Selasa, 30 Mei 2017

Berdakwahlah! Anda Akan Mulia





 Dakwah adalah aktivitas menyeru manusia kepada Allah swt dengan hikmah dan pelajaran yang baik dengan harapan agar objek dakwah (mad’u) yang kita dakwahi beriman kepada Allah swt dan mengingkari thaghut (semua yang diabdi selain Allah) sehingga mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam.
Jika kita melihat ayat-ayat Al-Quran maupun hadits-hadits Rasulullah saw, kita akan banyak menemukan fadhail (keutamaan) dakwah yang luar biasa. Dengan mengetahui, memahami, dan menghayati keutamaan dakwah ini seorang muslim akan termotivasi secara kuat untuk melakukan dakwah dan bergabung bersama kafilah dakwah di manapun ia berada.
Mengetahui keutamaan dakwah termasuk faktor terpenting yang mempengaruhi konsistensi seorang muslim dalam berdakwah dan menjaga semangat dakwah, karena keyakinan terhadap keutamaan dakwah dapat menjadikannya merasa ringan menghadapi beban dan rintangan dakwah betapapun beratnya.

Beberapa keutamaan dakwah yang dapat kita sebutkan dalam pokok bahasan ini adalah:

1. Dakwah adalah Muhimmatur Rusul (Tugas Utama Para Rasul alaihimussalam)
Para rasul alaihimussalam adalah orang yang diutus oleh Allah swt. untuk melakukan tugas utama mereka yakni berdakwah kepada Allah. Keutamaan dakwah terletak pada disandarkannya kerja dakwah ini kepada manusia yang paling utama dan mulia yakni Rasulullah saw. dan saudara-saudara beliau para nabi & rasul alaihimussalam.
“Katakanlah (Hai Muhammad): “Inilah jalanku: aku dan orang-orang yang mengikutiku berdakwah (mengajak kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (Yusuf (12): 108).
Ayat di atas menjelaskan jalan Rasulullah saw. dan para pengikut beliau adalah jalan dakwah. Maka barangsiapa mengaku menjadi pengikut beliau saw. ia harus terlibat dalam dakwah sesuai kemampuannya masing-masing.
Tentang Nabi Nuh as. Allah mengisahkan kesibukan beliau yang tak kenal henti dalam menjalankan tugas berdakwah siang dan malam:
Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah mendakwahi (menyeru) kaumku malam dan siang.” (Nuh (71): 5).
Tentang Nabi Ibrahim as. Allah mengisahkan dakwah yang beliau lakukan kepada ayah dan ummatnya:
“Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Apakah yang kamu sembah?” Mereka menjawab: “Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya”. Berkata Ibrahim: “Apakah berhala-berhala itu mendengar (doa)mu sewaktu kamu berdoa (kepadanya)?, Atau dapatkah) mereka memberi manfaat kepadamu atau memberi mudharat?” Mereka menjawab: “(Bukan karena itu) sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian”. Ibrahim berkata: “Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah. Kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu?. Karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta alam. (Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku. Dan Tuhanku, yang Dia memberi makan dan minum kepadaku. Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku. Dan yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali). Dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat.” (Asy-Syuara (26): 69-82).
Tentang Nabi Musa as, Allah swt mengisahkan dakwah beliau dalam banyak ayat-ayat Al-Quran, diantaranya:
“Dan sesunguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa mukjizat- mukjizat Kami kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa berkata: “Sesungguhnya aku adalah utusan dari Tuhan seru sekalian alam”. Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat- mukjizat Kami dengan serta merta mereka mentertawakannya.” (Az-Zukhruf (43): 46-47).
Tentang Nabi Isa as, Allah swt mengisahkan dakwah beliau dalam firman-Nya:
“Dan tatkala Isa datang membawa keterangan dia berkata: “Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa hikmah[1] dan untuk menjelaskan kepadamu sebagian dari apa yang kamu berselisih tentangnya, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah (kepada) ku”. Sesungguhnya Allah Dialah Tuhanku dan Tuhan kamu maka sembahlah Dia, ini adalah jalan yang lurus.” (Az-Zukhruf (43): 63-64).
Pintu kenabian dan kerasulan memang sudah tertutup selama-lamanya, namun kita masih dapat mewarisi pekerjaan dan tugas mulia mereka, sehingga kita berharap semoga Allah swt. berkenan memuliakan kita.

