Kamis, 21 November 2024

DELAPAN PEMIKIRAN ISLAM

 


Dimana dikatakan bahwa adalah:


(1) Da’wah Salafiyah   دعوة سـلـفية    karena mereka berda’wah untuk mengajak kembali (bersama Islam) kepada sumbernya yang jernih dari kitab Allah dan Sunnah RasulNya.


(2) Thariqah Sunniyyah   طريقة سنية   karena mereka membawa jiwa untuk beramal dengan sunnah yang suci –khususnya dalam masalah aqidah dan ibadah- semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan mereka


(3)  Hakikat Shufiyah     حقيقة صوفية    karena mereka memahami asas kebaikan adalah kesucian jiwa, kejernihan hati, kontinuitas ‘amal, berpaling dari ketergantungan kepada makhluk, mahabbah fillah dan keterikatan kepada kebaikan.


(4)   Hai’ah Siasiyah     هيئة سياسية     karena mereka menuntut perbaikan dari dalam terhadap hukum pemerintahan, meluruskan persepsi yang terkait dengan hubungan ummat Islam terhadap bangsa-bangsa lain di luar negeri, men-tarbiyah bangsa agar memiliki ‘izzah dan menjaga identitasnya.


(5) Jama’ah Riyadhiyah      جماعة رياضية     karena mereka sangat memperhatikan masalah fisik dan memahami benar bahwa seorang mukmin yang kuat itu lebih baik daripada seorang mukmin yang lemah.


(6) Rabithah ‘Ilmiyah Tsaqofiyah     رابطة علمية ثـقـافـيـة     karena Islam menjadikan tholabul ‘ilm sebagai kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Majelis-majelis ikhwan pada dasarnya adalah madrasah-madrasah ta’lim dan peningkatan wawasan. Ma’had-ma’had yang ada adalah untuk men-tarbiyah fisik, akal dan ruh.


(7) Syirkah Iqtishodiyah   شركة إقتصادية    karena Islam sangat memperhatikan perolehan harta dan pendistribusiannya. Inilah yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,


نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلرَّجُلِ الصَّالِحِ


“Sebaik-baik harta yang baik adalah yang dimiliki orang yang shalih.” (HR. Ahmad di dalam Al-Musnad IV/202, no. 17835 dengan sanad yang hasan).


مَنْ اَمْسَى كَالًّا مِنْ عَمَلِ يَدَيْهِ اَمْسَى مَغْفُوْرًا لَهُ


“Barangsiapa yang di waktu sore merasa capek (lelah) lantaran pekerjaan kedua tangannya (mencari nafkah) maka di saat itu diampuni dosa baginya.” (HR. Thabrani)


(8) Fikrah Ijtima’iyah   فكرة إجتماعية    karena mereka sangat menaruh perhatian pada segala ‘penyakit’ yang ada dalam masyarakat Islam dan berusaha menterapi atau mengobatinya


“Demikianlah, kita bisa melihat bahwa integralitas makna kandungan Islam telah menyatu dengan fikrah kami. Integralitas yang menyentuh semua sisi pembaharuan, dan aktivitas mengarah kepada pemenuhan semua sisi ini. 


Pada saat orang-orang selain mereka hanya menggarap satu sisi dengan mengabaikan sisi-sisi yang lainnya, maka berusaha menuju kepada sisi-sisi itu semuanya.  memahami bahwa Islam memang menuntut mereka untuk memberikan perhatian kepada semua sisi itu.” 


syamil-kamil-mutakamil 

(menyeluruh-sempurna-saling menyempurnakan). 


Dan seluruh pemikiran di atas bila secara konsisten terpelihara dan dilaksanakan  maka dengan sendirinya akan sanggup menghasilkan seluruh sasaran ishlahun nafs:


1. Da’wah Salafiyah untuk mencapai target salimul aqidah (lurus aqidahnya).


2. Thariqah Sunniyah untuk mencapai target shahihul ibadah (benar ibadahnya), salimul aqidah (lurus aqidahnya) dan matiinul khuluq (baik akhlaknya).


3. Hakikat Shufiyah untuk mencapai target mujahadah li nafsihi (melakukan mujahadah terhadap diri sendiri) serta matiinul khuluq (baik akhlaknya)


4. Hai’ah Siasiyah untuk mencapai target mutsaqqoful fikri (luas wawasannya) dan naafi’un li ghairihi (bermanfaat bagi orang lain)


5. Jama’ah Riyadhiyah untuk mencapai target qowwiyyul jismi (kuat fisiknya) dan munazzomun fii syu’uunihi (rapi urusannya)


6. Rabithah ‘Ilmiyah Tsaqofiyah untuk mencapai target mutsaqqoful fikri (luas wawasannya) serta harishun ‘ala waqtihi (perhatian terhadap waktunya)


7. Syirkah Iqtishodiyah untuk mencapai target qaadirun ‘alal kasbi (mampu mencari penghidupan), harishun ‘ala waqtihi (perhatian terhadap waktunya dan munazzomun fii syu’uunihi (rapi urusannya)


8. Fikrah Ijtima’iyah untuk mencapai target naafi’un li ghairihi (bermanfaat bagi orang lain)


Sehingga pantaslah Imam Syahid  Hasan Al-Banna rahimahullah menggambarkan kader Ikhwan sejati dengan ungkapan berikut:


“Orang-orang melihat suatu saat ada seorang akh muslim yang tengah berdoa di mihrab dengan penuh kekhusyu’an sampai menangis dan merendahkan diri di hadapan Allah. Pada saat yang lain terlihat bahwa dia adalah seorang guru yang nasihat-nasihatnya  bisa menggetarkan dada setiap telinga yang mendengarnya. Selain itu, ternyata ia juga seorang olahragawan yang handal (melempar bola dan sigap di depan lawan atau mahir berenang). 


Bagaimana kita?

Instrospeksi aja!

Wallahua'lam bi shawab 

Rabu, 20 November 2024

OBSESI KADER DAKWAH

 



Kemenangan yang di raih Timnas Indonesia selasa (19/11) malam, setelah mengalahkan Arab Saudi dengan skor 2-0, masih menyisakan euforia.


Obrolan di sosial media masih hangat membahas prestasi yg di raih Timnas, bahkan tetangga saya pagi tadi sambil ngopi masih memutar high light pertandingan semalam lewat hape-nya.


Keinginan dan obsesi yang kuat agar Timnas Indonesia bisa tampil di pentas Piala Dunia 2026,  bukan hanya dari pemain Timnas, tapi juga seluruh official, supporter dan juga ratusan juta harapan dari penduduk Indonesia, seakan memberi energi dan kekuatan untuk bisa mengalahkan Timnas Arab Saudi yg merupakan Tim Langganan di Piala Dunia. 


Apalagi dengan kemenangan ini kembali membuka asa Timnas untuk bisa lolos sbg runner up atau menjadi peringkat 3 atau 4 untuk lolos ke putaran ke 4.


Inilah salah satu pelajaran yg bisa di ambil oleh para Da'i agar senantiasa memiliki ambisi, obsesi dan dorongan berprestasi (thumuh) yang setiap saat akan menyulut semangat api dakwahnya dan menciptakan karya karya terbaik dalam dakwahnya. 


Tentunya prestasi dan karya seorang Da'i yang menjadi ukuran adalah prestasinya Timnas hadapan Allah swt.


Ia bukan tentang obsesi kehebatan seseorang, tetapi merupakan vitalitas iman yang mampu melahirkan energi tenaga jiwa yang dashyat dalam dakwahnya.


Sehingga dengan nuansa imani tersebut mampu menyapu habis kecenderungan pada kemalasan, istirahat dan kesantaian. 


