Kamis, 28 November 2013
Selasa, 26 November 2013
Teguh Di Jalan Dakwah
Kami selalu
membangun dan berkemauan
Kami pasti akan mati tapi kami pantang hina
Kami punya tangan dan mau bekerja
Kami punya hari esok dan harapan
Dan Kami selamanya orang merdeka dan pantang menyerah
Kami pasti akan mati tapi kami pantang hina
Kami punya tangan dan mau bekerja
Kami punya hari esok dan harapan
Dan Kami selamanya orang merdeka dan pantang menyerah
Tsabat bermakna teguh pendirian dan
tegar dalam menghadapi ujian serta cobaan di jalan kebenaran. Dan tsabat bagai
benteng bagi seorang kader. Ia sebagai daya tahan dan pantang menyerah.
Ketahanan diri atas berbagai hal yang merintanginya. Hingga ia mendapatkan
cita-citanya atau mati dalam keadaan mulia karena tetap konsisten di jalan-Nya.
Dalam Majmu’atur Rasail, Imam Hasan Al Banna menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan tsabat adalah orang yang senantiasa bekerja dan berjuang di jalan dakwah
yang amat panjang sampai ia kembali kepada Allah SWT. dengan kemenangan, baik
kemenangan di dunia ataupun mati syahid. “Di antara orang-orang mukmin itu
ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah SWT.
maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada pula yang
menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah janjinya”. (Al Ahzab:
23).
Sesungguhnya
jalan hidup yang kita lalui ini adalah jalan yang tidak sederhana. Jauh,
panjang dan penuh liku apalagi jalan dakwah yang kita tempuh saat ini. Ia jalan
yang panjang dan ditaburi dengan halangan dan rintangan, rayuan dan godaan.
Karena itu dakwah ini sangat memerlukan orang-orang yang memiliki muwashafat
‘ailiyah, yakni orang-orang yang berjiwa ikhlas, itqan dalam bekerja, berjuang
dan beramal serta orang-orang yang tahan akan berbagai tekanan. Dengan modal
itu mereka sampai pada harapan dan cita-citanya.
“Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan
pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta dan memerdekakan hamba sahaya,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati janjinya
apabila ia berjanji dan orang-orang yang bersabar dalam kesempitan, penderitaan
dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka
itulah orang-orang yang bertaqwa”. (Al Baqarah: 177).
Di samping
itu, dakwah ini juga senantiasa menghadapi musuh-musuhnya di setiap masa dan
zaman sesuai dengan kondisinya masing-masing. Tentu mereka sangat tidak
menginginkan dakwah ini tumbuh dan berkembang. Sehingga mereka berupaya untuk
memangkas pertumbuhan dakwah atau mematikannya. Sebab dengan tumbuhnya dakwah
akan bertabrakan dengan kepentingan hidup mereka. Oleh karena itu dakwah ini
membutuhkan pengembannya yang berjiwa teguh menghadapi perjalanan yang panjang
dan penuh lika-liku serta musuh-musuhnya. Merekalah orang-orang yang mempunyai
ketahanan daya juang yang kokoh.
Kita bisa
melihat ketsabatan Rasulullah SAW. Ketika beliau mendapatkan tawaran
menggiurkan untuk meninggalkan dakwah Islam tentunya dengan imbalan. Imbalan
kekuasaan, kekayaan atau wanita. Tetapi dengan tegar beliau menampik dan
berkata dengan ungkapan penuh keyakinannya kepada Allah SWT.
‘Demi
Allah, wahai pamanku seandainya mereka bisa meletakkan matahari di tangan
kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini. Niscaya
tidak akan aku tinggalkan urusan ini sampai Allah SWT. memenangkan dakwah ini
atau semuanya akan binasa’.
Demikian
pula para sahabatnya ketika menjumpai ujian dan cobaan dakwah mereka tidak
pernah bergeser sedikit pun langkah dan jiwanya. Malah semakin mantap komitmen
mereka pada jalan Islam ini. Ka’ab bin Malik pernah ditawari Raja Ghassan untuk
menetap di wilayahnya dan mendapatkan kedudukan yang menggiurkan. Tapi semua
itu ditolaknya sebab hal itu justru akan menimbulkan mudarat yang jauh lebih
besar lagi.
