Kamis, 19 Desember 2013

TAUJIH PRESIDEN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA UST. HM. ANIS MATTA, LC PADA PENUTUPAN ELECTION UPDATE III PKS





بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي ألف بين قلوبنا وجعلنا إخوانا متحابين عاملين داعين مجاهدين في سبيله
أحييكم معاشر الإخوان والأخوات جميعا بالتحية الإسلام
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Ikhwan dan akhwat sekalian yang saya cintai.

Alhamdulillah sampailah kita akhirnya pada sesi terakhir dari election update yang telah kita mulai kemarin. Dan Saya mengikuti acara ini dari awal  sampai akhir. Dan merasakan bahwa confidence kita kepercayaan diri kita secara kolektif tumbuh jauh lebih bagus dari pada sebelumnya. Ini election update terbaik yang pernah kita adakan dibanding yang pertama dan yang kedua. Kita juga merasakan bahwa  aura dari election update yang ke tiga ini rasaya jauh lebih positif, jauh lebih cerah dan jauh lebih percaya diri dari pada bulan-bulan sebelumnya.

Ikhwah sekalian,
Pada kesempatan ini ingin menyampaikan tiga hal. Yang pertama adalah pada awal-awal saya diberi amanah sebagai presiden. Hampir semua taujih-taujih yang saya sampaikan, saya menyampaikan satu hal yang sangat penting. Yaitu masalah almuayyasah al ‘amaliyah ma’al qur’aan. Bagaimana kita bermuayyasah secara amaliyah dengan alqur’an sepanjang kita menghadapi  semua tantangan, semua badai yang sedang berlangsung.  Karena ini adalah momentum yang paling bagus untuk mentarbiyah diri kita semuanya.  Baik secara  individu maupun secara  jama’iy melalui cobaan-cobaan yang kita hadapi.

Begitu juga –ikhwah sekalian- Saya menyampaikan beberapa surat untuk kita pelajari secara lebih seksama. Dari setiap milestone saya menyebutkan surat-surat yang kita pelajari itu semuanya. Dan Saya kira sedikit atau banyak kita semuanya sudah mendapatkan banyak sekali inspirasi dari surat-surat itu.

Ikhwah sekalian,
Dari pengalaman kita baik dalam muayyasah dengan quran maupun dengan inspirasi yang kita peroleh di lapangan. Saya kira setidak-tidaknya kita mendapatkan tiga hal;

Yang pertama adalah semua tantangan yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita itu adalah  merupakan cara Allah SWT untuk meningkatkan kadar keikhlasan ‘ubudiyah kita kepada-Nya. Atau ikhlaashul ‘ubuudiyah lillaah.  Supaya kita melakukan reorientasi, memperbaiki niat kembali, memperbaiki arah hidup. Bahwa pada akhirnya niat awal kita semuanya terlibat dalam pergerakan ini adalah niat ibadah dan dakwah. Dan niat itu harus terus menerus kita pertahankan dalam semua situasi yang kita hadapi.

Semua cobaan-cobaan yang diberikan Allah SWT kepada kita bertujuan menyadarkan kita kita tentang qudratullah (keMaha berdayaan Allah SWT) sekaligus juga kelemahan kita. Oleh karena itu yang ingin dilihat oleh Allah SWT dari kita semuanya sebagai hambaNya dalam situasi seperti ini adalah Al inkisaar. Al Inkisaar ini adalah orang yang merasa seperti luluh lantak dihadapan Allah SWT. Supaya kita merasakan bahwa pada akhirnya kita ini tidak punya apa-apa di hadapan Allah SWT. Dan pada akhirnya semua daya kita itu adalah pemberian Allah SWT. Saya kira penting masalah-masalah seperti ini untuk kita hadirkan terus menerus dalam sepanjang jalan perjuangan kita semuanya. Supaya semua kelelahan yang telah kita rasakan dalam perjuangan ini. Begitu juga semua pengorbanan yang sudah kita keluarkan tidak hilang sia-sia. Karena dari awalnya kita sadar bahwa ini semuanya untuk Allah SWT.

Yang kedua ikhwah sekalian. Pada bulan-bulan inilah, kira-kira dari Februari sampai Sekarang. Sepuluh bulan lamanya. Kita merasakan apa artinya sabar. Dan kalau kita belajar dari qur’an –ikhwah sekalian- sifat yang paling banyak diulangi di dalam qur’an itu adalah sabar. Antum bandingkan kata sabar dalam alqur’an dengan semua akhlak yang lainnya, sabarlah paling banyak terulang. Sehingga para ulama mengatakan sabar itu adalah Ummul Akhlaq (ibunya semua akhlak yang terpuji). 

Sabar itu –ikhwah sekalian- dalam  qur’an misalnya berhubungan dengan kemampuan orang untuk survival, untuk bertahan. Misalnya Allah SWT mengatakan :

{ وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ} [البقرة: 155]

Tanpi antum perhatikan ikhwan-akhwat sekalian. Sebelum Allah sampai pada ayat

{وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ} [البقرة: 155، 156]

Allah SWT mengatakan, antum perhatikan alqur’an menggunakan kata nakirah.

