Senin, 05 Agustus 2024

Menjauhi sikap ujub

 




 

Ujub, sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab, memiliki makna yang dalam dan kompleks dalam konteks psikologi dan spiritualitas. Istilah ini sering kali diartikan sebagai rasa bangga yang berlebihan terhadap diri sendiri, menyebabkan seseorang merasa lebih baik dari orang lain.

 

Namun, ujub memiliki dimensi yang lebih luas daripada sekadar kesombongan semata. Mari kita eksplorasi lebih jauh mengenai arti, sifat, serta implikasi dari konsep ujub.

 

Perbedaan Takabbur dan Ujub

Takabur adalah perbuatan yang merasa dirinya lebih unggul, lebih utama, lebih mulia, lebih hebat, lebih pandai, atau tak terkalahkan. Orang yang takabur senantiasa membesarkan diri. Ini sama halnya dia mensifati dirinya seperti sifat Allah Yang Maha Besar.

Perilaku takabur akan memandang orang lain rendah, remeh, sepele, dan pantas untuk tak dipedulikan. Merasa tak butuh orang lain. Justru orang lainlah yang membutuhkannya. Takabur sama artinya dengan tinggi hati. Lawan katanya yaitu tawaduk yang berarti rendah hati.

Contoh perilaku takabur yaitu suka memuji diri sendiri tapi sangat mudah menyalahkan orang lain. Meski cuma di dalam batin atau tidak diwujudkan melalui mimik muka maupun kata-kata, tetaplah disebut sebagai takabur. Seakan dirinya berhak sebagai penghakim.

 

Orang-orang yang diberi nasihat lantas menolak dengan sikap angkuh juga ciri dari takabur. Dia tidak mau tunduk pada kebenaran tapi malah mengingkarinya. Disebabkan karena gengsi, fanatik, perasaan paling benar sendiri, dan tidak menyadari kesalahannya.

Sombong adalah jubah Allah. Siapapun tidak boleh memakainya. Biasanya jubah kesombongan itu digunakan manusia untuk merendahkan makhluk lainnya. Di mana, takabur adalah kesombongan yang ditampilkan. Sedangkan ujub "sombong" yang disembunyikan.

Ujub membuat orang menggampangkan urusan. Baginya terasa mudah. Serta merasa punya andil besar pada sesuatu. Sedang takabur membuat seseorang merasa bahwa orang lain tak mampu, lamban, dan tak beres menyelesaikan urusan seperti halnya dirinya.

Orang yang ujub merasa bahwa kekayaan dan karir yang digapai lantaran kepintaran dan pengalamannya. Padahal Allah SWT yang telah mentakdirkan dia kaya. Ia telah lupa. Buktinya banyak sekali orang pintar melebihi dia tapi nyatanya karir dan kekayaan yang dimiliki tak sebanding.

Adapun orang takabur merasa bahwa kekayaan dan karir yang dimiliki telah melampaui dari apa yang dipunyai orang lain. Padahal masih banyak orang yang jauh lebih hebat, kaya, dan melejit karirnya daripada dia. Terdapat langit di atas langit.

Ujub adalah perilaku membanggakan diri sendiri tanpa perlu melibatkan dan membandingkan dengan orang lain. Cukup melihat diri sendiri. Perbedaannya dengan takabur yaitu sikap takabur masih perlu merendahkan orang lain lebih dulu lalu meninggikan diri sendiri.

Berawal dari sikap ujub inilah yang kemudian melahirkan takabur. Dalam artian ujub merupakan penyebab munculnya takabur. Misalnya merasa dirinya telah berbuat baik, sudah sholeh, sudah ikhlas, dan perasaan bangga diri atau kepuasan pada diri sendiri lainnya.

Orang yang ujub selain berbangga pada diri sendiri juga bangga, senang, serta kagum pada amalannya. Menganggap itu semua karena dia orang baik tanpa mengakui adanya peran Allah SWT. Dia lupa bahwa Allah SWT yang telah memberi karunia padanya.

Ujub termasuk penyakit hati yang dapat menghapuskan pahala amal ibadah. Hal tersebut disebabkan dia melupakan Allah SWT saat berniat, melakukan, maupun di akhir ibadahnya. Seharusnya dia meluruskan niat dan mensyukuri atas hasil yang dicapai.

