Sabtu, 11 November 2017

Kami Tunduk Pada Syuro dan Tsiqah Pada Qiyadah



 Syuro mengindikasikan adanya mekanisme demokratis yang bertanggung jawab. Keputusan syuro adalah hasil kesepakatan bersama, sehingga wajib dilaksanakan bersama pula. Dalam ilmu ekonomi modern, seorang manajer sebaiknya melibatkan karyawannya dalam mengambil sebuah keputusan karena yang demikian itu akan lebih membawa maslahat dan tanggung jawab bagi semua, sehingga dalam menjalankan program kerja, ada rasa memiliki. Syuro adalah mekanisme pengambilan keputusan yang sangat ideal untuk diterapkan di setiap masa. "Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan-nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka."(QS. Asy Syuraa : 38)

Para aktivis Islam adalah Jundullah yang sedang melakukan ribath, karena jika tidak demikian, maka berarti telah melalaikan amanah sebagai ummat terbaik yang bertugas menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar. Melalaikannya, akan mendapat murka Allah Subhanahu wa Ta'ala. Di dalam organisasi Islam-lah ribath itu dilakukan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi, dan dari kuda yang ditambat (untuk persiapan perang) yang dengan itu kamu menggetarkan musuh Allah dan musuh kamu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tdak mengetahuinya (tetapi) Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah, niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu, dan kamu tidak akan dianiaya." (QS. Al Anfal: 60)

Salah satu output dari ribath yang dilakukan dalam organisasi Islam adalah mencetak pemimpin Islam. Bila untuk mewujudkan yang wajib membutuhkan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib. Salah satu permasalahan ummat ini adalah krisis kepemimpinan, maka setiap orang dalam organisasi Islam hendaknya diberi kesempatan untuk menjadi pemimpin, baik dalam skup departemen ataupun kepanitiaan, sehingga rolling ini dapat mengasah potensi kader untuk menjadi pemimpin yang memberi bobot kalimah tauhid di muka bumi. Karena kelak, tidak hanya sebatas menjadi pemimpin skup kampus, tetapi dari organisasi ke negara. Itulah pergerakan.

Pemimpin adalah cerminan dari sebuah organisasi karena yang pertama kali dilihat oleh khalayak adalah pemimpinnya. Maka berhati-hatilah dalam memilih seorang pemimpin dan sesuaikan dengan tahapan da'wah yang sedang ditempuh. Pemimpin yang bisa diterima tidak hanya di kalangan ikhwah, tetapi juga di luar ikhwah, bahkan dapat diterima oleh non muslim sekalipun. Oleh karena itulah karakteristik sekunder seorang pemimpin dapat berubah dan disesuaikan dengan era da'wah.

Seorang pemimpin haruslah memiliki muwashofat primer dan sekunder yang sesuai marhalahnya. Iman yang kuat, kesempurnaan aqidah, akhlaq yang solid dan ibadah yang benar, diletakkan tertinggi, karena bila pemimpin beriman dan bertaqwa, maka niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberikan barakah kepada da'wah yang diemban di lingkungan tersebut. Kedekatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah kunci utama menggapai kemenangan. Karena bukanlah kemenangan itu didapat dari dahsyatnya ikhtiar, tetapi lebih karena pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala semata.

Meski kini era musyarakah, "The real leader", tidaklah harus ditonjolkan ke luar. Walau pemimpin yang dapat diberi gelar sebagai "dibalik layar" ini bisa jadi namanya tak populer di kalangan ammah, namun sesungguhnya ia penopang hakiki dan pem-back up ruhiyah dan kaderisasi generasi. Ia berperan sebagai jantung organisasi Islam yang memompa aliran darah organisasi agar tetap sehat, aktif, dan nyaman dalam menggerakkan anggota tubuh. Jantung senantiasa berdetak tanpa henti dan menjadi bagian yang memiliki komitmen yang kokoh, dan pengorbanan yang besar.

Bila ada dua orang calon pemimpin yang sama-sama bertaqwa, maka pilihlah yang lebih kuat karena Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih mencintai mu'min yang kuat daripada mu'min yang lemah. Kuat dari segi hati, akal dan jasad. Yang dengan kekuatan tersebut, ia dapat menaungi jundi-jundinya, mampu memberi solusi, mengambil keputusan yang tepat, dan menyatukan yang terberai.

Memilih pemimpin bukanlah lantaran pilih kasih, tetapi karena atas dasar kemampuannya, karena penulis pernah mendengar sebuah hadits bahwa barangsiapa memberikan amanah (kepemimpinan) kepada seseorang lantaran pilih kasih, padahal ada orang lain yang lebih mampu, maka sesungguhnya ia telah mengkhianati Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya.

Organisasi Islam yang akan berganti kepengurusan harus menggelar syuro untuk memilih pemimpin (qiyadah) yang baru. Berbagai argumen diungkapkan oleh para peserta syuro. Mekanismenya, peserta berhak memberikan pendapatnya, sedangkan keputusan tetap ada pada pimpinan syuro hingga tercapai kata SEPAKAT dari seluruh perserta syuro. Ketika syuro telah sampai pada kata sepakat, maka tidak ada pilihan lain selain mematuhinya dan di kalangan kader hendaknya tak ada lagi kasak-kusuk atau aksi terselubung yang dapat menggoyahkan kepemimpinan seorang qiyadah, melunturkan kepercayaan, ataupun lari dari jalan da'wah lantaran tidak suka atau ada konflik pribadi dengan qiyadah, misalnya. Tanamkan azzam bahwa kita ada dalam organisasi Islam karena Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk bersatu menjadi kebaikan yang terorganisir sehingga dapat mengalahkan kebatilan di luar kita yang bisa jadi lebih rapi dalam mengorganisir. Maka, bersatulah dan berkomitmen, "Kami tunduk pada syuro dan tsiqoh pada qiyadah." Karena seorang pemimpin bukanlah manusia yang kuat di antara kaum muslimin, tetapi seorang pemimpin itu dapat menjadi kuat dengan dukungan dan kepercayaan dari para anggotanya atau jundinya. [ayat al akrash]

0 komentar:

Posting Komentar