2. Dakwah adalah Ahsanul A’mal (Amal yang Terbaik)
Dakwah adalah amal yang terbaik, karena da’wah memelihara amal Islami di dalam pribadi dan masyarakat. Membangun potensi dan memelihara amal sholeh adalah amal da’wah, sehingga da’wah merupakan aktivitas dan amal yang mempunyai peranan penting di dalam menegakkan Islam. Tanpa da’wah ini maka amal sholeh tidak akan berlangsung.
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang berdakwah (menyeru) kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (Fushilat (41): 33).
Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya: Allah swt menyeru manusia: “Wahai manusia, siapakah yang lebih baik perkataannya selain orang yang mengatakan Rabb kami adalah Allah, kemudian istiqamah dengan keimanan itu, berhenti pada perintah dan larangan-Nya, dan berdakwah (mengajak) hamba-hamba Allah untuk mengatakan apa yang ia katakan dan mengerjakan apa yang ia lakukan.” (Tafsir Ath-Thabari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wil Al-Quran, 21/468).
Bagaimana tidak akan menjadi ucapan dan pekerjaan yang terbaik? Sementara dakwah adalah pekerjaan makhluk terbaik yakni para nabi dan rasul alaihimussalam.
Sayyid Quthb rahimahullah berkata dalam Fi Zhilal Al-Quran:
“Sesungguhnya kalimat dakwah adalah kalimat terbaik yang diucapkan di bumi ini, ia naik ke langit di depan kalimat-kalimat baik lainnya. Akan tetapi ia harus disertai dengan amal shalih yang membenarkannya, dan disertai penyerahan diri kepada Allah sehingga tidak ada penonjolan diri di dalamnya. Dengan demikian jadilah dakwah ini murni untuk Allah, tidak ada kepentingan bagi seorang da’i kecuali menyampaikan. Setelah itu tidak pantas kalimat seorang da’i kita sikapi dengan berpaling, adab yang buruk, atau pengingkaran. Karena seorang da’i datang dan maju membawa kebaikan, sehingga ia berada dalam kedudukan yang amat tinggi…” (Fi Zhilal Al-Quran 6/295).
Dakwah memiliki keutamaan yang besar karena para da’i akan memperoleh balasan yang besar dan berlipat ganda (al-hushulu ‘ala al-ajri al-‘azhim).
قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لِعَلِيٍّ: ((فَوَاللَّهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلاً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ)) (رواه البخاري ومسلم وأحمد
Sabda Rasulullah saw kepada Ali bin Abi Thalib: “Demi Allah, sesungguhnya Allah swt menunjuki seseorang dengan (da’wah)mu maka itu lebih bagimu dari unta merah.” (HR. Bukhari, Muslim & Ahmad).
Ibnu Hajar Al-‘Asqalani ketika menjelaskan hadits ini mengatakan bahwa: “Unta merah adalah kendaraan yang sangat dibanggakan oleh orang Arab saat itu.”
Hadits ini menunjukkan bahwa usaha seorang da’i menyampaikan hidayah kepada seseorang adalah sesuatu yang amat besar nilainya di sisi Allah swt. lebih besar dan lebih baik dari kebanggaan seseorang terhadap kendaraan mewah miliknya.
Dalam riwayat Al-Hakim disebutkan:

« يَا عَلِيُّ، لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ عَلَى يَدَيْكَ رَجُلاً خَيْرٌ لَكَ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ » (رواه الحاكم في المستدرك
“Wahai Ali, sesungguhnya Allah swt menunjuki seseorang dengan usaha kedua tanganmu, maka itu lebih bagimu dari tempat manapun yang matahari terbit di atasnya (lebih baik dari dunia dan isinya). (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak).

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ)) (رواه الترمذي عن أبي أمامة الباهلي.
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt memberi banyak kebaikan, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, sampai semut-semut di lubangnya dan ikan-ikan selalu mendoakan orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.” (HR. Tirmidzi dari Abu Umamah Al-Bahili).
Berapakah jumlah malaikat, semut dan ikan yang ada di dunia ini? Bayangkan betapa besar kebaikan yang diperoleh oleh seorang da’i dengan doa mereka semua!
Imam Tirmidzi setelah menyebutkan hadits tersebut juga mengutip ucapan Fudhail bin ‘Iyadh yang mengatakan:
عَالِمٌ عَامِلٌ مُعَلِّمٌ يُدْعَى كَبِيرًا فِي مَلَكُوتِ السَّمَوَاتِ
“Seorang yang berilmu, beramal dan mengajarkan (ilmunya) akan dipanggil sebagai orang besar (mulia) di kerajaan langit.”
Keagungan balasan bagi orang yang berdakwah tidak hanya pada besarnya balasan untuknya tetapi juga karena terus menerusnya ganjaran itu mengalir kepadanya meskipun ia telah wafat.
Perhatikan sabda Rasulullah saw. berikut ini:
((مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّـئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ)) (رواه مسلم عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنه.
“Siapa yang mencontohkan perbuatan baik dalam Islam, lalu perbuatan itu setelahnya dicontoh (orang lain), maka akan dicatat untuknya pahala seperti pahala orang yang mencontohnya tanpa dikurangi sedikitpun pahala mereka yang mencontohnya. Dan barangsiapa mencontohkan perbuatan buruk, lalu perbuatan itu dilakukan oleh orang lain, maka akan ditulis baginya dosa seperti dosa orang yang menirunya tanpa mengurangi mereka yang menirunya.” (HR. Muslim dari Jarir bin Abdillah ra). (bersambung)


Selasa, 23 Mei 2017

Himmah Seorang Da'i







Secara bahasa himmah biasa diartikan cita-cita. Namun bila kita dalami dan kita selami maknanya, ia bisa berarti sesuatu yang senantiasa hangat dan ada dalam pikiran kita. Di siang hari, ia senantiasa dipikirkan, di malam hari, ia terus diimpikan. Ia terus ada dan menyatu dengan jiwa, kemanapun pergi, ia selalu di bawa. Dimanapun berdiam, ia tidak lantas tiada. Ia terus mewarnai setiap langkah dan gerak, atau istilah shufi-nya: ia selalu muncul dalam setiap sakanat dan harakat kita. Himmah juga mempunyai keterkaitan dengan kata hamm yang bentuk jamak (plural)-nya adalah humum yang secara mudah biasa diterjemahkan: kesedihan. Ia memang demikian, artinya: seseorang yang mempunyai himmah sesuatu, ia akan terus merasa sedih dan tidak akan (bahkan tidak mau) mengecap sedikit kebahagiaan manakala apa yang menjadi himmah-nya itu belum kesampaian. Dan puncak kebahagiaannya adalah saat ia berhasil mewujudkan apa yang menjadi himmah-nya itu.

