Kata tersebut sudah menjadi bahasa Indonesia. Penulisan alih kata
(translatter) yang tepat
untuk ”shilatur rahim” adalah silaturahim, sesuai dengan
pengertian bahasa dan etimologi yang akan kita bahas dalam tulisan ini.
Penulisan alih kata yang kurang tepat, dan sering kita temukan di media
cetak untuk “shilatur rahim” adalah dengan “silaturahmi” karena tidak sesuai
dengan pengertian etimologi dan terminologi.
Secara etimologi,
silaturahim adalah ungkapan gabungan antara mudhaf (yang disandarkan),
yakni ‘Shilah’ dan mudhaf ilaihi (tempat penyandaran mudhaf), yakni
‘Rahim’. Shilah merupakan mashdar dari washala, artinya
menggabungkan sesuatu kepada sesuatu saat ada kaitan dengannya, lawan kata dari
hijran (meninggalkan). Sedangkan ar-rahimu pecahan kata rahima.
Sedangkan secara
terminologi, Imam Nawawi memberi batasan, “Shilatur rahim artinya berbuat baik
kepada kerabat sesuai dengan kondisi yang menyambung maupun yang disambung.
Kadang kala dengan harta benda, pelayanan, kunjungan, salam, dan lain-lain.”
Ibnu Manzhur
menjelaskan adanya kaitan antara kedua pengertian etimologi dan terminologi. Ia
katakan, “Shilatur rahim merupakan kiasan tentang berbuat baik kepada kerabat
yang ada hubungan nasab maupun perkawinan, bersikap sayang dan santun kepada
mereka, memperhatikan kondisi mereka, meskipun mereka jauh atau menyakiti. Qath’ur
rahim adalah lawan katanya. Seolah-olah dengan berbuat baik kepada mereka
hubungan kekerabatan, perkawinan, dan hubungan sah telah terjalin.”
Mengenai batasan
rahim yang wajib disambung, Nawawi berkata, “Para
ulama berbeda pendapat tentang batasan rahim yang wajib disambung. Ada yang berpendapat,
setiap rahim itu muhrim. Di mana jika salah satunya perempuan dan yang lain
laki-laki, tidak boleh menikah. Ada
lagi yang berpendapat, ia bersifat umum mencakup semua yang ada hubungan rahim
dalam hak waris. Antara yang muhrim dan tidak, sama saja. Inilah pendapat yang
benar sesuai dengan sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya kebaikan yang paling
baik adalah jika seseorang menyambung kerabat cinta ayahnya.”
Berikut ini
ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi perintah bagi kaum mukminin untuk melaksanakan
silaturahim.
1. “Dan
(ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah
kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu
bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin,
serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian
kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” (Al-Baqarah: 83)
2. “Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta
yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 177)
3. “Mereka
bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta
yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang
yang sedang dalam perjalanan.” Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (Al-Baqarah: 215)
4. “Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang
jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”
(An-Nisa’: 36)
5. “Dan
orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan
orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada
orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman.
Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia. Dan orang-orang yang
beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang
itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan itu
sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam
kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(Al-Anfal: 74-75)
6. “Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.” (An-Nahl: 90)
7. “Dan
janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu
bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat
(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah,
dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin
bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(An-Nur: 22)
8. “Maka
berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan.
Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan
mereka itulah orang-orang beruntung.” (Rum: 38)
9. “Nabi
itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri
dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang
mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam
Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau
berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah
tertulis di dalam Kitab (Allah).” (Al-Ahzab: 6)
10. “Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu.” (An-Nisa’: 1)
11. “Adakah
orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu
benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang
dapat mengambil pelajaran, (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan
tidak merusak perjanjian, dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang
Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada
Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.” (Ar-Ra’du: 19-21)
Berikut ini
hadits-hadits tentang silatur rahim:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ:
اِحْفَظُوْا أَنْسَابَكُمْ تَِِِِِِِِِِصِلُوا أَرْحَاَمَكُمْ، فَإنَّهُ لاَ
بُعْدَ بِالرَحِمِ إِذَا قَرُبَتْ، وَإِنْ كَانَتْ بَعِيْدَةً، وَلاَ قُرْبَ بِهَا
إِذَا بَعُدَتْ، وَإِنْ كَانَتْ قَرِيْبَةً، وَكُلُّ رَحْمَةٍ آتِيَةٍ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ أَمَامَ صَاحِبِهَا، وَتَشْهَدُ لَهُ بِصِلَةٍ إِنْ كَانَ وَصَلَهَا،
وَعَلَيْهِ بِقَطِيْعَةٍ إِنْ كَانَ قَطَعَهَا
1. Ibnu
Abbas r.a. berkata, Rasulullah saw bersabda, “Jagalah nasab kalian akan tersambung
kekerabatan kalian. Sesungguhnya tidak ada (kata) jauh bagi rahim jika (nasab)
dekat, walaupun ia (nasab) itu sendiri jauh dan tidak ada kedekatan (rahim)
jika (nasab) jauh walaupun ia (nasab) itu jauh. Setiap rahim akan datang pada
hari Kiamat kepada si empunya dan menyaksikannya (telah) menyambung
silatur-rahmi jika ia telah menyambungnya. Ia juga menjadi saksi bahwa ia telah
memutuskannya jika memang telah memutuskannya.” [Al-Adab Al-Mufrid serta
Syarahnya (1/256 hadits nomor 73) para perawinya Tsiqat. Di Al-Mustadrak
diungkapkan dengan redaksi yang mirip. Al-Hakim berkata, “Shahih menurut
kriteria Syaikhain namun salah satu dari keudnya tidak ada yang
mengeluarkannya. Adz-Zahabi dalam At-Talkhis-nya tidak berkomentar
tentang hadits tersebut. Sedangkan pada (4/161) ia berkata, “Shahih menurut kriteria Syaikhain
dan Adz-Zahabi sepakat.”]
عَنْ عَمْرو بْنِ عَبَسَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: أَتَيْتُ رَسُوْلَ الله
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَوَّلِ مَا بُعِثَ وَهُوَ بِمَكَّةَ، وَهُوَ
حِيْنَئِذٍ مُخْتَفٍّ، فَقُلْتُ: مَا أَنْتَ؟ قَالَ: ” إِنِّي نَبِيٌّ ” قُلْتُ:
وَمَا النَّبِيُّ؟ قَالَ: “رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ”
قُلْتُ: بِمَا أُرْسِلْتَ؟ قَالَ: “بِأَنْ يُعْبَدَ اللهُ، وَتُكْسَرَ الأَوْثَانُ
، وَتُوْصَلَ الأَرْحَامُ بِالْبِرِّ وَالصِّلَةِ ”
2. Amr
bin Abasah ra berkata, “Aku mendatangi Rasulullah di permulaan diutusnya beliau
kala beliau berada di Mekah. Saat itu beliau sedang bersembunyi. Aku tanyakan,
“Kamu ini apa?” Beliau menjawab, “Aku nabi.” Aku tanyakan, “Apa itu nabi?”
