Rabu, 05 Maret 2014

Panduan untuk pemimpin





Setiap kali aku membaca biografi para pemimpin, raja, penguasa atau panglima, aku jumpai pada mereka ada keaiban, kesalahan dan penyelewengan. Rasanya aku tak sampai hati membiarkan biografi itu dibaca oleh seorang muslim agar kesalahan itu tidak menular kepadanya tanpa ia sadari. Padahal suri teladan yang patut dicontohnya adalah Nabi Muhammad SAW dan orang-orang yang mengikuti jejak dan syariat beliau. Karena itu aku terdorong menulis tentang kepemimpinan ini dengan mengemukakan prinsip-prinsip dan sifat-sifat yang dapat melindungi seorang muslim terhadap masalah yang sangat urgen ini yang harus digeluti, yang kadang-kadang dapat mengakibatkan bencana dan kesalahan yang fatal.
Salah satu ambisi yang terpendam di dalam hati adalah ambisi yang terpendam di dalam hati dalam ambisi terhadap kepemimpinan, kemuliaan dan kemantapan dalam posisi yang mapan. Tak ada manusia yang tidak mempunyai ambisi itu. Setiap orang akan menjalani salah satu bentuk kepemimpinan , bisa berupa guru ketrampilan yang mengajarkan keterampilan kepada muridnya, pengajar terhadap siswanya. Bapak terhadap istri dan anak-anaknya, istri terhadap anak-anak asuhannya, pejabat terhadap bawahannya, panglima terhadap prajuritnya, politikus terhadap pengikutnya, dan pemimpin negara terhadap aparat bawahannya. Permasalahan yang urgen seperti ini harus ditulis dan perlu dituntaskan.
Sepengetahuan saya tidak ada suatu umat pun yang membahas tema ini seperti yang dibahas oleh umat Islam. Banyak pakar ilmu dan ahli fiqih yang menulis masalah ini dalam karangan yang berpuluh-puluh jilid. Akan tetapi pembahasan mereka itu terpencar-pencar di berbagai tempat dalam kaitannya dengan pembahasan lain. Kenyataan ini mendorong saya berusaha menghimpun dan menyimpulkan masalah yang sangat urgen ini dalam tema-tema pokok.
Mengingat umat Islam tengah menyongsong abad baru, masa baru yang membutuhkan tingkatan pemimpin yang baru dalam tiap peringkat. Tingkatan pemimpin ini berbeda dengan tingkatan pemimpin dalam masa jahiliyah, berbeda semuanya dengan banyak pemimpin-pemimpin yang dimunculkan oleh berbagai peristiwa-peristiwa dalam sejarah Islam.
Persaingan kekuasaan telah menyita energi umat Islam dan melemahkan kekuatan mereka sehingga hal itu membuka peluang bagi musuh untuk merampasnya. Energi ini masih terus dikuras dan dihabiskan, dan merupakan salah satu faktor menciutnya kekuasaan Islam di kandang sendiri dan kawasan dunia.
Mengingat umat Islam akan terus melanjutkan kiprah dan perjalanannya maka mereka perlu mewujudkan wadah studi, sehingga dapat mencegah timbulnya bahaya-bahaya seperti di atas. Mudah-mudahan tulisan ini berguna untuk tujuan itu.
Sementara ahli tarikat ada yang mengatakan "Yang terakhir sekali akan keluar dari hati orang-orang yang benar adalah ambisi kepemimpinan". Sebagian lagi mengatakan, keluarnya itu bukan keluar secara keseluruhan akan tetapi hanya perubahan dalam beberapa hal.
Cinta kepemimpinan itu masih tetap tinggal tapi dikekang oleh syariat dan dikendalikan oleh akal, sehingga tujuannya menjadi tujuan ukhrawi. Dengan demikian cinta kepemimpinan tidak akan keluar dari hati; untuk itu diperlukan mujahadah yang kontinyu agar tetap istiqamah mengikuti alur akal dan syariat. Tentu ini hal yang sangat berat.
Karena itu kesalahan yang pertama disebabkan oleh angkuh dan sombong. Itulah kesalahan Iblis ketika ia mengaku "Aku lebih baik daripadanya (Adam)". Kesalahan kedua sebabnya ingin kekal, "Sehingga kalian berdua termasuk orang-orang yang kekal".