Karena ia paham istirahatnya seorang Da'i adalah ketika kaki menginjakkan di surga.


Dengan obsesi (thumuh), Seorang Da'i, akan selalu menautkan jiwanya dengan kehendak Langit. Mereka tidak menginginkan kebesaran dan kemegahan di bumi manusia. Setiap prestasi yang mereka capai selalu berubah jadi 'tangga' yang harus segera di lewati. 


Capaian capaian dakwah hari ini bukan untuk di banding bandingkan, tetapi sarana untuk terus melakukan aktivitas kebaikan sampai datang kematian.


Dulu Timnas Indonesia obsesi hanya untuk bisa juara di AFF, tetapi sekarang Timnas kita menatap jauh tinggi untuk bisa tampil di Piala Dunia. 


Dorongan seperti ini juga yang harus diAbdul  miliki seorang Da'i agar mereka menanam investasi untuk akhirat mereka. Teringat ungkapan yang di sampaikan Umar bin Abdul Aziz setelah menjadi khalifah ;


" Aku memiliki jiwa perindu. Setiap kali ia sampai pada satu tingkat, setiap itu pula ia merindukan tingkat yang lebih tinggi. Kini ia telah sampai pada tingkat tertinggi , yang tiada lagi tingkat yang lebih tinggi dari itu. Dan kini ia hanya merindukan Surga saja".


Saya yakin jika Timnas Indonesia bs lolos Piala Dunia 2026 nanti maka obsesinya akan terus naik, mulai dari bs lolos penyisihan grup, bisa masuk semifinal sampai akhirnya obsesi untuk menjadi juara di Piala Dunia. 


Karenanya para Da'i juga harus memiliki obsesi agar Cahaya kehangatan mentari Robbani ini bisa masuk ke dalam setiap pintu pintu rumah di negeri ini, agar cahaya hidayah bisa menangungi seluruh penduduk negeri..tetapi ini sulit terwujud jika para Da'i terlalu lemah (tdk punya obsesi) dan tidak mememiliki daya dorong, terlalu malas, santai dan senang pada yang 'biasa-biasa' saja. 


Karenanya jika kehendak, obsesi, azzam sudah membuncah maka kita serahkan takdir kepada Allah.


"Jika engkau telah ber'azzam (membulatkan tekad), maka bertawakallah kepada Allah," ( QS Ali Imron : 159 ) 


Wallahu'alam

Senin, 18 November 2024

GENDERANG DAKWAH ITU SUDAH DITABUH

 





Menjadi 'kader dan keluarga dakwah' adalah karunia besar dari Allah swt kepada kita, walau sejatinya mungkin kita tak layak menyandang predikat tersebut. 


Membersamai lokomotif dakwah bersama Partai Islam yang Rahmatan lil 'alamin menjadi pilihan atas kesadaran diri kita untuk menggapai ampunan dan rahmat Allah swt. 


Agenda Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden kemarin serta juga Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di 27 November esok akan menjadi lembaran penutup bagi gerakan dakwah politik kita di Tahun 2024 ini. 


Memang aktivitas politik ini memberi kita jadwal hidup yang sangat ketat, karena ada pemilu lima tahunan, sehingga kita harus terus belajar untuk bekerja dengan rileks dalam stress berkepanjangan (working under pressure). 


Ini pun menjadi pelajaran penting yang kita peroleh dalam proses tarbawiyah kita.


Kondisi seperti ini tentunya membutuhkan adanya keyakinan yang kuat atas apa yang kita perjuangkan, membutuhkan 'azzam (tekad) yang kokoh untuk menang.


Ada kader yang mulai kehilangan semangat dan keyakinan. 


Ada kader yang  merasa gentar melihat kekuatan pendukung dari  kebathilan yang memiliki dana, tokoh, media dan aksesoris lainnya yang lebih banyak. Ini tentunya tidak boleh terjadi. 


Pernah di masa awal kita hanya dengan  3000 kader bisa menghimpun hampir 2 juta suara. 


Memang kepercayaan diri yang berlebihan pun tidak di perkenankan, karena Allah telah  mengingatkan kita akan kejadian perang Hunain. Namun kita pun tidak boleh berprasangka buruk kepada Allah, karena Allah sesuai dengan prasangka hamba Nya.


Karenanya dari sekarang kita harus mulai melakukan Integrasi dalam tubuh partai terkait masalah efektifitas dan efisiensi dalam melakukan pekerjaan pekerjaan besar dengan usaha yang seminimal mungkin. 


Soliditas harus mulai terbangun di berbagai level bahkan mutu 'gosip' dalam UPA harus meningkat pada level level yang strategis, karena kalau obrolan obrolannya hanya masalah masalah kecil semuanya, terus yang akan membicarakan masalah masalah besar siapa ?


 Coba cek 'gosip'/obrolan di masing masing UPA kita. 


Belum lagi mutu konflik yang muncul kadang tidak menunjukkan bahwa kita berkelas, begitu juga dengan  cara kita mengelola konflik seringkali tidak menunjukkan cara yang berkelas, padahal kita punya tradisi ilmiah, punya tradisi syuro' dan seterusnya. 


Kita berharap seluruh potensi kader dan potensi dakwah dapat berkontribusi dan dapat di berdayakan secara optimal. 


Sehingga ketika keyakinan telah berhimpun, semangat dan kerja penuh kesungguhan sudah di lakukan, di sertai doa dengan penuh kekhusyu'an di hadapan Allah swt, mudah mudahan akan melengkapi syarat kemenangan yang di tetapkan karena memang kemenangan dakwah adalah semata mata kehendak Allah. 


Sehebat apapun strategi, sebanyak apapun dana dan amunisi yang kita miliki, tidak akan berdampak ketika Allah SWT belum menghendaki. 


Walaupun demikian hal hal tersebut harus tetap kita miliki dan kita upayakan sebagai bagian sekunder dalam perjuangan menegakkan kalimat Allah.


Bila kita renungkan lebih jauh, kita akan sampai pada kesadaran bahwa di depan kita terbentang jalan kehidupan yang amat panjang. 


Di sana bertebaran kerikil-kerikil tajam, duri-duri kebathilan. 


Sementara kafilah dan lokomotif dakwah ini harus berpacu dengan waktu. 


Tak ada waktu mengeluh, merengek atau kesempatan bermanja-manja. 


Kita harus terus berlari dan terus bekerja, dan bila suatu saat engkau tertusuk duri...teruslah berlari. Sebab jika engkau singgah mencabut duri itu, kafilah pasti meninggalkan engkau seorang diri.


Di penghujung jalan itu, kita akan bertemu pohon besar, akarnya tertancap dalam tanah kehidupan, dan dahannya meninggi jauh ke langit angkasa. 


Pohon itu, kata Syaikh Abdullah Azzam rahimahullahu, hanya hidup di atas tengkorak-tengkorak mujahid yang telah menjadi tanah. 


Dan hanya tumbuh bila ia disiram dengan darah dan air mata. Sungguh sebuah jalan hidup yang keras.


" Dan orang-orang yang berjihad di (jalan) Kami,  Kami tunjuki ia jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang baik," (QS Al Ankabut : 69)


Jadi kalau di hari ini masih ada kader yang merasa lemah, letih dan malas di jalan dakwah, mungkin ada baiknya merenungi kata seorang penyair Arab ; 


"Bila jiwa itu besar, raga akan lelah mengikuti kehendaknya ". Wallahu'alam bishowab. [] Im99


Sabtu, 16 November 2024

HAKIKAT MAKNA DO’A

 







Do’a merupakan keniscayaan bagi setiap muslim yang berkebutuhan rahmat Allah. Selain sebagai taqarrub (upaya mendekatkan diri) kepada Allah, do’a juga merupakan bentuk ketundukan dan pengakuan diri atas keberadaan Allah sebagai sesembahan/ tuhan sang maha pemelihara, pengatur semesta dan penjaga kelangsungan hidup.

