Selasa, 28 November 2017
Sabtu, 25 November 2017
ADAB BERBICARA DAN MENDENGAR
Islam adalah diin
al-adab, atau agama yang mengajarkan norma-norma luhur dan suci bagi umat
manusia. Seorang mukmin yang menjadikan dirinya sebagai kendali diri dalam
berbuat dan berbicara, akan menikmati saat-saat diamnya, sementara orang lain
pun merasa sejuk berdekatan dengannya.
Ketika ia berbicara, manisnya
kata-kata yang keluar dari mulutnya membuat orang yang mendengarnya sadar dan
terbimbing kepada kebaikan dan kebenaran. Demikian juga tatkala ia berbuat
sesuatu, maka perbuatannya selalu baik, memberi manfaat, dan dapat menjadi
keteladanan bagi yang lain. Mukmin seperti ini adalah mukmin yang memiliki
sifat-sifat yang dekat kepada Rasulullah saw. yang mulia, di mana diamnya
adalah fikir, ucapannya adalah dzikir, dan amalnya adalah keteladanan.
ADAB BERBICARA
1. Berbicara yang jelas, mudah difahami oleh setiap pendengar.
Dari ‘Aisyah ra. Berkata:
كَانَ كَلاَمُ
رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَلاَمًا فَصْلاً يَفْهَمُهُ
كُلُّ مَنْ سَمِعَهُ . رواه أبو داود و أحمد
Adalah
ucapan Rasulullah saw. selalu jelas maksudnya dan dipahami oleh setiap orang
yang mendengarkannya. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Dari ‘Aisyah ra. juga berkata: “Bahwa Rasulullah saw, pernah
berbicara, sekiranya ada yang menghitung ucapannya pasti terhitung.” Dan dalam
riwayat lain: “Beliau tidak mengeluarkan ucapan sebagaimana kalian berbicara.”
(HR. Bukhari-Muslim).
2.
Berbicara dengan ungkapan yang simpel
dan tidak mencari-cari bahasa yang tinggi, sehingga
kalimat yang diucapkan tidak memiliki makna yang sulit atau tidak bisa
dimengerti.
Khalil bin Ahmad -rahimahullah-
pernah ditanya suatu masalah, beliau tidak segera menjawab. Maka penanya
berkata, “Apakah pertanyaan ini tidak ada jawabannya dalam pandangan tadi?”
Beliau berkata, “Anda sebenarnya telah mengetahui masalah yang Anda tanyakan
berikut jawabannya, tetapi saya ingin memberi jawaban yang lebih mudah lagi
Anda pahami.”
3.
Tidak diulang-ulang kecuali untuk memberikan tekanan makna,
karena “Sebaik-baik ucapan adalah yang singkat dan membawa arti, dan
seburuk-buruk ucapan adalah yang panjang dan membosankan.”
Abdullah bin Mas’ud ra., memberi nasehat kepada
masyarakatnya setiap hari Kamis. Ada
seseorang yang berkata, “Wahai Abu Abdir Rahman, saya berharap engkau memberi
nasehat kepada kami setiap hari.” Beliau berkata, “Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya yang menghalangiku untuk itu karena aku tidak suka membuat kalian
bosan.” Selanjutnya ia berkata,
وَإِنيِّ
أَتَخَوَّلُكُمْ بِالْمَوْعِظَةِ كَمَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّلُنَا بِهَا مَخَافَةً السَّآمَةَ عَلَيْنَا . متفق
عليه
Aku
selalu memilih waktu untuk kalian dalam memberi nasehat, sebagaimana Nabi saw,
memilih waktu untuk kami dalam memberi nasehat karena khawatir membuat jenuh
atas kami. (Muttafaq ‘alaih)
Dari ‘Ammar bin Yasir ra berkata, Aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda,
إِنَّ طُوْلَ صَلاَةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ
فِقْهِهِ فَأَطِيْلُوْا الصَّلاَةَ وَأَقْصِرُوْا اْلخُطْبَةَ . رواه مسلم
Sesungguhnya
panjangnya shalat seseorang dan pendeknya khuthbah, merupakan bukti kemantapan
pemahamannya. Maka panjangkan shalat dan pendekkan khutbah!
(HR. Muslim)
4.
Ucapan harus bagus, tidak kotor dan munkar (jahat).
Rasulullah saw, bersabda:
كُلُّ كَلاَمِ ابْنِ آدَمَ عَلَيْهِ لاَ لَهُ
إِلاَّ أَمْرًا بِمَعْرُوْفٍ وَنَهْيًا عَنْ مُنْكَرٍ وَذِكْرَ اللهِ .
Setiap ucapan anak Adam mencelakannya,
bukan menguntungkan, kecuali perintah untuk kebaikan, mencegah kemungkaran, dan
dzikrullah.