Kekal mempunyai dua dimensi makna, kongkrit dan abstrak. Keinginan selalu di posisi atas di dunia itu berarti ingin kekal. Tidakkah Anda lihat peninggalan-peninggalan Fir'aun, dan lain-lainnya? Bukankah dibalik itu terkandung suatu motivasi ingin kekal?. Apabila masalah ini demikian kenyataannya maka perlu dibicarakan, dan ini adalah salah satu faktor pendorong tulisan ini.
Berbagai bencana dan kegelisahan umat manusia sedikit banyaknya erat kaitannya dengan masalah kepemimpinan. Perebutan kekuasaan, adanya berbagai kesulitan dan sikap mengemis dalam mencapai kekuasaan ini, adanya orang-orang yang mencapai tampuk pimpinan pada hal dirinya tidak layak, banyaknya pimpinan-pimpinan yang tidak tahu hak-hak dan kewajiban-kewajibannya, masyarakat awam yang tidak mengetahui hak-hak dan kewajibannya, kesemuanya itu merupakan faktor-faktor yang mengakibatkan berbagai bencana, keterbelakangan dan menguras banyak energi. Tulisan ini mudah-mudahan dapat meringankan kepedihan itu dan membukakan cakrawala baru bagi kebahagiaan manusia.
Buku-buku yang bertema kepemimpinan ini telah banyak aku baca. Dan aku dapati di antara buku-buku tentang ini kitab karangan Ibnu Al Azrab " Badai'ussuluk". Kudapati buku ini mencakup pendapat toko-tokoh sebelumnya. Karena itu buku ini aku jadikan rujukan utama dengan meringkas tema-tema yang pokok yang terdapat dalam buku itu. Di samping itu aku gunakan pula rujukan kitab-kitab lain dan aku tambahkan dengan tema-tema yang baru timbul kemudian yang sesuai dengan kebutuhan masa kini. Kalau Anda katakan, tulisan ini adalah buku lama yang ditampilkan dalam kemasan baru, tidak keliru. Kalau dikatakan ini sebagai buku masa kini, itupun betul. Kalau dikatakan tulisan ini untuk para pemimpin, memang tidak jauh dari tujuan itu. Kalau dikatakan buku ini untuk setiap umat Islam, memang demikianlah kenyataannya. Kalau dikatakan bahwa setiap orang dapat memanfaatkan buku ini , itupun tidak aneh.
Yang sangat aku risaukan bahwa kenyataannya kebanyakan sekolah-sekolah yang menelorkan pemimpin-pemimpin yang di inginkan oleh dunia Islam ternyata tidak islami. Tempat untuk memproduk pemimpin-pemimpin Islam boleh dikatakan tidak ada di dunia Islam. Pergerakan Islam rupanya tidak banyak menaruh perhatian tentang hal ini. Sering kali dibiarkan saja pada situasi yang menampilkan pemimpin itu. Bahkan situasi berperan sekali dalam permainan politik dewasa ini. Mudah-mudahan tulisan ini banyak berperan dalam mengingatkan aspek-aspek tersebut di atas.
Barang kali tidak berlebihan apabila aku katakan bahwa berdasarkan pengalaman aku sampai pada kesimpulan sangat urgennya tulisan seperti ini bagi kader-kader harakah (pergerakan) Islam agar mereka mengenal jelas kepemimpinan yang benar yang memberikan kriteria-kriteria yang harus menjadi panduan sepak terjang pemimpin. Dan hal ini akan menyenangkan sang pemimpin dan orang-prang yang dipimpinnya. Dengan cara demikian barisan-barisan harakah Islam tetap kuat dan mapan dalam melangkah ke arah tujuan dengan jelas


Kata "Amanah" dalam terminologi Islam mengandung makna yang cukup banyak, diantaranya "tugas", inilah yang dimaksudkan dalam ayat: "Sesungguhnya telah Kami tawarkan "Amanah"kepada langit, bumi dan gunung-gunung, semuanya enggan memikulnya, mereka takut tak sanggup memikulnya, lalu amanah itu dipikul oleh manusia. Sesungguhnya dia sangat zalim dan bodoh". ( QS. 33.72)
Tugas manusia adalah mengemban amanat itu. Allah menugaskan manusia untuk melakukan perbuatan yang dapat membahagiakannya di dunia dan diakhirat. Apabila seluruh umat manusia memikul tugas itu dengan baik, kondisi mereka akan membaik, hidup mereka bahagia dan dengan demikian mereka menempuh jalan yang lurus.