Jika ditinjau dari Bahasa, kata “do’a” merupakan serapan dari Bahasa Arab  "دعاء" yang berarti “menuntut” sebagaimana keterangan dalam Kitab Fathu al-Bari berikut ;

وقال "ابن رجب" في "فتح الباري" (1/ 20) : " اعلم أن أصل الدعاء في اللغة: الطلب، فهو استدعاء لما يطلبه الداعي ويؤثر حصوله، فتارة يكون الدعاء بالسؤال من الله عز وجل والابتهال إليه، كقول الداعي: اللهم اغفر لي، اللهم ارحمني، وتارة يكون بالإتيان بالأسباب التي تقتضي حصول المطالب، وهو الاشتغال بطاعة الله وذكره، وما يحب من عبده أن يفعله، وهذا هو حقيقة الإيمان.

“Ibnu Rojab dalam Kitab Fathu al-Bari (1/20) menyampaikan : “ Ketahuilah bahwa asal makna kata “al-Du’a” di dalam Bahasa adalah: “menuntut”, yaitu tuntutan/ permintaan dari seorang pemohon terhadap sesuatu yang ia cari agar berhasil terwujud.” Do’a sendiri terkadang bisa berarti meminta kepada Allah dan memohon dengan sepenuh hati kepada-Nya, seperti ucapan seseorang yang berdo’a (meminta) : Ya Allah! Ampunilan aku, ya Allah! Kasihilah aku. Terkadang do’a juga berarti melakukan sebab-sebab/ aktifitas yang bisa menyebabkan keberhasilan sesuatu yang dicari, dalam arti sibuk dengan ketaatan kepada Allah, selalu mengingat-nya dan hal-hal yang disukai Allah untuk dilakukan oleh hamba’Nya. Dan inilah hakikat iman.”

Secara Bahasa kata “Du’a” dalam beberapa turunannya juga bisa berati“ undangan”, padanan makna kata kerjanya adalah “ menyapa/ mengundang”,  Dengan demikian, Ketika seseorang tengah berdo’a maka sesungguhnya ia sedang mengundang/ menyapa Allah dengan penuh harapan.

Allah berfirman;

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادۡعُوۡنِىۡۤ اَسۡتَجِبۡ لَـكُمۡؕ اِنَّ الَّذِيۡنَ يَسۡتَكۡبِرُوۡنَ عَنۡ عِبَادَتِىۡ سَيَدۡخُلُوۡنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيۡنَ

“Dan Tuhanmu berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina."

Pada ayat ini, Allah memerintahkan agar kita berdoa kepada-Nya. Jika kita berdoa niscaya Dia akan memperkenankan doa kita.

Do’a juga bisa bermakna “beribadah (menyembah)”, sebagaimana kata “du’a” dalam bentuk fi’il mudhori’ (kata kerja menunjukkan peristiwa yang sedang berslangsung atau akan terjadi) yang ada pada Qur’an Surat al-Nisa’ ayat 117

اِنْ يَّدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِهٖٓ اِلَّآ اِنَاثًاۚ وَاِنْ يَّدْعُوْنَ اِلَّا شَيْطٰنًا مَّرِيْدًاۙ

“Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah (berhala), dan mereka tidak lain hanyalah menyembah setan yang durhaka.”

Ayat ini memberikan penjelasan bahwa do’a juga merupakan ibadah, jika seseorang tidak pernah berdo’a maka sebenarnya ia telah meninggalkan sebagian bentuk ibadahnya kepada Allah.

Dalam hadis, Nabi bersabda:

عن النعمان بن بشير، رضي الله عنه ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال:  إن الدعاء هو العبادة  ، ثم قرأ: " ادعوني أستجب لكم، إن الذين يستكبرون عن عبادتي [غافر: 60] " ، رواه "أحمد" في "المسند" (18352)، و"البخاري" في "الأدب المفرد" (714).

Dari an-Nu'man bin Basyir RA, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : Sesungguhnya Do’a itu adalah ibadah, kemudian beliau membaca ayat “ud'uuniii astajib lakum; innal laziina yastakbiruuna an 'ibaadatii…. (Ghofir:60)”, hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam “al-Musnad (hadis ke 18352) dab Imam Bukhori di dalam “al-Adab al-Mufrad (hadis ke 714).

Berdasarkan hadis di atas, maka do’a dalam ayat ini dapat diartikan dengan ibadah. Hal ini dikuatkan oleh lanjutan ayat yang artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku akan masuk ke dalam neraka yang hina."

Ayat ini merupakan peringatan keras kepada orang-orang yang enggan beribadah kepada Allah. Ayat ini juga merupakan pernyataan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar mereka memperoleh kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Seakan-akan Allah mengatakan, "Wahai hamba-hamba-Ku, menghambalah kepada-Ku, selalulah beribadah dan berdoa kepada-Ku. Aku akan menerima ibadah dan doa yang kamu lakukan dengan ikhlas, memperkenankan permohonanmu, dan mengampuni dosa-dosamu".

Di dalam Tafsir al-Baghowi dijelaskan bahwa Allah murka terhadap orang yang tidak berdo;a kepada-Nya sebagaimana tertulis dalam hadis:

عن أبي هريرة قال : قال النبي - صلى الله عليه وسلم - : " من لم يدع الله غضب الله عليه " .

Dari Abi Hurairah dia berkata : Nabi pernah bersabda : “ Siapa yang tidak pernah berdo’a maka Allah akan memurkainya.”

Di dalam Tafsir Ibnu Katsir juga dijelaskan bahwa Allah akan memurkai orang yang tidak pernah meminta kepada-Nya.

عن أبي هريرة قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : " من لا يسأل الله يغضب عليه

Dari Abi Hurairah dia berkata : Nabi pernah bersabda : “ Siapa yang tidak pernah meminta kepada Allah maka Allah akan memurkainya.”

Senin, 11 November 2024

GAGASAN PEMENANGAN

 





Memenangkan pertarungan memerlukan gagasan gagasan yang brilian dan cemerlang, seseorang yang memiliki mental pemenang tidak pernah berhenti mencari ruang kosong untuk menyalakan gagasannya dan mewujudkannnya menjadi langkah langkah taktis dan strategis, sehingga terbuka lebar pintu kemenangan.


Logistik yang terbatas dan jumlah personil yang kurang secara kwantitatif, tetap dapat meraih takdir kemenangan dengan gagasan gagasan yang berkualitas, efisien dan efektif. Kontribusi gagasan merupakan keniscayaan dalam upaya memenangkan perjuangan, jika sekedar gagasan saja malas berkontribusi, apalagi  berkontribusi dengan uang, waktu dan tenaganya.


Keteladanan mengemukakan gagasan brilian dicontohkan oleh sahabat mulia Al Habab bin Al Mundzir, _"Khobiir Asykary"_ atau penasehat militer nya Rasulullah ﷺ.