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ

Dengan sedikit, tidak banyak. Bi syai-in minal khauf. Rasa takut. Dan saya pikir-pikir hampir kita semuanya sepanjang bulan-bulan ini seperti nasibnya Nabi Musa AS.

{فَأَصْبَحَ فِي الْمَدِينَةِ خَائِفًا يَتَرَقَّبُ } [القصص: 18]

Setelah beliau membunuh orang, maka Nabi Musa  berada dalam kota itu dalam keadaan takut dan waspada, was-was. Bahkan ketika beliau mendapatkan berita bahwa beliau akan dibunuh. Kalimat nya diulangi kembali oleh qur’an:

{فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا يَتَرَقَّبُ } [القصص: 21]

Jadi nasib kita ini mirip. Berada dalam tekanan selama berbulan-bulan dan rasanya tidak selesai sampai sekarang. Dan mungkin tidak akan selesai entah sampai kapan. Tapi kita merasakan bahwa kita ada dalam kondisi jiwa yang sama seperti  itu. Dan ini yang dimaksud dalam qur’an.. wanabluwakum bi syai-in minal khaufi wal juu’iy.  Kita juga merasakan keterbatasan sumber daya.  Saya mengatakan kepada banyak ikhwah sepanjang kita melakukan jaulah. Yang ikut beserta saya. Selama kita menghadapi musibah ini sebaiknya kita tidak meminta tolong kepada orang lain. Karena muka kita lagi jelek.  Kita atasi persoalan kita sendiri dengan cara kita sendiri, dengan sumber daya kita sendiri, dengan kantong kita sendiri. Sebab apa yang paling penting untuk kita tunjukkan dalam situasi seperti  itu adalah menjawab pertanyaan mendasar sejauh mana kita bisa bertahan  dalam keadaan dimana kita hanya  benar-benar mengandalkan kemampuan kita sendiri tanpa orang lain. Dan supaya kita membuktikan kepada diri kita dan juga kepada orang lain. Bahwa kita ini serius menolong agama kita sendiri. Serius menolong nilai-nilai perjuangan kita dan cita-cita kita semuanya.

Kadang-kadang ikhwah sekalian,  ada situasi  yang kita hadapi bukan hanya dalam politik, dalam kehidupan dakwah secara umum. Tapi yang sekarang kita rasakan. Ada situasi seperti yang dihadapi oleh nabi yunus. Terjebak dalam situasi dimana tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh manusia. Coba antum bayangkan seandainya kita berada dalam perut ikan seperti itu dan tidak ada lagi yang bisa kita lakukan. Tapi tidak mati juga, Cuma kita ada dalam situasi seperti itu.  Yang membuat orang bertahan dalam situasi seperti itu adalah sabar dan tetap berharap. Karena itu kalau kita lihat –ikhwah sekalian- doa nabi yunus itu adalah doa yang sangat sederhana.  

{لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ} [الأنبياء: 87]

Laa ilaaha ilaa anta subhanaka inni kuntu minazhzhaalimiin.

Itu bukan doa tapi pengakuan dosa. Jadi ada  situasi dimana seperti itu. Dan karena itu ikhwah sekalian, sabarlah yang membuat orang itu bertahan hidup dan survive dalam situasi yang paling sulit. Saya kira kita akan menghadapi tekanan jiwa dan tekanan finansial ini dan juga kekurangan dukungan dst. Sampai kita pemilu. Tetapi kita mesti dari sini mengukur kemampuan kita untuk bertahan. Tapi yang menarik –ikhwah sekalian- sabar ini juga di dalam qur’an dihubungkan dengan kepemimpinan. 

{وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا} [السجدة: 24]

Kenapa Ikhwah sekalian? Apa yang paling berat dalam politik itu adalah waktu kita berada dalam satu situasi dimana satu-satunya hal yang paling bijak yang kita lakukan pada saat itu adalah diam. Itu situasi yang sangat berat. Kita mau bergerak tapi memang situasi menuntut kita diam. Dan itu yang membuat banyak orang melakukan kesalahan dalam politik adalah ketika seharusnya dia diam, dia bergerak. Dan dalam satu hadist Rasulullah saw mengatakan, “akan datang satu fitnah kepada manusia…

الًقَاعِدُونَ فِيْهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ وَ الْقَائِمُ فِيْهَا خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِي

Yang duduk pada waktu itu lebih baik dari pada yang berjalan. Dan yang berjalan pada waktu  lebih baik dari pada yang berdiri.

Jadi ikhwah sekalian, Itu yg membuat orang menjadi pemimpin karena dia mampu mengendalikan diri dalam situasi yang paling sulit seperti itu. Dalam situasi serba kekurangan. Dan karena itu –ikhwah sekalian-, salah satu pengalaman menarik secara spiritual itu adalah pada waktu Rasulullah SAW menghadapi embargo selama tiga tahun. Begitu embargo itu selesai ikhwah sekalian, surat yang turun itu adalah surat adh-dhuha dan surat al insyirah. Dua surat itu semuanya, itu memperkuat nilai-nilai keyakinan Rasulullah SAW tentang hal ini.

Saya merasa penting untuk mengungkap kembali hal ini  -ikhwah sekalian-. Karena kita akan memasuki tahapan-tahapan akhir dari perjuangan kita ini. Dan ini membutuhkan energy yang jauh lebih besar,  kesabaran yang jauh lebih besar. Dan disinilah kita membuktikan apakah kita bisa memimpin atau benar-benar tidak bisa memimpin.