Perbedaan ujub dengan takabur lainnya ialah sikap ujub merupakan perbuatan akhlak buruk pada Allah. Lebih merusak batin sendiri. Menyebabkan Allah SWT murka. Tapi tidak membuat manusia lain marah karena ujub hanya dipendam dalam hati.

Sifat ujub mampu membuat amal seseorang tidak diterima oleh-Nya. Lebih parah bahkan bisa dikategorikan berbuat syirik. Lantaran dia mengabaikan Allah SWT dan lebih memandang dirinya yang lebih berhak memilih jalan hidupnya.

Ujub merupakan perilaku yang tak tahu diri, tak sadar diri, dan tak tahu malu pada Sang Maha Pemurah. Telah melupakan bahwa apa-apa yang dia miliki dan diraih merupakan pemberian dan bentuk kasih dari-Nya. Tentu dia juga tak punya sifat tawakal.

 

 

Memahami Arti Ujub dalam Islam

Ujub, kesombongan yang berlebihan terhadap diri sendiri, merupakan persoalan yang harus ditangani dengan serius dalam ajaran Islam. Islam mendorong umatnya untuk memerangi sikap ujub dan menggantinya dengan sikap rendah hati yang lebih sesuai dengan ajaran agama. Berikut adalah langkah-langkah praktis yang diajarkan oleh Islam untuk mengatasi ujub:

 

1. Tadabbur (Meditasi) atas Ayat Al-Qur'an

Meditasi atau tadabbur atas ayat-ayat Al-Qur'an merupakan salah satu cara terbaik untuk memahami hikmah dan pesan yang terkandung dalam kitab suci Islam. Al-Qur'an sering kali menekankan pentingnya rendah hati dan mengingatkan manusia bahwa segala anugerah berasal dari Allah SWT. Merenungkan ayat-ayat ini dapat membantu mengurangi sikap ujub.

2. Berzikir dan Berdoa

Berzikir, mengingat dan memuji Allah, serta berdoa untuk diberikan ketundukan hati dan kekuatan untuk mengatasi sikap ujub adalah langkah penting dalam ajaran Islam. Dengan merenungkan kebesaran Allah dan meminta pertolongan-Nya, seseorang dapat menumbuhkan rasa syukur dan merendahkan diri di hadapan-Nya.

3. Introspeksi dan Tawadhu (Rendah Hati)

Introspeksi diri adalah kunci untuk mengatasi ujub. Memeriksa diri sendiri secara jujur, mengakui kelemahan, dan memahami bahwa semua kelebihan yang dimiliki adalah anugerah Allah merupakan langkah awal untuk mengatasi kesombongan. Tawadhu, sikap rendah hati, juga penting untuk dipraktikkan dalam setiap interaksi dengan orang lain.

4. Menjaga Hubungan dengan Orang Lain

Islam mendorong umatnya untuk menjaga hubungan yang baik dengan sesama. Berbagi pengetahuan, membantu orang lain, serta berinteraksi dengan sikap terbuka dan rendah hati dapat membantu seseorang untuk mengurangi sikap ujub. Mengakui kontribusi orang lain dalam kehidupan kita juga merupakan bagian dari mendekatkan diri kepada nilai-nilai Islam.

5. Belajar dari Kehidupan Rasulullah SAW

Meneladani kehidupan Rasulullah SAW adalah contoh terbaik dalam mengatasi ujub. Beliau merupakan sosok yang sangat rendah hati meskipun memiliki kedudukan yang tinggi di mata Allah. Memahami bagaimana Rasulullah SAW bersikap rendah hati, sabar, dan menghormati orang lain dapat menjadi inspirasi untuk mengatasi ujub.

Mengatasi ujub dalam Islam adalah bagian dari perjalanan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan langkah-langkah praktis seperti tadabbur Al-Qur'an, berzikir, introspeksi diri, menjaga hubungan baik, dan meneladani kehidupan Rasulullah SAW, seseorang dapat menemukan jalan menuju kesempurnaan spiritual yang lebih baik dalam Islam. Rendah hati adalah kunci utama dalam mencapai ketenangan hati dan keselarasan dengan ajaran agama.

 

 

0 komentar:

Posting Komentar