Beliau menjawab, “Utusan Allah.” Aku tanyakan lagi, “Dengan (misi) apa kamu
diutus?” Beliau menjawab, “Agar Allah disembah, patung-patung dihancurkan, dan
kekerabatan disambung dengan kebajikan hubungan.” [Al-Hakim (4/149) ia berkata,
“Hadits ini shahih menurut kriteria Syaikhain namun keduanya tidak
mengeluarkannya, Adz-Zahabi mengakuinya.”]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رِجَالاً مِنَ
الأَعْرَابِ لَقِيَهُ بِطَرِيْقِ مَكَّةَ، فَسَلَّمَ عَلَيْهِ عَبْدُ اللهِ،
وَحَمَّلَهُ عَلَى حِمَارٍ كَانَ يَرْكَبُهُ، وَأَعْطَاهُ عِمَامَةً كَانَتْ عَلَى
رَأْسِهِ. فَقَالَ ابْنُ دِيْنَارٍ: فَقُلْنَا لَهُ: أَصْلَحَكَ اللهُ إِنَّهُمُ
الأَعْرَابُ وَإِنَّهُمْ يَرْضَوْنَ باِلْيَسِيْرِ. فَقَالَ عَبْدُ اللهِ: إِنَّ
أَبَا هَذَا كَانَ وِدًّا لِعًمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُوْلَ
الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: “إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ
الْوَلَدِ أَهْلَ وِدِّ أَبِيْهِ ”
3. Abdullah
bin Umar meriwayatkan bahwa ia pernah menemui seorang Arab Baduwi di satu jalan
di Mekah. Abdullah mengucapkan salam kepada mereka. Ia lalu membawa orang itu
naik keledai yang tadinya dinaikinya dan memberi surban yang tadi berada di
kepalanya. Ibnu Dinar berkata, “Kami berkata kepadanya, “Mudah-mudahan Allah
memperbaikimu. Mereka itu orang-orang Arab Baduwi. Mereka terima barang
sederhana itu.” Abdullah berkata, “Ayah orang itu dulu merupakan kekasih Umar
bin Khatthab. Sedangkan aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya
kebajikan paling baik adalah seorang anak menyambung hubungan dengan orang
dekat ayahnya.” [Muslim, hadits no. 2552]
عَنْ أَبِي أَيُّوْبَ الأَنْصَارِي رَضِيَ َاللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً قَالَ
لِلنَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي
الْجَنَّةَ. قَالَ: “مَالُهُ مَالُهُ “. وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: ” أَرِبَ مَالُهُ تَعْبُدُ اللهَ ، وَلاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئاً،
وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ ”
4. Abu
Ayyub Al-Anshari r.a. meriwayatkan, seseorang berkata kepada Nabi saw, “Katakan
kepadaku tentang suatu amal yang memasukkanku ke surga.” Beliau menjawab,
“Hak-Nya, hak-Nya.” Nabi melanjutkan, “Hak-Nya adalah agar kamu menyembah Allah
dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
dan silatur-rahim.” [Bukhari, Fathul Bari III (1396) dengan redaksi miliknya.
Muslim (14)]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّ اللهَ لَيُعَمِّرُ لِلْقَوْمِ
الدِّيَارَ، وَيُثْمِرُ لَهُمُ الأَمْوَالَ، وَمَا نَظَرَ إِلَيْهِمْ مُنْذُ
خَلَقَهُمْ بَغْضاً لَهُمْ” قِيْلَ: وَكَيْفَ ذَلِكَ يَا رَسُوْلَ اللهَ؟ قَالَ ”
بِصِلَتِهِمْ لأَرْحَامِهِمْ”
5. Ibnu
Abbas r.a. berkata, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah pasti akan
memakmurkan negeri suatu kaum, membuat harta benda mereka berkembang, dan sejak
menciptakan mereka tidak pernah melihat mereka dengan kemurkaan.” Ada yang bertanya,
“Bagaimana itu terjadi, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Dengan silatur
rahim mereka.” [Al-Hakim (4/336) dan ia berkata, “Hadits shahih gharib dan
Adz-Zahabi sepakat. Haitsami berkata, “Diriwayatkan Thabrani dengan sanad
hasan. Majma’ Az-Zawaid (8/152), Al-Munziri menukilnya di Targhib dan Tarhib
(3/336), Haitsami juga menyebutkan teksnya]
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّ الرَّحِمَ شَجِنَةٌ مُتَمَسِّكَةٌ بِالْعَرْشِ
تَكَلَّمَ بِلِسَانٍ ذَلِقٍ، اَللَّهُمَّ صِلْ مَنْ وَصَلَنِي وَاقْطَعْ مَنْ
قَطَعَنِي، فَيَقُوْلُ الله تَبَارَكَ وَتَعَالَي : أَنَا الرَّحْمَنُ
الرَّحِيْمُ، وَإِنِّي شَقَقْتُ لِلرَّحِمِ مِنْ اِسْمِي. فَمَنْ وَصَلَهَا
وَصَلْتُهُ، وَمَنْ نَكَثَهَا نَكَثْتُهُ
6. Anas
ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya rahim itu ikatan yang kokoh
dengan Arasy yang berbicara dengan bahasa yang fasih, ‘Ya Allah, sambunglah
orang yang menyambungku dan putuslah orang yang memutuskanku.’ Allah befirman,
‘Akulah Ar-Rahman dan Aku Ar-Rahim. Sesungguhnya Aku mengeluarkan (kata) rahim
dari nama-Ku. Siapa menyambungnya Aku menyambungnya dan siapa memutusnya Aku
juga memutusnya.” [Hadits ini mempunyai dasar di Bukhari, Al-Fath 10 (5988).
Adabul Mufrid juz I hlm. 92-93 nomor hadiys 53, 54, 55. Majma’ Az-Zawaid
(8/151). Sedangkan redaksi hadits di atas ada di kitab terakhir ini. Diriwayatkan
Bazzar dengan sanad hasan. At-Targhib wa At-Tarhib (3/340), penulisnya berkata,
“Hadits ini hasan dan ia didukung hadits berikutnya.”]