Agar
ucapan kita selalu bagus dan menambah pahala kita dan tidak menambah dosa, maka
kita harus menjaga hal-hal berikut:
a. Setiap pembicaraan kita agar
selalu membawa unsur perintah shadaqah, atau berbuat baik, atau perdamaian bagi
manusia. Allah ta’ala berfirman:
Tiada kebaikan
dalam banyak pertemuan mereka, kecuali orang yang memerintahakan shadaqah, atau
kebaikan, atau perdamaian bagi manusia. Dan barangsiapa melakukan hal itu untuk
mencari ridha Allah, maka niscaya Kami memberinya pahala yang besar.
(Surat An
Nisa’: 114)
b. Meninggalkan pembicaraan yang bukan
kepentingan kita untuk membicarakannya.
Rasulullah
saw. bersabda,
ِمنْ حُسْنِ
إِسْلاَمِ اْلمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ . رواه الترمذي
Di
antara bagusnya keislaman seseorang adalah, ia tinggalkan sesuatu yang tidak ia
ada kepentingan dengannya. (HR.Turmudzi)
c. Menjauhi ucapan yang sia-sia dan tidak
bermanfaat.
Allah berfirman, Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang
dalam shalatnya selalu khusyu’. Dan orang-orang yang dari hal yang tidak
berguna mereka selalu bepaling. (Surat
Al-Mu’minun: 1-3).
Rasulullah saw. bersabda, Sungguh seorang hamba ketika mengucapkan suatu ucapan, tidak lain hanya
untuk membuat orang lain tertawa, ia bisa jatuh di neraka lebih jauh antara
langit dan bumi. (HR. Baihaqi)
d. Menyebar-luaskan salam.
Rasul saw
bersabda,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا
السَّلاَمَ وَصِلوُا اْلأرْحَامَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصَلُّوْا بِالَّيْلِ
وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا اْلجَنَّةَ بِسَلاَمٍ . رواه الترمذي
Wahai manusia sebar-luaskan
salam, sambunglah silaturrahim, berikan makanan, dan shalatlah malam ketika manusia tertidur
niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat. (HR Turmudzi)
e.
Menahan diri dari ucapan jahat yang tidak membawa kemaslahatan.
Allah berfirman, Janganlah berdebat dengan Ahli Kitab kecuali dengan cara yng baik,
kecuali dengan orang yang zhalim di antara mereka. (Al-Ankabut: 46)
Dalam hadits Aisyah ra. dia berkata bahwa
Rasulullah saw. bersabda, Sesungguhnya
sejahat-jahat manusia kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah orang
yang ditinggalkan masyarakatnya karena menghindari ucapan jahatnya. (HR
Bukhari)
f. Bersabar dalam berdialog
dengan orang-orang bodoh (jahil). Hal ini tidak berarti menerima kehinaan, akan tetapi bisa
menahan diri di hadapan faktor-faktor yang memancing emosi dan mencegah diri
dari marah, sukarela atau pun terpaksa.
Allah swt. berfirman, Dan hamba-hamba Allah yang Maha Rahman mereka itu berjalan di muka bumi
dengan rendah hati. Dan apabila diajak bicara oleh orang-orang yang bodoh
(jahil) mereka berkata, ‘selamat.’ (Al Furqan : 63)
Dan Allah memerintahkan kepada Nabi Musa dan
Harun as, Pergilah kalian kepada Fir’aun
sesungguhnya dia itu melampaui batas. Maka katakanlah kepadanya perkataan yang
lembut.
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa ketika
Rasulullah saw. sedang duduk bersama para sahabatnya, ada seseorang mencaci Abu
Bakar ra. dan menyakitinya, tetapi Abu Bakar tetap diam. Lalu ia menyakitinya
yang kedua kali dan Abu Bakar pun tetap diam. Kemudian ia menyakitinya yang
ketiga kali, maka Abu Bakar membela diri. Ketika itulah Rasulullah saw. bangkit
meninggalkan majlis. Abu Bakar bertanya, “Apakah engkau mendapati suatu dosa
atas diriku, wahai Rasulullah?”
Rasulullah saw. menjawab, Ada malaikat turun dari langit mendustakan
orang itu terhadap apa yang ia ucapkan kepadamu. Namun ketika kamu membela
diri, setan pun datang, maka aku tidak mau duduk di sini ketika setan datang.
(HR Abu Dawud).
g.
Menjauhi perdebatan, baik dalam kebenaran maupun dalam kebatilan,
karena hal itu akan menimbulkan keinginan mencari menang dalam diri akhi, dan
lebih suka berapologi daripada
menampakkan kebenaran..
Rasul saw bersabda,
مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى ِإلاَّ أُوْتُوا اْلجَدَلَ . رواه
الترمذي
Tidaklah suatu kaum tersesat setelah
berpegang kepada kebenaran kecuali mereka diberi kegemaran berdebat.
(HR Turmudzi).
Ibnu Majah dan Ahmad). Rasul saw bersabda, “Aku
pemimpin sebuah rumah di dalam surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan
meskipun dia yang benar. Dan aku pemimpin sebuah rumah di tengah surga bagi
orang yang meninggalkan dusta meskipun bercanda. Dan aku pemimpin sebuah rumah
di puncak surga bagi orang yang akhlaknya baik.” (HR Abu Dawud)
h. Menjauhi tempat-tempat kejahatan.