Kita dapat
juga saksikan peristiwa yang menimpa umat Islam pada masa Khalifah Al Mu’tsahim
Billah tentang fitnah dan ujian ‘khalqul Qur’an’. Imam Ahmad bin Hambal sangat
tegar menghadapi ujian tersebut dengan tegas ia menyatakan bahwa Al Qur’an
adalah kalamullah, bukan makhluk sebagaimana yang didoktrin oleh Khalifah.
Dengan tuduhan sesat dan menyesatkan kaum muslimin Imam Ahmad bin Hambal
menerima penjara dan hukum pukulan dan cambukan. Dengan ketsabatan beliau kaum
muslimin terselamatkan aqidah mereka dari kesesatan.
Demikian
pula kita merasakan ketegaran Imam Hasan Al Banna dalam menghadapi tribulasi
dakwahnya. Ia terus bersabar dan bertahan. Meski akhirnya ia pun menemui
Rabbnya dengan berondongan senjata api. Dan Sayyid Quthb yang menerima eksekusi
mati dengan jiwa yang lapang lantaran aqidah dan menguatkan sikapnya berhadapan
dengan tiang gantungan. Beliau dengan yakin menyatakan kepada saudara
perempuannya, ‘Ya ukhtil karimah insya Allah naltaqi amama babil jannah.
Duhai saudaraku semoga kita bisa berjumpa di depan pintu surga kelak’.
Namun memang
tidak sedikit kader yang kendur daya tahannya. Ada yang berguguran karena
tekanan materi. Tergoda oleh rayuan harta benda. Setelah mendapatkan mobil
mewah, rumah megah dan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam rekeningnya.
Membuat semangat dakwahnya luntur. Bahkan ia akhirnya sangat haus dan rakus
pada harta benda duniawi yang fana itu. Dan ia jadikan harta benda itu sebagai
tahannya. Ada pula yang rontok daya juangnya karena tekanan keluarga.
Keluarganya menghendaki sikap hidup yang berbeda dengan nilai dakwah.
Keluarganya ingin sebagai keluarga kebanyakan masyarakat yang sekuler. Dengan
gaya dan stylenya, sikap dan perilakunya Sehingga ia pun mengikuti selera
keluarganya. Ada juga yang tidak tahan karena tekanan politik yang sangat
keras. Teror, ancaman, kekerasan, hukuman dan penjara selalu menghantui dirinya
sehingga ia tidak tahan kemudian ia pun meninggalkan jalan dakwah ini.
Oleh karena
itu sikap tsabat mesti berlandaskan keistiqamahan pada petunjuk Allah SWT. (Al
Istiqamah alal Huda). Berpegang teguh pada ketaqwaan dan kebenaran hakiki,
tidak mudah terbujuk oleh bisikan nafsu rendah dirinya sekalipun. Sehingga
dirinya kukuh untuk memegang janji dan komitmen pada nilai-nilai kesucian. Ia
tidak memiliki keinginan sedikit dan sekejap pun untuk menyimpang lalu
mengikuti kecenderungan hina dan tipu muslihat setan durjana. Dan sikap ini
harus terus di-ri’ayah dengan taujihat dan tarbawiyah sehingga tetap
bersemayam dalam sanubari yang paling dalam. Dengan bekalan itu seorang kader
dakwah dapat bertahan berada di jalan dakwah ini.
Melalui
sikap teguh ini perjalanan panjang menjadi pendek. Perjalanan yang penuh onak
dan duri tidak menjadi hambatan untuk meneruskan langkah-langkah panjangnya.
Bahkan ia dapat melihat urgensinya sikap tsabat dalam dakwah. Adapun urgensi
tsabat dalam mengemban amanah dakwah ini di antaranya:
1. Dalalah
salamatil Manhaj (Bukti jalan hidup yang benar)
Jalan hidup
ini sangat beragam. Ada jalan yang baik ada pula yang buruk. ada yang
menyenangkan ada pula yang menyusahkan. Dan sikap tsabat menjadi bukti
siapa-siapa yang benar jalan hidupnya. Mereka berani menghadapi jalan hidup
bagaimanapun selama jalan itu menghantarkan pada kemuliaan meski harus
merasakan kepahitan atau kesusahan.
