentukan berdasar
tingkat ketaqwaannya,
... إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ (QS. 49:13)
Sedangkan
keunggulan kompetitif horizontal ditentukan oleh besar kecilnya kadar
kemanfaatan yang dimiliki orang tersebut bagi orang lain
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Sebaik-baik
orang adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.
(H.R. Daru Quthni)
Menyadari
adanya keterkaitan yang begitu erat antara hablumminallah
dan hablumminannaas, para salafus shalih cepat melakukan
instrospeksi (muhasabah) terhadap hablumminallah mereka apabila mereka
mengalami kesulitan atau masalah di dalam hablumminannaas
mereka.
Jadi
misalnya suatu saat mereka mendapati istri mereka marah-marah, anak-anak mereka
sulit diatur dan bahkan keledai atau onta mereka susah dikendalikan, maka
mereka segera merasa bahwa ada yang tidak beres dalam hubungan ‘ubudiyah dan taqarrub mereka kepada Allah.
Namun
sebaliknya, walaupun seseorang rajin beribadah kepada Allah atau menonjol
kegiatan ‘ubudiyahnya, bila
hubungannya dengan sesama manusia buruk, maka ia tidak akan selamat di dunia
apalagi di akhirat. Seperti digambarkan dalam sirah, tentang seorang wanita
yang ahli ibadah, rajin shalat tahajjud dan shaum sunnah tetapi karena ia gemar
menyakiti hati tetangganya baik dengan lisan maupun perbuatan, maka ia
dikomentari Rasulullah SAW sebagai calon penghuni neraka. Na’udzubillahi min dzalik.
Seyogyanya
memang hubungan yang baik dan sehat antara seorang hamba dengan Rabbnya akan
berimbas atau berdampak positif pada hubungannya dengan sesama manusia.
Syarat-syarat membina hubungan dengan orang
lain
Syarat
utama atau modal dasar membina hubungan dengan orang lain adalah keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah. Dengan kata lain kunci utama pembuka hubungan baik
dengan orang lain adalah adanya quwwatu
sillah billah (kekuatan hubungan dengan Allah). Karena memang seperti sudah
disinggung di bagian muqaddimah bila hubungan kita dengan Allah baik, akan baik
pulalah hubungan kita dengan manusia lain. Tetapi jika yang terjadi seseorang
yang rajin beribadah tetapi akhlaknya buruk sehingga buruk pula hablumminannaasnya, berarti ada “something wrong” dalam ibadahnya
tersebut. Boleh jadi ibadah yang dilakukannya tersebut sekedar ritual yang
tidak dihayati dan difahami sehingga tidak membawanya pada esensi atau hakikat
ibadah tersebut.
Padahal
dalam Islam tidak ada dikotomi antara ibadah khasshah seperti ruku’, sujud dalam shalat, shaum, haji dll dengan
ibadah ’ammah seperti berbuat baik
pada orang tua, tetangga dll. Atau seperti diungkapkan pula di dalam Al-Qur’an
bahwa sesungguhnya shalat dapat mencegah manusia dari perbuatan keji dan
munkar. (QS. Al-Ankabut: 45)
Artinya shalat yang dihayati sampai pada esensinya akan berdampak positif
tercegahnya manusia dari keburukan akhlak.
Secara
sederhana hal itu pernah pula diungkapkan dalam lirik ciptaaan penyair Taufik
Ismail dan disenandungkan oleh Group Bimbo yakni: ada sajadah panjang panjang
terbentang dari buaian hingga ke tepi kuburan. Jadi dzikrullah atau ingatnya
manusia kepada Allah, tak hanya ketika berada di atas sajadah, melainkan juga
setelah keluar dari atas sajadah.
Oleh
sebab itu sebelum kita membina hubungan dengan orang lain berdasarkan akhlakul
karimah, kita harus lebih dulu membina hubungan dengan Allah yakni dengan cara
menerapkan akhlak terhadap Allah, Rasul dan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup
dari-Nya.
Syarat
kedua untuk membina hubungan dengan orang lain setelah keimanan dan ketaqwaan
kepada Allah adalah husnul khuluq atau akhlak yang baik.