Yaitu tempat dilakukannya kemungkaran atau dibicarakan di dalamnya ucapan yang
menghina atau melecehkan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Allah
swt. berfirman,
Dan
apabila kamu melihat orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami maka
tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan yang lain. Dan jika syetan
menjadikan kamu lupa (akan larangan ini) maka janganlah kamu duduk bersama
orang-orang yang zhalim sesudah teringat larangan itu.
(Al-An’am: 68)
Dan Allah swt. berfirman, Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela. (Al Humazah: 1)
Rasulullah saw. bersabda,
لَيْسَ
اْلمُؤْمِنُ بِطَعَّانٍ وَلاَلَعَّانٍ وَلاَ فَاحِشٍ وَلاَ بَذِيْءٍ .
Tidaklah pantas seorang mukmin pencaci
maki, pelaknat, suka berkata keji, dan suka berkata jorok.
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada kata keji
dalam sesuatu kecuali ia akan merusaknya. Dan tidaklah ada sifat malu dalam
sesuatu melainkan ia akan menghiasinya.” (HR Turmudzi).
ADAB MENDENGAR
1. Diam dan mendengarkan sehingga ucapan
tidak bercampur baur dan sulit dipahami.
Allah berfirman,
Dan apabila dibacakan Al Qur’an maka dengarkanlah
baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian mendapatkan rahmat.
(Al-A’raf : 204)
Dari Jabir bin Abdullah ra., ia berkata bahwa
Rasulullah saw. bersabda kepadanya di Haji Wada’, “Perintahkan manusia untuk
tenang.” Kemudian beliau bersabda,
لاَ تَرْجِعُوْا بَعْدِيْ كُفَّارًا يَضْرِبُ
بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ . متفق عليه
Janganlah kalian kembali sesudahku menjadi
orang-orang kafir, sebagian kalian memenggal leher yang lain.
(Muttafaq ‘alaih)
Dari Anas bin Malik ra., bahwa Rasulullah saw. memberi
wasiat kepada Abu Dzar ra. Beliau saw. bersabda,
Hendaklah kamu berakhlaq mulia dan banyak
diam, karena demi Dzat Yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidak ada perhiasan bagi
seluruh makhluk yang serupa dengan keduanya. (HR. Ibnu Abid
Dunya, Bazzar, Thabrani, dan Abu Ya’la)
Abdullah bin Mas’ud ra, berkata, “Demi Dzat Yang
jiwaku ada di tangan-Nya, tidak ada sesuatu di atas bumi yang lebih perlu untuk
ditahan lama selain lidah.” (Riwayat Turmudzi).
2. Tidak memenggal ucapan orang lain
karena tergesa-gesa atau ingin menguasai kendali forum. Sehingga keinginan Rasulullah
saw untuk segera menghafal Qur’an, dilarang oleh Allah dalam firman-Nya:
Dan jangalah kamu menggerakkan lidahmu untuk
membaca Al Qur’an karena kamu hendak cepat-cepat menguasainya.
(Al-Qiyamah: 16)
3. Menghadapkan wajah kepada pembicara dan
tidak berpaling darinya atau
membuat orang lain berpaling darinya, selama dalam rangka taat kepada Allah,
meskipun ucapan kurang membawa daya tarik ataupun bahasanya kurang indah dan
kurang lancar.
Rasulullah saw, bersabda:
لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ اْلمَعْرُوْفِ
شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلِقٍ . رواه مسلم
Janganlah kamu meremehkan suatu kebajikan,
meskipun sekedar wajah berseri ketika engkau bertemu saudaramu.
(HR. Muslim)
4. Tidak menampakkan sikap berbeda karena
ucapan saudara kita, meskipun kita sudah lebih tahu, selama pembicara tidak
bersalah dalam berbicara.
Rasulullah saw.
pernah meminta Ibnu Mas’ud ra. untuk membacakan Al-Quran kepadanya, maka ia
menjawab, “Aku membaca untuk Anda padahal ia turun kepada Anda?” Beliau
menjawab, Aku sungguh senang mendengar
Al-Quran itu dari orang lain.
Imam Ahmad bin
Hambal pernah mendengarkan nasihat Al-Muhasibi, sampai beliau memperhatikannya
dengan tenang dan akhirnya beliau menangis sampai basah jenggotnya.
5. Tidak menampakkan kepada para hadirin
bahwa kamu adalah orang yang lebih ‘alim dibandingkan si pembicara, karena hal itu akan
menyebabkan kamu bersikap sombong (takabbur).
Rasulullah saw. bersabda,
اَلْكِبْرُ بَطَرُ اْلحَقِّ وَغَمْطُ
النَّاسِ .
Kesombongan adalah sikap angkuh kepada
kebenaran dan meremehkan orang lain.