Bila da'wah telah kita definisikan sebaai upaya untuk mempengaruhi, dan mengajak mad-'u ke jalan Allah swt, jalan Islam, jalan nabi Muhammad saw, maka himmah seorang da'i bisa kita artikan sebagai kesedihan sang da'i dan ke-"tidak-mauannya" untuk mengecap sedikitpun kebahagiaan manakala belum berhasil membawa seorang manusiapun kepada jalan hidayah, jalan Allah swt, jalan para nabi, shiddiiqin, syuhada' dan shalihin. Ia baru merasa puas, bahagia, dan gembira manakalah telah berhasil menjadi penyebab terhidayahinya seorang manusia untuk memeluk Islam, hidup dengannya dan mati dengan tetap menyandang predikat muslim.

Namun, sebagai seorang muslim yang menyadari perannya sebagai ujung tombak khaira ummatin ukhrijat linnaas, yang salah satu karakternya adalah ta'muruuna bil ma'ruuf watanhauna 'anil munkar, himmah sang da'i itu tidak berhenti manakala telah sukses menjadi penyebab terhidayahinya satu orang. Himmah itu akan kembali muncul dalam dirinya dan akan terus muncul sehingga ia kembali kepada Allah swt.

Himmah seperti ini telah digambarkan oleh beberapa kisah yang ada di dalam Al Qur'an.

Diantaranya adalah kisah burung Hud-Hud-nya nabi Sulaiman 'alaihis-salam.

Al Qur'an menceritakan bahwa burung yang kecil itu, yang tidak mampu terbang jauh, telah melakukan perjalanan yang sangat jauh, dari Palestina (negeri nabi Sulaiman 'alaihis-salam) ke negeri Saba' di Yaman (negerinya ratu Bilqis). Ia telah lalui hamparan padang pasir yang sangat luas, yang tidak mungkin berani melampauinya kecuali ash-habul himam al 'aaliyyah (pemilih himmah tinggi). Jangankan seekor burung Hud-Hud, manusia saja ngeper dan berpikir berkali kali untuk mengarunginya. Bukankah yang akan dilewatinya adalah padang pasir, yang sangat panas, sedikit air, sedikit makanan, dan kekerasan-kekerasan alam lainnya. Namun dengan semangat membaja, sang burung kecil itu melakukan perjalanan sejauh itu, dengan satu tujuan: memberi informasi kepada nabi Sulaiman 'alaihis-salam tentang negeri-negeri lain, yang bisa jadi, ia akan menjadi penyebab berimannya penduduk negeri itu.

Karena jaraknya yang sangat jauh, dan tentunya membutuhkan waktu lama untuk menempuhnya, maka sang burung itu absen dan tidak menghadiri majlis nabi Sulaiman 'alaihis-salam dalam waktu yang cukup lama. Dan karena absen terlalu lama, ketidakmunculannya itu menjadi tanda tanya nabi Sulaiman 'alaihis-salam.

Singkat cerita, akhirnya sang burung kecil itu muncul juga dan menyampaikan informasi yang didapatnya.

Untuk membuktikan kebenaran informasinya, sang burung mesti terbang ke negeri itu sekali lagi. Sungguh, himmah yang luar biasa. Dan tidak sia-sia, penduduk negeri Saba' itu akhirnya tunduk kepada nabi Sulaiman dan meninggalkan kemusyrikannya. (Lihat kisah lengkapnya di QS An-Naml [27]: 16 - 44).

Ada lagi cerita lain yang tidak kalah menariknya. Kisah seorang lelaki, ya ... seorang lelaki, yang tidak dikenal, bahasa Al Qur'annya: Rojulun, yang datang dari aqshal madinah (wilayah kota yang paling ujung, paling jauh), yang datang dengan yas'a (berlari) demi memberikan pembelaan kepada rasul-rasul Allah swt. Dan karena pembelaannya itu ia dibunuh oleh kaumnya.

Di alam akhiratnya, ia merasakan betapa besar kenikmatan yang didapatkannya dari Allah swt. Lelaki yang dibunuh oleh kaumnya ini masih mengingat kaumnya, bukan dalam rangkan dendam, akan tetapi ... ungkapan empatinya yang sangat dalam kepada kaumnya, namun sayang, kaumnya tidak mengetahuinya. SubhanaLlah, sudah meninggal dunia, sudah di alam lain, himmah-nya sebagai da'i tidak padam juga. Sehingga meluncurlah kata-kata dari lisannya: ya laita qaumi ya'lamuun. Bima ghofaro li robbi wa ja'alani minal mukromin. (kisah lengkapnya silahkan lihat di QS Yaa siin [36]: 13 - 30).

Dari sirah Rasulullah saw kita juga bisa melihat betapa himmah beliau untuk menyelamatkan manusia dari neraka begitu tinggi.

Tersebut dalam kutubus-sunnah bahwa Rasulullah saw mempunyai seorang tetangga Yahudi. Sang Yahudi ini mempunyai seorang anak kecil. Sebagaimana layaknya anak kecil, anak Yahudi ini bisa bermain dekat rumah Rasulullah saw. Suatu ketika, Rasulullah saw tidak melihat anak Yahudi itu bermain. Maka beliau saw mencari informasi, apa yang terjadi pada anak Yahudi itu. Akhirnya beliau mengetahui bahwa anak Yahudi itu sedang sakit keras, dan mendekati sakaratul maut. Maka segeralah Rasulullah saw bersama beberapa sahabat bergegas ke rumah Yahudi itu dengan raut muka yang sangat sedih, campur tegang, campur cemas.