Yang ketiga ikhwah sekalian, kita juga merasakan bahwa salah satu  sisi penting dari tarbiyah qur’aniyah itu adalah menyadari apa dimaksud oleh quran itu dengan istilah taufik. Karena kita juga tahu dalam politik itu  momentum itu nilai yang sangat penting (timing). Dan yang dimaksud taufik itu adalah

الْتِقاء الإِرَادَةِ الإِلَهِية مَعَ الإِرَادَةِ البَشَرِيَة فِي الزَمَانِ المُنَاسِب وَ الْوَقْتِ الْمُنَاسِبِ وَ الْمَكَانِ المُنَاسِبِ
iltiqaaul iraadah ilaahiyah ma’al iraadah basyariyah fi zamaanil munaasib wal waqtil munaasib wal makaanil munaasib.

Bertemunya kehendak Allah daan harapan manusia pada waktu yang tepat dan tempat yang tepat.

Kita semua adalah orang yang percaya kepada takdir. Tetapi kita  tidak pernah tahu apa yang ditakdirkan kepada kita.Sehingga kita adalah orang yang terus menerus berusaha meraba, menemukan, mencari tahu apa sesungguhnya takdir kita itu. Dan saya kira –ikhwah sekalian- pelajaran yang paling penting sepanjang bulan-bulan ini yang saya rasakan setidak-tidaknya secara pribadi adalah bahwa ternyata tingkat ketepatan kita itu tidak pernah benar-benar bisa kita rencanakan. Jadi apa yang kita maksud dengan terburu-buru atau terlambat, timing. Itu tidak pernah kita benar-benar bisa tahu. Dan itu murni sepenuhnya adalah takdir Allah SWT. Sebab kita bergerak  dalam situasi dimana sebagian besar komponen-komponen perubahan itu tidak ada dalam kendali kita.  Dan satu-satunya cara untuk menghadirkan semua komponen-komponen  seperti yang kita inginkan itu adalah menyelesaikan apa yang menjadi kewajiban kita sebagai hamba dan sisanya menyerahkannya kepada  Allah SWT. Biarlah Dia  yang mengaturnya dengan caranya sendiri.

Seperti sekarang ketika selama dua hari ini kita membicarakan soal capres. Kita tidak tahu apakah ini momentumnya tepat atau tidak. Tetapi yang bisa kita lakukan itu adalah memfirasati zaman, memfirasati waktu. Dan berharap-harap bahwa kira-kira yang ada dalam takdir Allah SWT juga akan begini jadinya. Tetapi  masalah ini ikhwah sekalian, saya penting menghadirkan makna ini kembali supaya dalam proses pengambilan keputusan kita semuanya dan dalam cara kita melangkah. Kita  menghadirkan tiga makna ini dalam satu rangkaian sekaligus: Ikhlaashul ‘ubuudiyati lillaah, ash-shabru wal mushaabarah dan raja-ut taufiiq ilaahiy. Karena nilai keputusan ini bisa dianggap tepat pada hari ini dalam pandangan kasat mata kita. Tapi belum tentu tepat bagi kita. Sama seperti ketika orang lain mungkin merencanakan makar kepada kita, dari situlah datangnya makar Allah kepada mereka. Jadi makna-makna ini ikhwah sekalian adalah ma’aani ruuhiyyah. Makna-makna spiritual ini perlu kita hadirkan kembali. Dan dengan makna-makna spiritual ini kita memberikan al-lamsar ruuhiyyah lil ‘amaliyatis siyaasiyyah. Kita memberikan sentuhan spiritual yang kuat dalam seluruh kerja-kerja politik kita. Dan kalau ada yang menjelaskan Mengapa pada dua hari ini kita tampak mempunyai confinden yang jauh lebih bagus. Aura kita jauh lebih bagus. Saya kira karena itu adalah bagian dari pengejawantahan tiga makna yang saya sebutkan tadi itu.

Ikhwah sekalian,
Point kedua yang ingin saya sampaikan adalah masalah sepanjang bulan-bulan ini juga. Rasanya kita telah mengembangkan apa yang saya sebut dengan al-kafaa-ah siyaasiyyah,  kemampuan politik kita. Baik dalam pemahaman maupun dalam performan. Saya termasuk yang selalu percaya bahwa satu partai yang ingin menjadi besar memang mesti menghadapi tantangan yang lebih besar. Dan makin besar tantangan yang kita hadapi, itu juga berarti bahwa kita menghadapi satu proses penggemblengan lapangan secara langsung yang mengupgrade kemampuan kita bekerja. Jauh lebih baik dibanding ketika kita tidak menghadapi tantangan-tantangan seperti ini.