Sabtu, 11 November 2017
Kami Tunduk Pada Syuro dan Tsiqah Pada Qiyadah
Syuro mengindikasikan adanya mekanisme demokratis yang bertanggung jawab. Keputusan syuro adalah hasil kesepakatan bersama, sehingga wajib dilaksanakan bersama pula. Dalam ilmu ekonomi modern, seorang manajer sebaiknya melibatkan karyawannya dalam mengambil sebuah keputusan karena yang demikian itu akan lebih membawa maslahat dan tanggung jawab bagi semua, sehingga dalam menjalankan program kerja, ada rasa memiliki. Syuro adalah mekanisme pengambilan keputusan yang sangat ideal untuk diterapkan di setiap masa. "Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan-nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka."(QS. Asy Syuraa : 38)
Para aktivis Islam adalah Jundullah yang sedang melakukan ribath, karena jika tidak demikian, maka berarti telah melalaikan amanah sebagai ummat terbaik yang bertugas menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar. Melalaikannya, akan mendapat murka Allah Subhanahu wa Ta'ala. Di dalam organisasi Islam-lah ribath itu dilakukan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi, dan dari kuda yang ditambat (untuk persiapan perang) yang dengan itu kamu menggetarkan musuh Allah dan musuh kamu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tdak mengetahuinya (tetapi) Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah, niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu, dan kamu tidak akan dianiaya." (QS. Al Anfal: 60)
Salah satu output dari ribath yang dilakukan dalam organisasi Islam adalah mencetak pemimpin Islam. Bila untuk mewujudkan yang wajib membutuhkan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib. Salah satu permasalahan ummat ini adalah krisis kepemimpinan, maka setiap orang dalam organisasi Islam hendaknya diberi kesempatan untuk menjadi pemimpin, baik dalam skup departemen ataupun kepanitiaan, sehingga rolling ini dapat mengasah potensi kader untuk menjadi pemimpin yang memberi bobot kalimah tauhid di muka bumi. Karena kelak, tidak hanya sebatas menjadi pemimpin skup kampus, tetapi dari organisasi ke negara. Itulah pergerakan.
Pemimpin adalah cerminan dari sebuah organisasi karena yang pertama kali dilihat oleh khalayak adalah pemimpinnya. Maka berhati-hatilah dalam memilih seorang pemimpin dan sesuaikan dengan tahapan da'wah yang sedang ditempuh. Pemimpin yang bisa diterima tidak hanya di kalangan ikhwah, tetapi juga di luar ikhwah, bahkan dapat diterima oleh non muslim sekalipun. Oleh karena itulah karakteristik sekunder seorang pemimpin dapat berubah dan disesuaikan dengan era da'wah.
Seorang pemimpin haruslah memiliki muwashofat primer dan sekunder yang sesuai marhalahnya. Iman yang kuat, kesempurnaan aqidah, akhlaq yang solid dan ibadah yang benar, diletakkan tertinggi, karena bila pemimpin beriman dan bertaqwa, maka niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberikan barakah kepada da'wah yang diemban di lingkungan tersebut. Kedekatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah kunci utama menggapai kemenangan. Karena bukanlah kemenangan itu didapat dari dahsyatnya ikhtiar, tetapi lebih karena pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala semata.
Meski kini era musyarakah, "The real leader", tidaklah harus ditonjolkan ke luar. Walau pemimpin yang dapat diberi gelar sebagai "dibalik layar" ini bisa jadi namanya tak populer di kalangan ammah, namun sesungguhnya ia penopang hakiki dan pem-back up ruhiyah dan kaderisasi generasi. Ia berperan sebagai jantung organisasi Islam yang memompa aliran darah organisasi agar tetap sehat, aktif, dan nyaman dalam menggerakkan anggota tubuh. Jantung senantiasa berdetak tanpa henti dan menjadi bagian yang memiliki komitmen yang kokoh, dan pengorbanan yang besar.
Bila ada dua orang calon pemimpin yang sama-sama bertaqwa, maka pilihlah yang lebih kuat karena Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih mencintai mu'min yang kuat daripada mu'min yang lemah. Kuat dari segi hati, akal dan jasad. Yang dengan kekuatan tersebut, ia dapat menaungi jundi-jundinya, mampu memberi solusi, mengambil keputusan yang tepat, dan menyatukan yang terberai.
Memilih pemimpin bukanlah lantaran pilih kasih, tetapi karena atas dasar kemampuannya, karena penulis pernah mendengar sebuah hadits bahwa barangsiapa memberikan amanah (kepemimpinan) kepada seseorang lantaran pilih kasih, padahal ada orang lain yang lebih mampu, maka sesungguhnya ia telah mengkhianati Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya.