عَنْ أَبِّي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّ اللهََ خَلَقَ الْخَلْقَ، حَتَّى إِذَا فَرِغَ
مِنْ خَلْقِهِ قَامَتِ الرَّحِمُ فَقَالَتْ: هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ مِنَ
الْقَطِيْعَةِ، قَالَ نَعَمْ، أَمَّا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكَ
وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكَ ؟ قَالَتْ: بَلَي يَارَبِّ. قَالَ: فَذَاكَ لَكَ ” ثُمَّ
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ )Îb ãt¡|øFçOó ùsgy@ö }عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “اِقْرَءُوْا إِنْ
شِئْتُمْ &römy$Bt3äNö ru?è)sÜeÏèãqþ#( #${FöÚÇ ûÎ ?èÿø¡Åßr#( &rb ?squ9©øêäL÷ ru&rãôJy# ùs'r¹|J£Sà/ö #$!ª 9sèyYogßNã #$!©%Ïïût &ér'9s»¯´Í7y ÈËËÇ ãt?n4 &rQô #$9ø)àöäu#c tGty/ãrbt &rùsx ÈÌËÇ &r/öÁ|»tdèNö { &r%øÿx$9ägy$! %è=èq>A
7. Abu
Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah
menciptakan makhluk. Setelah selesai menciptakan, rahim berdiri dan berkata, ‘Inilah
tempat orang yang berlindung kepada-Mu dari memutuskan hubungan.’ Allah
menjawab, ‘Benar. Ridhakah kamu jika Aku menyambung orang yang menyambungmu dan
memutuskan orang yang memutuskanmu.’ Ia menjawab, ‘Mau, wahai Tuhanku.’ Allah
berfirman, ‘Itu menjadi milikmu.’ Setelah itu Rasulullah saw bersabda, “Jika
kalian mau, bacalah…”Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat
kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah
orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan
dibutakan-Nya penglihatan mereka. Maka apakah mereka tidak memperhatikan
Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?” (Muhammad: 22-24). [Bukhari, Fathul
Bari I (5987). Muslim (2554). At-Targhib wa At-Tarhib (3/338,339)]
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: أَوْصَانِي خَلِيْلِي أَنْ
لاَ تَأْخُذَنِي فِي اللهِ لَوْمَةُ لاَئِمٌ، وَأَوْصَانِي بِصِلَةِ الرَّحِمِ
وَإِنْ أَدْبَرَتْ
8. Abu
Dzar r.a. berkata, “Kekasihku (Rasullullah) berpesan kepadaku agar aku tidak
menghiraukan cercaan orang yang mencerca. Dia juga berpesan agar aku
bersilatur-rahim walaupun ia menjauhiku.”
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ أَبَا سُفْيَانَ
بْنِ حَرْبٍ رَضِيَ الله عَنْهُ أَخْبَرَهُ: أَنَّ هِرَقْلَ أَرْسَلَ إِلَيْهِ فِي
رَكْبٍ مِنْ قُرَيْشٍ، وَكَانُوْا تُجَّاراً بِالشَّامِ فِي الْمُدَّةِ الَّتِي
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (ماد…؟ ) فِيْهَا أَبَا
سُفْيَانَ وَكُفَّارَ قُرَيْشٍ، فَأْتُوْهُ وَهُمْ بإِيِلِيَاءِ، فَدَعَاهُمْ فِي
مَجْلِسِهِ وَحَوْلَهُ عُظَمَاءُ الرُّوْمِ، ثُمَّ دَعَاهُمْ وَدَعَا
بِتُرْجُمَانِهِ فَقَالَ: أَيُّكُمْ أَقْرَبُ نَسَبًا بِهَذَا الرَّجُلُ الََّذِى
يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ ؟ فَقَالَ أَبُوْ سُفْيَانَ: فَقُلْتُ: أَنَا
أَقْرَبُهُمْ نَسَبًا. فَقَالَ أَدْنُوهُ مِنِّي، وَقَرِّبُوْا أَصْحَابَهُ
فَاجْعَلُوْهُمْ عِنْدَ ظَهْرِهِ، ثُمَّ قَالَ لِتُرْجُمَانِهِ: قُلْ لَهُمْ
إِنِّي سَائِلُ هَذَا الرَّجُلِ، فَإِنْ كَذَّبَنِي فَكَذِّبُوْهُ. فَوَاللهِ
لَوْلاَ الْحَيَاءُ مِنْ أَنْ يَأْثِرُوْا عَلَيَّ كَذِبًا لَكَذَّبْتُ عَنْهُ ..
الحديث وَفِيْهِ: مَاذَا يَأْمُرُكُمْ قُلْتُ :يَقُوْلُ: اعْبُدُوا اللهَ وَحْدَهُ
وَلاَ تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا، وَاتْرُكُوْا مَا يَقُوْلُ آبَاؤُكُمْ ،
وَيَأمُرُنَا بِالصَّلاَةِ، وَالصِّدْقِ، وَالْعَفَافِ، وَالصِّلَةِ…)
9. Abdullah
bin Abbas r.a. meriwayatkan bahwa Abu Sufyan bin Harb r.a. bercerita kepadanya,
Hiraclius mengutus seseorang bersama kafilah Quraisy, mereka para pedagang yang
berdagang ke Syam. Dan pada saat itu Rasulullah saw. berdamai dengan Abu Sufyan
serta orang-orang kafir Quraisy. Mereka mendatangi Abu Sufyan kala mereka
berada di Iliya’. Orang itu mengundang mereka agar datang di majelisnya
sedangkan di sekitarnya terdapat para pembesar Romawi. Ia juga memanggil
penterjemah lalu bertanya, “Siapakah di antara kalian yang lebih dekat nasabnya
dengan orang yang mengaku nabi itu?” Abu Sufyan menjawab, “Akulah yang paling
dekat nasabnya.” Orang itu berkata lagi, “Dekatkan ia denganku.” Mereka
mendekatkan Abu Sufyan dan dekatkan pula sahabat-sahabatnya, lalu tempatkan
mereka di belakangnya. Orang itu berkata kepada para penerjemahnya, “Katakan
kepadanya, aku akan bertanya kepada orang tersebut. Kalau ia berdusta, dustakan
dia.” Demi Allah, seandainya bukan karena rasa malu hingga membuat mereka
mengalamatkan dusta kepadaku, pastilah aku akan berbohong tentang dirinya.
(Al-Hadits). Di hadits itu juga diceritakan, “Kalian diperintah apa olehnya?”
Ia menjawab, “Sembahlah Allah dan sekutukan Dia dengan suatu apapun, juga
tinggalkan apa yang dikatakan oleh nenek moyang mereka. Ia juga memerintahkan
agar kami melakukan shalat, jujur, menjaga iffah, dan silatur-rahim.”
عَنْ أُمِّ رُوْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: بَيْنَ أَنَا عِنْدَ
عَائِشَةَ إِذْ دَخَلَتْ عَلَيْنَا امْرَأَةٌ مِنَ الأَنْصَارِ، فَقَالَتْ: فَعَلَ
الله بِاِبْنِهَا وَفَعَلَ. قَالَتْ عَائِشَةُ: وَلِمَ ؟ قَالَتْ: إِنَّهُ كَانَ
فِيْمَنْ حَدَّثَ الْحَدِيْثَ . قَالَتْ عَائِشَةُ: وَأَىُّ حَدِيْثٍ؟ قَالَتْ:
كَذَا وَكَذَا. قَالَتْ: وَقَدْ بَلَغَ ذَلِكَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَتْ: نَعَمْ قَالَتْ: وَبَلَغَ أَبَا بَكْرٍ؟ قَالَتْ:
نَعَمْ. قَالَتْ: فَخَرَّتْ عَائِشَةُ مَغْشِيًّا عَلَيْهَا فَمَا أَفَاقَتْ
إِلاَّ زَائِدَةً وَعَلَيْهَا حُمَي بِنَافِضٍ قَالَتْ: فَقُمْتُ فَدَثَّرْتُهَا.