Amanah dalam pengertian luas, akan terabaikan apabila masalah kepemimpinan terbengkalai. Dalam hadits shahih, riwayat Bukhari, Abu Hurairah berkata, “ Ketika Nabi SAW berada dalam suatu majelis dengan sahabat, tiba-tiba seorang Arab Badui datang dan bertanya; kapan terjadinya kiamat" Rasulullah terus melanjutkan pembicaraannya sebagian hadirin mengatakan: Beliau mendengar apa yang ditanyakan tapi beliau enggan menjawab pertanyaan itu. Sebagian lagi mengatakan: bahwa beliau tidak mendengarnya. Setelah beliau selesai berbicara lalu bertanya: Mana orang bertanya tentang kiamat itu? Dia menjawab: Aku ya Rasulullah ! Beliau menjawab: Apabila urusan itu diberikan kepada yang bukan ahlinya, maka nantikanlah kiamat!".
Dari hadits ini kita dapati bahwa memberikan suatu tugas kepada yang bukan ahlinya, sebagai penyebab tercecernya amanah. Tercecernya tugas yang dibebankan Allah dan tercecernya Islam. Sebagaimana diketahui, terjadinya kiamat manakala manusia sudah sangat durjana. Oleh karena itu Rasulullah menjelaskan salah satu indikasi kiamat adalah tercecernya amanah karena memberikan tugas bukan pada ahlinya.
Dengan kondisi seperti ini kejahatan akan meningkat dan kebaikan akan menciut. Oleh karena itu kewajiban kita, umat Islam seluruhnya -terutama orang-orang yang aktif dalam dakwah Islam- untuk menempatkan tugas itu pada proporsinya. Tidak memberikan bentuk kepemimpinan apapun kecuali kepada ahlinya. Bila keadaan sangat mendesak, mereka harus mempersiapkan diri untuk mengisi kepemimpinan itu, dan memberikan kesempatan kepada orang-orang yang ahli untuk mempersiapkan dirinya, atau mencari orang-orang tersebut dan menyeleksinya.
Kerusakan hebat yang terjadi, kesenjangan yang berbahaya pada umat Islam, kepincangan yang menimpa tubuh jamaah Islam, semuanya itu terjadi karena pemberian kepemimpinan yang tidak becus dalam tiap peringkat. Daerah yang ditempati oleh pemimpin yang layak akan ditimpa kerusakan.
KEUTAMAAN PEMIMPINAN
Apabila kepemimpinan itu tidak diminta, pemimpinnya adil dan dapat mengemban amanat yang dipikulnya kepadanya, dia akan mendapat sokongan terhadap tugasnya. Perbuatannya itu mendapat pahala besar. Adanya pemimpin adalah suatu keharusan dalam kehidupan Islam, karena banyak tugas-tugas fardhu a'in dan fardhu kifayah tak dapat terlaksana tanpa adanya kepemimpinan itu. Apabila demikian kenyataanya, maka manakala sang pemimpin benar niatnya- ia akan mendapat pahala fadhu a'in dan pahala fardhu kifayah yang dapat diwujudkannya. Dan alangkah banyaknya tugas-tugas seperti itu. Sebelumnya telah saya kemukakan, tugas itu akan terbengkalai apabila tugas kepemimpinan ini tercecer. Karena itu kedudukan pemimpin mempunyai keutamaan yang besar. Apabila tugas ini disia-siakan oleh pelakunya (ahlinya), dosanya pun besar banyak orang mencampuradukkan perbuatan yang baik dan yang buruk dalam melaksanakan kepemimpinan ini. Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka.