Organisasi Islam yang akan berganti kepengurusan harus menggelar syuro untuk memilih pemimpin (qiyadah) yang baru. Berbagai argumen diungkapkan oleh para peserta syuro. Mekanismenya, peserta berhak memberikan pendapatnya, sedangkan keputusan tetap ada pada pimpinan syuro hingga tercapai kata SEPAKAT dari seluruh perserta syuro. Ketika syuro telah sampai pada kata sepakat, maka tidak ada pilihan lain selain mematuhinya dan di kalangan kader hendaknya tak ada lagi kasak-kusuk atau aksi terselubung yang dapat menggoyahkan kepemimpinan seorang qiyadah, melunturkan kepercayaan, ataupun lari dari jalan da'wah lantaran tidak suka atau ada konflik pribadi dengan qiyadah, misalnya. Tanamkan azzam bahwa kita ada dalam organisasi Islam karena Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk bersatu menjadi kebaikan yang terorganisir sehingga dapat mengalahkan kebatilan di luar kita yang bisa jadi lebih rapi dalam mengorganisir. Maka, bersatulah dan berkomitmen, "Kami tunduk pada syuro dan tsiqoh pada qiyadah." Karena seorang pemimpin bukanlah manusia yang kuat di antara kaum muslimin, tetapi seorang pemimpin itu dapat menjadi kuat dengan dukungan dan kepercayaan dari para anggotanya atau jundinya. [ayat al akrash]
Kedermawanan Kaum Anshar
Itsar
adalah mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri sendiri meski sangat
membutuhkan. Ini adalah amal kedermawanan tertinggi dari diri seorang muslim.
Kaum Anshar adalah contoh konkret yang dicatat sejarah sebagai pemilik sifat
ini.
Setelah
diizinkan Allah berhijrah, kaum muslimin Mekkah menetap di Kota Madinah. Kaum
Anshar sangat antusias menerima saudara-saudara seiman mereka, kaum Muhajirin.
Mereka membagi tempat tinggal dan makanan dengan senang hati. Bahkan,
mengutamakan segala sesuatu bagi kaum Muhajirin melebihi diri mereka sendiri.
Karena itu tak heran Allah swt. mengabadikan fenomena itu dalam Al-Qur’an.
“Dan orang-orang
yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum
(kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada
mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa
yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan
(apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyr: 9)
An-Nu’man
ibn Ajlan Al-Anshari berkata, “Kami pun menyambut kaum Muhajirin seraya
berkata, ‘Selamat datang dan hidup bersama kami. Sungguh, kalian akan aman dari
kefakiran karena kami akan membagi harta dan rumah kami untuk kalian.”
Begitulah
yang terjadi. Kaum Anshar menjamin tempat tinggal bagi kaum Muhajirin. Kaum
Anshar secara ikhlas menyerahkan rumah-rumah mereka untuk kaum Muhajirin. Ada
juga yang menampung kaum Muhajirin untuk tinggal di rumah-rumah mereka. Mereka
berebut tidak mau kehilangan pahala. Bahkan, mereka mengadakan undian agar
kesempatan memberi bantuan terdistribusi dengan adil.
Ummu Ala’,
seorang wanita Anshar yang telah membai’at Rasulullah saw., mengabarkan ke
Kharijah ibn Zaid ibn Tsabit bahwa Utsman ibn Mazh’un tinggal di rumah-rumah
kaum Anshar secara bergantian. Bahkan, kaum Anshar sampai mengadakan undian
untuk menentukan siapa yang harus ketempatan kaum Muhajirin.
Kaum Anshar
juga membagi hasil panen mereka kepada kaum Muhajirin. Mereka mengusulkan
kepada Rasulullah untuk membagikan separuh hasil panen kebun-kebun korma
mereka, namun Rasulullah meminta agar mereka memberi kaum Muhajirin untuk turut
serta merasakan hasil panen mereka seperlunya saja.
Bahkan, kaum
Anshar sempat ingin menghibahkan setiap kelebihan mereka kepada Rasulullah saw.
“Jika engkau menghendaki, ambillah rumah-rumah kami,” kata mereka. Rasulullah
saw. mengucapkan terima kasih. Rasulullah saw. membangunkan tempat tinggal
untuk para sahabatnya di tanah-tanah yang telah dihibahkan kaum Anshar dan menetapkan
tanah itu bukan milik siapa pun.
Kaum Anshar
juga banyak memberi bantuan material kepada kaum Muhajirin. Mereka menyerahkan
semua itu kepada Rasulullah saw. untuk dibagikan sekehendak beliau kepada kaum
Muhajirin. Anas ibn Malik berkata, seseorang dari kaum Anshar memberikan
pohon-pohon korma yang telah siap panen kepada beliau. Lalu beliau memberikan
semua itu kepada pembantunya, Ummu Aiman, ibunda Usamah bin Zaid.
Kedermawanan
dan kemurahan hati kaum Anshar tampak pula dalam kesukaan mereka memberi
hadiah. Makramah ibn Sulaiman mengatakan, “Mangkok besar Sa’ad selalu berada di
hadapan Nabi saw. sejak pertama kali beliau tiba di Madinah hingga beliau
wafat. Selain Sa’ad ibn Ubadah, masih banyak kaum Anshar yang melakukan hal
serupa. Bahkan, para sahabat Rasulullah juga senantiasa saling memberi.”
Sa’ad ibn
Rabi’ah adalah seorang Anshar. Sementara Abdurrahman ibn ‘Auf adalah seorang
Muhajirin. Suatu ketika Sa’ad berkata kepada Abdurrahman, “Aku adalah orang
terkaya dari kaum Anshar. Karenanya aku akan membagi separuh hartaku kepadamu.