Sesampainya beliau di rumah Yahudi itu, dan setelah mendapatkan ijin untuk masuk, beliau langsung duduk di atas kepala anak Yahudi itu. Dengan wajah yang masih menampakkan kesedihan, ketegangan dan kecemasan, beliau men-talqin anak Yahudi itu agar mau mengucapkan dua kalimah syahadat. Mendapatkan talqin-an seperti itu, sang anak melihat kepada bapaknya, sebagai isyarat untuk meminta pendapat sang ayah yang Yahudi itu. Barang kali si Yahudi berfikir: apa maunya Muhammad (saw) dengan talqin ini? Bukankah sebentar lagi anak saya mati? Kalau maunya Muhammad (saw) adalah agar anak saya menjadi pengikut dan memperbanyak jumlah simpatisannya, kan sebentar lagi dia mati? Barangkali si Yahudi itu berpikir demikian (waLlahu a'lam). Yang jelas, sang ayah yang Yahudi itu kemudian berkata: "Athi' Abal Qasim (taati Muhammad saw yang biasa dipanggil Abul Qasim). Sang anak Yahudi itupun akhirnya mengucapkan dua kalimah syahadat, yang tidak lama kemudian meninggal dunia. Karena telah berhasil menyelamatkan anak itu dari ancaman neraka, Rasulullah saw-pun sangat gembira. Dan kegembiraan beliau itu bisa dilihat pada perubahan wajah beliau saw, dan pada ucapannya: al hamdulillahil-ladzi anqadzahu minan-naar (segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka).

Masyarakat kita mayoritas adalah masyarakat muslim, diantara mereka ada yang membutuhkan tastsbit (pengokohan), dzikro (pengingatan), nasehat dan semacamnya. Untuk menjalankan tugas-tugas ini, sangat-sangat dibutuhkan adanya orang-orang yang memiliki himmah 'aaliyyah (himmah yang sangat tinggi), karenanya, asahlah himmah kita, barangkali akan ada satu dua orang yang terhidayahinya kepada jalan Islam, jalan Allah swt, dan kitapun akan mengenyam besarnya ganjaran Allah swt di akhirat nanti insya Allah.
Amiiien.

ANEKA PRODUK ANKRELLA



Camilan Plecing Kangkung

Pastel Abon

Aneka Kue Kering Lebaran

Coklat Sirsak

Cokelat Blueberry

Coklat Strauberry

Brownis Tiramisu

Coklat Rumput Laut

Bolen Pisang Coklat


INFO DAN PEMESANAN SILAHKAN HUBUNGI :


IRMA FIRMANA (08175763570)

Jalan Gotong Royong Gg. Garuda No 1 Presak Tempit Ampenan Tengah
Kec Ampenan Kota Mataram - NTB 







Sabtu, 20 Mei 2017

Kesuksesan Hari Ini adalah Eksistensi Hari Esok





بسم الله، الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه ووالاه، أما بعد:

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”. (QS. Al Hasyr: 18)

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.
Banyak orang selalu ingin sukses dalam hidupnya karena memang kesuksesan menjadi kata yang paling digandrungi. Ia menjadi obsesi mereka untuk mencapainya. Karena dapat meraihnya merupakan indikasi dari keberhasilan aktivitas yang sedang digelutinya. Kesuksesan ini juga menjadi eksistensi dirinya pada dinamika sosial yang sedang dijalani. Maka setiap orang  akan mengerahkan segenap potensinya dengan optimal dan maksimal untuk dapat meraihnya. Sebab kesuksesan itu adalah harapan indah yang selalu mengiang-ngiang. Demikian pula kesuksesan kerja utama kita. Terlebih lagi kesuksesan bagi dakwah ini. Kesuksesan individu memberikan kebahagiaan yang tak terkira, apalagi kesuksesan dakwah dan jamaah ini.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah
Bila kita amati perbincangan orang, kita temukan mereka menetapkan ukuran sukses yang bermacam-macam, sehingga mereka kadang menentukan suatu penilaian yang juga beragam. Baik ukuran sukses jangka panjang ataupun jangka pendek. Kita bisa melihat bagaimana orang menetapkan ukuran kesuksesan jangka pendek. Ada yang menetapkan penilaiannya pada sisi finansial yang melimpah ruah, sejumlah asset yang tak terhitung lagi, banyaknya supporter yang simpati dan memberikan dukungan. Atau keunggulan yang tidak dimiliki oleh orang lain.  Dengan penilaian itu mereka menetapkan fokus sasaran aktivitasnya dan berupaya semaksimal mungkin untuk dapat meraihnya. Tatkala ia mampu mencapainya ia akan menikmati kepuasan yang tidak terperi.
Ukuran kesuksesan ini hanya sebagai alat untuk mengukur keberhasilan melakukan sesuatu. Agar apa yang akan dan sedang kita lakukan dapat dievaluasi dengan seksama dan terukur. Baik kegiatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha perniagaan. Juga kegiatan lainnya termasuk aktivitas dakwah dan jamaah ini.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.
Tentunya ukuran kesuksesan dalam pandangan kader dakwah tidak seperti yang dimiliki kebanyakan orang. Kesuksesan dakwah ini tidak terletak pada sisi-sisi yang ditentukan kebanyakan orang. Untuk kader dakwah dalam menentukan ukurannya dapat kita perhatikan firman Allah SWT. :

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”. (QS. An Nur: 55)
Apabila kita tadaburi ayat di atas kita temukan petunjuk bahwa dakwah ini sukses jika kita dapat meraih;

1.      Kepemimpinan yang mengayomi seluruh kalangan sehingga mereka mendapatkan hak-haknya. Tidak ada rakyat yang dipimpinnya yang terzhalimi. Kepemimpinan yang memberikan keteladanan, keadilan, kenyamanan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Pemimpin yang seperti ini tidak akan dapat dilakukan kecuali oleh pemimpin yang beriman dan beramal shalih. Bukan pemimpin yang dusta, zhalim, curang, penipu dan menyimpang. Pemimpin tipe seperti itu hanya melahirkan kesengsaraan bagi rakyatnya. Rakyat melaknat pemimpinnya dan pemimpin menyumpahi rakyatnya. Pemimpin yang baik sebagaimana para pemimpin di masa lalu yang dicintai rakyat dan umatnya. Sehingga generasi sesudahnya merindukan model pemimpin yang lalu seperti kerinduan kita pada Khulafa’ur Rasyidin, Umar bin Abdul Aziz, Abdurrahman Ad Dakhil dan para pemimpin lainnya. 