Abu Abdullah Ibnu Azrak di dalam bukunya "Badai'I suluh fi thabai'i muluk" menyebutkan sebagian risalah Tortusi yang ditujukan kepada Ali bin Yusuf bin Tasyfin. Katanya, “Hai Abu Yakub, Anda tengah menghadapi ujian yang apabila ujian itu diberikan kepada langit niscaya akan hancur, apabila dipikul oleh bintang-bintang niscaya akan berguguran, apabila dipikul oleh bumi dan gunung-gunung niscaya akan guncang dan hancur. Anda tengah memikul amanat yang telah ditawarkan kepada langit, bumi dan gunung-gunung tapi semuanya itu enggan dan takut memikulnya.
Ketahuilah Abu Ya'kub, apabila ada satu perbuatan zina di wilayahmu, pada masa kekuasaanmu, selama kau masih hidup, Anda yang bertanggung jawab, Anda yang menanggung kesalahannya. Apabila ada yang minum setetes minuman yang memabukkan, Anda yang bertanggung jawab. Apabila ada seorang muslim dilukai martabatnya Anda yang bertanggung jawab dilimpahkan kepada Anda, karena Anda berkuasa untuk merubahnya. Sedangkan hal-hal yang Anda tidak ketahui, Anda terlepas dari tanggung jawabnya, insya Allah".
Besarnya tugas kepemimpinan, juga dapat dilihat dari besarnya pahala dan tingginya kedudukan kepemimpinan ini, sehingga buat orang lain merasa iri terhadap pemimpin yang sukses. Thartusi mengatakan, "Tidak ada kedudukan yang lebih tinggi daripada pemimpin yang adil, kecuali Nabi yang diutus dan Malaikat yang posisinya dekat dengan Allah".
Abu Manshur mengatakan, "Kedudukan manusia yang tertinggi adalah kenabian, kemudian kepemimpinan". Kata Ibnu Azrak, ini dapat dibuktikan sebagai berikut:
"Menurut ijma' (konsensus ulama), kepemimpinan itu lebih besar pahalanya daripada pengabdian lainnya kepada Allah. Syekh Izzuddin mengatakan, “Umat Islam sepakat bahwa kepemimpinan adalah pengabdian yang paling utama. Pemimpin yang adil pahalanya lebih besar daripada yang lain, karena dengan perantara dirinya aturan Allah dapat ditegakkan, dan kebatilan dapat dihilangkan. Satu kalimat saja yang diucapkan seorang pemimpin, dapat menghentikan ribuan bentuk kezaliman. Sungguh kata yang singkat dengan pahala yang besar. Pemimpin yang adil mendapatkan pahala seluruh perbuatan rakyatnya sebab orang yang melakukan suatu perbuatan sama kedudukannya dengan orang yang membuka peluang untuk melakukan perbuatan itu".
Tentang hal ini disinyalir dalam sabda Rasulullah SAW, “Siapa yang mengajak kepada kebaikan dia mendapatkan pahala sebanyak pahala orang yang mengikutinya, dan itu tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun". "Dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan dia menanggung dosanya dan dosa sebanyak orang yang mengikutinya, dan itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun". (Hadits dari Abu Hurairah R.A. Riwayat Imam Muslim).
Perlunya Kepemimpinan
Dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah R.A., katanya: Rasulullah SAW, bersabda: Apabila tiga orang bepergian hendaknya mereka mengangkat satu di antara mereka menjadi pemimpin". (Riwayat Abu Daud dan sanadnya baik).
Khalifah Usman berkata, "Allah memberikan suatu dengan kepemimpinan yang tidak dapat diberikan dengan Alquran".
Ka'ab Al Ahbar berkata, “Perumpamaan Islam, pemimpin dan umat manusia, seperti kemah, tiang, pasak, dan tali. Kemah dan pasak adalah umat manusianya, satu sama lain saling melengkapi". 
Afwah Alaudi penyair jahiliyah menyadari pentingnya kepemimpinan itu, katanya, “Tak baik manusia kacau tanpa pemimpin, tiada pemimpin bila orang-orang bodoh yang berkuasa. Rumah tak akan tegak tanpa tiang, tiang tak akan tegak tanpa pondasi dan tiang menyatu, mereka akan mencapai apa yang dinanti".