Akhlak
yang baik sebenarnya adalah buah keimanan dan ketaqwaan. Ada keterkaitan yang
erat antara keimanan dengan akhlak seperti nampak dalam hadits-hadits yang
berisikan suruhan-suruhan Nabi SAW untuk berbuat baik selalu didahului dengan
masalah keimanan,
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ
لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ
جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ
ضَيْفَهُ
"Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau
(lebih baik) diam. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah
memuliakan tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir
hendaklah memulialkan tamunya.” (H.R. Bukhari Muslim)
Akhlak
yang baik ini meliputi akhlak terhadap Allah, Rasul, Al-Qur’an (vertikal) dan
akhlak terhadap sesama manusia seperti pada orangtua, suami, istri, anak,
khadim, teman, tetangga, binatang dan alam. Hal itu semua akan lebih dirinci
dalam bagian setelah ini.
Syarat
ketiga untuk membina hubungan dengan orang lain adalah skill, keahlian atau ketrampilan berkomunikasi, berinteraksi dan
beradaptasi dalam hubungan dengan sesama manusia.
Akhlak Terhadap Allah SWT
Akhlak
kepada Allah SWT selaku Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa diri kita
dan jagat raya adalah hal terpenting di atas segalanya. Karena bagaimana
mungkin kita akan bisa berakhlak kepada yang lainnya, bila akhlak kita kepada
Allah sudah buruk.
1.
Mengabdi hanya kepada Allah (QS. 51:56)
2.
Tunduk dan patuh hanya kepada Allah (QS.
3:31)
3.
Berserah diri kepada ketentuan Allah (QS.
2:155-156, 4:69)
4.
Bersyukur hanya kepada Allah (QS. 14:6-7)
5.
Ikhlas menerima keputusan Allah setelah ikhtiar (QS. 9:59)
6.
Penuh harap kepada Allah (QS. 17:28)
7.
Takut, tunduk dan patuh (QS. 5:44,
20:2-3)
8.
Takut terhadap siksa Allah (QS. 11:103)
9.
Berdo’a memohon pertolongan Allah (QS.
2:186)
10.
Cinta dengan penuh harap kepada Allah (QS.
68:32)
11.
Takut kehilangan rahmat Allah (QS.
59:13, 2:40)
Akhlak Terhadap Rasulullah SAW
Setelah
terhadap Allah SWT, akhlak yang terpenting adalah terhadap Rasulullah SAW:
1.
Ikhlas beriman kepada Nabi Muhammad SAW
2,
Mengucapkan shalawat serta salam kepadanya
3.
Taat kepada Rasulullah (QS. 3:31, 4:80)
4.
Cinta kepada Rasulullah (QS. 9:24)
5.
Percaya kepada segala yang disampaikan darinya (QS. 48:8)
6.
Tidak boleh mengabaikan Rasulullah (QS.
4:115)
7.
Menghidupkan sunnah Rasulullah (QS. 4:66)
8.
Menghormati pewaris Nabi yakni para ulama yang shidiq (QS. 4:69)
9.
Melaksanakan hukum Allah dan Rasul-Nya (QS.
49:1)
10.
Bersedekah sebelum menimba ilmu dari Rasulullah agar berkah
11.
Jangan mengobral sumpah (QS. 24:53)
12.
Berbicara dengan suara rendah (QS. 49:2)
13. Beradab dalam musyawarah dengannya (dalam
membiacarakan hadits-haditsnya untuk konteks saat ini)
Akhlak Terhadap Kitab Allah (Al-Qur’an)
1.
Rajin membaca Al-Qur’an agar menjadi syafa’at bagi kita.
2.
Membaca dengan tartil dan tidak terburu-buru.
3.
Membaca Al-Qur’an dengan khusyu’.
4.
Memulai membaca Al-Qur’an dengan isti’adzah.
5.
Memulai membaca Al-Qur’an dengan basmalah.
6.
Membaca Al-Qur’an dengan suara yang baik.
7.
Membaca Al-Qur’an sesuai dengan ilmu tajwid.
8.
Membaca Al-Qur’an dengan tidak mengganggu orang.
9.
Memahami arti ayat Al-Qur’an
10.
Menyimak ketika sedang dibacakan Al-Qur’an.
11.
Membaca Al-Qur’an bersama-sama dan bergantian.
12.
Membaca di waktu fajar dan waktu zhuhur.
13.
Berdo’a setelah membaca Al-Qur’an.