Pada saat perang Badar Al Habab menyampaikan gagasan strategisnya kepada Rasulullah ﷺ seraya berkata :


 يا رسول الله، أرأيت هذا المنزل، أمنزلاً أنزلكه الله، ليس لنا أن نتقدمه ولا نتأخر عنه ؟ أم هو الرأي والحرب والمكيدة ؟ 

 

_Wahai Rasulallah, bagaimanan pendapatmu tentang lokasi ini, apakah lokasi ini Allah ﷻ  yang menentukan tempatnya untukmu, tidak boleh kami bergeser dari lokasi ini?_


 « بل هو الرأي والحرب والمكيدة » 


_Tidak, ini murni pandangan, trick dan strategi perang (kamuflase)_

 

Kemudian Al Habab menyampaikan inti gagasannya seraya berkata :


يا رسول الله، فإن هذا ليس بمنزل، فانهض بالناس حتى نأتي أدنى ماء من القوم - قريش - فننزله ونغور - أي نخرب - ما وراءه من القلب، ثم نبني عليه حوضاً، فنملأه ماء، ثم نقاتل القوم، فنشرب ولا يشربون


_Ya Rasulallah...ini bukan tempat yang strategis, maka pindahkanlah pasukan ke dekat mata air di dekat lokasi kaum Quraisy, kita ambil tempat itu dan kita jebol aliran airnya ke kolam kolam yang kita bangun, sehingga kita penuhi kolam dengan aliran air tersebut, kita dapat leluasa meminumnya sedangkan mereka tidak dapat meminumnya._


Rasulullah ﷺ pun langsung menyetujuinya, karena perang di tengah padang pasir memerlukan air sebagai modal utama kekuatan dan energi juang pasukan. 


Kemudian Sa'ad bin Muadz Radhiyallahu 'Anhu juga mengemukakan gagasannya agar dibangun posko agak tinggi untuk mengantisipasi keadaan darurat dan memprediksi serangan  seraya berkata :


« يانبي الله ألا نبني لك عريشاً تكون فيه، ونعد عندك ركائبك


_Ya Nabiyallah...bolehkah kami membangunkan untukmu panggung tempat engkau berada, kami siap siaga berada di sekelilingmu_


Para sahabat berupaya semaksimal mungkin melindungi Rasulullah ﷺ dari serangan musuh dan memberikan keleluasan kepada Rasulullah ﷺ agar dapat mengawasi pasukan dan perjalanan peperangan dari ketinggian tempat berlindungnya.


*IBROH DAN PELAJARAN*


1. Jangan meremehkan gagasan, berapa banyak kemenangan dimulai dari gagasan gagasan yang ringan tapi efektif memenangkan pertarungan.


2. Kebiasaan mengemukakan gagasan akan mengasah ketqjaman berfikir dan berbuat sesuatu untuk kemanfaatan kolektif, dan kemenangan yang terukur, terstruktur dan sistemik.


3. Allah ﷻ menganugrahkan akal pikiran untuk dieksplorasi membuahkan gagasan, khususnya gagasan gagasan yang terkait dengan kemenangan perjuangan, khususnya memenangkan pertarungan Pilkada yang tinggal hanya menghitung hari menjemput takdir kemenangan. Allah Al Musta'aan.



Kamis, 07 November 2024

KEBAHAGIAAAN VERSUS KESENANGAN

 





BANYAK orang yang tak tahu perbedaan kebahagiaan dengan kesenangan. Padahal keduanya paradoks dan saling menisbikan satu sama lain. 


Jika kita ingin bahagia, maka tinggalkanlah kesenangan. Sebaliknya jika ingin senang, maka kebahagiaan sulit diperoleh. Tidak bisa seseorang mendapatkan keduanya, bahagia dan senang pada saat bersamaan.


Dalam bahasa Inggris, bahagia adalah happy atau happiness (kebahagiaan). Sedang kesenangan adalah pleasure atau fun. Jika dalam bahasa Arab, bahagia itu sa'adah atau sakinah. Sedang kesenangan itu syahwat atau mata'. 


Biasanya al Qur'an menggunakan istilah syahwat atau mata' untuk hal yang negatif. Misalnya, dalam surah ali Imran ayat 14 : 


"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang disenangi, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).


"Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya" (Qs. 3:198).


Setiap orang ketika ditanya, hidup untuk apa? Mereka pasti menjawab untuk mencari kebahagiaan (padanannya mencari ridho Allah, mencari pahala, berguna bagi orang banyak, masuk surga, dan semacamnya). 


Namun apakah benar hidupnya untuk mencari bahagia? Jangan-jangan bukan kebahagiaan yang dicari tapi justru kesenangan yang negatif dan menyengsarakan.


Oleh karena itu agar tidak terjebak pada pencarian semu-yakni mencari bahagia tapi justru malah terperangkap pada kesenangan yang menyengsarakan-mari kita pelajari apa perbedaan antara kebahagiaan dan kesenangan.


1. Ditinjau dari sasarannya. 


Bahagia itu sasarannya adalah kepuasan dan ketenangan hati. Sedang kesenangan sasarannya lebih banyak kepada kenikmatan jasmani. 


Jadi makan enak itu senang, tidur di kasur empuk itu senang, naik mobil mewah yang nyaman itu senang. 


Tapi sholat khusyu' itu bahagia. Shaum itu bahagia. Membantu orang lain itu bahagia. 


Jadi bahagia adalah bahasa hati yang seringkali tidak ada hubungannya dengan kenikmatan jasmani. 


2. Ditinjau dari sifatnya.


Bahagia itu objektif dan bersifat universal. Sebaliknya, senang itu subyektif dan bersifat personal.


Allah menciptakan hati manusia secara sama dengan tujuan yang sama, yakni untuk bahagia. 


Agar hati manusia bisa bahagia, Allah SWT --sebagai pencipta hati manusia-- telah menetapkan caranya, yaitu dengan berzikir dan dekat kepada Allah serta melaksanakan segala perintah-Nya.


Sebaliknya, kesenangan itu subyektif tergantung masing-masing orang. 


Ada orang yang kesenangannya bermain musik, menggambar, main judi, mabuk, motoran, dan lain-lain, biasanya disebut passion, yang bisa baik atau buruk. 


Jadi jika ada orang yang berkata, "Ngapain loe ngatur-ngatur hidup gue. Cara loe bahagia beda dengan cara gue", maka itu maksudnya subyektifitas terhadap  kesenangannya yang berbeda. 


Sedang bahagia itu obyektif dan hanya satu caranya, yaitu dengan banyak berzikir dan mendekatkan diri kepada Allah.


"Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram" (Qs. 13:28).


3. Ditinjau dari dampaknya. 


Bahagia itu berdampak pada ketenangan. Senang berdampak pada ketagihan. 


Orang yang bahagia akan merasa tenang dan tenteram. Sebuah perasaan yang damai dan merasa puas terhadap apa yang didapat. Tidak menagih dan kecanduan. 


Sedang senang akan membuat orang yang mengalaminya ketagihan. Ia ingin mengulangi hal tersebut terus menerus, bahkan dengan dosis yang lebih tinggi. 


Contoh, memakai narkoba akan menyebabkan orang senang dan kesenangan tersebut menjadi candu yang menuntut penambahan dosis sampai taraf yang membahayakan dan sulit dihentikan. 


Begitu juga kesenangan-kesenangan lainnya cenderung membuat ketagihan untuk menambah dosisnya yang berujung kepada kerusakan dan kesengsaraan.


4. Ditinjau dari jangka waktunya. 


Bahagia itu langgeng (lebih lama). Senang itu temporer. 


Bahagia yang dirasakan seseorang biasanya berjangka panjang. Jika pun diulang seperti sholat yang dilakukan berulang-ulang maka hal itu adalah cara seseorang untuk mendapatkan kebahagiaan jangka panjang. 


Sebaliknya, senang itu sangat temporer. Contohnya, ketika seseorang berhubungan seksual. Nikmatnya hanya berlangsung singkat. Setelah itu rasa nikmat dan senang itu sudah hilang. 


Dan harus diulang lagi untuk mendapatkan kesenangan serupa, bahkan kalau bisa menambah dosisnya agar memperoleh efek kesenangan yang sama. 


Itulah sebabnya saat ini makin banyak penyimpangan seksual yang terjadi karena mereka mencari kesenangan yang menuntut dosis kecanduan yang lebih tinggi lagi.