Kepemimpinan adalah suatu keharusan bagi kesinambungan hidup manusia, suatu kewajiban dalam kehidupan yang islami. Pada dasarnya suatu perkumpulan tak dapat terwujudnya tanpa adanya kepemimpinan. Untuk mengatur suatu perkumpulan manusia, mencegah peluang bagi pelaku kezaliman, menegakkan keadilan, dan melindungi yang lemah agar tidak tergilas oleh yang kuat, dan banyak lagi hal yang lain, diperlukan kepemimpinan, sehingga terasa urgensinya bagi kehidupan manusia dan menjadi masalah besar dalam negara.
"Sekiranya Allah tidak mencegah sebagian manusia atas sebagian yang lain niscaya bumi akan binasa". (QS. 2:251)
"Sekiranya Allah tidak mencegah sebagian manusia atas sebagian yang lain niscaya biara-biara, gereja-gereja, tempat-tempat ibadah Yahudi dan masjid-masjid dimana banyak disebut nama Allah akan hancur". ( QS. 22:40)
Kehidupan yang islami tidak akan tegak berjaya tanpa kepemimpinan. Untuk melaksanakan hukum Allah, menegakkan shalat, menarik zakat, mengukuhkan hakim-hakim, memelihara embrio, mengisi penjagaan di tempat-tempat yang kosong di daerah perbatasan, memobilisir tentara, membela orang yang teraniaya, mengekang hawa nafsu, menghentikan pertikaian, semuanya itu memerlukan pemimpin.
Tujuan Allah menetapkan syariat bagi kebahagiaan manusia dalam jangka waktu singkat atau lama, semuanya itu tidak akan terwujud tanpa adanya kepemimpinan.
Dengan kepemimpinan akan terwujud kesatuan, sehingga kemungkinan fitnah, bencana dan perpecahan akan dapat dihindari. Dengan kepemimpinan dakwah akan tersebar luas, jihad akan dapat ditegakkan, sehingga akan terwujud janji yang benar: Unggulnya agama yang haq (dienul Islam) di atas agama lainnya ".
"Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa kebenaran dan dienul haq agar Dia unggulkan atas agama-agama lain seluruhnya". (QS. 9:33).
Ibnu Katsir mengatakan, di dalam hadits shahih Rasulullah bersabda, “Allah telah memberikan bumi dari timur sampai ke barat kepadaku. Dan kekuasaan umatku akan mencapai apa yang telah Allah berikan kepadaku itu".
Imam Ahmad mengatakan dari Ibnu Mas'ud, dari Kubaishah: Daerah ini melakukan shalat dari awal Subuh, ketika ada seorang pemuda mengatakan: Aku dengan Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh akan ditundukkan untukmu timur dan barat sedangkan pejabat-pejabatnya akan masuk neraka kecuali orang yang bertakwa kepada Allah dan menunaikan amanah".
Imam Ahmad berkata dari Tamim Addari R.A. katanya: Aku dengan Rasulullah SAW bersabda, “Agama ini pasti akan mencapai setia daerah yang dijangkau oleh siang dan malam! Allah tidak akan biarkan rumah yang di kota atau gubuk di desa, kecuali akan dimasuki agama Islam ini dengan terhormat atau hina. Allah berikan kehormatan kepada Islam, Allah hinakan kekafiran".
Imam Ahmad mengatakan dari Migdad bin Aswad, aku dengar Rasulullah SAW bersabda:
"Tidak ada kota atau desa kecuali akan dimasuki oleh kalimat Islam dengan terhormat atau hina, Allah berikan kehormatan dengan menjadi muslim, atau dihinakan, tunduk kepada Islam".

Kehidupan manusia tidak akan tegak dengan kehidupan yang islami, kecuali dengan tegaknya kepemimpinan dalam berbagai peringkat. Kehidupan yang islami tidak akan tegak kecuali dengan pemimpin yang baik. Pemimpin dan yang dipimpinnya masing-masing tahu hak-hak dan kewajiban mereka, baik dalam sektor kerja atau dalam sektor-sektor hukum dari peringkat yang paling tinggi.