Aku juga memiliki dua isteri, maka pilihlah mana yang paling menarik untukmu di
antara keduanya. Sebutkan namanya, maka aku akan menthalaknya. Jika ‘iddahnya
sudah habis, nikahilah dia!”
Tawaran itu
dijawab Abdurahman, “Semoga Allah memberkahimu atas keluarga dan hartamu.
Namun, cukuplah engkau tunjukkan kepadaku di manakah pasar kalian berada.” Lalu
kaum Anshar menunjukkan kepada Abdurrahman pasar Bani Qainuqa. Begitulah,
akhirnya Abdurrahman selalu kembali dari pasar itu dengan membawa keuntungan
dari berjualan minyak samin dan keju.
Sungguh,
rasa kesetiakawanan yang dimiliki kaum Anshar begitu mengagumkan. Sulit mencari
bandingnya dalam lembar-lembar sejarah manapun bahwa akan ada solidaritas,
persabahatan, dan kebersamaan seperti yang mereka lakukan. Bahkan, atas semua
yang telah diberikan, mereka tidak menuntut kembali. Hal itu terbukti saat
pasukan Rasulullah saw. berhasil mengusir Bani Nadhir dari Madinah. Kaum Anshar
tidak mendapat bagian dari pampasan perang sedikitpun.
Ummul A’la
Al-Anshari meriwayatkan, ketika mendapatkan rampasan perang dari Bani Nadhir,
Rasulullah saw. memanggil Tsabit ibn Qais. “Datangkanlah kaummu kepadaku,” kata
Rasululllah saw. Tsabit bertanya, “Kaum Khazraj-kah?” “Seluruh kaum Anshar!”
tegas Rasulullah saw.
Maka Tsabit
memanggil suku Aus dan Khazraj. Setelah seluruh kaum Anshar hadir, Rasulullah
saw. memuji Allah dan menyebutkan kebaikan-kebaikan kaum Anshar yang telah
memberikan tempat tinggal dan harta benda mereka kepada kaum Muhajirin. Juga
tentang sifat mereka yang selalu mendahulukan kaum Muhajirin ketimbang diri
mereka sendiri. Lalu Rasulullah saw. bersabda, “Jika kalian suka, aku akan
membagikan harta yang dititipkan Allah kepadaku dari Bani Nadhir (harta
rampasan) ini untuk kalian (kaum Anshar) dan kaum Muhajirin. Adapun bagian kaum
Muhajirin adakah untuk mengganti biaya hidup dan tempat tinggal yang kalian
tanggung selama ini. Atau, jika kalian setuju, aku akan memberikan bagian
mereka semuanya, dan setelah itu mereka harus keluar dari rumah-rumah kalian.”
Mendengar
tawaran itu, Sa’ad ibn Ubadah dan Sa’ad ibn Mu’adz berkata, “Ya Rasulullah,
engkau bagikan saja semua harta rampasan itu kepada Muhajirin dan biarkan
mereka tetap tinggil di rumah-rumah kami seperti saat ini.”
Dan seluruh
kaum Anshar yang hadir mengamini ucapan dua orang itu. Mereka berkata, “Kami
rela menerima keputusan itu, ya Rasulullah.” Rasulullah saw. pun berkata, “Ya
Allah, limpahkanlah rahmat-Mu kepada kaum Anshar dan keturunannya.”
Lalu
Rasulullah saw. membagikan semua harta pampasan perang itu secara merata kepada
kaum Muhajirin. Adapun kaum Anshar, mereka tidak mendapatkan bagian, kecuali
dua orang, yaitu Abu Dujanah dan Sahl ibn Hunaif yang begitu membutuhkan.
Sikap kaum
Anshar itu begitu membekas dalam jiwa kaum Muhajirin. Mereka mengakui keutamaan
kaum Anshar itu di hadapan Rasulullah saw. “Wahai Rasulullah, kami belum pernah
mendatangi kaum yang sedermawan dan begitu setiakawan melebihi kaum Anshar.
Mereka telah mencukupi kebutuhan hidup kami dan mengikutsertakan kami dalam
setiap kegembiraan mereka. Karena itu, kami khawatir semua pahala Allah akan
jatuh kepada mereka.”
Rasulullah
saw. bersabda, “Tidak. Niscaya kalian akan memperoleh pahala dari Allah, yatu
selama kalian tetap memuji kebaikan mereka dan mendoakan mereka kepada Allah.”
Persahabatan
dan solidaritas kaum Anshar itu merupakan contoh yang benar dalam berukhuwah
islamiyah. Itulah ukhuwah yang sejati. Bukan hanya menjadi pemanis di bibir,
tapi menjadi amal keseharian meski harus mengorbankan darah dan harta untuk
mendahulukan kepentingan saudaranya dan meringankan beban mereka, meski diri
mereka sendiri begitu membutuhkan.
Semoga
karakter kaum Anshar ini ada di dalam diri kita. Amin.