Ketiga
jenis akhlak di atas adalah modal utama untuk membangun hubungan dengan yang
lainnya
Akhlak Terhadap Diri Sendiri
Terhadap
diri kita sendiri kita sendiripun ternyata kita juga memiliki ketentuan akhlak
yang tidak boleh diabaikan.
1. Menghindarkan diri dari mencelakakan diri
sendiri seperti bunuh diri dan lain-lain.
2. Menghindarkan diri dari perbuatan yang
tidak baik.
3. Memelihara kesucian jiwa dengan taubat,
muraqabah, muhasabah, mujahadah, dan taat kepada Allah.
4. Pemaaf dan mau meminta maaf.
5. Memiliki kesederhanaan kerendahhatian,
kejujuran, keterampilan, kerajinan, keberanian, keteguhan hati, disiplin,
optimis, teguh hati dan bersyukur.
6. Menghindarkan diri dari sikap tercela
seperti khianat, tidak menepati janji, berburuk sangka, menggunjing, memfitnah,
menjauhi dosa-dosa besar, sombong, egois, zhalim, boros, tamak, dan lain-lain.
Akhlak Terhadap Orangtua
1.
Berbicara dengan kata-kata yang baik.
2.
Melindungi dan mendo’akan (QS. 17:24).
3.
Menghormati dan berterima kasih (QS. 31:14).
4.
Menghubungkan silaturahim.
5.
Menunaikan wasiat kecuali yang maksiat.
6.
Tidak mendurhakainya.
7.
Membantu mereka.
Akhlak Terhadap Anak
1.
Memberi nama yang baik.
2.
Menyembelih aqiqah saat akan mencukur rambutnya.
3.
Mengkhitan.
4.
Memberi pendidikan dan pengajaran (QS.
66:6)
“Bergaullah dengan anak-anakmu dan bimbinglah
kepada akhlak yang mulia”.(HR. Muslim)
5.
Mencarikan jodoh dan mengawinkannya
Akhlak Terhadap Suami
1.
Taat kepada suami selama berada di jalur ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya
2.
Melayaninya dengan baik dalam segala hal
3.
Tidak meremehkan pemberian sekecil apapun
4.
Mengurus rumah tangga dan mentarbiyah anak-anak
5.
Menjaga harta suami dan amanah-amanahnya
6.
Selalu meminta izin dan ridhanya bila pergi ke luar rumah
Akhlak Terhadap Istri
1.
Mempergauli istri dengan baik (QS. 4:19)
2.
Memimpin istri (QS. 2:187, 223)
3.
Memberikan nafkah
4.
Mendidik istri
5.
Melindungi rahasia istri
6.
Memberi kesempatan istri untuk bersilaturahim ke keluarganya juga keluarga
suaminya
7.
Memanggil istri dengan suara yang mengandung kasih sayang
8.
Bersikap sabar dan berwibawa
9.
Membantu istri
10.
Berbicara dengan bahasa yang dapat menggembirakan isteri
Akhlak Terhadap Tetangga
1.
Memuliakan tetangga
2.
Mendahulukan tetangga yang muslim
3.
Mendahulukan tetangga yang dekat
4.
Membantu kepentingan untuk hajat tetangga
5.
Tidak boleh mengganggu tetangga dengan lisan dan perbuatan
6.
Tidak boleh menyebarkan aib tetangga
7.
Meminta izin bila ke rumahnya
Akhlak Terhadap
Sesama Muslim
عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ سَالِمًا
أَخْبَرَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو
الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ
كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ
اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ
مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Muslim
saudara bagi muslim yang lain, tidak boleh menzhalimi dan tidak boleh
membiarkannya disakiti orang. Dan barang siapa yang membantu saudaranya
memenuhi hajatnya, maka Allah akan
membantunya, barang siapa yang melonggarkan satu kesulitan saudaranya, maka
Allah akan melonggarkan saru kesulitannya di hari kiamat dan barnag siapa yang
menutupi aib orang islam, maka Allah akan menutupi aibnya nanti di hari kiamat."
(H.R. Tirmizi)
Sebagai
saudara, kita wajib berakhlak baik dengan memenuhi hak-hak saudara kita sesama
muslim seperti misalnya:
1.
Menghubungkan tali persaudaraan
2.
Saling tolong menolong (QS. 5:2)
3.
Membina kebersamaan dan persaudaraan
4.
Menjaga keselamatan bersama
5.