قَالَتْ: وَدَخَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: ” مَا
شَأْنُ هَذِهِ” ؟ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَخَذَتْهَا حُمَي بِنَافِضٍ.
قَالَ: “لِعِلَّةٍ فِي حَدِيْثٍ تَحَدَّثَ بِهِ”. قَالَتْ: فَاسْتَوَتْ لَهُ
عَائِشَةُ قَاعِدَةً .قَالَتْ: وَالله لَئِنْ حَلَفْتُ لَكُمْ لاَ تُصَدِّقُوْنِي،
وَلَئِنْ اعْتَذَرْتُ إِلَيْكُمْ لاَ تَعْذُرُوْنِي، فَمَثَلِي وَمَثَلُكُمْ
كَمَثَلِ يَعْقُوْبَ وَبَنِيْهِ، وَاللهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُوْنَ.
قَالَتْ: وَخَرَجَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَتْ:
وَأَنْزَلَ اللهُ عُذْرَهَا، فَرَجَعَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَعَهُ أَبُوْ بَكْرٍ فَدَخَلَ فَقَالَ: ” يَا عَائِشَةَ إِنَّ اللهَ
عَزَّ وَجَلَّ قَالَ أَنْزَلَ عُذْرَكِ ” . قَالَتْ: بِحَمْدِ اللهِ لاَ
بِحَمْدِكَ. قَالَتْ: قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ لَهَا: تَقُوْلِيْنَ هَذَا رَسُوْلُ
الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَتْ نَعَمْ. فَكَانَ فِيْمَنْ حَدَّثَ
الْحَدِيْثَ رَجُلٌ كَانَ يَعُوْلُهُ أَبُوْ بَكْرٍ، فَحَلَفَ أَبُوْ بَكْرٍ، أَنْ
لاَ يَصِلَهُ، { ولا يأتل أولوا الفضل منكم
والسعة }فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ
وَجَلَّ (النور /22) إلي آخر الآية .
قَالَ أَبُوبَكْرٍ : بَلَي فَوَصَلَهُ )
10. Ummi Ruman
r.a. berkata, “Ketika aku berada di tempat Aisyah, tiba-tiba seorang perempuan
Anshar masuk lalu berkata, bahwa Allah telah memperlakukan sesuatu kepada
anaknya.” Aisyah berkata, “Mengapa?” Wanita itu menjawab, “Orang itu (anaknya)
termasuk yang meriwayatkan hadits…” Aisyah bertanya, “Hadits apa?” orang itu
menjawab, “Hadits yang itu.” Aisyah bertanya, “Apakah berita ini sampai kepada
Rasulullah?” Orang itu menjawab, “Sudah.” Ia bertanya lagi, “Apakah juga kepada
Abu Bakar?” Ia menjawab, “Benar.” Lalu Aisyah jatuh pingsan. Itu tidak kunjung
siuman kecuali menderita demam dan kejang-kejang. Ummi Ruman berkata, aku
bangun dan menyelimutinya. Kemudian Rasulullah saw. masuk dan bertanya, “Kenapa
dia?” Ia menjawab, “Ya Rasulullah, ia terkena demam kejang-kejang.” Beliau
bersabda, “Karena ada cacat hadits yang dibicarakannya.” Ummu Ruman berkata,
lalu Aisyah duduk tegak seraya berkata, “Demi Allah, kalau aku bersumpah di
hadapan kalian pastilah kalian tidak percaya kepadaku dan jika aku meminta izin
kepada kalian pastilah kalian tidak memberi izin kepadaku. Perumpamaan aku
dengan kalian seperti Ya’qub dan anak-anaknya. Allah Tempat meminta pertolongan
atas apa yang kalian katakan.” Lalu Rasulullah saw. keluar lalu turunlah ayat
yang memberinya izin. Rasulullah lalu kembali bersama Abu Bakar seraya berabda,
“Hai Aisyah, Allah telah menurunkan ayat tentang izinmu.” Ia berkata, “Dengan
memuji Allah dan bukan memujimu.” Ia bercerita, kemudian Abu Bakar berkata,
“Apakah kamu mengatakan hal ini kepada Rasulullah?” Ia menjawab, “Benar.” Maka yang
termasuk orang yang menyampaikan hadits adalah orang yang pernah dipelihara Abu
Bakar. Abu Bakar kemudian bersumpah untuk tidak bersilatur-rahim dengannya.
Lalu turunlah ayat, “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan
kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan)
kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang
berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada.
Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nur: 22). Abu Bakar berkata, “Benar, lalu
bersilatur-rahmi dengannya.”
عَنْ مَالِكِ بْنِ رَبِيْعَةَ السَّاعِدِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قال: بَيْنَمَا
نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذْ جَاءَهُ
رَجُلٌ مِنْ بَنِي سَلَمَةَ. فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ
أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِمَا؟ قَالَ: ” نَعَمْ،
الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا، الاِسْتِغْفَارُ لَهُمَا، وَإِنْفَاذُ عُهُوْدِهِمَا،
وَإِكْرَامُ صَدِيْقِهِمَا، وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّذِى لاَ رَحِمَ لَكَ إِلا مِنْ
قِبَلِهِمَا ”
11. Malik bin
Rabi’ah As-Sa’idi r.a. berkata, “Ketika berada bersama Rasulullah tiba-tiba
seseorang datang Bani Salamah lalu berkata, “Ya Rasulullah, apakah masih ada
sisa kebaikan orang tuaku yang perlu aku lakukan sepeninggal mereka?” Beliau
menjawab, “Ada.
Berdoa untuk mereka, meminta ampunan untuk mereka, melaksanakan janji mereka,
memuliakan teman-teman mereka, dan bersilatur-rahim dengan orang yang tidak ada
hubungan keluarga selain melalui mereka.”