Dan salah satu manfaat dari musibah-musibah yang menimpa kita itu adalah dia membuka mata kita kepada kelemahan-kelemahan kita. Tapi pada waktu yang sama, dia  juga membuka mata kita kepada kelebihan-kelebihan dan kekuatan-kekuatan kita  yang mungkin selama ini kita tidak sadari. Kalau ada satu hal yang pantas kita catat suatu waktu, lima, sepuluh tahun, dua puluh tahun yang akan datang tentang periode ini. Menurut saya diantara bagian yang paling penting adalah bahwa kita telah  memberikan pelajaran kepada diri kita sendiri dan kepada orang lain di luar sana. Bagaimana caranya untuk tetap menjadi solid dan militan dalam keadaan yang paling sulit.  Belum tentu dalam keadaan damai kita bisa menjadi solid dan militan seperti sekarang. Tapi bulan-bulan ini kita belajar luar biasa. Mengatasi semua keterbatasan kita, menghadapi masalah di dalam , menghadapi masalah di luar dan seterusnya. Dan kita bisa tetap menunjukkkan  soliditas  dan mengelola sebuah organisasi yang besar dalam sebuah Negara yang besar. Dan bisa eksis dalam situasi seperti ini. Itu adalah  suatu pelajaran yang pantas untuk dipelajari. Tidak sekarang tapi beberapa tahun yang akan datang. Insya Allah…

Dan antum semua adalah bagian dari pelaku yang menciptakan pelajaran penting itu.   Saya selalu perlu mengulangi persoalan ini. Karena kita ini, PKS ini tumbuh dengan tradisi kerendahan hati. Karena itu biasanya kita juga terbiasa underestimate bahkan dengan diri kita sendiri. Kemarin di babel saya menyampaikan ke ikhwah. Ini ada angka-angka yang kalau konstruksi ini tidak gampang konstruksinya.  Dihitung-hitung dalam situasi yang paling buruk ini, dengan menang di dua pilkada besar untuk Gubernur. Total populasi yang kita pimpin di republic ini itu 60 juta. Atau sama dengan 45% dari total penduduk republic Indonesia. Kalau ini kita compare, bandingkan dengan angka-angka yang lain. Kira-kira ini dua kalinya syiria, tiga kalinya irak, hampir tiga kalinya Malaysia. Dan kalau seluruh Negara teluk digabung, kira-kira sekitar tiga kali lipat . hampir sama dengan Iran wilayah ini. Hampir sama dengan turki, hampir sama dengan mesir tidak terlalu jauh bedanya. Dua kalinya Maroko, sepuluh kalinya Lybia, enam kalinya Tunisia.

Jadi ikhwah sekalian antum ini tidak memimpin wilayah yang kecil. Tapi kita tidak menyadari. Setiap hari kita mengkritik gubernur kita dan kita sendiri tidak puas dengan performan mereka itu. Kita tidak merasa cukup besar. Jadi mengelola satu organisasi yang besar seperti ini. Ini tidak gampang. Dalam situasi yang sangat sulit seperti ini, kita bisa mempertahankan soliditas dan militansi seperti yang kita rasakan sekarang ini. Menurut saya ini adalah bagian yang pantas untuk kita pelajari dalam perjalanan organisasi kita ini beberapa tahun ke depan. Dan sekali lagi antum semua adalah pelaku utama dari periode ini. 

Begitu juga ikhwah sekalian, pemahaman kita tentang politik ini jauh berkembang lebih baik dari pada sebelumnya.   Saya kira kita mulai sampai pada satu keseimbangan, satu iklim baru tentang apa yang selama ini kita pertentangkan. Misalnya antara idealisme dan pragmatisme. Saya kira kita tidak pernah –Insyaa Allaah-  kehilangan idealisme kita. Tapi yang berkembang itu adalah fiqhul waaqi’ kita itu jauh lebih bagus dari pada tahun-tahun sebelumnya. Dan karena itu cara kita melakukan mu’aalajatul waaqi’  itu juga jauh lebih bagus dari tahun-tahun sebelumnya. Kita tidak berubah menjadi sangat pragmatis sebagaimana yang mungkin kita tuduhkan kepada diri kita sendiri.  Tetapi kita menjadi jauh lebih realistis, jauh lebih sabar mengelola situasi kita karena pengetahuan kita tentang realitas jauh lebih detil dari pada tahun-tahun sebelumnya. Dan ini satu nilai ikhwah sekalian, yang sejak lama dalam hampir semua ceramah saya. Dalam tulisan-tulisan saya. Konsep tentang apa yang saya sebut dengan learning  organization. Organisasi pembelajar yang terus menerus belajar. Dan dalam proses belajar itu kita mengalami proses jatuh bangun, jatuh bangun, jatuh bangun. Ada gagal dan seterusnya. Tetapi yang muncul itu ikhwah sekalian adalah satu mindset baru, satu kemampuan  berfikir baru yang tidak mungkin kita punyai kecuali kalau kita terjun ke lapangan. Ini yang saya sebut dengan al-‘aqliyah tajribiyah (akal empiris). Kita tumbuh dengan cara berfikir normative dan salah satu kelemahan umat Islam itu adalah emosinya kepada idiologi terlalu kuat. Tapi begitu dia mengalami benturan di lapangan. Dia berlari kembali kepada normanya, dia meninggalkan lapangan. Kenapa? Karena ada yang kosong dalam struktur pengetahuannya, dalam struktur pemikirannya yaitu bahwa dia tidak mempunyai apa yang disebut dengan al-‘aqliyah tajribiyah.