 
Setiap manusia pasti menggeluti suatu kepemimpinan. Hadits Rasulullah mengatakan, “Setiap Anda adalah pengasuh dan bertanggung jawab terhadap asuhannya. Pemimpin adalah pengasuh dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Laki-laki adalah pengasuh di keluarganya dan bertanggung jawab terhadap asuhannya. Wanita adalah pengasuh di rumah suaminya dan bertanggung jawab terhadap asuhannya, pembantu adalah pengasuh harta majikannya dan bertanggung jawab terhadap asuhannya. Setiap Anda adalah pengasuh dan bertanggung jawab terhadap asuhannya. (H.R Imam Bukhari dan Muslim)
Ibnu Hibban di dalam bukunya "Raudatul Uqala" mengatakan, “Sunnah Rasulullah SAW menegaskan bahwa setiap pengasuh bertanggung jawab terhadap asuhannya, oleh karena itu setiap pengasuh berkewajiban memelihara hubungannya dengan asuhannya itu. Pengasuh manusia adalah para ulama, pengasuh raja adalah akal sehatnya, pengasuh orang-orang saleh adalah takwanya, pengasuh para pelajar adalah gurunya, pengasuh anak adalah orang tuanya. Setiap orang yang menjadi pemimpin bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya."
Yang lebih wajib lagi dipelihara adalah ikatan antara rakyat dan pemimpin negara, sebab pemimpin itu pengasuh mereka. Pemimpin negara sangat tinggi kedudukannya karena mereka orang yang paling berwenang memberikan perintah, melaksanakan , dan menyelesaikan berbagai masalah. Apabila mereka tidak menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya dan tidak mengarahkan rakyatnya, niscaya mereka akan bobrok dan membobrokkan rakyatnya. Dan bisa jadi dunia akan hancur karena rusaknya seorang pemimpin.
Dari kandungan hadits di atas dapat kita pahami bahwa setiap orang dewasa selalu melakukan suatu bentuk kepemimpinan, baik suami, istri, saudara yang lebih tua terhadap adiknya, pegawai terhadap urusan kerjanya, pemimpin keluarga, pemimpin partai, walikota, gubernur, atau presiden. Dari sini dapat kita ketahui banyaknya bentuk kepemimpinan.
Bentuk kepemimpinan itu tidak terbatas banyaknya. Ada kepemimpinan itu tidak terbatas banyaknya. Ada kepemimpinan bapak dan ibu terhadap anak-anaknya, penguasa terhadap rakyatnya, dan guru terhadap siswa-siswanya. Ada kepemimpinan rohani, kepemimpinan umum -ini banyak sekali bentuknya- ada kepemimpinan pihak yang menang, dan pihak yang kalah.
Kalau Anda kemukakan berbagai bentuk pemerintahan yang ada di dunia niscaya akan Anda dapati berbagai bentuk kepemimpinan yang sangat banyak jumlahnya. Kalau Anda perhatikan partai-partai yang tengah berjuang merebut kekuasaan di situ terdapat berbagai bentuk kepemimpinan.
Bentuk-bentuk kepemimpinan ini bisa diperoleh secara alami, legal, dan Islami, seperti kepemimpinan suami terhadap istrinya dan bapak terhadap anaknya. Bisa juga diperoleh dengan pewarisan atau pengangkatan, seperti ulama yang mengangkat muridnya menjadi seorang imam. Bisa juga dengan pemilihan dan musyawarah atau pengangkatan, seperti presiden yang mengangkat menteri atau panglima angkatan perang.
Dalam ulasan ini kami tidak akan meliput seluruh bentuk kepemimpinan itu, karena banyak sekali jumlahnya, tak terhitung. Kami memilih beberapa tema yang berguna bagi orang yang membacanya, insya Allah. Baik sebagai pemimpin atau yang dipimpin. Kami hanya akan menyebutkan hal-hal yang kami anggap penting dalam rangka penyuluhan bagi umat Islam dewasa ini, tentang hal-hal yang mesti disadarinya. Seyogianya umat Islam adalah orang yang paling tahu, paling sempurna, karena dia sebagai muslim dan pengikut Rasulullah SAW.