عَنْ أَبِي كَبْشَةَ الأَنْمَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: إِنَّهُ سَمِعَ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ :” ثَلاَثَةٌ أُقْسِمُ
عَلَيْهِنَّ وَأُحَدِّثُكُمْ حَدِيْثًا فَاحْفَظُوْهُ، قَالَ: مَا نَقَصَ مَالُ
عَبْدٍ مِنْ صَدَقَةٍ، وَلاَ ظُلِمَ عَبْدٌ مَظْلَمَةً فَصَبَرَ عَلَيْهَا إِلاَّ
زَادَهُ اللهُ عِزًّا، وَلاَ فَتَحَ عَبْدٌ بَابَ مَسْأَلَةً إِلاَّ فَتَحَ اللهُ
لَهُ بَابَ فَقْرٍ – أَوْ كَلِمَةٌ نَحْوَهَا – وَأُحَدِّثُكُمْ حَدِيْثًا
فَاحْفَظُوْهُ، قَالَ : إِنَّمَا الدُّنْيَا لأرَبَعَةِ نَفَرٍ: عَبْدٌ رَزَقَهُ
الله مَالاً وَعَمَلاً فَهُوَ يَتَّقِي فِيْهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيْهِ رَحِمَهُ.
وَيَعْلَمُ للهِ فِيْهِ حَقًّا. فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ. وَعَبْدٌ
رَزَقَهُ الله عَزَّ وَجَلَّ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقُهُ مَالاً فَهُوَ صَادِقُ النِّيَةِ
يَقُوْلُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلاَنٍ، فَهًوَ بِنِيَّتِهِ
فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ، وَعَبْدٌ رَزَقَهُ اللهُ مَالاً وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا
وَهُوَ يُخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لاَ يَتَّقِي فِيْهِ رَبَّهُ وَلاَ
يَصِلُ فِيْهِ رَحِمَهُ، وَلاَ يَعْلَمُ للهِ فِيْهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَخْبَثِ
الْمَنَازِلِ. وَعَبْدٌ لَمْ يَرْزُقْهُ الله مَالاً وَلاَ عَمَلاً، فَهُوَ
يَقُوْلُ لَوْ أَنَّ لِي مَالٌ لَعَمِلْتُ فِيْهِ بِعَمَلٍ فُلاَنٍ فَهُوَ
بِنِيَتِهِ فَوِزْرُهًمَا سَوَاءٌ ”
12. Abu Kabsyah
Al-Anmari r.a. berkata, ia pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Ada tiga hal yang aku
bersumpah untuk hal itu dan aku sampaikan kepada kalian, maka peliharalah:
Tidaklah harta hamba berkurang karena sedekah, tidaklah seorang tertimpa suatu
kezhaliman kemudian ia bersabar kecuali Allah akan tambah kemuliannya
kepadanya, dan tidaklah seorang hamba membuka pinta meminta-minta kecuali Allah
akan bukakan untuknya pintu kemiskinan. Atau kata-kata lain seperti itu. Aku
sampaikan pesan kepada kalian, peliharalah.” Beliau melanjutkan, “Dunia ini
untuk empat kelompok: (1) Seorang hamba yang dikarunia harta dan
amal, maka orang itu bertakwa kepada Tuhannya atas harta dan bersulatur-rahmi.
Ia juga mengetahui bahwa Allah punya hak terhadap hartanya. Inilah kedudukan
paling mulia. (2) Seorang hamba dikaruniai ilmu namun tidak dikaruniai harta.
Orang itu jujur dengan niatnya ketika mengatakan, ‘Kalau saja aku punya harta,
tentu aku akan melakukan amal sebagaimana orang itu. Dengan niatnya itu pahala
mereka bedua sama. (3) Seorang hamba yang dikaruniai harta namun tidak
dikarunia ilmu. Ia merusak harta tanpa ilmu. Tidak bertakwa kepada Allah atas
hartanya dan tidak bersilatur-rahim serta tidak tahu bahwa Allah mempunyai hak
atas hartanya. Ini kedudukan terburuk. (4) Seorang hamba yang
tidak dikaruniai harta maupun ilmu. Ia pernah berkata, ‘Seandainya aku
mempunyai harta, pasti aku akan melakukan seperti yang dilakukan orang itu
(perbuatan buruk). Maka dengan niatnya itu dosa mereka berdua sama.”
عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ رَضِيَ الله عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّ الصَّدَقَةَ عَلَي الْمِسْكِيْنِ
صَدَقَةٌ، وَعَلَي ذِيْ الرَّحِمِ اثْنَتَانِ : صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ
13. Salman bin
Amir r.a. berkata, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya sedekah yang
diberikan kepada orang miskin hanya satu sedekah. Sedangkan yang diberikan
kepada keluarga terdapat dua pahala: sedekah dan silatur-rahim.”
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهُ: “صِلَةُ
الرَّحِمِ وَحُسْنُ الْجِوَارِ، أَوْ حُسْنُ الْخُلُقِ يَعْمُرَانِ الدِّيَارَ،
وَيَزِيْدَانِ فِي الأَعْمَارِ”
14. Aisyah r.a.
berkata, “Silatur-rahim dan berbuat baik kepada tentangga, atau atau akhlak
yang baik akan memakmurkan negeri dan menambah usia.”
عَنْ أَسْمَاءَ رَضِيَ الله عَنْهَا قَالَتْ قَدَمْتُ أُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةٌ
فِي عَهْدِ قُرَيْشٍ وَمُدَّتِّهِمْ، إذْ عَاهَدُوا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ أَبِيْهَا، فَاسْتَفْتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: إِنَّ أُمِّي قَدَمَتْ وَهِيَ رَاغِبَةٌ ( يَعْنِي
فِي صِلَتَِها ) قَالَ: ” نَعَمْ، صِلِي أُمَّكِ ”
15. Asma’ r.a.
berkata, “Aku datang kepada ibuku yang musyrik, ia berada pada kekuasaan
orang-orang Quraisy ketika mereka mengadakan perjanjian dengan Nabi bersama
ayahnya. Aku meminta fatwa kepada Nabi, “Ibuku datang dan sangat berharap
(yakni silatur-rahim).” Beliau bersabda, “Bersilatur-rahimlah kepada ibumu.”
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ شَيْءَ أُطِيْعُ اللهَ فِيْهِ أَعْجَلُ
ثَوَاباً مِنْ صِلَةِ الرَّحِمِ، وَلَيْسَ شَيْءَ أَعْجَلُ عِقَاباً مِنَ
الْبَغْيِ وَقَطِيْعَةِ الرَّحِمِ، وَالْيَمِيْنُ الفَاجِرَةُ تَدَعُ الدِّيَارَ
بلاقع ..
16. Abu
Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada yang lebih besar
ketaatannya kepada Allah dan lebih disegerakan pahalanya selain silatur-rahim,
tidak ada yang lebih disegerakan hukumannya selain pembangkangan dan memutuskan
silatur-rahim, dan sumpah jahat membuat negeri….”
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرُو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهِ عَنْهُمَا قَالَ:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَيْسَ الْوَاصِلُ
بِالْمُكَافِئِ. وَلَكِنَّ الوَاصِلَ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا”
17. Abdullah
bin Amr bin ‘Ash r.a. berkata, Rasulullah saw bersabda, “Bukanlah orang yang
menyambung silatur-rahim itu yang memberi, tapi orang yang menyambung
silatur-rahim adalah yang jika diputus rahimnya ia menyambung.”