Sikap tsabat
ini melahirkan keberanian menghadapi realita hidup. Pantang menyesali kondisi
diri apalagi menyalahkan keadaan. Ia tidak cengeng dan ngambekan karena beragam
persoalan yang mengelutinya. Malah ia mampu mengendalikan permasalahan dan
menemukan harapan besar untuk ia raih. Amatlah pantas perintah Allah SWT. pada
orang beriman tatkala menghadapi musuh agar mengencangkan jiwa yang tegar dan
konsisten pada keyakinannya. “Hai orang-orang yang beriman apabila kamu
menghadapi satu pasukan maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah nama Allah
sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung”. (Al Anfal: 45). Dengan demikian
mereka yang tsabat dalam jalan dakwah ini menjadi pilihan hidupnya. Lantaran ia
tahu dan berani menerima kenyataan yang memang harus ia alami. Dan muncullah
sikap sang ksatria yang gagah berani meniti jalan hidupnya bersama dakwah ini.
Pujangga
termasyhur, Al Buhturi dalam baris syairnya ia mengungkapkan bahwa jiwa yang
berani hidup dengan menghadapi resiko apapun dan tetap tegar berdiri di atas
pijakannya adalah ‘nafsun tudhi’u wa himmatun tatawaqqadu, jiwa yang
menerangi dan cita-cita yang menyala-nyala’. Sebab jiwa yang semacam itu
menjadi bukti bahwa ia benar dalam mengarungi bahtera hidupnya.
2. Mir’atus
Syakhshiyatil Mar’i (Cermin kepribadian seseorang)
Sikap tsabat
membuat pemiliknya menjadi tenang. Dan ketenangan hati menimbulkan kepercayaan.
Kepercayaan menjadi modal utama dalam berinteraksi dengan banyak kalangan.
Karena itu sikap tsabat menjadi cermin kepribadian seorang muslim. Dan cermin
itu berada pada bagaimana sikap dan jiwa seorang mukmin dalam menjalani arah
hidupnya. juga bagaimana ia menyelesaikan masalah-masalahnya.
Semua orang
sangat membutuhkan cermin untuk memperbaiki dirinya. Dari cermin kita dapat
mengarahkan sikap salah kepada sikap yang benar. Dan cermin amat membantu untuk
mempermudah menemukan kelemahan diri sehingga dengan cepat mudah diperbaikinya.
Amatlah beruntung bagi diri kita masih banyak orang yang menjual cermin. Agar
kita semakin mudah mematut diri. Karenanya, Rasulullah SAW. mendudukkan peran
seorang mukmin bagi cermin bagi mukmin lainnya. Karenanya seorang ulama memberi
hadiah pada kawannya yang diberi amanah kepemimpinan sebuah cermin antik yang
besar. Rupanya hadiah itu membuat sang teman ini menangis dan menginsafi diri.
Lalu memahami betul bahwa hadiah cermin antik tersebut bukan untuk pajangan
rumahnya melainkan sebagai upaya nasihat. Nasihat yang tulus dari ulama shalih
bijak untuk mengingatkan temannya agar dapat memperbaiki diri dalam mengemban
amanah kepemimpinannya.
Dan sikap
tsabat adalah cermin bagi setiap mukmin. Karena tsabat dapat menjadi mesin
penggerak jiwa-jiwa yang rapuh. Ia dapat mengokohkannya. Tidak sedikit orang
yang jiwa mati hidup kembali lantaran mendapatkan energi dari ketsabatan
seseorang. Ia bagai inspirasi yang mengalirkan udara segar terhadap jiwa yang
limbung menghadapi segala kepahitan. Seorang ulama mengingatkan kita, ‘berapa
banyak orang yang jiwa mati menjadi hidup dan jiwa yang hidup menjadi layu
karena daya tahan yang dimiliki seseorang‘. Dan di situlah fungsi dan peran
tsabat.
3.
Dharibatut Thariq ilal Majdi war Rif’ah (upaya untuk menuju kesuksesan dan
kejayaan)
Setiap
kesuksesan dan kejayaan memerlukan sikap tsabat. Istiqamah dalam mengarungi
aneka ragam bentuk kehidupan. Tentu tidak akan ada kesuksesan dan kejayaan
secara cuma-cuma. Ia hanya akan dapat dicapai manakala kita memiliki pra
syaratnya. Yakni sikap tetap istiqamah menjalani hidup ini. Tidak neko-neko.