Pengalaman itu ikhwah sekalian adalah sesuatu yang terbuka untuk dipelajari. Dan jangan pernah mengharamkan diri kita untuk gagal pada suatu waktu. Karena kegagalan itu sendiri adalah materi pembelajaran. Dan kalau ada hal yang lebih penting menurut saya dalam proses pencapaian kita semuanya ini adalah  tumbuhnya kemampuan berfikir empiric yang ada dalam diri kita sekarang ini. Dan karena itu kita mulai bisa menerapkan ilmu pengetahuan dalam hampir semua aspek cara kita bekerja.  Mudah-mudahan dengan cara seperti ini, kita mentransformasi diri kita secara perlahan-lahan menjadi salah satu model dari apa yang sekarang disebut orang dengan knowledge society (masyarakat berpengetahuan).  Yang menggunakan pengetahuannya sebagai sebuah fungsi untuk memperbaiki kinerjanya dari waktu ke waktu.

Menurut saya –ikhwah sekalian- pencapaian-pencapaian seperti ini dalam organisasi kita dalam pertumbuhan jama’ah kita. Ini penting untuk terus menerus kita catat. Karena ini mempunyai implikasi yang sangat panjang dalam daya tahan organisasi ini melawan waktu yang panjang di masa yang akan datang. Dan saya kira dalam hal ini kita mudah-mudahan insyaa Allah  ada dalam on the track belajar secara jauh lebih bagus dari proses-proses yang kita alami selama ini. Dan sekali lagi ikhwah sekalian, nilai ini. Ini yang saya maksud dengan  Peningkatan pada kafaa-ah siyaasiyah kita fahman wa adaa-an. Baik dalam pemahaman, dalam pembentukan, penyempurnaan dan struktur berfikir kita semuanya maupun dalam kemampuan kerja kita semuanya. Saya kira ini adalah suatu prestasi yang pantas kita catat dan ini adalah hikmah yang kita peroleh sepanjang bulan-bulan kita menghadapi tantangan-tantangan berat ini.

Ikhwah sekalian itu hal yang kedua yang ingin saya sampaikan.

Hal yang ketiga yang ingin saya sampaikan ikhwah sekalian adalah tantangan kita ke depan ini adalah itsbatut jadaaratil qiyaadiyah.  Mampukah kita membuktikan kemampuan kita memimpin?.. Dalam mihwar muassasiy yang kita masuki ini. Setidak-tidaknya  kita akan mengalami tiga tahap. Dua tahap diantaranya  sudah kita lalui, saya tidak tahu apakah kita akan memasuki tahap ketiga dalam waktu dekat ini atau tidak. Yang pertama adalah tahapan integrasi. Mengintegrasikan apa yang dulu disebut orang sebagai organisasi tanpa bentuk, gerakan tarbiyah dan lain sebagainya. Ke dalam system politik nasional.  Itu yang kita maksud dengan mihwar muassasiy itu.  Kita membentuk partai politik dan mengintegrasikan diri secara terbuka dalam system politik nasional yang terbuka. Karena itu termasuk diantaranya adalah terbuka untuk penilaian public. Tadinya kita adalah organisasi yang tidak mungkin dievaluasi karena tidak ketahuan. Tetapi begitu kita masuk di dalam politik, kita bermetamorfosis dari gerakan dakwah menjadi gerakan politik mengembangkan sayap. Kita mengintegrasikan diri dalam politik nasional. Ini yang saya maksud dengan periode yang pertama dan ini yang kita lakukan pada tahun 1998.

Selanjutnya, kita masuk pada tahapan yang kedua. Tujuan utama pada tahapan pertama ini adalah  itsbatudz dzaat membuktikan eksistensi kita bahwa kita bisa eksis sebagai sebuah kekuatan politik. Yang pada periode 2004/2005 yang lalu kita jadikan electoral threshold sebagai ukuran eksistensi politik.  Dan karena itu kita masuk pada tahapan kedua sejak  2004 sesudahnya. 2004  ini yang saya sebut dengan menjadi bagian dari mainstream. Jadi dari integrasi kita masuk ke mainstream. Menjadi bagian dari kekuatan arus utama politik yang memimpin republic ini.  Kita masuk dalam musyarakah fil hukumah, kita masuk berpartisipasi dalam pembentukan  pemerintahan. Kita menjadi bagian dari pemerintahan SBY sejak 2004 dan 2009 sampai sekarang ini.  Itu karena kita masuk di tahapan kedua. Maka kita menjadi bagian dari kekuatan arus utama yang memimpin republic ini.  Kita menjadi kekuatan arus utama walaupun bukan kita yang benar-benar utama. Tetapi ada di arus utama  yang memimpin negeri ini.  Setidak-tidaknya sebagai salah satu bagian dari kekuatan arus utama ini. Salah satu ukurannya adalah bahwa sebaiknya atau Jangan sampai ada keputusan-keputusan penting  menyangkut  negeri ini yang tidak melibatkan kita dalam proses pengambilan keputusan itu. Kalau ada satu hal yang bisa kita tunjukkan sebagai bukti bahwa kita adalah bagian dari arus utama. Menurut saya salah satunya adalah beberapa keputusan penting yang kita ambil di negeri ini salah satunya dalam soal-soal BBM. Kita merupakan bagian dari kekuatan yang dipertimbangkan dalam proses itu.