 

5. Ditinjau dari penampakannya.


Bahagia itu belum tentu terlihat nyaman dan indah dalam penampakan secara kasat mata. Senang pasti berupa kenyamanan dan biasanya indah dipandang mata.


Orang yang bahagia belum tentu hidup kaya raya dan tinggal di alam bebas, tapi bisa juga kebahagiaan diperoleh oleh mereka yang hidup kekurangan secara materi atau bahkan hidup di dalam penjara seperti yang dialami oleh Nabi Yusuf as. Nabi Isa as yang hidup papa atau Nabi Ayub as yang sakit sepanjang hidupnya tetap bahagia walau hidupnya tidak nyaman. 


Namun kesenangan pastilah berupa suasana yang nyaman dan enak, seperti tinggal di rumah mewah atau memakai baju yang mahal dan bagus.


6. Ditinjau dari akhirnya. 


Bahagia berakhir dengan kesenangan dan ketenangan, terutama di surga kelak. 


Senang berakhir dengan kesedihan dan kesengsaraan.


Bagi orang yang mencari bahagia, kesenangan tetap akan diperolehnya tapi kebanyakan akan didapat di surga kelak, sebagai akhir yang baik. 


Sebaliknya bagi orang yang mengejar kesenangan, maka hidupnya akan berakhir dengan kesedihan dan nanti di akhirat akan masuk neraka sebagai kesengsaraan tak terperi dan abadi. Naudzubillah.


Kesimpulannya, mari kita mencari kebahagiaan bukan  kesenangan. Prinsipnya, semakin bersenang-senang semakin jauh kita dari kebahagiaan. 


Sebaliknya, semakin ingin bahagia maka semakin harus menjauhi banyak kesenangan. 


Itulah sebabnya para Nabi termasuk Nabi Muhammad saw, para sahabat ra, para ulama dan mujahid di sepanjang jaman menjauhi hidup bersenang-senang untuk memperoleh kebahagiaan.


Jadi bolehkah kita bersenang-senang? Jawabannya boleh saja, tapi harus dikendalikan dan dibatasi. 


Kesenangan itu  seperti garam dalam makanan, sedikit tapi tetap diperlukan. Jika garam terlalu banyak dalam makanan, maka yang terjadi adalah berbagai penyakit yang merusak tubuh. 


Begitu pun kesenangan perlu dibatasi agar hidup kita bahagia. Wallahu'alam.[] Shl



Jumat, 01 November 2024

Kisah Lucu Umar bin Khattab Protes Kebijakan Mualaf yang Pimpin Peperangan

 


Setiap hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan tentu memiliki cerita dan pembelajaran. 

Bukan melulu kisah yang menegangkan, beberapa hadits yang kemudian diriwayatkan oleh ahli hadits pun tak jarang yang membuat umat muslim tergelitik dan memetik pelajaran di balik kisah itu.

Salah satunya adalah hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari. 

Dalam hadits itu, Rasulullah SAW berkata, "Barangsiapa taat kepadaku berarti dia taat kepada Allah. Dan barangsiapa durhaka kepadaku berarti dia durhaka kepada Allah. Barangsiapa taat kepada pemimpin yang aku tunjuk maka dia taat kepadaku. Dan barangsiapa yang durhaka kepada pemimpin yang aku tunjuk berarti dia durhaka kepadaku,".

Kedua sahabat itu adalah Amr bin Ash ra dan Umar bin Khattab ra.

Saat itu, Amr bin Ash baru saja memeluk Islam kurang lebih 6 bulan. 

Lalu Amr bin Ash ditunjuk oleh Rasulullah untuk memimpin sebuah peperangan yang besar melawan suku Arab yang hendak melawan Madinah. 

Rasulullah menunjuk Amr bin Ash sebagai pemimpin dan di dalam pasukan terdapat beberapa sahabat lain seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, hingga Zubai bin Awwam.

Saat itu, ada sekitar 300 pasukan yang dipimpin Amr bin Ash. 

Pasukan berangkat menuju daerah yang cukup jauh dalam kondisi musim dingin. 

Saat tiba disebuah wilayah untuk berkemah, Amr bin Ash pun memerintahkan agar tak ada diantara pasukan yang menyalakan api.

"Lalu Umar bin Khattab protes, ini anak masih baru kemarin masuk Islam,"

Saat itu, Umar protes lantaran kondisi cuaca sangat dingin. 

Namun karena Amr bin Ash adalah pimpinan yang ditunjuk Rasulullah, maka perintah tersebut dipatuhi. 

Hingga akhirnya subuh datang, kisah baru pun muncul.

"Saat Subuh, Amr bangun dan dia baru saja mimpi junub. Padahal dia harus menjadi imam bagi pasukannya," 

Saat itu, Amr meminta salah satu pasukannya membawa air dan ternyata sangat dingin. 

Lalu dia memutuskan untuk melakukan tayamum. 

Hal itu kembali menuai keberatan dari Umar dan meminta agar Amr tetap menggunakan air dan tak mandi besar. 

Namun, keputusan terakhir Amr adalah tayamum.

Umar kembali ingin marah, lalu Abu Bakar dengan bijak dan sabar mengingatkan Umar bahwa Amr adalah utusan Rasulullah.

Usai menjalankan salat subuh, pasukan pun diperintahkan Amr menyerang musuh dalam kondisi masih gelap. 

Amr mengintruksikan agar pasukan saat menyerang tak berjalan sendiri, melainkan bergandengan dan beriringan serta tak terpisah sampai akhir.

Strategi Amr bin Ash berhasil dan membuat musuh kocar-kacir berlarian. 

Namun saat pasukan dan para sahabat hendak menangkap tawanan, Amr menahan dan melarangnya. 

Dia kemudian meminta seluruh pasukan kembali ke Madinah.

Lagi-lagi, kebijakan dan perintah itu mendapat protes dari Umar. 

Pada akhirnya, seluruh pasukan kembali ke Madinah, dan setibanya di Madinah, Umar menceritakan semua kepada Rasulullah SAW

Saat itu juga, Rasulullah SAW mempertanyakan setiap kebijakan itu kepada Amr. 

Pada pertanyaan pertama berkaitan dengan larangan menyalakan api, Amr pun menjawab jika itu untuk melindungi pasukan yang jumlahnya tak seberapa dan kalah banyak dari suku yang hendak diserang.

Karena ketika menyalakan api, keberadaan pasukan akan diketahui oleh musuh. 

Kondisi itu pun ditakutkan akan membuat pasukan yang dipimpin Amr bin Ash kocar-kacir sebelum melakukan peperangan.

"Hal itu dibenarkan Rasulullah," 

Lanjut pada pertanyaan ke dua yaitu berkaitan dengan Amr yang junub dengan cara tayamum, sementara dalam kondisi ada ari. 

Amr menjawab jika cuaca sangat dingin, dan ketika ia memaksakan mandi khawatir akan membuat ia tumbang dan sakit. 

Padahal, ia ditunjuk Rasulullah sebagai pemimpin.

Jawaban Amr tersebut pun kembali dibenarkan Rasulullah dan diterima oleh para sahabat.

Kemudian berkaitan dengan perintah Amr yang melarang pasukan menangkap tawanan, Amr menjawab lantaran jumlah musuh lebih besar.

Ketika dipaksakan merangsek mengejar, maka musuh akan mengetahui jumlah pasukan Amr dan akan membuat kocar-kacir.

Dia pun menyebut jika pasukan yang ia pimpin sidah memenangkan peperangan dan membuat musuh ketakutan. 

Sehingga hal itu ia sebut sudah cukup. Pendapat Amr selanjutnya kembali dibenarkan oleh Rasulullah.