Seorang murabbi mengingatkan binaannya dengan mengatakan, ‘Peliharalah
keteguhan hatimu, karena ia bentengmu yang sesungguhnya. Barang siapa yang
memperkokoh bentengnya niscaya ia tidak akan goyah oleh badai sekencang apapun.
Dan ini menjadi pengamanmu’. Begitulah nasihat banyak ulama kita yang
mengingatkan agar kita berupaya secara maksimal mengokohkan kekuatan hati dan
keteguhan jiwa agar mendapatkan cita-cita kita.
Juga
terhadap jalan dakwah. Kegemilangan jalan suci ini hanya dapat diraih dari
sikap konsisten terhadap prinsip dakwah ini. Yang tidak mudah bergeser karena
tarikan-tarikan kepentingan yang mengarah pada kecenderungan duniawiyah. Tanpa
sikap tsabat, pelaku dakwah ini akan terseret pada putaran kehancuran dan
kerugian dunia dan akhirat. “Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu
dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu agar kamu membuat yang lain secara
bohong terhadap Kami. Dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu
jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat hatimu niscaya kamu
hampir-hampir condong sedikit kepada mereka. Kalau terjadi demikian
benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu siksaan berlipat ganda di dunia ini
dan begitu pula siksaan berlipat pula sesudah mati dan kamu tidak akan mendapat
seorang penolongpun terhadap Kami”. ( Al Isra’: 73 – 75). Sikap ini menjadi
daya tahan terhadap bantingan apapun dan dari sanalah ia mencapai kejayaannya.
Sebagaimana yang diingatkan Rasulullah SAW. pada Khabab bin Al ‘Arts agar tetap
bersabar dan berjiwa tegar menghadapi ujian dakwah ini bukan dengan sikap yang
tergesa-gesa. Apalagi dengan sikap yang menginginkan jalan dakwah ini tanpa
hambatan dan sumbatan.
4. Thariqun
litahqiqil Ahdaf (Jalan untuk mencapai sasaran)
Untuk
mencapai sasaran hidup yang dikehendaki tidak ada jalan lain kecuali dengan
bermodal tsabat. Teguh meniti jalan yang sedang dilaluinya. Meski
perlahan-lahan. ‘alon-alon asal kelakon’. Tidak tertarik untuk zig-zag sedikit
pun atau sesekali. Melainkan mereka lakukan terus-menerus meniti jalannya
dengan sikap tetap istiqamah. Bahkan dalam dunia fabel dikisahkan kura-kura
dapat mengalahkan kancil mencapai suatu tempat. Kura-kura meski jalan
pelan-pelan namun akhirnya menghantarkan dirinya pada tempat yang dituju.
Imam
‘Athaillah As Sakandary menasihatkan muridnya untuk selalu tekun dalam berbuat
agar meraih harapannya dan tidak cepat lelah atau putus asa untuk mendapatkan
hasilnya. ‘Barang siapa yang menggali sumur lalu berpindah pada tempat yang
lain untuk menggali lagi dan seterusnya berpindah lagi maka selamanya ia tidak
akan menemukan air dari lubang yang ia gali. Tapi bila kamu telah menggali
lubang galilah terus hingga kamu dapatkan air darinya meski amat melelahkan’
(Kitab Tajul ‘Arus). Karenanya ketekunan dan ketelatenan menjadi alat bantu
untuk mencapai cita-cita dan harapan yang dikehendakinya. Dan kedua hal itu
merupakan pancaran sikap tsabat seseorang.
Tsabat
meliputi beberapa aspek yakni: Pertama, Tsabat Ala dinillah,
teguh terhadap agama Allah SWT. Keteguhan pada masalah ini dengan tidak
menanggalkan agama ini dari dirinya walaupun kematian menjadi ancamannya.
Sebagaimana wasiat yang selalu dikumandangkan oleh Khatib Jum’at agar
senantiasa menjaga keimanan dan ketaqwaan sehingga mati dalam keadaan muslim.