: ” من سره أن يمد له فيrعن علي ـ رضي الله عنه ـ قال : قال رسول
الله عمره ويوسع له في رزقه ، ويدفع عنه
ميتة السوء ، فليتق الله ، وليصل رحمه ”
18. Ali r.a.
berkata, Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang senang dipanjangkan umurnya,
diluaskan rezekinya, dan dijauhkan dari kematian yang buruk, hendaknya ia
bertakwa kepada Allah dan bersilatur-rahim.”
19. Abdullah
bin Salam r.a. berkata, ketika Nabi sampai ke Madinah, orang-orang
berbondong-bondong menuju beliau. Ada
juga yang meriwayatkan, Rasulullah sudah sampai ke Madinah sejak tiga hari. Aku
datang untuk melihatnya. Ketika wajahnya telah jelas, aku tahu bahwa wajah
beliau bukan wajah pendusta. Hal pertama yang aku dengar darinya adalah saat
beliau mengatakan, “Hai sekalian manusia, sebarkan salam, beri makan (orang
miskin), bersilatur-rahimlah, dan shalatlah di malam hari saat orang-orang
sedang tidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat.”
20. Abu
Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Siapa beriman kepada Allah
dan hari akhir hendaknya memuliakan tetangganya. Siapa beriman kepada Allah dan
hari akhir hendaknya bersilatur-rahim. Dan siapa beriman kepada Allah dan hari
akhir hendanya ia berkata baik atau diam.”
21. Seseorang
dari Khaitsam meriwayatkan, aku datang menemui Nabi saw. yang kala itu beliau
sedang bersama beberapa orang sahabatnya. Aku katakan, “Kamukah orangnya yang
mengaku sebagai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Benar.” Ia berkata lagi, “Ya
Rasulullah, amal apakah yang paling dicintai Allah.” Beliau menjawab, “Beriman
kepada Allah.” Aku katakan, “Ya Rasulullah, lalu apa lagi?” Beliau menjawab,
“Kemudian silatur-rahim.” Aku katakan, “Ya Rasulullah, lalu apa lagi?” Beliau
menjawab, “Kemudian amar ma’ruf nahi mungkar.” Aku tanyakan, “Perbuatan apa
yang paling dibenci Allah?” Beliau menjawab, “Menyekutukan Allah.” Aku
tanyakan, “Lalu apa lagi?” Beliau menjawab, “Memutuskan silatr-rahmi.” Aku
tanyakan lagi, “Apa lagi?” Beliau menjawab, “Memerintahkan yang mungkar dan
mencegah yang ma’ruf.”
22. Uqbah bin
Amir meriwayatkan, aku menemui Rasulullah dan aku mulai mendahului beliau untuk
memegang tangannya. Namun ternyata beliau mendahuluiku dan memegang tanganku
seraya berkata, “Ya Uqbah, maukah kamu aku beritahu tentang akhlak terbaik
milik penduduk dunia maupun akhirat? Kamu menyambung orang yang memutuskan
silatur-rahim, memberi kepada orang yang mengharamkan (untuk memberimu), dan
memaafkan orang yang menzhalimimu. Ketahuilah, siapa yang ingin dipanjangkan
umurnya, dilapangkan rezkinya, hendaknya ia menyambung silatur-rahim.”
Komentar para Ulama dan Ahli Tafsir tentang Silatur Rahim
1. Umar bin Khatthab berkata,
“Pelajarilah nasab kalian dan bersilatur-rahimlah kalian. Demi Allah, antar
seseorang dengan saudaranya pasti ada sesuatu. Jika saja ia tahu silatur-rahim
yang berada di antara dirinya dan saudaranya, pasti ia akan menjaganya agar
tidak rusak.”
2. Ali bin Abi Thalib berkata,
“Jika aku bersilatur-rahim kepada saudara-saudaraku dengan satu dirham, tentu
lebih aku sukai daripada menyedekahkan dua puluh dirham. Dan
kalau aku bersilatur-rahim dengan seratus dirham, tentu lebih aku sukai
daripada memerdekakan budak.”
3. Sa’ad bin Musayyab berkata,
pada saat itu ia telah meninggalkan beberapa dinar, “Ya Allah, Engkau tahu
bahwa aku tidak mengumpulkannya kecuali untuk memelihara agama dan nasabku.
Tidak ada kebaikan bagi seseorang yang tidak mengumpulkan harta untuk membayar
hutangnya, bersilatur-rahim, dan menutupi mukanya.”
4. Amr bin Dinar berkata,
“Ketahuilah olehmu, tidak ada langkah yang lebih agung setelah langkah untuk
menunaikan kewajiban selain langkah menuju kerabat.”
5. Sulaiman bin Musa berkata,
ada yang berkata kepada Abdullah bin Muhairiz, “Apa hak rahim?” Ia menjawab,
“Kamu menghadapnya dia menghadap dan mengikutinya jika ia berpaling.”
6. Ibnu Jarir At-Thabari
berkata, “Silatur-rahim itu dilakukan dengan menunaikan hak-haknya yang berupa
hak-hak Allah yang lebih wajib ditunaikan dan berlaku lembut kepadanya sesuai
dengan haknya untuk disikapi dengan lembut.”
Hukum Shilatur Rahim dan
Tingkatan-tingkatannya
Al-Qadhi
‘Iyadh berkata, “Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama bahwa shilatur
rahim hukumnya wajib dan Qath’ur rahim merupakan kemaksiatan dan dosa besar.
Banyak hadits yang mendukung hal ini. Shilatur rahim memiliki
tingkatan-tingkatan. Salah satunya lebih tinggi dari yang lain. Sedangkan yang
yang paling rendah adalah tidak mogok berbicara atau mengucapkan salam kepada
kerabat. Tingkat anjurannya pun berbeda-beda tergantung kemampuan.
Ada kalanya wajib dan ada kalanya mustahab (sunnah). Kalau seseorang
menyambung shilatur rahim dengan sebagian dan tidak sampai kepada tujuannya,
hal itu tidak dianggap sebagai memutuskan shilatur rahim. Juga kalau seseorang
tidak melakukan apa yang seharusnya ia lakukan, ia tidak terhitung sebagai
orang yang menyambung silatur rahim.
As-Shilah dalam bentuk kebajikan dan perbuatan baik.
Abul Barakat Badruddin Muhammad Al-Ghazi berkata,
“Dilakukan dengan cara pergaulan yang baik bersama keluarga, anak-anak,
keluasan akhlak dan jiwa, nafkah yang mencukupi, mengajar adab dan sunnah,
serta mengajak mereka agar taat. Firman Allah, ‘Hai orang-orang yang
beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari neraka yang bahan
bakarnya manusia dan batu. Padanya terdapat malaikat yang keras lagi tegas.
