Muhammad Husain Ya’qub dalam kitab An-Niyyah fi Injabi Adz-Dzurriyah menuliskan urgensi kebersihan niat dalam memiliki anak terhadap masa depan anak yang akan dilahirkan. Ini adalah sebuah peristiwa “tarbiyah prakonsepsi”, yaitu sebuah proses tarbiyah terhadap anak yang sudah dilakukan sejak sebelum adanya kehamilan.
Pasangan suami dan istri hendaknya memiliki niat yang lurus dan bersih dalam memiliki anak. Niat adanya di dalam hati. Mereka telah menetapkan niat yang luhur dan mulia, yang menjadi jawaban atas pertanyaan “untuk apa memiliki anak?”
Selanjutnya Syaikh Husain Ya’qub menukilkan kisah istri Imran yang diabadikan Allah dalam surat Ali Imran ayat 35 hingga 37. Ketika istri Imran bernazar kepada Allah,
إِنِّى نَذَرْتُ لَكَ مَا فِى بَطْنِى مُحَرَّرًا
“Sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis)”.
Istri Imran berniat untuk menjadikan anak keturunannya sebagai hamba yang mengabdi kepada Allah. Ia menghendaki anak yang akan dilahirkan kelak menjadi hamba yang mengkhususkan dirinya untuk beribadah dan melayani Baitul Maqdis.
Hasil dari niat kebaikan tersebut diijabah oleh Allah. “Ketulusan niat istri Imran dibalas oleh Allah dengan penerimaan yang baik”, ujar Syaikh Abdurrahman Dahy dalam kitab Taurits Al-Iltizam. Allah menyatakan,
فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ
“Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik” (QS. Ali Imran: 37).
Selain nazar istri Imran diterima dengan baik oleh Allah, bahkan Allah merawat, mendidik, menumbuhkan dan membesarkan dengan pertumbuhan yang baik. Sebagaimana firman Allah,
وَأَنۢبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا
“Dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik” (QS. Ali Imran: 37).
Syaikh Abdurrahman Dahy menjelaskan, “Maksudnya, nazar istri Imran untuk menyerahkan anaknya diterima dengan sangat baik oleh Allah; dan anak itupun ditumbuhkan dengan pertumbuhan serta pendidikan yang sangat baik”.
Ibnu Katsir menceritakan, “Allah memberinya bentuk indah rupawan, memudahkannya untuk diterima banyak orang, dan mendekatkannya dengan orang-orang salih sehingga bisa belajar ilmu serta kebajikan dari mereka”.
Demikianlah urgensi tarbiyah prakonsepsi, yaitu tarbiyah terhadap anak-anak yang akan “diproduksi” dan dilahirkan kemudian hari. Tarbiyah sejak anak “belum wujud”, belum berbentuk janin. Hendaknya setiap suami dan istri menyadari urgensi kelurusan dan kebersihan niat dalam memiliki anak, karena Allah akan mengabulkan niat mereka.
Sejak sebelum ada kelahiran, suami salih dan istri salihah sudah berniat untuk memiliki anak salih salihah yang akan menjadi pejuang dakwah. Semoga Allah memudahkan orangtua untuk mentarbiyah anak-anak mereka dan mengarahkan mereka menuju jalanNya yang lurus. Aamiin.
Akhukum, Cahyadi Takariawan.
0 komentar:
Posting Komentar