Itulah sedikit kisah berkaitan dengan hadits Rasulullah SAW. Semoga bermanfaat.

Senin, 28 Oktober 2024

Menjauhi Sikap Isti’jal

 




Manusia memiliki akal dan hasrat, sehingga manusia memiliki kecenderungan untuk senantiasa mengikhtiarkan kehidupan yg lebih baik dan kualitas sesuai harapan. Manusia juga berpotensi serakah karena syahwatnya dan berpotensi taat karena akal yg dimilikinya.

Satu tabiat awal sikap syahwati Manusia yaitu sikap tergesa2 (isti’jal). Sikap tergesa2, selalu berbanding lurus dgn dominasi syahwat duniawi di dalam hati. Sikap ketergesaan selalu menghiasi kehidupan kita, tanpa kecuali. Hanya manusia yg sadar dan sabar serta memiliki ilmu dan faham tujuan hidup, yg bisa menikmati peran aktifitas apapun dalam proses ruang kehidupan di dunia ini.

Dalam wujud prilaku hidup, ada maqolah dari ulama besar hadits dan guru besar dari para ulama hadits seperti Imam Abu Daud, Imam An-Nasa’i, Imam Ibnu Abi Hatim (anaknya), Imam Abadah bin Sulaiman al-Marwazi, Imam Ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradi, Imam Yunus bin Abdul A’la, Imam Muhammad bin ‘Auf ath-Tha’i, Imam Abu Zur’ah ar-Razi, Imam Muhammad bin Harun, Imam Abu ‘Awwanah al-Isfaraini, Imam Ibnu Abi ad-Dunya rahimahumullah. Beliau adalah Al-Imam Al-Hafidhul Kabir An-Naqid Syaikhul Muhaditsin  Muhammad bin Idris bin al-Mundzir bin Daud bin Mihran al-Hanzhali al-Ghathfani Ar-Razi atau Abu Hatim Ar-Razi rahimahullah (240 – 327 H / 811 – 890 M Iran), beliau mengatakan :

“Tergesa2 itu, seseorang mengucapkan sebelum ia mengetahui, menjawab sebelum ia paham, memuji sebelum ia mencoba, mencela setelah dia memuji, bertekad sebelum ia berpikir, dan melakukan sebelum ia punya kemauan.”

Sungguhpun manusia diciptakan dgn sifat fitrah tergesa2, tetapi seorang muslim tetap dihimbau oleh Allah dan Rasul-Nya untuk menghindari sifat ini. Dalam membina hubungan sosial dgn sesama manusia, tali kekang lidah dan tangan mesti sering dikencangkan supaya tidak buru2 menghasilkan perilaku gegabah.

Panjangkan pikiran, sebelum berucap atau berbuat. Dengarkan penjelasan, sebelum menyanggah. Carilah berbagai alasan cantik untuk saudara seiman, sebelum berprasangka buruk. Tahan komentar, sebelum paham duduk perkara suatu masalah. Teliti berita, sebelum menyebarkan. Kumpulkan bukti, sebelum menyimpulkan. Bulatkan tekad dan luruskan niat, sebelum beramal.

Dalam membina hubungan dgn Sang Pencipta pun, ketergesaan juga akan menghasilkan ibadah yg sekedar ritual tanpa arti dan tanpa makna. Lantunan dzikir mengalir di luar kepala. Hafalan Al-quran juga sudah di ujung lidah. Tapi tak berarti apa2 jika semua keluar begitu lekas.

4 Perkara Berakibat Buruk

Mari kita simak maqalah dari Al-Imam Az-Zuhud Al-Wira’i Ash-Shufi Abul Faidh Tsauban Dzun Nun bin Ibrahim Al-Mishri atau Imam Dzun Nun Al-Mishriy rahimahullah (796 – 859 M, Kairo, Mesir) berkata : 

أَرْبَعُ خِلاَلٍ لَهَا ثَمَرَةٌ: الْعَجَلَةُ وَالْعُجْبُ وَاللِّجَاجَةُ وَالشَّرَهُ، فَثَمَرَةُ الْعَجَلَةِ : النَّدَامَةُ، وَثَمَرَةُ الْعُجْبِ : الْبُغْضَةُ، وَثَمَرَةُ اللِّجَاجَةِ : الْحَيْرَةُ، وَثَمَرَةُ الشَّرَهِ : الْفَاقَةُ

“Ada empat perkara yg memiliki buah (akibat buruk): Sikap tergesa2, ujub (bangga diri), perdebatan, dan rakus (tamak). Maka, buah ketergesa2an adalah penyesalan, buah ujub adalah kejengkelan, buah perdebatan adalah keragu2an, dan buah kerakusan adalah kemiskinan”. (Atsar Riwayat Imam Abubakar Ahmad bin Husain bin Ali bin Abdullah al-Baihaqi Asy-Syafi’i atau Imam Al-Baihaqi rahimahullah wafat 994 – 1066 M, Naisabur, Iran, dalam kitab Syu’abul Iman no. 8215).

Makna Isti’jal

Tergesa2 adalah satu akhlak tercela yg ada di muka bumi ini, yg telah diperingatkan oleh suri teladan umat Islam, Rasulullah  shallallahu alaihi wasallam. Tergesa2 dalam bahasa Arab disebut isti’jal, kata isti’jal, i’jal, dan ta’ajul memiliki satu arti, yaitu : menuntut sesuatu dikerjakan atau diselesaikan dengan cepat atau segera. Termasuk ‘ajalah dan tasarru’. Yang keseluruhannya memiliki makna yg sama. Dan lawan kata dari isti’jal adalah anaah dan  tatsabbut. Yang artinya adalah pelan2, dan tidak terburu2. Secara istilah, isti’jal berarti keinginan untuk merubah suatu keadaan dalam waktu singkat, tanpa memperhatikan efek buruk yg ditimbulkan, serta tidak disertai persiapan yg matang dan tanpa alur proses yg direncanakan.

Tergesa2 adalah salah satu sifat yg dilarang dalam Islam. Bahkan, tergesa2 dan terburu2 dalam berbuat kebaikan dan melaksanakan ibadah, dapat menjauhkan kita dari tujuan yg hendak dicapai. Juga bisa berpotensi, menjerumuskan kita kepada tindak kemaksiatan, ketidakikhlasan dan kelupaan terhadap persembahan aktifitas terbaik untuk Allah subhanahu wa ta’ala.

Zaman Serba Cepat

Zaman kini adalah zaman serba cepat, cepat saji, cepat selesai, cepat hasil dan lain lainnya, sehingga orang tidak mengutamakan lagi suatu proses apalagi menikmatinya, termasuk dalam mencari ilmu dan beribadah. Kalau ditilik dari sifat ketergesaan tsb, tentu sudah diperingatkan oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Hadits dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu (612 M, Madinah –  709 M, Basra, Irak), yg diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi rahimahullah, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda :

التَّأَنِّى مِنَ اللَّهِ وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

“Sikap pelan2 itu dari Allah, dan sikap tergesa2 itu dari setan.”

Abu Abdullah Syamsuddin Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’d al-Zar’i Ad–Dimasyqi Al-Hambali atau Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah (28 Januari 1292 M – 15 September 1350, M di Damaskus, Suriah), dalam kitab Ar-Ruuh berkata, “Sifat tergesa2 adalah dari setan. Sejatinya sifat tergesa2 juga merupakan sikap gegabah, kurang berpikir dan berhati2 dalam bertindak. Yang mana sifat ini menghalangi pelakunya dari ketenangan dan kewibawaan. Dan menjadikan pelakunya memiliki sifat menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Dan mendekatkan pelakunya kepada berbagai macam keburukan, dan menjauhkann12ya dari berbagai macam kebaikan. Dia adalah temannya penyesalan. Dan katakanlah, bahwa siapa saja yang tergesa2 maka dia akan menyesal”.