Yang tidak pernah bermaksiat kepada Allah atas apa yang diperintahkannya dan
selalu melaksanakan apa yang diperintahlkan kepada mereka.’ (At-Tahrim:
5). Memaafkan kesalahan mereka dan tidak mengungkit kekurangan mereka yang
bukan dosa ata kemaksiatan.”
Al-Mutsanna berkata, “Aku berkata kepada Abu
Abdullah, ‘Orang tadi mempunyai kerabat wanita. Mereka tidak berdiri di
hadapannya. Kebaikan apa yang wajib ditunaikan? Dan selang berapa lama ia mesti
datang kepada mereka.’ Ia menjawab, ‘Berlaku lembut dan mengucapkan salam.’”
Abu Al-Khatthab dan yang lain berkata dalam
masalah pemerdekaan budak. Bahwa Allah akan melaknat dan menghapuskan amal
orang yang memutuskan shilatur rahim. Perlu diketahui bahwa Islam tidak
mewajibkan shilatur rahim kepada semua keluarga dan kerabat. Sebab jika begitu,
berarti wajib bersilatur rahim kepada semua anak cucu Adam. Maka perlu ada
pembatasan yang jelas bagi kerabat yang harus disilatur-rahimi dan dimuliakan
serta diharamkan untuk diputuskan. Dan jelas yang dimaksudkan adalah kerabat
rahim yang muhrim. Hal itu telah ditegaskan oleh sabda Rasulullah saw.:
لاَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ عَلَي عَمَّتِهَا وَلاَ عَلَي
خَالَتِهَا ، وَلاَ عَلَي بِنْتِ أَخِيْهَا وَأُخْتِهَا ، فَإِنَّكُمْ إِذَا
فَعَلْتُمْ ذَلِكَ قَطَعْتُمْ أَرْحَامَكُمْ
“Tidaklah
seorang wanita dinikahi bersama bibinya (dari jalur ayah) dan bibinya (dari
jalur ibu), juga tidak dinikahi bersama anak saudara laki-laki dan saudara
perempuannya. Sebab jika kalian lakukan itu, kalian telah
memutuskan hubungan rahim kalian.”
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa
tidak wajib bersilatur rahim selain kepada kerabat yang muhrim. Inilah pendapat
sebagian ulama. Sedangkan Imam Ahmad berpendapat seperti yang pertama, bahwa
yang wajib disilatur rahimi adalah kerabat yang muhrim atau bukan muhrim.
Sementara Abu Al-Khatthab berpendapat kewajiban silatur rahim tidak sekedar
salam. Pendapat Imam Ahmad terdapat beberapa interpretasi. Al-Fadhl bin Abdus
Shamad berkata kepada Abu Abdullah, “Seseorang mempunyai beberapa orang saudara
laki-laki dan perempuan di tanah ghasab (hasil sabotase). Apakah
menurutmu, ia perlu berkunjung kepada mereka?” Ia menjawab, “Betul, ia perlu
mengunjungi mereka serta memberi semangat kepada mereka agar keluar dari tanah
sabotase itu. Itu jika mereka mau. Jika tidak mau, tidak perlu tinggal bersama
mereka namun jangan sampai tidak mengunjungi mereka.”
Hak-hak Kerabat dan Keluarga
قال رسول الله r : يقول الله تعالي : أنا الرحمن وهذه الرحم شققت
لها اسما من اسمي فمن وصلها وصلته ومن قطعها قطعته
Rasulullah
saw. bersabda, “Allah berfirman, ‘Akulah Ar-Rahman, dan rahim ini
dikeluarkanlah nama dari nama-Ku. Siapa menyambungnya Aku akan menyambungnya
dan siapa memutusnya Aku memutusnya.”
وقيل لرسول الله r ” أي الناس
أفضل” ، قال : ” أتقاهم لله وأوصلهم لرحمه وآمرهم بالمعروف وأنهاهم عن المنكر
Ada yang bertanya kepada
Rasullullah saw., “Manusia yang manakah yang paling mulia?” Beliau menjawab,
“Yang paling bertakwa, yang paling baik menyambung shilatur rahim, yang paling
baik dalam memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar.”
Rasulullah
saw bersabda:
الصدقة على المسكين صدقة وهي على ذي الرحم اثنتان :”
صدقة وصلة
“Bersedekah
kepada orang miskin itu satu sedekah (pahalanya) dan sedekah kepada kerabat dua
sedekah (pahalanya): (pahala) sedekah dan (pahala) shilatur rahim.”
Ketika
Abu Thalhah hendak menyedekahkan kebun yang sangat dicintainya demi merealisasikan
firman Allah, “Tidaklah kalian mendapatkan kebajikan sampai kalian menginfakkan
dari apa yang kalian cintai.” Ia berkata, “Ya Rasulullah,
kebun itu (aku serahkan) di jalan Allah, untuk orang-orang fakir, dan
orang-orang miskin.” Rasulullah bersabda:
وجب أجرك واقسمه في أقاربك
“Kamu
berhak mendapatkan pahalamu dan bagilah untuk kerabatmu.”
Diriwayatkan
bahwa Umar pernah menulis surat
kepada para pegawainya, “Perintahkan kepada para keluarga agar saling
mengunjungi dan tidak saling melampaui batas.” Dia katakan itu karena melampaui
batas cenderung melahirkan sikap mengabaikan hak-hak, bahkan bisa melahirkan
sikap kasar dan memutuskan shilatur rahim.
Ibnu
Manshur berkata kepada Abu Abdullah, “Ada
orang mencium seorang perempuan muhrim.” Ia menjawab, “Jika ia datang dari
bepergian lalu tidak mengkhawatirkan dirinya sendiri (boleh saja).” Nabi saw
sendiri pernah melakukan hal serupa ketika beliau baru datang dari perang,
beliau mencium Fathimah. Namun tidak pernah beliau mencium bagian mulut sama
sekali. Kening atau kepala.
Realisasi Shilatur Rahim
dalam Kehidupan Nabi
Abdul
Muthallib bin Rabi’ah bin Al-Harits menceritakan, “Rabi’ah bin Al-Harits pernah
berkumpul bersama Abbas bin Abdul Muthallib lalu keduanya berkata, ‘Demi Allah,
bagaimana kalau kedua anak ini kita utus (yang dimaksudkan adalah aku dan
Al-Fadhl bin Abbas) menemui Rasulullah saw. Namun Rabi’ah menimpali, ‘Demi
Allah, Anda tidak melakukan hal ini selain karena rasa iri Anda kepada kami.
Demi Allah, aku sendiri telah berhasil menjalin persaudaraan dengan Rasulullah
dan kami tidak pernah dengki kepada Anda.’ Ali berkata, ‘Utus saja keduanya.’
Lalu keduanya pergi dan Ali pun kemudian berbaring. Dikisahkan, ketika
Rasulullah selesai shalat Dzuhur, kami mendahului beliau ke kamar. Kami berdiri
menunggu di sana.