Ini pula yang menjadi wasiat para Nabi kepada keturunannya. “Dan Ibrahim
telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya. Demikian pula Ya’kub. ‘Hai
anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu. Maka janganlah kamu
mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. ( Al Baqarah: 132).
Wasiat ini
untuk menjadi warning pada kaum muslimin agar tetap memelihara imannya. Jangan
mudah tergiur oleh kesenangan dunia lalu mengganti keyakinannya dengan yang
lain. Menjual agamanya dengan harga mie instan atau sembako. Atau menukar
prinsip hidupnya dengan kemolekan tubuh wanita. Atau ia mau mengganti aqidahnya
dengan lowongan kerja dan karirnya. Na’udzu billahi min dzalik.
Kedua, Tsabat Alal Iltizam bidinillah,
Tetap komitmen pada ajaran Allah SWT. baik dalam ketaatan maupun saat harus
menerima kenyataan hidup. Ia tidak mengeluh atas apa yang menimpa dirinya. Ia
tegar menghadapinya. Bangunan komitmennya tidak pernah pudar oleh kenyataan
pahit yang dirasakannya. Keluhan dan penyesalan bukanlah solusi. Malah menambah
beban hidup. Oleh karena itu keteguhan dan kesabaran menjadi modal untuk
menyikapi seluruh permasalahannya. Rasulullah SAW. Bersabda: ‘As Shabr fihim
ala dinihi kal qabidh alal jumari’.
Mereka yang
menjaga komitmennya pada ajaran Allah senantiasa memandang bahwa apa saja yang
diberikan-Nya adalah sesuatu yang baik bagi dirinya. Persepsi ini tidak akan
membuat goyah menghadapi pengamalan pahit segetir apapun. Dan sangat mungkin
merubahnya menjadi kenangan manis yang patut diabadikan dalam kumpulan album
kehidupannya. Sebab segala pengalaman pahit bila mampu diatasi dengan sikap
tegar maka ia menjadi bahan nostalgia yang amat mahal.
Ketiga, Tsabat Ala Mabda’ id Dakwah,
teguh pada prinsip dakwah yang menjadi rambu-rambu dalam memberikan khidmatnya
pada tugas agung ini. Memprioritaskan dakwah atas aktivitas lainnya sehingga
dapat memberikan kontribusinya di jalan ini. Tanpa kenal lelah dan henti. Ia
selalu terdepan pada pembelaan dakwah. Walau harus menderita karena sikapnya.
Ketenangan dan kegusaran hatinya selalu dikaitkan dengan nasib dakwah. Ia tidak
akan merasa nyaman bila dakwah dalam ancaman. Karena itu ia berupaya untuk
selalu disiplin pada prinsip dakwah ini. Bergeser dari prinsip ini berakibat
fatal bagi dakwah dan masa depan umat. Perhatikanlah peristiwa Uhud, Bir
Ma’unah dan lainnya. Peristiwa yang amat memilukan dalam sejarah dakwah
tersebut di antaranya disebabkan oleh ketidakdisiplinan kader pada prinsip dan
rambu dakwah.
5. Izzatu
Junudid Da’wah (harga diri seorang kader dakwah)
Saat ini
kita memasuki era di mana tantangan dan peluang sama-sama terbuka. Dapat binasa
lantaran tidak tahan menghadapi tantangan atau ia berjaya karena mampu membuka
pintu peluang seluas-luasnya. Karena itu kita dituntut untuk bersikap tsabat dalam
kondisi dan situasi apapun. Senang maupun susah, sempit ataupun lapang. Tidak
pernah tergoda oleh bisikan-bisikan kemewahan dan kegemerlapan lalu tertarik
padanya dan lari dari jalan dakwah.
Tsabat tidak
mengenal waktu dan tempat, dimana pun dan kapan pun. Kita tetap harus mengusung
misi dan visi dakwah kita yang suci ini. Untuk menyelamatkan umat manusia dari
kehinaan dan kemudaratan. Dengan jiwa tsabat ini kader dakwah memiliki harga
diri di mata Allah SWT. maupun di mata musuh-musuhnya. Melalui sikap ini
seorang kader lebih istimewa dari pada kebanyakan orang. Dan ia menjadi citra
yang tak ternilai harganya.