2.      Kedudukan yang eksis dan tidak memberikan peluang kecurangan, kedustaan atau penyimpangan. Kedudukan yang teduh dan tenang sehingga dapat merealisasikan misi dakwah ini, yakni rahmatan lil alamin bagi semua kalangan. Keadaan yang demikian memberikan suasana nyaman bagi semua pihak, seperti orang-orang Babylonia yang akan ditinggal kaum muslimin setelah sekian lama mereka hidup bersama. Mereka datangi Khalid bin Walid agar memperpanjang waktu tinggalnya di sana

3.      Tegaknya agama ini, tidak ada lagi fitnah di muka bumi. Agama ini berdiri tegar tanpa ada satu pun yang menentangnya. Islam yang tegak merupakan kebutuhan asasi bagi manusia karena Allah SWT. sudah memformat agama ini bagi manusia. Kita tahu bahwa Islam memang jawaban dan solusi atas problematika manusia.

4.      Hilangnya rasa takut karena telah tegaknya Islam. Dengan itu keadaan menjadi aman sentosa. Tidak ada kerawanan yang menakutkan. Sehingga setiap orang tidak cemas dan khawatir akan mendapatkan gangguan, apa lagi gangguan dalam menjalankan agama ini. Rasulullah SAW. pernah menjanjikan akan ada suatu masa di mana seorang wanita dapat melakukan perjalanan dari Shan’a sampai ke Hadratu Al Maut dengan aman tanpa rasa takut.

5.      Beribadah kepada Allah SWT. secara total sehingga tidak memberikan peluang sedikit pun pada kemusyrikan. Penyembahan kepada Allah SWT. Dengan ketundukan dan kepatuhan dalam seluruh sendi kehidupan ini. Dengan itu mereka menggantungkan keterikatan hanya kepada-Nya.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.
Tentu kita tahu bahwa kesuksesan itu tidak akan muncul secara tiba-tiba. Ia merupakan proses panjang yang kita lalui dan akhirnya akan berpulang pada kerja kita untuk mewujudkannya. Kita harus ingat benar bahwa kesuksesan itu tidak datang begitu saja. Melainkan ia datang karena kesungguhan dan kekuatan jiwa. Hasan Al Banna Rahimahullah dalam Majmu’atur Rasail pada tajuk Kepada Apa Kami Menyeru Manusia, mengingatkan kita terhadap  upaya-upaya untuk mencapai kesuksesan dakwah ini. Bahwa mereka yang ingin membina dan membangun dirinya, mencapai kesuksesan serta berjuang untuk mewujudkan cita-citanya dan membela agamanya, harus memiliki kekuatan jiwa yang dahsyat. Kekuatan jiwa yang terekspresikan dalam sikap;

1.      Tekad membaja yang tidak pernah melemah. Ia tidak kendur menghadapi rintangan, tidak cemas menghadapi gangguan dan tidak akan mundur menghadapi tantangan. Ia bagaikan tameng yang berdiri tegar menghadapi segala serbuan.

2.      Kesetiaan yang kuat dan tidak tersusupi oleh pengkhianatan dalam bentuk apapun. Tidak tergiur oleh bisikan-bisikan yang menyimpang, tidak tergoda oleh rayuan-rayuan yang dapat melunturkan kesetiaannya pada jalan ini. 

3.      Pengorbanan yang tidak dibatasi oleh kekikiran dan keserakahan. Pengorbanan yang ringan untuk disumbangkan dalam berbagai keadaan baik lapang maupun sempit, dalam keadaan susah maupun senang. Ia akan keluarkan tanpa merasa keberatan sedikit pun juga.

4.      Pengetahuan dan keyakinan yang dengannya kita bisa memperjuangkan dakwah kita karena ia memahami apa yang semestinya dikerjakan. Ia siap berada dalam barisan jalan ini tanpa keragu-raguan.

5.      Penghormatan yang tinggi terhadap ideologi yang diperjuangkannya dengan penuh keyakinan dan kesungguhan.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.


Oleh karena itu ikhwah sekalian ketahuilah bahwa kesungguhan kerja kita sekarang ini akan berdampak pada eksistensi kita esok hari. Selamat berjuang semoga Allah bersama kita.

Minggu, 14 Mei 2017

FIQH PUASA



DEFINISI

Puasa atau yang disebut “shiyaam dan shaum” dalam bahasa Arab, secara etimologi berarti al-imsak (menahan diri) dari sesuatu baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan. Pengertian ini bisa kita lihat dalam ayat Allah sebagi berikut;

“maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini".(QS 19:26)

Dan secar terminology Ulama fikih sepakat mendefinisikan puasa dengan “menahan diri dengan niat ta’abbud dari makan, minum, hubungan biologis dan segala perbuatan yang membatalkan sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari”.

SEJARAH DIWAJIBKAN PUASA

Puasa tidak hanya diwajibkan kepada Ummat Muhammad SAW saja, akan tetapi ibadah puasa merupakan kewajiban yang telah dipergilirkan Allah kepada setiap ummat dan Nabinya sebelum datangnya Islam. Rasulullah SAW -sebelum diwajibkan puasa Ramadlon- selalu melakukan puasa tiga hari setiap bulan, hingga Allah SWT mewajibkan kepada Ummat Islam berpuasa di bulan Romadlan. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Al-Quran dalam surat Al-Baqarah;

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS 2:183)

Ayat ini diturunkan pada hari Senin pada bulan Sya’ban tahun 2 H, setelah dua tahun ummat Islam berada di kota Madinah munawwarah.