Tidak mencela dan menghina
6.
Tidak menuduh tanpa bukti
7.
Dilarang tidak bertegur sapa lebih dari tiga hari
8.
Memenuhi janji
9.
Memberi salam, menjawab bersin dan lain-lain
Akhlak Terhadap Khadim atau Khadimah
Khadim atau
khadimah memiliki kontribusi yang
tidak kecil dalam rumah tangga, perusahaan dan lain-lain, oleh sebab itu kita
pun harus bersikap baik terhadap mereka
1. Cepat
membayar upahnya sebelum kering keringat mereka (Al-Hadits)
2.
Memperlakukannya secara lembut dan manusiawi
3.
Meringankan pekerjaannya
4.
Tidak menyuruh dengan beberapa pekerjaan sekaligus secara bersamaan
Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Tidak
semua manusia beragama Islam, tetapi kita juga berinteraksi dengan mereka dan
menghormati mereka selaku sesama manusia dengan cara sebagai berikut:
1.
Menghormati perasaan manusia lain
2.
Memberi dan menjawab salam
3.
Pandai berterima kasih
“Tidak dapat
bersyukur kepada Allah orang yang tidak pernah berterima kasih atas kebaikan
orang lain”. (HR. Abu Dawud)
4.
Memenuhi janji (QS. 16:91)
5.
Tidak boleh mengejek (QS. 49:11)
6.
Jangan mencari-cari kesalahan (QS. 49:12)
7.
Jangan menawar sesuatu yang sedang ditawar orang lain
Akhlak Terhadap Orang Kafir
Islam
mengatur pula bagaimana pola interaksi kita dengan orang kafir
1.
Meyakini kekafiran adalah kesesatan
2.
Tidak boleh mengikuti kekufuran
3.
Membencinya karena Allah
4.
Tegas dan tidak boleh mencintai orang kafir (QS. 60:1, 5:54)
5.
Berlaku adil dan boleh membantu orang kafir
6.
Boleh saling memberi hadiah
7.
Tidak boleh memberi dan menjawab salam
Akhlak Terhadap Tumbuh-tumbuhan
Syumuliyatul Islam
membuat Islam juga juga memiliki aturan bagaimana berinteraksi dengan alam
termasuk tumbuh-tumbuhan:
1.
Menjaga kelestarian alam termasuk tumbuh-tumbuhan
2.
Tidak menebang pohon tanpa keperluan
3.
Tidak boleh buang air kecil di bawah pohon
4.
Memelihara dan merawat tanam-tanaman atau tumbuh-tumbuhan
5.
Menanam pohon yang bermanfaat
6.
Membayar zakat hasil tanaman
Akhlak Terhadap Binatang
Seperti
halnya tumbuh-tumbuhan, binatang juga makhluk hidup yang juga harus dipergauli
dengan baik
1.
Memberinya makan dan minum
2.
Tidak mempermainkan binatang
3.
Bila hendak menyembelihnya hendaknya dilakukan dengan baik
4.
Jangan membebani terlalu berat
5.
Tidak menyiksanya dengan cara apapun
6.
Tidak memberi tanda dengan besi panas di muka binatang
7.
Membayar zakatnya
Akhlak Terhadap Alam
1.
Menjaga air agar tidak terkena polusi
2.
Jangan boros menggunakan air
3.
Dirikanlah shalat Istisqa’
4.
Berdo’alah di kala menggunakan air
Kesemua
akhlak tersebut membantu kita dalam membina hubungan baik dengan orang lain
maupun dengan alam agar tercipta harmoni dan keselarasan dalam hidup.
Keterampilan
(Kiat-kiat) dalam membina hubungan dengan orang lain
Di
samping patokan-patokan dasar berupa tuntunan akhlak Islami yang mengatur pola
hubungan antar manusia dan manusia dengan lingkungannya kiranya dibutuhkan juga
beberapa kiat praktis agar kita sukses dalam berinteraksi atau berhubungan
dengan siapapun.
Dalam
Al-Qur’an surat 9:128, Allah SWT menerangkan tentang sifat-sifat mulia yang
dimiliki Rasulullah SAW yang membuatnya berhasil dalam berda’wah, berinteraksi
dan merebut hati manusia banyak: “Laqad
jaa-akum rasulun min anfusikum, ‘azizun alihi maa ‘anittum, harisun ‘alaikum
bil mu’minina raufur rahim” (Telah datang seorang rasul kepadamu dari
golonganmu sendiri. Terasa amat berat apa yang kamu derita, ia sangat
menginginkan kebaikan bagimu. Terhadap mu’min ia santun lagi kasih sayang).
