Minggu, 01 Juli 2018

KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM




Kepemimpinan dalam pandangan Islam itu amanah yang harus ditunaikan, bukan kemuliaan yang dibanggakan. Ia adalah sarana yang dapat membuka pintu-pintu kebaikan, meminimalisir keburukan, dan menebar berbagai kemaslahatan, bukan tujuan akhir perjuangan. Apabila ia disalah artikan dan disalah gunakan, maka akan berubah menjadi kehinaan dan penyesalan.
Kepemimpinan ditegakkan untuk mewujudkan rasa aman, menegakkan keadilan, menciptakan kemakmuran, dan yang lebih penting adalah untuk membimbing manusia, agar beribadah kepada Allah swt. semata.
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nuur: 55)
Ayat di atas dengan tegas menyatakan bahwa fungsi utama kepemimpinan adalah membimbing manusia agar mengorientasikan segala gerak hanya kepada Allah swt. dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun. Bukan hanya memberikan rasa aman, menegakkan keadilan, dan menciptakan kemakmuran. Sebab Meski rasa aman terwujud, keadilan ditegakkan, dan kemakmuran tercipta, namun jika penduduknya tidak mensyukuri nikmat Allah swt., bahkan menggunakan nikmat itu untuk durhaka kepada-Nya, maka bencana yang akan datang, sehingga rasa aman akan berubah menjadi rasa takut, keadilan akan berubah menjadi kezhaliman, dan kemakmuran akan berubah menjadi kelaparan. Allah swt. berfirman,
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian ) kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (An-Nahl: 112)
Allah swt. juga menceritakan kisah sebuah Negara yang aman makmur yang pernah ada di muka bumi, kemudian karena penduduknya kufur pada nikmat-Nya, maka mereka diliputi oleh berbagai bencana dan akhirnya keamanan, keadilan, dan kemakmuran pun hilang. Kisah tersebut antara lain; kisah kaum Saba’ yang terdapat dalam beberapa Surat.) Juga kisah para pemilik kebun yang subur dan makmur, tetapi ketika mereka tidak lagi bertasbih dan mengagungkan Allah swt., maka kebun tersebut ludes dilahap bencana.) dan, masih banyak lagi contoh lainnya.
Oleh karena itu, pemimpin tidak boleh hanya berkosentrasi pada hal-hal terkait dengan pembangunan materil, atau kemakmuran lahir saja, tetapi harus memperhatikan pula kualitas keagamaan umatnya. Pemimpin harus bekerja keras dengan memanfaatkan segala kewenangan, kekuasaan, dan fasilitas yang ada untuk membimbing manusia kepada penghambaan hanya kepada Allah swt. Sebab semakin bagus kualitas penghambaan suatu penduduk, maka semakin nyata kemakmurannya. Allah swt. berfirman,
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al-A’raf: 96)

Akhi/Ukhti fillah….
Tugas pemimpin seperti ini ditegaskan oleh Allah swt. ketika menjelaskan peran kenabian,
“Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama) Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (Al-Fath: 8-9)
Rasulullah saw. menegaskan peran beliau dalam menyelamatkan umat manusia,
إِنَّمَا مَثَلِي وَمَثَلُ أُمَّتِي كَمَثَلِ رَجُلٍ اسْتَوْقَدَ نَارًا فَجَعَلَتْ الدَّوَابُّ وَالْفَرَاشُ يَقَعْنَ فِيهِ فَأَنَا آخِذٌ بِحُجَزِكُمْ وَأَنْتُمْ تَقَحَّمُونَ فِيهِ
”Sesungguhnya perumpamaanku dan umatkuu, seperti seseorang yang menyalakan api, kemudian hewan-hewan bergegas mengerumuninya. Maka aku menarik pengikat kain sarung kalian, tetapi kalian tetap masuk ke dalam api (neraka).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits dengan tegas menjelaskan peran dan tugas Rasulullah saw., di mana beliau mengumpamakan dirinya seperti seseorang yang menyalakan api. Mengumpamakan manusia seperti hewan-hewan sejenis laron. Mengumpamakan syahwat yang mendorong seseorang berbuat maksiat, hingga menjerumuskannya ke neraka dengan api yang dinyalakan. Rasulullah saw. berupaya menyelamatkan dan membimbing umatnya agar selamat dari neraka, akan tetapi banyak manusia yang tidak mengikuti bimbingan dan peringatannya, sehingga mereka layak masuk ke neraka. Sebagaimana hewan-hewan yang bersuka ria di sekeliling api, akhirnya mereka mati terbakar.
Apabila pemimpin muslim itu pewaris tugas kenabian, maka seharusnya ia memanfaatkan jabatannya untuk membimbing dan mengkondisikan manusia agar beriman kepada Allah swt., membela syari’at-Nya, dan mengoptimalkan hidup untuk beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu, jika seorang aktivis dakwah menjadi pemimpin, tetapi tidak berfungsi untuk memberikan bimbingan kepada manusia, tidak menjadikan masyarakat lebih dekat kepada aturan Allah swt., tidak meningkatkan kualitas dan kuantitas penghambaan rakyat kepada Allah swt., dan tidak memperluas area kebaikan, maka boleh jadi telah terjadi pergeseran orientasi kekuasaan dalam dirinya.

Akhi/Ukhti fillah….
Allah swt. menegaskan tanggung jawab pemimpin dalam membentengi umatnya dari api neraka,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
Ayat tersebut menegaskan bahwa seorang pemimpin rumah tangga harus menjaga dirinya dan yang dipimpinnya (keluarganya) dari api neraka. Begitu juga pemimpin-pemimpin yang di atasnya, mereka harus membimbing dan menvasilitasi yang dipimpinnya agar menempuh jalan yang lurus, yang akan mengantar mereka selamat dari siksa neraka dan masuk ke dalam surga. Semakin luar wilayah kepemimpinan seseorang, maka semakin banyak pula yang harus dijaga, agar tidak terjatuh ke api neraka.
Syarat-Sayarat Umum Kepemimpinan dalam Islam
Akhi/Ukhti fillah…
Yang dimaksud syarat-syarat umum adalah karena ia tidak terfokus pada satu kepemimpinan saja; seperti kepemimpinan dalam politik, ekonomi, pendidikan dsb. Dimana semua bidang kepemimpinan tidak akan berjalan dengan baik tanpanya:
Kejelasan Tujuan

0 komentar:

Posting Komentar