LANDASAN SYAR’I

Hukum wajib berpuasa pada bulan Ramadlan didasarkan kepada beberapa sumber hokum Islam, yaitu Al-Quran, As-Sunnah dan Al-Ijma’

Al-Quran

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS 2:183)

As-Sunnah

-Hadits Jibril yang bertanya kepada Rasulullah tentang “al-Islam” (HR Al-Bukhari Muslim)
-“Islam dibangun di atas lima dasar; bersaksi bahwasanya tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menjalankan ibadah haji dan puasa Ramadlan.” (Muttafaqun Alaih)

Al-Ijma’

Semua Ulama sepakat bahwa berpuasa pada bulan Ramadlan hukumnya fardlu Ain yang harus dilakukan oleh seorang muslim yang telah memenuhi sarat wajib dan sahnya berpuasa.



Rukun Puasa Ramadhan

Sama seperti rukun puasa pada umumnya, rukun puasa ramadhan tidak berbeda dengan rukun puasa sunnah (baca macam-macam puasa sunnah). Rukun puasa ramadhan (baca:puasa ramadhan dan fadhilahnya)  yang utama terdiri dari dua yakni niat dan menahan diri dari segala yang membatalkan puasa.
1. Niat
Seseorang yang hendak berpuasa harus berniat untuk berpuasa saat malam hari sebelum puasa dimulai. Tanpa adanya niat maka puasa seseorang tidaklah sah. Hal ini dikarenakan niat adalah suatu hal yang penting dalam melakukan ibadah dan ibadah tersebut tergantung pada niatnya sebagaimana yang dijelaskan dalam dalil-dalil berikut ini
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (men-jalankan) agama yang lurus”  (Al- Bayyinah: 5)
Juga disebutkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
.لُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَىإِنَّمَا اْلأَعْمَا
“Sesungguhnya amal perbuatan itu disertai niat dan setiap orang mendapat ganjaran atas amalnya sesuai dengan niatnya.”
Harus selalu diingat bahwa niat berpuasa harus dilakukan saat malam hari dan sebelum terbit fajar pada bulan Ramadhan. Hal ini juga berdasarkan hadits Hafshah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda
“Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum terbit fajar, maka tidak ada puasa baginya.”
2. Menahan Diri dari Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Saat berpuasa seseorang harus menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasanya sebagaimana yang disebutkan dalam Firman Allah pada surat Albaqarah ayat 187.
بَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا آَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَآُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَ مَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
“Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu dan makan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam” [Al-Baqarah: 187]
Oleh karena itu jika seseorang tidak dapat menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkannya maka puasanya tidak sah dan tidak diterima. Adapun hal-hal yang dapat membatalkan puasa diantaranya disebutkan dalam penjelasan berikut ini

Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

Selama berpuasa kita wajib menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya. Hal-hal yang dapat membatalkan puasa seseorang diantaranya adalah
1. Makan dan minum dengan sengaja
Puasa itu sendiri adalah ibadah yang mewajibkan kita untuk tidak makan dan minum selama selang waktu tertentu hingga waktu berbuka tiba (baca makanan yang cocok saat buka puasa). Jika seseorang makan atau minum saat berpuasa dengan sengaja batallah ibadah puasanya namun jika seseorang itu makan atau minum dalam keadaan lupa atau tidak sadar maka tidak batal puasanya dan ia juga tidak wajib mengganti atau mengqadha puasanya dikemudian hari. Sebagaimana hadits Rasullullah berikut ini
.فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ ,فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ ,مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَآَلَ أَوْ شَرِبَ
“Barangsiapa yang lupa bahwasanya dia sedang berpuasa, lalu dia makan atau minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah telah memberi makan dan minum kepadanya.” (HR Abu Hurairah)
2. Muntah dengan sengaja
Seseorang yang dengan sengaja memuntahkan sesuatu dari perutnya maka puasanya tersebut batal atau tidak sah hukumnya sedangkan jika ia tidak sengaja memuntahkan sesuatu maka ia tidak memiliki kewajiban untuk mengganti atau mengqadha puasa ataupun kafarat di hari lain setelah bulan ramadhan. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW
.مَنْ ذَرَعَهُ القَيءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنِِ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِِ
“Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja, maka dia tidak wajib mengqadha’ puasa, sedangkan barangsiapa yang sengaja muntah, maka wajib baginya mengqadha’.”
3. Haid dan Nifas
Perkara ini hanya membatalkan puasa pada wanita karena hanya wanita saja yang mengalami haid dan nifas. Darah haid atau nifas adalah darah kotor sehingga walaupun seorang wanita mengeluarkan darah tersebut pada detik detik terakhir waktu puasa atau menjelang waktu berbuka maka batallah puasanya. Hal ini berdasarkan ijma atau kesepakatan dari para ulama. Seorang wanita yang haid atau nifas tidak diperbolehkan untuk berpuasa selama masa haid atau nifasnya dan ia wajib mengganti atau mengqadha puasa tersebut dikemudian hari setelah bulan ramadhan berakhir.
4. Bersetubuh
Baik suami istri atau pasangan yang belum menikah atau zina (baca zina dalam islam) jika mereka melakukan persetubuhan disiang hari pada saat berpuasa maka hukumnya haram dan mereka wajib membayar kifarat yakni berpuasa selama dua bulan berturut-turut, memerdekakan budak, atau memberi makan 60 orang miskin sebagaimana hadits rasulullah SAW berikut ini
Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, “Di saat kami sedang duduk bersama Nabi SAW, datanglah seorang laki-laki seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah SAW binasalah aku.’ Beliau bertanya, ‘Apa yang telah membinasakan dirimu?’ Dia menjawab, ‘Aku telah berhubungan badan dengan isteriku sedangkan aku dalam keadaan berpuasa Ramadhan.’ Beliau bertanya, ‘Apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak?’ ‘Tidak,’ jawabnya. Lalu beliau bertanya lagi: ‘Apakah engkau mampu berpuasa selama dua bulan berturut-turut?’ Dia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya lagi, ‘Dan apakah engkau mampu memberi makan kepada 60 orang miskin?’ Dia pun menjawab, ‘Tidak.’ Kemudian Rasulullah SAW diam, dan di saat kami sedang dalam keadaan seperti itu, Rasulullah SAW diberi sekeranjang kurma, lalu beliau berkata, ‘Mana orang yang bertanya tadi?’ Orang itu pun menjawab, ‘Saya.’ Beliau bersabda, ‘Ambillah ini dan bersedekahlah dengannya!’ Laki-laki itu berkata, ‘Adakah orang yang lebih miskin dari pada kami wahai Rasulullah? Demi Allah tidak ada satu keluarga di antara dua tempat yang banyak batu hitamnya di Madinah yang lebih faqir dari pada kami.’ Maka Rasulullah SAW tertawa hingga terlihat gigi taringnya, kemudian beliau berkata, ‘Berilah makan keluargamu dari sedekah itu.’”
Rukun puasa ramadhan wajib dipenuhi bagi orang-orang yang berpuasa. Oleh sebab itu perhatikan baik-baik dan jagalah selalu diri kita dari perkara yang dapat membatalkan puasa serta ingatlah selalu untuk berniat menjalankan puasa dimalam sebelum melaksanakan ibadah puasa tersebut