Sampai beliau datang lalu menjewer telinga kami. Beliau bersabda, ‘Sampaikan
semua pembicaraan yang telah kalian lakukan.’ Beliau masuk dan kami pun ikut
masuk. Dan kala itu beliau berada di rumah Zainab binti Jahsy. Kami pun memulai
pembicaraan dan salah seorang di antara kami berkata, ‘Ya Rasulullah, engkau
adalah manusia paling baik dan paling erat menyambung silatur rahim. Kami telah
mencapai usia nikah. Kami minta agar engkau mengutus kami mengurus sebagian
sedekah ini lalu kami beri bagian engkau sebagaimana kami beri juga orang lain.
Kami juga mendapatkan bagian sebagaimana orang lain mendapat bagian. Lalu
beliau diam lama sekali sampai-sampai kami ingin berbicara kepada beliau.
Tiba-tiba Zainab memberi isyarat dari balik tabir agar tidak mengajak beliau
berbicara dulu. Beliau bersabda, ‘Sedekah itu tidak layak bagi keluarga
Muhammad, karena ia adalah harta sisa orang. Panggillah Mahmiyyah dan Naufal
bin Al-Harits bin Abdul Muthallib. Kemudian kedua orang itu datang dan beliau
bersabda kepada Mahmiyyah, ‘Nikahkan anak ini dengan anakmu (maksudnya Fadhl
bin Abbas).’ Dan orang itu pun menikahkannya. Beliau juga bersabda kepada
Naufal, ‘Setelah itu beliau bersabda lagi kepada Mahmiyyah, ‘Berilah bagian
dari seperlima (hak Nabi) untuk mereka sekian dan sekian.’ (Muslim).
عن عمرو بن العاص –
رضي الله عنه – قال : قال رسول الله r جهار غير سرر :” إن آل
أبي – قال عمرو في كتاب محمد بن جعفر –
بياض - ليسوا بأوليائي ، وإنما وليي الله وصالح المؤمنين ، زاد عنبسة بن
عبد الواحد عن بيان ، عن قيس ، عن عمرو ابن العاص ، قال : سمعت رسول الله r
” ولكن لهم رحم أبلها ببلالها يعني أصلها بصلتها
Amr
bin Ash r.a. berkata, Rasulullah bersabda dengan terang-terangan dan tidak
rahasia, “Sesungguhnya keluarga Abu –Amr mengatakan, pada tulisan Muhammad bin
Ja’far– putih saja (nama kunyah itu tidak tertulis)– mereka bukan wali-waliku.
Waliku adalah Allah dan orang-orang mukmin yang shalih.’ Anbasah bin Abdullah
bin Abdul Wahid menambahkan dari Bayan dan dari Qais dan dari Amr bin Ash. Aku
mendengar Rasulullah bersabda, “Akan tetapi ia mempunyai kekerabatan dan yang
paling baik adalah yang paling baik menyambung kekerabatan itu.”
عن المسور بن مخرمة –
رضي الله عنه – قال : إن رسول الله r قال : ” فاطمة
بضعة مني ، فمن أغضبها أغضبني
Al-Musawwir
bin Al-Mukhrimah r.a. berkata, sesungguhnya Rasulullah bersabda, “Fathimah
adalah sebagian dari dagingku. Siapa membuatnya marah berarti ia juga membuatku
marah.”
عن عائشة – رضي الله عنها –
قالت : ما غرت على نساء النبي r إلا علي خديجة ، وإني لم أدركها ، قالت : وكان رسول الله r إذا ذبح الشاة فيقول :
” أرسلوا بها إلي أصدقاء خديجة ” قالت : فأغضبته يوما فقلت : خديجة ؟ فقال رسول
الله r
: ” إني رزقت حبها
Aisyah
r.a. berkata, “Aku tidak cemburu kepada istri-istri Nabi (yang lain) selain
kepada Khadijah. Dan aku tidak bisa menyainginya. Jika Rasulullah memotong
kambing beliau selalu mengatakan, “Kirimlah ini ke teman-teman Khadijah.” Pada
suatu hari aku membuat beliau marah. Kataku, ‘Khadijah?’ Beliau bersabda, “Aku
dikaruniai kecintaan terhadapnya.” (Bukhari Muslim).
عن أبي هريرة –
رضي الله عنه قال : لما نزلت هذه الآية } وأنذر عشيرتك الأقربين { ( الشعراء /214) ، دعا رسول الله r قريشا ليجتمعوا
. فعم وخص . فقال: ” يا بني كعب بن لؤي ، أنقذوا أنفسكم من النار ، يا بني مرة بن
كعب ! أنقذوا أنفسكم من النار ، يا بني عبد شمس ! أنقذوا أنفسكم من النار ، يا بني
عبد مناف ! أنقذوا أنفسكم من النار ، يا بني هاشم أنقذوا أنفسكم من النار ، يا بني
عبد المطلب ! أنقذوا أنفسكم من النار . إني لا أملك لكم من الله شيئا . غير أن لكم
رحما سأبلها ببلالها
Abu
Hurairah berkata, “Ketika ayat ini turun, ‘Dan berilah peringatan kepada
kerabat dekatmu.’ (As-Syu’ara’: 214). Rasulullah mengundang orang-orang Quraisy
agar mereka berkumpul. Beliau memanggil mereka secara umum maupun khusus.
Beliau bersabda, ‘Hai Bani Ka’ab bin Lu’ay! Selamatkan
diri kalian dari neraka! Hai Bani Murrah bin Ka’ab! Selamatkan diri kalian dari
neraka! Hai Bani Abdu Syams! Selamatkan diri kalian dari neraka! Hai Bani Abdu
Manaf! Selamatkan diri kalian dari neraka! Hai Bani Hayim! Selamatkan diri
kalian dari neraka! Hai Bani Abdul Muthallibh! Selamatkan diri kalian dari
neraka! Aku tidak memiliki sesuatu pun dari Allah untuk kalian. Hanya saja
kalian mempunyai kekerabatan (denganku). Aku akan berbuat baik (melalui
kekerabatan itu).” (Muslim).
Manfaat Shilatur Rahim
1. Tergapainya keluasan rezeki dan keberkahan
usia.
2. Mendapatkan keridhaan Allah dan cinta hamba.
3. Menguatkan tali penghubung masyarakat: antara
satu pribadi dalam keluarga dan antara keluarga itu sendiri. Baik melalui
perkawinan maupun nasab. Kendatipun tidak merambah kepada seluruh masyarakat.
4. Merasakan kebersamaan Allah dan
mendapatkan dukungan dari Allah yang Maha Kuat, Maha Perkasa, lagi Maha Menyambung.
5. Menguatkan hubungan antar kerabat dekat.
Dimana menyambung kerabat dekat lebih banyak pahalanya dari pada yang jauh.