Tapi ikhwah sekalian, ini adalah tahapan kedua. Dan kita melalui  tahapan kedua ini selama sepuluh tahun. Dua periode koalisi. Periode ketiga ini, tahapan ketiga ini yang akan kita lalui di mihwar siyasiy ini itu adalah leading. Jadi dari integrasi menjadi mainstream kemudian masuk ke leading. Nah, ini yang tidak kita tahu. Kapan waktu nya datang? 2014 atau 2019. Kita tidak boleh underestimate dengan diri kita sendiri. Walaupun juga tidak boleh overestimate. Tetapi kita mesti bersiap-siap terhadap satu keadaan. Seandainya keadaannya terbuka dan kita belum siap. Seandainya peluangnya terbuka dan kita belum siap. Sebab kalau siap tapi peluangnya belum terbuka itu juga tidak ada gunanya.

Tetapi ikhwah sekalian, yang bisa menentukan apakah kita akan masuk ke leading dalam tahun-tahun yang dekat ini atau kita masih akan menundanya dan tetap ada di mainstream. Itu keputusannya sepenuhnya ada di tangan antum semuanya. Tetapi jika alasan  yang paling penting untuk memenangkan pemilu 2014 yang akan datang. Itu adalah keputusan kita sendiri. Apakah kita ingin leading atau belum? Masih mau menundanya. Itu sepenuhnya adalah keputusan kita. Jika kita menginginkannya,  saya kira kita bisa memfirasati zaman kita sekarang ini untuk mencoba merasa-rasakan. Apakah ini timingnya atau bukan?.  Tetapi bahwa kita ingin leading itu adalah keniscayaan. Tapi menentukan waktunya, itu adalah keputusan kita semuanya. Dan terutama  antum semuanya dilapanganlah  yang lebih  tahu kapan waktu yang paling tepat untuk menentukan proses shifting dari mainstream ke  leading sekarang ini. Antum yang lebih menentukannya. Antum yang bisa menimbang-nimbangnya, bisa mengukur-ukur kemampuan kita memikul beban yang lebih berat dari pada yang sekarang.

Jadi kira-kira ikhwah sekalian kalau saya ingin membuat satu perumpamaan. Pada tahun 1999 itu kita adalah salah satu peserta dalam sebuah ruangan seperti ini. Duduk dibawah.  Kalau kita bicara, angkat tangan untuk bicara. Kita ingin mewakili diri kita sendiri. Menyampaikan pendapat kita sendiri, mewakili diri kita sendiri, mewakili pendapat kita, mewakili kepentingan kita.  Itu tahapan integrasi. Kita ada dalam sidang, ikut sebagai peserta yang sah. Punya hak bicara, punya hak suara.

Waktu kita masuk musyarokah kita  ada di pimpinan sidang. Tapi  belum memimpin sidang. Seperti ustadz Taufik sekarang ini. Ada dibaris depan, tapi belum memimpin sidang, Cuma punya hak bisik kepada pemimpin sidang. Marah-marah sedikit juga boleh. Tidak harus angkat tangan untuk bicara. Bisa dengan bisik-bisik. Itu lah musyarokah.  Itu tahapan kedua.

Kalau kita mau leading, kitalah yang memimpin sidang.  Dan bedanya pemimpin sidang itu ikhwah sekalian,  dia tidak punya hak bicara seperti peserta. Dialah yang mendistribusikan hak bicara. Dia harus mengelola semua hak ini dengan baik.  Yang paling terakhir yang dia punya itu adalah palu. Dan karena itu ikhwah sekalian,  begitu kita memutuskan untuk shifting dari musyarokah ke leading ini. Dari mainstream ke leading. Hal pertama yang harus kita masukkan di dalam mindset kita itu adalah bahwa kita sekarang ini tidak boleh lagi berfikir sekedar merepresentasikan diri kita sendiri atau merepresentasikan umat kita. Tetapi yang kita representasikan itu adalah  the hall nation, seluruh bangsa ini.  Dan itu menuntut semacam spektrumshif, spectrum dalam cara kita berfikir dan juga cara kita berbicara kepada orang. Tentang agenda yang kita angkat. Tentang apa yang kita angkat kepada orang, yang kita sampaikan kepada orang.  Itu semuanya menentukan.

Saya kira ikhwah sekalian,  kalau kita membaca riwayat politik partai-partai Islam di Indonesia. Yang saya rasakan sejak kemerdekaan sampai  sekarang. Kalau kita membaca litelatur-litelatur yang ada. Yang dirasakan orang di republic ini tentang partai-partai Islam itu termasuk sekarang ini adalah mereka merasa bahwa partai-partai islam ini adalah kelompok yang mewakili dirinya sendiri dan tidak pernah mewakili, merasa mewakili the hall nation seluruh bangsa ini. Persepsi bahwa hanya satu kelompok yang mewakili the hall nation. Itu selalu diberikan kepada kelompok nasionalis. Tidak pernah diberikan kepada kelompok Islam. Kelompok islam  ini adalah kelompok yang definitive, segmen  tertentu, yang kalau mereka bicara. Dia mewakili dirinya sendiri.  Dan persepsi itu kuat, laten dalam pikiran orang.  Dan karena itu juga terbentuk satu pikiran dalam diri mereka. Salah satu sebab kenapa kita tidak pernah mampu mewakili bangsa secara keseluruhan. Itu adalah karena kita tidak cukup dalam memahami persoalan-persoalan bangsa.