Tergesa2 itu melakukan sesuatu sebelum datang waktu yg seharusnya. Muhammad ‘Abdur Ra’uf ibn Tajul ‘Arifin ibn ‘Ali ibn Zainal ‘Abidin al-Haddadi al-Manawi  /al-Munawi Al-Qahiri Al-Mishri Asy-Syafi’i atau Imam Al Munawi rahimahullah (1545 – 1621 M di Kairo, Mesir) menjelaskan dalam kitab Faidhul Qadir Syarah Jamius Shaghir (6/72) sbg berikut :

العجلة فعل الشيء قبيل مجيء وقته

“Tergesa2 itu, melakukan sesuatu sebelum datang waktu yg seharusnya “

Tabiat Manusia

Jadi, jika melakukan apapun dgn tergesa2 berarti melakukan sesuatu tanpa berpikir dan tanpa memperhatikan dgn seksama terlebih dahulu. Sebetulnya Islam sendiri, memandang sifat tergesa2 tsb adalah bagian dari watak dasar manusia. Dan ini sudah diterangkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala bahwa manusia itu adalah makhluk yg memiliki tabiat tergesa2. Sebagaimana  dalam firman-Nya :

وَكَانَ ٱلْإِنسَٰنُ عَجُولًا

“Dan adalah manusia bersifat tergesa2.” (Surat Al-Isra Ayat 11)

خُلِقَ ٱلْإِنسَٰنُ مِنْ عَجَلٍ

“Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa2.” (Surat Al-Anbiya Ayat 37)

Sebaliknya, jika hanya bermodalkan semangat dan dorongan jiwa yg belum memungkinkan, maka di sinilah isti’jal merupakan sebuah ‘penyakit’. Sebab, sifat tergesa2 dalam ibadah dan kebaikan (isti’jal) dapat menimbulkan penyakit, salah satunya adalah akan menyebabkan seseorang melemah dan putus asa karenanya, lalu berhenti bermujahadah. Akibatnya, ia gagal atau tidak faham bagaimana mendapatkan kedudukan tinggi yg hendak ia capai.

Sebaliknya juga begitu, jika ia berlebih2an dalam bersungguh2 dan memberatkan jiwanya, ia tidak akan pernah sampai ke tujuan yg diinginkan. Maka, ia berada di antara sikap yang terlalu longgar dan berlebihan. Dan keduanya adalah akibat dari sikap tergesa2.

Ada ungkapan seorang penyair yg mengatakan : “Orang yg bersikap tenang, sering mendapat apa yg diinginkan, sedangkan orang yg terburu2 bisa tergelincir.”

Pembentuk Isti’jal

Terdapat banyak faktor yg ikut membentuk sikap isti’jal pada seseorang, diantaranya adalah :

Pertama, faktor psikologis. Isti’jal (tergesa2 / terburu2), sebagaimana disebutkan Allah subhanahu wa ta’ala dalam dua ayat diatas, adalah salah satu tabi’at yg melekat pada fitrah manusia.

Jika seseorang tidak dapat mengendalikan sikap isti’jal tsb, dgn penggunaan fungsi kendali “akal” dan pemahaman, atau meredamnya, maka tidak ayal lagi naluri tsb akan mendorongnya untuk melakukan tindakan yg tergesa2, yg akan merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Banyak yg lupa untuk membina dan mengarahkan nalurinya, kepada sikap dan tindakan yg terarah dan terprogram secara baik tidak hanya memperturutkan emosi semata.

Kedua, karena semangat keimanan yg tidak dibarengi oleh penguasaan ilmu dan caranya, maka pasti akan melahirkan tindakan tergesa2. Sehingga, terjadilah pemborosan potensi keimanannya. Karena dis-alokasi potensi yg salah inilah, banyak yg beribadah dgn nafsunya, bukan dgn ilmunya.

Ketiga, Watak dan tabiat zaman, dimana kita hidup sekarang ini. Keberadaan kita di abad teknologi dan informasi yg serba cepat dan canggih ini l, memberi kemungkinan memiliki andil dalam membentuk dan melahirkan sikap isti’jal tsb. Sehingga, para muslim pun ikut terbawa ingin cepat selesai dan ia lupa bahwa makhluk yg bernama manusia itu, tidak sama dgn teknologi informasi yg dapat dipercepat proses pematangannya dan kecanggihannya.

Dampak Buruk Sikap Tergesa2 

Karena sifat ini banyak berakibat buruk pada pelakunya maka pasti tergolong sifat yg dibenci dalam Islam. Diantara dampak buruk sifat tergesa2 adalah: “mengakibatkan kelesuan berkepanjangan (futur).” Banyak orang, yg ingin menyelesaikan suatu pekerjaan dalam waktu sesingkat mungkin, tanpa menyadari kapasitas fisik yg dimiliki. Sehingga, begitu ia menyadari kelemahan dan keterbatasannya, sedang rasa lelah dan letih mulai menyerang, maka ia pun mendadak lemas dan tak bersemangat lagi. Inilah barangkali alasan mengapa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam begitu bijak memandu kita, dalam melakukan amalan2 ibadah.  

Dampak yg lain, adalah bisa mengantarkan para pelakunya pada hasil akhir yg buruk, atau tidak sesuai dgn harapan. Sikap ini, masuk dalam potensi buruk yg bersemayam dalam jiwa manusia, yg membutuhkan pengarahan agar tidak berujung petaka. Siapa pun merasa tak sanggup mengarahkannya dgn baik akan menuai hasil negatif darinya. 

Bisa juga, hal ini sbg rasa yg tidakak sanggup memikul beban berat, dalam waktu yg lama. Maunya instan. Tidak ada kesadaran yg menancap dlm hati dan pikiran, bahwa setiap suatu pencapaian dalam hal aktifitas apapun, selalu membutuhkan jalan yg panjang dan sarat rintangan dan persyaratan. Mereka yg tak mampu memikul beban dan rintangan dalam waktu lama, tentunya akan berusaha menyelesaikan apa yg direncanakan dalam waktu sesingkat mungkin, agar segera terhindar dari rintangan dan beban itu.

Dari keterangan di atas, sikap ketergesaan tsb tidak berarti apa2 bahkan akan membuka pintu masuk bagi syetan, sehingga berbagai penyakit hati akan sangat mudah muncul diantaranya yaitu orang yg tergesa2 lemah dalam komitmen ketaatan, mudah putus asa menjalani ketaatan, hilang kepekaan karena kurang memiliki ilmu dan tiada tujuan, lupa mensyukuri nikmat ketenangan, muncul sikap keidaksabaran sehingga hasilnya amburadul tidak sesuai harapan, atau gagal total, tidak membekas sama sekali dalam prasasti kebaikan. 

Sikap Tergesa-gesa Yang Boleh

Ada sikap tergesa2 yg diperkecualikan atau dianjurkan, sebagaimana keterangan Al-Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Abdullah Asy-Syaukani Ash-Shan’ani Al-Yamani atau Imam Ash-Shan’ani rahimahullah (1759–1834 M di Shana’a Yaman), dalam kitab Subulus Salam syarhu Bulughil Maram min Jam’i Adillatil Ahkam (4/201) berkata :

العجلة هي السرعة في الشيء وهي مذمومة فيما كان المطلوب فيه الأناة محمودة فيم يطلب تعجيله من المسارعة إلى الخيرات ونحوها

“Tergesa2, maknanya adalah cepat (terburu2) dalam melakukan suatu perkara, dan ini tercela jika yg dituntut dalam perkara tsb adalah pelan2, namun terpuji jika dalam perkara yg dituntut untuk disegerakan, yaitu dari bentuk berlomba2 dalam kebaikan dan yg semisalnya.”