Mengejar Kepemimpinan
Akhlak seorang muslim tidak mengejar kepemimpinan untuk dirinya. Tidak mendesak dan merebut kepemimpinan dari orang yang layak memiliki kepemimpinan itu. Apabila diberi tanggung jawab kepemimpinan, sementara dia lemah dan tak sanggup memikulnya, hendaknya dia menolak tanggung jawab itu. Kecuali, apabila dia yang harus memegangnya, maka dia wajib melaksanakannya. Bila menghindar berarti berdosa, dan bila melaksanakan kewajibannya itu, dia mendapat pahala. Nash-nash berikut ini menjelaskan hal tersebut di atas, "Itulah negeri akhirat, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menginginkan kesombongan di bumi, dan tidak pula menginginkan kerusakan. Dan kesudahan yang baik untuk orang-orang yang bertakwa."
Dari Abdur Rahman bin Samurah, Rasulullah SAW bersabda, “Hai Abdurrahman, janganlah Anda meminta kepemimpinan, kalau kau diberikan karena memintanya berarti itu beban bagimu. Kalau Anda diberikan tanpa memintanya berarti Anda diberikan bantuan dengan tugas itu". (Riwayat ke enam perawi hadits keenam perawi, kecuali Malik)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kalian akan berambisi memperoleh kepemimpinan, dan itu akan menjadi penyesalan nanti pada hari kiamat. Alangkah bahagia orang yang terus menyusui (melaksanakan tugasnya) dan alangkah buruk orang menyapihya (melalaikan tugasnya). (H.R. Bukhari dan Nasai)
Dari Abu Musa katanya, “Aku masuk menemui Nabi bersama-sama dengan dua orang anak pamanku, satu di antaranya berkata, “Wahai Rasulullah berikanlah kepemimpinan kepadaku dari berapa tugas yang diberikan Allah kepadamu, dan yang satu lagi berkata demikian pula. Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya demi Allah kami tidak memberikan tugas ini kepada orang yang memintanya, atau berambisi memperolehnya". (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Nasai)
Dari Abu Dzar katanya, “Wahai Rasulullah tidakkah engkau tugaskan aku? Beliau menepukkan tangannya ke pundakku lau bersabda, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu lemah, dan tugas itu amanah, dan (dapat mengakibatkan ) kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat, kecuali bagi orang mengambilnya dengan benar dan melaksanakan amanah yang dibebankan kepadanya." (H.R. Muslim)
Dari Ubadah bin Shamit katanya, “Kami melakukan baiat perang kepada Rasulullah agar mendengar dan taat dalam susah dan senang, dalam giat, letih dan berat, agar kami tidak akan menentang tugas yang dipikul oleh ahlinya, agar kami mengatakan yang hak dimanapun kami berada, dan agar tidak takut terhadap celaan orang-orang yang mencela kami di jalan Allah." Demi kian disebut di dalam "Al Bidayah Vol 3 hal 164. Hadits serupa diriwayatkan pula oleh Bukhari dan Muslim seperti disebutkan dalam Kitab Targib Vol 4 hal.3. apabila seseorang telah ditetapkan memegang suatu kepemimpinan, maka orang yang menghalang-halanginya akan berdosa. Apabila yang telah ditetapkan itu menolak ia pun berdosa.
"Barang siapa yang mengangkat pemimpin suatu jamaah padahal di antara mereka ada orang lain yang lebih disenangi oleh Allah, berarti ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul dan orang-orang yang beriman." Riwayat Hakim dari Ibnu Abbas, dan Suyuti memberikan kode shahih terhadap hadits ini.
Kaidah syara mengatakan: Barang siapa yang ternyata harus melakukan fardu kifayah maka fardu kifayah ini baginya menjadi fardu ain.
Siapa yang melihat bahwa dirinya mampu dan diusulkan oleh orang lain, maka tidak apa-apa baginya untuk tidak menolaknya, ia boleh memelihara hak pencalonan yang diberikan kepadanya, dan terhadapnya diberlakukan hukum-hukum yang berlaku atau kaidah-kaidah yang digunakan. Keenam sahabat yang dicalonkan oleh Umar tidak menolak sama sekali pencalonan itu. Ini berarti permintaan secara implisit, dan ternyata itu dibiarkan saja.

0 komentar:

Posting Komentar