Jadi waktu kemarin hadir di forum rector di yogya. Jadi forum rector yang sebelumnya di Jawa Tengah mengundang Megawati dan Prabowo. Yang kedua ini mengundang saya dan hatta rajasa. Komentar pertama ketika sedang ngobrol di lobi dari ketua forum rector ini pak Laode Kamaluddin.  Sambil bercanda dia bilang begini,” AAkh. Kita cuma mau tahu apakah PKS sudah nasionalis, atau masih islam saja?”. Kita tidak perlu tersinggung, itu adalah akumulasi dari persepsi yang terbentuk selama ini di kepala orang. Saya kira sedikit atau banyak Pak Adang jug punya persepsi sama tentang PKS  sebelum gabung dengan PKS. Dan kalau antum lihat kasus bagaimana caranya ikhwan di mesir itu  diblok di media, juga seperti ini. Dia hanya mewakili irsyad, hanya mewakili ikhwan. Dia  tidak mewakili mesir. Walaupun kita sudah kerja keras untuk itu. Tapi ini persepsi. Jadi sekali kita memutuskan untuk melakukan shifting dalam tahapan ini. Yang paling penting itu adalah shifting dalam mindset kita semuanya. Bahwa sekarang kita ingin mewakili bangsa secara keseluruhan dan tidak sekedar mewakili diri kita sendiri.

Jadi kira-kira nanti begitu antum berbahasa dalam situasi seperti ini. Sebagian dari komentar yang akan kita dengarkan dari konstituen  kita sendiri, kira-kira bahasanya seperti  ini. Istri saya tadi pagi bacain sebuah sms ke saya. Dia bilang, ada orang kirim sms kedia. Bercanda, jadi seorang istri yang mengatakan ke suaminya begini,  

 “tadinya saya pikir aku special di hatimu. Ternyata hatimu ini seperti rumah petak.  Banyak penghuninya”.

Salah satu persoalan besarnya nanti ikhwah sekalian, di tingkat operasional, di tingkat lapangan adalah persoalan yang disebut dengan managing interest, mengelola kepentingan yang berbeda-beda.  Itu nanti tantangan lapangannya. Tetapi saya kira ini kita bicarakan belakangan. Saya ingin kita masuk ke persoalan mindsetnya dulu (cara berfikirnya). Sebab  begitu kita mengalami shifting dalam cara berfikirnya. Persoalan operasional ini nanti Insyaa Allah akan mengikut.  Shifting ini ikhwah sekalian, menurut saya ini mindset yang sangat penting untuk kita sampaikan kepada orang.  Jadi itu bukan sekedar usaha untuk memperluas konstituen. Tetapi terutama untuk mendapatkan satu kesan tingkat penerimaan public kepada kita itu ditentukan oleh persepsi dia tentang siapa kelompok yang kita wakili. Apakah dia sebagai sebuah kelompok termasuk diantara bagian yang kita wakili secara keseluruhan atau tidak. Dan jika sebagian besar orang di republic ini merasa diwakili oleh kita. Itu adalah salah satu tanda bahwa pesan kita sampai kepada public. Tapi kalau ada kelompok di negeri ini yang merasa tidak kita wakili. Itu berarti pesan kita ini belum sampai secara menyeluruh. 

Jauh lebih gampang –ikhwah sekalian- nanti mengerjakan kerja-kerja operasionalnya dalam pengelolaan Negara. Ketimbang proses shifting pada mindset kita ini. Dari apa yang disebut dengan tamtsiilul ummah ilaa tamstiilisy sya’b. Merepresentasikan umat dan merepresentasikan bangsa. Sebab ini menentukan nanti cara kita berbahasa. Ikhwah sekalian,   Saya kira tadi malam antum melihat survey social media. Ini sepenuhnya  adalah permainan semantic.  Dan karena itu salah satu ilmu yang paling penting dalam social engineering itu sebenarnya adalah linguistic (fiqhul lughah). Sayangnya ini termasuk jurusan yang paling tidak disenangi, tidak laku di negeri kita. Karena itu term yang dikaitkan dengan kata-kata yang related dengan PKS misalnya apa saja. Itu menentukan secara semantic bahwa cara berfikir orang-orang ini begini suasananya. Dan kalau antum mau tahu konsep tentang penyadapan ini. Penyadapan raksasa yang dilkaukan oleh Amerika sekarang ini. itu sebenarnya adalah konsep ini. Konsep tentang big data. Mereka ingin mendapatkan suatu data besar. Tetapi approach-nya secara syntic iatu adalah menggunakan basic-basic dasar ini; psikologi, lunguistik, sosiologi. Ini yang dipakai semuanya. Tapi dalam cara mereka membuat cara kerja mesinnya. Itu basicnya adalah basic ini, basic linguistic. Dan itu ikhwah sekalian, sekali lagi juga karena itu ini cara. Cara untuk mendefinisikan apa yang dipahami orang tentang  PKS.  Sehingga tadi malam antum sudah melihat  apa saja kalimat term idiologi yang related kepada PKS.