Imam Hasan
Al Banna menegaskan, ‘janganlah kamu merasa kecil diri, lalu kamu samakan
dirimu dengan orang lain. Atau kamu tempuh dalam dakwah ini jalan yang bukan
jalan kaum mukminin. Atau kamu bandingkan dakwahmu yang cahayanya diambil dari
cahaya Allah dan manhajnya diserap dari sunnah Rasul-Nya dengan dakwah-dakwah
lainnya yang terbentuk oleh berbagai kepentingan lalu bubar begitu saja dengan
berlalunya waktu dan terjadinya berbagai peristiwa. Kuncinya adalah Tsabat
dalam jalan dakwah ini’. Kalau begitu bagaimana bangunan tsabat yang kita
miliki?. Wallahu ‘alam bishshawwab.
“Duhai
pemilik hati, wahai pembolak balik jiwa, teguhkanlah hati dan jiwa kami untuk
senantiasa berpegang teguh pada agama-Mu dan ketaatan di jalan-Mu”.
Kamis, 21 November 2013
CAIRAN YANG MENGAMBANG
Awan,
Cairan yang Mengambang
Tanya:
Apakah sebenarnya awan itu?
Jawab:
Awan adalah air yang mengambang di udara. Jika dalam jumlah yang banyak maka
akan terbentuk hujan lebat yang turun ke bumi menghasilkan air sumur, sungai,
telaga, dan mata air yang dapat kita minum, kita gunakan untuk menyiram
tanaman, dan diminum pula oleh hewan ternak kita.
Apakah kamu tidak
memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka
diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air
itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya. (Az-Zumar (39):21).
Tanya:
Bagaimana awan terbentuk?
Jawab:
Allah swt mengirimkan panas matahari untuk menguapkan air di permukaan laut.
Uap air laut yang telah menjadi tawar naik ke atas namun hanya sampai ke
ketinggian tertentu agar ia dapat menjadi rahmat bagi hamba-hamba Allah swt.
Demikianlah Allah swt menetapkan sunnah-Nya di alam semesta, Ia tetapkan air
laut yang asin berubah menjadi hujan yang tawar dan amat dibutuhkan oleh
manusia.
Tanya:
Bagaimana Sunnatullah dalam pembentukan awan ini?
Jawab:
Pertama, Allah swt menjadikan panas matahari serta angin sebagai penyebab
naiknya uap air laut ke ketinggian yang melebihi ketinggian gunung agar
kumpulan uap air itu tidak terhalang oleh gunung ketika ia bergerak dari atas
laut menuju tengah-tengah daratan. Allah swt menguapkan air laut tanpa disertai
unsur garamnya agar dapat diminum oleh manusia, hewan dan tumbuhan.
Maka Terangkanlah
kepadaKu tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah
yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka
mengapakah kamu tidak bersyukur? (Al-waqi'ah (56): 68-70).
Kedua, Allah swt Dialah yang telah menjadilkan angin dan panas matahari
sebagai sebab terangkatnya uap air dari laut melebihi tinggi rata-rata gunung
seperti firman-Nya:
Dan dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita
gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah
membawa awan mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus. (Al-A'raf (7): 57).
Makna أقَلَّّتْ pada ayat di atas adalah membawa dan
mengangkat.
Allah swt menjadikan suhu yang dingin
di udara semakin dingin sampai pada ketinggian 8 mil saja. Ini membuat air
tidak dapat melebihi ketinggian tersebut.
Tanya:
Mengapa semakin ke atas suhu semakin dingin?
Jawab:
Seharusnya semakin kita naik ke atas kita akan semakin merasakan panas karena
jarak dengan matahari relatif semakin dekat. Namun di bawah ketinggian 8 mil
keadaan justru sebaliknya. Ini dimaksudkan agar uap air tidak terus naik ke
atas sehingga tidak kering atau hilang.
Dan Kami
turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu
menetap di bumi, dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.
(Al-Mu'minun (23): 18).
Tanya:
Bagaimana pengumpulan uap air dapat terjadi?