Kamis, 02 November 2017
Rabu, 01 November 2017
BERITA DUNIA ISLAM
Pasukan
Israel Tangkap 19 Warga Palestina
Ramallah – Pasukan Israel menangkap dan
menahan 19 warga Palestina di Tepi Barat dalam sebuah operasi yang dilakukan
pada Selasa (24/10) dini hari waktu setempat. Otoritas Israel tidak memberi
keterangan terperinci terkait alasan penangkapan tersebut. Palestinian
Prisoner’s Society (PPS) mengonfirmasi penangkapan warga Palestina di Tepi
Barat tersebut. Setidaknya mereka telah mengidentifikasi 16 warga Palestina
yang digelandang oleh pasukan keamanan Israel.
“Pasukan Israel menahan lima warga Palestina
di Qabatiya, dekat Jenin, lima lainnya di Betlehem, dua warga masing-masing
dari Hebron dab Qalqilia, dab satu lagi berasal dari Ramallah,” ungkap PPS
seperti dikutip kantor berita Palestina WAFA. Berdasarkan keterangan
penduduk Palestina di desa Hebron, Beit Awwa, Tepi Barat, pasukan keamanan
Israel tidak hanya menangkap warga Palestina di sana. Mereka juga menyita uang
senilai 80 ribu shekel atau sekitar 23 ribu dolar AS dari salah satu rumah
warga yang menjadi target operasi penangkapan.
Adapun alasan penyitaan karena pasukan
keamanan Israel meyakini uang tersebut akan digunakan untuk mendukung kelompok
Palestina yang ilegal. Tidak dijelaskan siapa dan apa yang dimaksud kelompok
ilegal itu. Seorang juru bicara militer Israel telah mengonfirmasi adanya penangkapan
terhadap 19 warga Palestina. Namun dia tidak memberi penjelasan lebih detail
perihal motif dan alasan penangkapan tersebut.
Penggerebekan dan penangkapan warga Palestina
oleh otoritas keamanan Israel rutin terjadi di Tepi Barat. Menurut dokumentasi
PBB, antara 26 September hingga 9 Oktober 2017, pasukan Israel telah melakukan
operasi pemburuan dan penangkapan di Tepi Barat. Dalam operasi itu, 205 warga
Palestina telah ditahan, termasuk di dalamnya sembilan anak-anak. (yp/knrp)
Sumber: Republika
Rabu 01 November 2017,
09:11 WIB
Izin Disetop,
Seluruh Plang Hotel Alexis Dicopot Pagi ini
Plang Hotel Alexis Dicopot (Foto: Indra
Komara/detikcom)
Jakarta - Seluruh plang Hotel Alexis dicopot
pagi ini. Ini adalah imbas dari tidak diperpanjangnya izin hotel dan griya
pijat Alexis.
Suasana di Hotel Alexis, Jalan RE Martadinata, Jakarta Utara, Rabu (1/11/2017) pukul 08.48 WIB, terlihat sepi. Namun ada 3 orang pekerja yang terlihat di lokasi.
Para pekerja ini nampak mencopot plang Hotel Alexis menggunakan alat seperti obeng dan tang. Kemarin, plang hotel ini hanya ditutup kain hitam tebal.
Suasana di Hotel Alexis, Jalan RE Martadinata, Jakarta Utara, Rabu (1/11/2017) pukul 08.48 WIB, terlihat sepi. Namun ada 3 orang pekerja yang terlihat di lokasi.
Para pekerja ini nampak mencopot plang Hotel Alexis menggunakan alat seperti obeng dan tang. Kemarin, plang hotel ini hanya ditutup kain hitam tebal.
Salah seorang pekerja
bernama Sumarno (43) mengatakan, pencopotan plang hotel ini adalah perintah
dari pihak hotel.
|
"Ini lagi dicopot atas perintah atasan langsung, manager house keeping and engineering Pak Wawan," ujar Sumarno. Dia menyebut, dua plang lainnya di sisi atas gedung nantinya juga akan dicopot.
Suasana hotel ini juga sudah sepi. Tidak ada aktivitas karyawan karena per 31 Oktober 2017 kemarin seluruhnya sudah dirumahkan karena izin hotel dan griya pijat tidak diperpanjang.
Pihak Hotel Alexis sebelumnya telah menggelar jumpa pers. Mereka mengaku akan bersikap kooperatif dengan Pemprov DKI Jakarta. Meski begitu, mereka dalam waktu dekat akan beraudiensi meminta agar izin hotel dan griya pijat mereka bisa diperpanjang.
(hri/hri)
Pemberian
Gelar Pahlawan Tinggal Tunggu Presiden
Posted By: Redaksi Lombok Poston: In: Headline, Metropolis
MATARAM-Setelah Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Nasional (TP2GN)
datang meninjau. Kini tinggal menunggu keputusan presiden, yang akan meneken pemberian
gelar pahlawan nasional kepada almagfurlah TGKH M Zainuddin
Abdul Madjid. Rencananya, pengumuman akan akan dilakukan 9 November mendatang,
sebelum peringatan hari pahlawan.
Anggota TP2GN Dr
Sudarnoto Abdul Hakim kepada Lombok Post mengatakan, dalam
kunjungannya sejak Senin lalu, ia bertemu dengan gubernur, kemudian mengunjungi
keluarga Maulanasyeikh di Lombok Timur. Setelah itu meninjau Yayasan NW dan
berziarah ke makam Maulanasyeikh.