HIKMAH PUASA

Ada beberapa hikmah dalam berpuasa yang bisa kita konklusikan sebagai berikut;

Hikmah Ruhiah (spritual)

q  Penguatan iman dan ketakwaan
q  Melahirkan bentuk ketundukan secara totalitas
q  Menahan diri dari mengikuti hawa nafsu
q  Medan pelatihan kesabaran, kejujuran dan kedisiplinan 

Hikmah Ijtima’iah (social)

q  Melahirkan rasa solidaritas yang tinggi sesama muslim
q  Sebagai media pemersatu ummat, karena semua muslim melakukan ibadah ini secara bersamaan dan serentak
q  Mempererat tali ukhuwah islamiah
q  Membiasakan menjalankan aturan-aturan ilahiah atau menumbuhkan kedisiplinan dalam merspon hokum-hukum Islam
q  Mengeleminir tinadakan kriminal dan bentuk-bentuk kemaksiatan

Himah shihiat (kesehatan)

q  Membersihkan kembali usus-usus
q  Memperbaiki alat pencernaan
q  Mengurangi berat badan
q  Menjaga hukum keseimbangan badan

“Berpuasalah kamu, niscaya kamu kan sehat (HR Abu Dawud, Abu Nu’aim dan dihasankan As-Suyuthi)

KEUTAMAAN PUASA

q  Media peleburan dosa-dosa kecil

“Shalat lima waktu, sahlat Jum’at ke Jum’at yang lain, Ramadlan ke Ramadlan yang lain mampu melebur dosa-dosa yang ada diantaranya selama dijauhi dosa-dosa besar.” (HR Muslim)

“Barang siapa yang berpuasa Ramadlan karen iman dan hanya mencari ridlo Allah semata, maka dosa-dosanya yang berlalu akan diampuni.” (Muttafaqun alaih)

q  Benteng api neraka

“Barang siapa yang berpuasa sehara karena Allah Azza wa Jalla, maka Allah akan menjauhkan wajahnya dengan puasa tersebut dari api neraka selam tujuh puluh atahun.” (Muttafaqun alaih)

“Puasa adalah benteng dari api neraka bagaikan benteng kamu di dalam peperangan.” (HR Ahmad dan yang lain)

q  Sarana dikabulkan do’a

“Sesungguhnya do’a menjelang berbuka bagi orang yang sedang berpuasa tidak pernah ditolak.” (HR Ibnu Majah dan al-Hakim)

q  Sarana mendapatkan pintu “Ar-Rayyan”

“Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah pintu yang disebut “Ar-Rayyan”, yang mana semua orang yang berpuasa masuk dari pintu tersebut pada hari kiamat. Dan selain mereka tidak diperbolehkan masuk dari pintu tersebut…” (HR Muttafaqun alaih)  

MACAM-MACAM PUASA

Ditinjau dari hukum taklifi, puasa terbagi menjadi empat klasifikasi berikut ini;

Puasa Wajib

Ø  Puasa Ramadlan (QS 2;!83)
Ø  Puasa Qodla Ramadlan (QS 2;!84)
Ø  Puasa Nadzar
Ø  Puasa Kafarat (QS 58:4)

Ancaman Bagi Yang Sengaja Tidak Puasa Ramadlan

Rasulullah SAW bersabda;

“Ikatan Islam dan dasar-dasar agama ada tiga, di atasnya ditegakkan Islam, maka barang siapa yang meninggalkan satu dari tiga tersebut niscaya ia kafir dan halal darahnya; bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah, shalat lima waktu dan puasa Ramadlan.” (HR Abu Ya’laa, Ad-Dailamy dan disahihkan Ad-Dzahaby)

“Barang siapa yang tidak puasa satu hari dari Ramadlan dengan tanpa rukhshah yang telah diberikan Allah, maka seandainya ia puasa satu tahun penuh niscaya tidak akan bisa menggantikannya.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-tirmidzy)

Imam Ad-Dzahaby berkata: “Suatu ketetapan yang berlaku bagi orang-orang beriman (Ulama Islam) adalah “Barang siapa yang meninggalkan puasa Ramadlan tanpa sakit maka lebih buruk dari pada zina dan mabuk-mabukan. Bahkan orang ini diragukan keimanannya dan diduga ateis (zindik) dan telah terurai ikatan Islam.”