Jawab:
Uap air itu amat ringan dan tak dapat dilihat, karenanya ia naik ke atas. Lalu Allah
swt mengirim angin yang membawa zat-zat tertentu yang berfungsi mengumpulkan
uap-uap air itu di sekelilingnya sehingga terbentuk gumpalan besar uap air yang
kita lihat sebagai awan. Awan yang berat dengan uap air itu membantunya untuk
tidak terus naik ke atas.
Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu
menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang
dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan
keluar dari celah-celahnya, Maka apabila hujan itu turun mengenai
hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira. (Ar-Rum
(30): 48).
Di samping kedua sunnatullah yang telah disebutkan (sunnah Allah
swt berupa naiknya uap air laut di atas ketinggian gunung dan sunnah Allah swt
berupa tertahannya gumpalan awan yang berisi uap air pada ketinggian 8 mil),
juga terdapat ni'mat lain bagi manusia (sunnatullah yang ketiga) berupa
bergeraknya awan yang telah berisi air itu menuju ke atas daratan yang dihuni
manusia, hewan dan tumbuhan.
Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita
gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah
membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami
turunkan hujan di daerah itu, maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai
macam buah-buahan. seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah
mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (Al-a'raf (7): 57).
Renungkanlah bagaimana ukuran kecepatan angin yang amat
sesuai dengan berat dan kepekatan awan sehingga tidak membawa dampak
kehancuran. Allah swt telah memberikan beberapa pelajaran kepada kita dengan
angin yang menghancurkan yang kecepatannya 75 mil perjam. Dan bila kecepatannya
mencapai 200 mil perjam maka angin itu tidak akan menyisakan apapun. Dan agar Anda
ketahui betapa besar pengaruh rahmat Allah swt kepada kita ingatlah bahwa angin
dengan kecepatan tinggi itu ada pada ketinggian
5 mil saja di atas kepala kita di mana arus angin dengan kecepatan 200
mil perjam tersebut berada 5 mil di atas permukaan laut. Jika angin dengan
kecepatan 200 mil perjam ini turun beberapa mil saja pasti semua struktur
kehidupan akan rusak setelah ia merusak sistem pengaturan hujan. Perlu
diketahui bahwa daerah di atas angin penghancur ini adalah daerah yang tak
berangin. Jika urutan ini terbalik maka rusaklah semua sistem yang
telah ada. Anda lihat bagaimana perencanaan dan program yang amat sempurna di
atas permukaan bumi ini.
Keempat, adalah sunnatullah turunnya
hujan berupa butiran-butiran air yang kecil bukan air bah yang dapat
menghancurkan segala sesuatu.
Kelima, sunnatullah mengalirnya
sungai-sungai yang berpencar di permukaan bumi seperti pembuluh darah bagi
tubuh manusia.
Keenam, sunnatullah menyerapnya
sebagian besar air ke dalam bumi agar air tidak tercemar dan agar tanah laik
untuk ditelusuri tanpa gangguan air.
Ketujuh, sunnatullah tersimpannya air
di dalam bumi dengan jarak yang tidak jauh sehingga dapat dimanfaatkan oleh
manusia berupa mata air atau sumur. Air ini tertahan oleh bebatuan yang seperti
bejana penampung air sehingga tidak menembus ke kedalaman bumi yang tak
terjangkau manusia.
Firman Allah swt:
Katakanlah:
"Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; Maka siapakah
yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?" (Al-mulk (67): 30).
Jadi,
- Di bumi ini ada program sempurna yang bekerja di bawah perintah Penciptanya dengan amat rapi dan teratur.
- Ada juga di sana Sunnatullah yang tetap, berkadar, dan sangat rapi yang bekerja membentuk air hujan, mengangkat air dari laut ke ketinggian di atas gunung setelah dihilangkan unsur garamnya, kemudian air itu dikirim untuk semua makhluk yang membutuhkannya di tengah-tengah daratan luas dengan menurunkannya dalam bentuk tetesan lembut yang bermanfaat dan tidak membahayakan. Lalu ia menjadi sungai-sungai yang penuh manfaat atau diserap ke dalam bumi agar tidak menganggu kehidupan dan agar terjaga dari polusi serta menjadi cadangan air yang ditampung dengan jarak tidak jauh dari permukaan bumi oleh wadah dari bebatuan.