Baca Juga :
- Posts not found
”Saya ke sini atas nama tim
memang ingin melihat antusiasme masyarakat,” kata Dosen UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta itu, kemarin (31/10).
Ia menilai, spirit dan doa
masyarakat NTB sangat luar biasa, mendoakan agar Maulanasyeikh diberi gelar
pahlawan. Hal itu terlihat dari spanduk, baliho, pemberitaan di media massa dan
diskusi dengan tokoh-tokoh yang ditemui NTB.
Ia menyimpulkan, sangat
beralasan masyarakat NTB mengharapkan Maulanasyeikh menjadi pahlawan nasional.
”Sangat dipahami, apalagi belum ada pahlawan nasional di NTB ini,” ujar Ketua
Komisi Pendidikan dan Kaderisasi MUI itu.
Meski demikian, Ia belum
berani memastikan gelar tersebut diberikan. Karena secara resmi akan diputuskan
Presiden Joko Widodo, dan diumumkan 9 November. Artinya tahapan masih ada, hasil
kajian TP2GN akan diserahkan ke dewan nasional, nanti proses akhirnya di tangan
presiden. ”Kita tungggu dan berdoa bersama,” imbuhnya.
Ia mengaku telah membaca
seluruh naskah yang diserahkan Pemprov ke TP2GN. Menurutnya, dokumen yang
dikumpulkan, dari sisi akademis dan historis sudah bisa dipertanggungjawabkan.
Tapi masih ada beberapa kekurangan. Misalnya, Maulanasyeikh pernah berkirim
surat ke Mesir. Menurutnya itu dokumen penting yang perlu dimasukkan.
Sudarnoto mengusulkan, agar
ke depan dibentuk Maulana Center diintergariskan dengan museum, dan pusat studi
yang bisa dikembangkan menjadi pusat wisata religius. Sehingga selain
dipelajari para peneliti, dinikmati masyarakat. Dengan adanya Maulanasyeikh
Center itu, kajian-kajian tentang pemikirannya akan berkembang. Artinya secara
akademik maupun secara sosial agama akan memberikan manfaat. ”Juga wisata,”
saran Dosen Sejarah Asia Tenggara UIN Syarif Hidayatullah itu.
Salah satu usulan yang
menarik menurutnya adalah penggunaan nama Maulanasyeikh menjadi nama Bandara
Lombok. Penggunaan nama pahlawan sebagai nama bandara bertujuan agar
putra-putri NTB, dan masyarakat secara luas tahu jasanya. Hal serupa juga sudah
dilakukan di tempat lain. ”Usulan itu bagus, saya sangat setuju,” katanya.
Penggunaan nama Bandara
Internasional Tuan Guru Zainuddin menurutnya sangat bagus. Kata “Tuan Guru”
mencerminkan identitas masyarakat Lombok. Karena hanya di NTB menggunakan
istilah Tuan Guru.
Selain itu, penggunaan nama
pahlawan menjadi nama bandara akan memberikan gambaran, bahwa NTB sudah menjadi
bagian dari anggota masyarakat internasional. ”Tamu-tamu dari luar juga akan
tahu,” ujar peneliti Malaysia itu.
Bahkan menurutnya, tidak
hanya nama bandara, nama jalan utama juga bisa menggunakan nama pahlawan.
Baginya hal itu bukan sesuatu yang tidak mungkin, bahkan lumrah di daerah
lain. ”Ini akan memerikan kekuatan yang sangat penting,” katanya.
Sementara itu, Ketua TP2GD
Provinsi NTB H Rosiady Sayuti mengatakan, saat ini pemprov terus berdoa agar
hasilnya positif, presiden memutuskan gelar pahlawan nasional bagi
Maulanasyeikh. Hasil kunjungan TP2GN ke NTB menurutnya cukup positif, sehingga
ia optimis gelar itu bisa didapatkan.
”Tentu (keputusan) di
presiden, dari sembilan atau 10 yang diusulkan, berapa yang akan di-SK-kan
presiden,” kata Rosiady.
Terkait adanya usulan
pergantian nama bandara, dari LIA menjadi Bandara Internasional Tuan Guru
Muhammad Zainuddin pemprov menyambut positif. Tapi saat ini tidak bisa dibahas,
karena harus menuggu pengumuman resmi dari pemerintah. ”Karena dimana-mana nama
bandara menggunakan nama pahlawan mereka,” tandasnya.
Bahkan Wakil Ketua DPRD NTB
TGH Mahalli Fikri mengusulkan, nama bandara menjadi Zainuddin Abdul Madjid
International Airport (ZAMIA). Menurutnya, nama itu cukup bagus, baik dari singkatan
maupun penyebutannya lebih mudah. Nama itu juga sudah beredar di tengah
masyarakat. ”Penggunaan nama beliau menjadi nama bandara sangat pantas,”
tegasnya.(ili/r5)
Langganan:
Postingan (Atom)