Puasa Sunnah

Ø  Hari Arafah (tanggal 9 Dzul Hijjah bagi muslim yang tidak menunaikan ibadah haji)

“Berpuasa pada hari Arafah mampu melebur dosa-dosa selama dua tahun, setahun yang berlalu dan setahun yang akan datang dan berpuasa pada tanggal sepuluh Muharram mampu melebur dosa setahun yang telah berlalu.” (HR Muslim)

Ø  Hari Asyura (tanggal 10 Muharram) dan Tasu’a (tanggal 9 Muharram)

“…apabila (bertemu) dengan tahun yang akan datang –Insya Allah- kami berpuasa pada hari kesembilan (Muharram).” (HR Muslim)

Ø  Enam Hari dari Bulan Syawwal
Ø  Bulan Sya’ban
Ø  Sepuluh Pertama dari Bulan Dzul Hijjah (kecuali Hari Raya Idul Adlha)
Ø  Bulan Muharram
Ø  Hari-hari Putih (tanggal 13,14 dan 15 setiap bulan qomariah)
Ø  Senin Kamis
Ø  Puasa Dawud (sehari puasa sehari buka)
Ø  Puasa untuk menahan nafsu bagi membujang

Puasa Makruh

Ø  Puasa Arafah bagi yang wuquf di Arafah
Ø  Mengkhususkan puasa hari Jum’at
Ø  Mengkhususkan puasa hari Sabtu
Ø  Puasa pada pertengahan Sya’ban
Ø  Puasa Wishal (menggabungkan dua hari tanpa berbuka)
Ø  Puasa hari Syak (tanggal 30 Sya’ban)
Ø  Puasa Dahr (Menahun)
Ø  Puasanya wanita yang tidak izin kepada suaminya

Puasa Yang Diharamkan

Ø  Puasa pada dua hari Raya (Idul Fitri dan Idul Adlha)
Ø  Puasa hari-hari Tasyriq
Ø  Puasanya Oarang yang haidl dan sedang nifas


SARAT-SARAT PUASA

Tidak semua orang harus melakukan ibadah puasa, kecuali telah memenuhi sarat-sarat berikut ini;

  • Islam, puasa tidak sah dilakukan oleh orang-orang kafir

  • Baligh, anak-anak yang belum mencapai usia baligh tidak wajib melakukan ibadah puasa, akan tetapi apabila ia berpuasa maka hukumnya sah

  • Berakal, orang-orang yang tidak berakal seperti orang gila, sakit ayan dan yang hilang akalnya tidak diwajibkan melakukan ibadah puasa.

Rasulullah Saw bersabda: “Qolam (beban hokum itu) dihilangkan dari tiga golongan; orang yang gila sampai ia sembuh, orang yang tidur sampai ia bangun dan anak kecil sampai ia baligh.” (HR Ahmad adan Abu Dawud)

  • Sehat dan mukim (tidak wajib bagi yang sakit dan musafir) (QS 2:184)

 
SUNAH-SUNAH PUASA

Beberapa amalan sunnah dalam berpuasa;

  1. Menyegerakan berbuka

“Manusia (yang berpuasa) senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR Muttafaqun Alaih)

“Sesungguhnya Rasulullah tidak melakukan shalat maghrib dulu sehingga ia berbuka, meskipun dengan setegukan air.” (HR At-Tirmidzi)

  1. Berbuka dengan ruthab (kurma tangkai yang masih muda), kurma dan atau air

  1. Berdo’a menjelang berbuka

4.     اللهم لك صمنا و على رزقك أفطرنا فتقبل منا إنك أنت السميع العليم

  1. Sahur dan mengakhirkan sahur

“Bersahurlah kamu, karena sesungguhnya sahur itu mengandung keberkahan.” (HR Muttafaqun Alaih)

“Ummatku senantiasa dalam kebaikan selama menyegerakan buka dan mengakhirkan sahur.” (HR Ahmad)

YANG DIMAKRUHKAN DALAM PUASA

  1. Berlebihan dalam berkumur dan menyedot air dengan hidung
  2. Mencium istri disertai dengan syahwat
  3. Memperhatikan istri dengan pandangan syahwat
  4. Menghayal hubungan suami istri
  5. Menyentuh wanita dengan tangan dan jasad
  6. Menggigit-gigit sesuatu yang dikuwatirkan masuk ke tenggorakan
  7. Mencicipi masakan
  8. Berbekam

YANG MEMBATALKAN PUASA

  1. Masuknya sesuatu ke dalam lambung melalui lubang-lubang yang memeiliki saluran khusus dengannya seperti anus, vagina, hidung, telinga dan lain-lain

  1. Keluarnya mani (seperma) akibat pandangan, khayalan, ciuman dan sentuhan

  1. Sengaja muntah

  1. Makan minum (dipaksa maupun tidak, menduga masih malam dan atau masuk maghrib)

  1. Berhubungan suami istri di siang hari

YANG DIPERBOLEHKAN DALAM BERPUASA

  1. Siwak atau menggosok gigi
  2. Berendam di dalam air
  3. Jima’ (berhubungan suami istri) sepanjang malam sampai munculnya fajar
  4. Berobat denagn cara disuntik pada tempat yang tidak ada hubungan secara langsung dengan lambung
  5. Semalaman dalam keadaan junub
  6. Menggunakan parfum
  7. Makan minum dalam keadaan lupa