مُجِيْبُ الدُّعَاءِ
Yang Mengabulkan Doa
Tanyakan orang-orang bijak
tentang rahmat Tuhan-mu Yang Maha Mengabulkan doa, tanyakan tentang
pengabulan-Nya akan permohonan dan rintihan orang-orang yang terjepit dan
terhimpit.
Tanyakan betapa banyak tanah
tandus saat hujan tak jua turun, lalu kaum muslimin keluar seperti yang
diajarkan Rasulullah saw untuk menyeru Tuhan mereka sepenuh harapan. Ketika
suatu kaum jujur dan tulus dalam doanya Allah swt menjawab doa mereka dan
menurunkan hujan yang penuh rahmat. Hal ini disaksikan dan dialami oleh jutaan
kaum muslimin di segala penjuru bumi.
Itulah bukti nyata yang
dengannya kita mengetahui bahwa Pencipta hujan adalah Zat yang Mengabulkan doa.
Firman Allah swt:
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku,
maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang
yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi
(segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran. (Al-Baqarah [2]: 186).
Untuk Direnungkan:
- Siapakah Pemilik program sempurna dan bijaksana dalam pengaturan bumi?
- Siapakah yang telah menetapkan hukum-hukum dan ketetapan-ketetapan yang amat teratur, detil, dan sempurna?
- Siapakah yang telah mendengar doa para pemohon dan menjawabnya? Menciptakan awan dan menurunkan hujan?
- Berhala tidak mampu berbuat sesuatu dan memikirkan apapun.
- Alam yang buta, tuli dan bisu tidak memiliki kehendak dan pengaturan.
- Ataukah ketiadaan yang menciptakan, memrogram, mengadakan, membentuk, menentukan ukuran, menyempurnakan, mendengar, dan menjawab? Padahal ketiadaan - sesuai namanya – tidak memiliki wujud, lalu bagaimana mungkin keberadaan muncul dari suatu yang tidak ada?!
- Ataukah justru fenomena alam ini semua sedang berbicara kepada akal manusia bahwa ia memiliki Rabb yang Maha Bijaksana, Maha Kuasa, Maha Detil Pengetahuan-Nya, Maha Mendengar, Maha Menjawab, Maha Pemberi rizki, Maha Menentukan waktu, Maha Penolong bagi hamba-Nya? Hukum-hukum dan ketetapan-ketetapan yang sempurna dan menentukan segalanya yang mengatur pembentukan hujan sedang berbicara kepada akal manusia tentang kekuasaan Tuhannya, sebagian sifat-sifat Penciptanya, keberadaan-Nya. Kalau bukan karena-Nya tidak ada satupun aturan, kesempurnaan, dan perencanaan yang dapat kita saksikan sama sekali.
Pandanglah dan perhatikan awan wahai
Saudara,
Bagaimana ia bak air yang terbang di
udara
Allah mengirimnya untuk kita sebagai
bukti rahmat-Nya
Hujan yang dibawanya, sudahkah engkau
mensyukuri-Nya?
Ia tundukkan mentari yang menyinari
lautan
Uap airnya naik melewati pegunungan
menuju langit dengan tepat ketinggian
Begitulah agar luput dari jangkauan
..
..
..
Kesimpulan
- Allah swt adalah Pencipta bumi dan semua pengaturan yang ada padanya.
- Allah swt Dialah yang menundukkan matahari dan sinarnya yang panas untuk mengangkat uap air laut melewati ketinggian gunung.
- Allah swt Dialah yang mengirim angin, menciptakan awan dan menurunkan hujan.
- Allah swt Dialah yang mengalirkan sungai-sungai, memancarkan mata air, menampung air dalam tanah dengan wadah bebatuan dan tidak membuatnya hilang di kedalaman bumi.
- Allah swt Dialah yang menciptakan manusia, hewan, dan tumbuhan kemudian menjamin makanan dan minuman mereka dengan menyediakan sepenuhnya sarana-sarana untuk memperolehnya.
- Allah swt Dialah yang Maha Mendengar, Menjawab doa, Menyingkap kesusahan, dan Menyelamatkan hamba-Nya yang terhimpit.
- Berhala-berhala yang lemah dan alam yang bodoh, tuli dan bisu tidak akan mampu membuat, merencanakan, mendengar dan menjawab.
Langganan:
Postingan (Atom)