Ternyata
modal pertama Rasulullah SAW sebagai kiat sukses membina hubungan dengan
manusia dan lingkungannya adalah bahwa hati beliau senantiasa diliputi rasa
belas dan kasih sayang, terutama terhadap sesama mu’min. Kemudian beliau mudah
menyatakan simpati dan selalu mengharapkan kebaikan bagi orang lain. Selain itu
beliau juga segera bisa berempati, menyelami perasaan orang lain dan turut
merasakan kesedihan dan kesusahan yang dialami orang lain.
Jadi
rasa kasih sayang, belas kasihan, mudah menyatakan simpati dan bisa berempati
adalah kiat penting agar sukses membina
hubungan. Apalagi bila kemudian dilengkapi dengan ketrampilan berkomunikasi.
Agar bisa menjalin komunikasi yang baik kita perlu memperhatikan beberapa
faktor di antaranya ialah memahami dan menyesuaikan diri dengan kondisi
psikologis lawan bicara kita (komunikan). Sebagai pembicara (komunikator)
hendaknya kita melihat siapa dan bagaimana orang yang kita ajak bicara
(komunikan). Rasulullah SAW telah mengingatkan kita akan hal itu,
أَنْزِلُوا
النَّاسَ مَنَازِلَهُم
Tempatkanlah
manusia sesuai dengan tempatnya yang seharusnya (proporsional).
Misalnya
kita berbicara atau melakukan da’wah fardhiyah dengan seorang tokoh di
masyarakat apakah tokoh agama, ekonomi, pemerintahan dll, hendaknya kita
menghormatinya sebagaimana mestinya. Apalagi Rasulullah SAW juga mengingatkan
kita untuk menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda.
Faktor
lain yang perlu diperhatikan selain faktor psikologi dan posisi lawan bicara
kita adalah faktor intelektualistas dan adat istiadat. Rasulullah SAW bersabda,
خَاطِبُ
النَّاسَ عَلَي قَدْرِ عُقُولِهِمْ
Berbicaralah
kepada manusia sesuai dengan kadar intelektualitasnya.
Cara
kita berbicara dengan anak kecil seyogyanyalah berbeda dengan bila kita
berbicara dengan orang dewasa, karena kemampuan atau daya serap anak-anak jelas
berbeda dibandingkan orang dewasa. Begitu pula harus membedakan cara berbicara
kita ketika berhadapan dengan orang sederhana yang kurang atau tidak
berpendidikan dan dengan orang yang berpendidikan tinggi. Faktor adat istiadat
ternyata juga hal yang diperhatikan oleh Rasulullah SAW sehingga beliau
bersabda,
خَاطِبُوا النَّاسَ بِلُغَّةِ قَوْمِهِمْ
Berbicaralah
kepada manusia dengan bahasa kaumnya.
Artinya
kita perlu menyesuaikan cara berbicara dan berinteraksi kita dengan kultur,
adat istiadat yang dimiliki seseorang atau suatu kaum. Sepanjang tidak
melanggar ketentuan syar’i kita harus
menghormati kultur, kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki sesorang atau suatu kaum.
Dan
akhirnya ketrampilan (skill) yang
turut menunjang keberhasilan kita dalam membina hubungan adalah kemampuan
melakukan komunikasi yang efektif. Ciri-ciri komunikasi efektif adalah bila
terjalin pemahaman dan saling pengertian antara komunikator dan orang yang
diajak bicara (komunikan). Kemudian tercipta suasana menyenangkan di antara
kedua belah pihak. Baik yang berbicara maupun yang diajak bicara sama-sama
senang. Hasilnya adalah hubungan yang semakin baik dan harmonis antara orang
yang berbicara dengan yang diajak bicara. Bila sudah paham, mengerti, senang,
percaya dan hubungan semakin dekat akhirnya insya Allah komunikan akan bersikap
dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai Islam sebagaimana yang
diharapakan oleh komunikator sebagai pembawa pesan dakwah.
Wallahu
a’lamu bishawab.
0 komentar:
Posting Komentar