Sebab kenapa ikhwah sekalian? Begitu kita survey misalnya di twitter akun-akun PKS semuanya. Memang itu term yang keluar. Ini barang tidak bisa kita paksakan.  Itu akan terlacak dengan sendirinya. Keluar karena yang bekerja adalah mesin. Ini bukan manusia tapi mesin yang mengerjakan. Ini robot. Dipasang dan dikasih kode semuanya. Kalimat ini masuk semuanya, ini diberi tafsir. Ini tafsir tentang aktifitas intelejen. Cara orang memahami gejala-gejala dari data yang mereka random untuk melihat tingkat keteraturan dari sesuatu yang tampak random itu tadi.  Nah, kita ini secara acak, kalau dievaluasi.  Term-term yang keluar dalam akun-akun PKS seluruhnya itu adalah term-term yang mewakili, masih belum mewakili bangsa secara keseluruhan. Tapi masih mewakili diri kita  sendiri. Dan karena itu bagaimana kita mengharapkan orang datang memberikan dukungan kepada kita, kalau orang tidak merasa bahwa mereka kita wakili.

Nah, jadi di kalangan elit. Ikhwah sekalian,
Persepsi yang berkembang tentang PKS itu misalnya adalah, ini adalah segerombolan muballigh yang memahami teks-teks ayat kitab suci dengan baik. Tapi tidak pernah mengerti Indonesia dengan baik. Makanya di awal tadi saya mengatakan  salah satu hal yang tumbuh bulan-bulan yang penting ini  adalah struktur dalam fiqhul waaqi’ kita. Pengetahuan kita tentang realitas menjadi jauh lebih baik dari pada bulan-bulan sebelumnya. Karena kita mengalami perbaikan dalam pengetahuan kita, dalam struktur pengetahuan kita itu. Itu sebabnya ikhwah sekalian, penting untuk  juga berbicara kepada elit. Dan kita berfikir bahwa mungkin kita selama ini cukup sebagai partai yang elitis. Tapi sebenarnya kita tidak cukup bicara, tidak cukup banyak memberikan pesan kepada  elit dengan baik; elit intelektual, elit politik, elit ekonomi, elit bisnis dan elit militer. Ini term yang mereka tunggu-tunggu tentang kita semuanya. Sejauh apa kita memahami negeri dimana kita berada dan  yang sekarang kita klaim ingin  kita pimpin. Jadi kalau antum misalnya membandingkan sebelum kemerdekaan.  Tulisan-tulisan Soekarno dengan tulisan kaum islamis, para pemikir-pemikir islamis. Antum lihat! Skala spectrum dimana Soekarno berfikir dan spectrum dimana orang lain berfikir, itu memang berbeda. Begitu antum dekati itu terutama secara semantic. Antum akan melihat bagaimana skalanya benar-benar tampak. Jadi kalau kemudian rakyat memberikan kepercayaan kepada dia sepenuhnya. Itu karena semua orang merasa terwakili di sini. 


Tapi kita semuanya, ikhwah sekalian. Sebagai qiyadah di partai ini. Begitu kita memutuskan ini sekali lagi apa yang paling penting buat kita sekarang. Itu adalah spectrum pada mindsetnya. Dan mudah-mudahan Insyaa Allaah akumulasi pengalaman lima belas tahun. Dan juga benturan terakhir yang kita alami, yang kita rasakan sekarang ini memberikan kita kemampuan untuk melakukan shifting ini. Dan itu sebabnya ikhwah sekalian, kenapa saya memulai dari mindset. Karena Allah sendiri yang mengatakan :

{يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ} [المجادلة: 11]

Kalau kita ingin naik derajat, naik pangkat. Syarat pertamanya adalah memiliki apa  yang disebut dengan al-miizaanul ma’rifiyyah (knowledge advanted). Kita mesti punya keunggulan pengetahuan yang membuat kita berbeda dengan orang lain.

Saya kira ikhwah sekalian,  ini hal-hal yang ingin saya sampaikan. Saya percaya bahwa dalam situasi seperti sekarang ini antum tidak lagi membutuhkan motivasi yang berapi-api.  Karena situasinya sekarang ini kita semuanya adalah well motivasion. Tapi yang justeru jauh lebih penting bagi saya adalah membangun satu frekuensi kesadaran yang sama  tentang di tahap mana sekarang ini kita berada dan kemana kita akan pergi. Antum semua adalah qiyadah. Dan sekali lagi tahap ketiga yang akan kita lalui. Keputusannya sepenuhnya ada ditangan antum semuanya. Antumlah yang menentukan kita masih akan terus musyarokah  atau akan masuk ke leading. Tetap di mainstream atau masuk ke leading. Mengextend waktu kita di mainstream atau menghentikannya. Sekarang itu sepenuhnya  keputusan antum semuanya. Dan antum tidak perlu mengatakannya kepada saya hari ini.  Kita putuskan dengan cara kita masing-masing di lapangan. Mudah-mudahan ikhwah sekalian,  penyampaian ini memframe kembali kesadaran kita semuanya. Dan insyaa Allaah kita bisa menciptakan kejutan-kejutan besar pada tahun 2014 yang akan datang.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

0 komentar:

Posting Komentar