Menukil dari Kitab Hilyatul Auliya’ Wa Thabaqatul Asfiya’ karya Al-Imam Al-Hafidh Ahmad ibn Abdullah ibn Ahmad ibn Ishaq ibn Musa ibn Mahran al-Mihrani al-Asbahani al-Ahwal Asy-Syafi’i Al-Asy’ari atau Imam Abu Nu’aim Al Ashbahani rahimahullah (wafat hari Ahad 20 Muharram 430 H / Ahad, 28 Oktober 1038 M di Isfahan, Iran) menyebutkan perkataan berikut ini dari Abu Abdirrahman Hatim ibn Alwan al-Asham atau Hatim Al-Asham rahimahullah (wafat 234 H / 851 M di Khurasyan) : 

وَقَالَ حَاتِمٌ : ” كَانَ يُقَالُ الْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ إِلا فِي خَمْسٍ : إِطْعَامُ الطَّعَامِ إِذَا حَضَرَ الضَّيْفُ ، وَتَجْهِيزُ الْمَيِّتِ إِذَا مَاتَ , وَتَزْوِيجُ الْبِكْرِ إِذَا أَدْرَكَتْ , وَقَضَاءُ الدَّيْنِ إِذَا وَجَبَ , وَالتَّوْبَةُ مِنَ الذَّنْبِ إِذَا أَذْنَبَ ” .

Ketergesa2an biasa dikatakan dari setan kecuali dalam lima perkara: (1) menyajikan makanan ketika ada tamu (2) mengurus mayit ketika ia mati (3) menikahkan seorang gadis jika sudah bertemu jodohnya (4) melunasi utang ketika sudah jatuh tempo (5) segera bertaubat jika berbuat dosa.”

Lima hal diatas juga termaktub dalam kitab Nashaihul Ibad fi Bayan al Alfadz Munabbihat ala al-Isti’dad li Yaum al-Ma’ad, karya As-Sayyid al-‘Ulama al-Hijaz Asy-Syaikh Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi bin Umar At-Tanara Al-Bantani Al-Jawi Al-Makki Asy-Syafi’i atau Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah (1813 -1897 M, Jannatul Mualla Mekkah).

Wallahu A’lam. Semoga bermanfaat !!

KAPITALISASI POLITIK BUTUH STRIKER


 

Pada awalnya kapitalisasi merupakan istilah yang populer dalam bidang ekonomi dan bisnis termasuk akutansi. Oleh karena itu saat mendengar istilah ini yang tergambar adalah modal atau uang. 


Dalam dunia usaha, kapitalisasi adalah penentuan nilai pembukuan terhadap semua pengeluaran untuk memperoleh aset tetap hingga siap pakai, untuk meningkatkan kapasitas/efisiensi, dan atau memperpanjang umur teknisnya dalam rangka menambah nilai-nilai aset tersebut.


Dalam bidang bahasa, kapital mengacu kepada huruf besar. Oleh karena itu kapitalisasi dalam sudut pandang bahasa adalah menulis 'sesuatu' dengan huruf besar agar menjadi lebih diperhatikan dibanding bila ditulis dengan huruf kecil. 


Dalam obrolan politik, istilah kapitalisasi politik, lebih dekat dengan kedua pemahaman diatas. 


Yakni kapitalisasi politik dilakukan untuk menarik perhatian orang banyak terhadap suatu isu dan memperpanjang umur isu tersebut agar lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan sesuai dengan keinginan pelaku kapitalissasi.


Disamping itu ada juga yang memahami kapitalisasi politik dengan perilaku politik yang mengandalkan uang (modal kapital) dalam memenangkan kontestasi pemilu dan pilkada.


Kapitalisasi politik terhadap suatu isu, sebenarnya bukan barang baru. 


Dalam Sirah Nabawiyah, peristiwa haditsul ifki bisa berkembang dan mampu menggoyang keharmonisan keluarga nabi Saw dengan Aisyah ra. serta mampu membutakan mata sebagian penduduk Madinah atas kemuliaan ummahatul mukminin Aisyah ra, karena ada Abdullah bin Ubai yang mengkapitalisasi politik isu ini bagi kepentingan golongannya, kaum munafikin.


Terkait dengan kapitalisasi politik dalam pengertian pertama, saya pernah ngobrol dengan tukang survei politik, setelah dia memaparkan hasil survei terakhirnya dimana salah satu poin nya tentang pandangan responden terhadap partai yang paling bersih dari korupsi. 


Dimana dalam survei tersebut responden mempersepsikan partai yang paling bersih adalah partai merah. 


Padahal partai tersebut kadernya  menjadi yang paling banyak ditangkap KPK. Jadi katanya, karena pihak lain tidak mampu atau tidak melakukan kapitalisasi isu tersebut untuk menurunkan popularitas dan kredibelitas partai merah tersebut. 


Sementara partai putih, hanya satu kasus tetapi pihak lain mampu mengkapitalisasi isu tersebut sehingga menjadi terlihat besar, panjang dan tahan lama.


Disamping itu partai merah  tampak nya memiliki kemampuan melakukan mitigasi yang bagus dalam melokalisir isu negatif sehingga tidak menjadi perhatian masyarakat kecil yang menjadi basisnya. 


Hal ini mereka mampu lakukan karena kader mereka bisa hidup dan bergaul  (terlihat senang dan tidak terpaksa) ditengah masyarakat bawah.


Isu negatif maupun positif akan selalu ada dalam kehidupan politik. Akan merugikan atau menguntungkan suatu isu  tergantung kemampuan pengampunya. 


Dalam kasus partai putih, isu koalisi dengan pemenang pilpres merupakan isu yang dipersepsi negatif oleh para simpatisannya. 


Kemudian, mungkin, karena tidak dimitigasi dengan baik dan tepat waktu dan, mungkin, dikapitalisasi oleh pihak lain yang kecewa, maka tidak sedikit diantara mereka yang menyatakan kecewa dan bahkan mengatakan you and me, end


Saat ini, seharusnya persepsi negatif atas isu tersebut harusnya bisa dibalikkan menjadi sesuatu yang positif setelah ternyata partai putih tidak mengambil jatah menteri, wakil menteri maupun kepala badan untuk kader dan fungsionaris partainya. 


Mungkin secara resmi partai tidak terlalu perlu menjelaskan. Tetapi relawan literasi seharusnya mendapatkan arahan untuk bergerak aktif untuk mengkapitalisasi isu positif. 


Sehingga paling tidak, bisa membawa kembali para simpatisan yang sempat mengatakan "end" menjadi "and...". Tentu sangat disayangkan.


Kebiasaan reaktif, seperti saat isu koalisi, harus berubah menjadi kebiasaan bertindak aktif. 


Ketika isu negatif menggelinding seperti bola salju, baru muncul berbagai tulisan yang menjelaskan dan membela muncul diberbagai platform. Ini adalah perilaku reaktif. Berguna tapi kurang efisien.


Bukankah dalam dunia persilatan ada istilah, pertahanan yang paling  baik adalah menyerang. 


Sebagai kader dakwah, saatnya kita sekarang mengambil peran sebagai striker kapitalisasi isu politik yang berkembang. Isu politik positif mari kita gas, tetapi ketika ada isu sentimen negatif ... coba kita cek ricek dulu ... tanya dulu pada yang kompeten tidak asal share tidak asal coment .. bijak terhadap jempol kita itu adalah yang utama ... 


selamat berproduktifitas kawan .. jadilah trend setter bukan hanya followers.


Wallahua'lam bi shawab