Imam Hasan
Al-Banna -semoga Allah merahmati Beliau- semenjak awal telah berupaya
memberikan pencerahan wawasan politik pada banyak kalangan dan mencurahkan
perhatian khusus terhadap para kader dakwah di sela-sela ceramah-ceramah,
untaian-untaian nasehat serta tulisan-tulisannya.
Di antara
isyarat ketajaman insting politik Beliau ialah upaya memberikan pencerahan
wawasan politik. Ini terefleksi secara gamblang ketika Beliau memproklamirkan
keinginan mendirikan sebuah negara yang mirip dengan negara bentukan Rasulullah
pada fase dakwah Rasulullah.
Imam Hasan
Al-Banna mengambil intisari ajaran Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah dalam
menyimpulkan kaidah-kaidah umum yang menjadi sandaran negara Islam tersebut.
Beliau menyebutkan sekitar sebelas kaidah umum di antaranya adalah:
-
Memproklamirkan spirit persaudaraan umat manusia,
- Menjamin keberlangsungan masyarakat dengan menghormati hak hidup, kepemilikan, hak memperoleh pekerjaan, kesehatan, kebebasan, pendidikan dan keamanan bagi setiap individu.
- Membuka lapangan pekerjaan.
- Mengontrol dua nsting dasar manusia yakni, insting menjaga diri dan keturunan dan mengatur kebutuhan kemaluan dan mulut (makan dan minum).
- Mengokohkan persatuan dan kesatuan, memerangi semua bentuk pertikaian dan faktor-faktor yang berpotensi akan menimbulkan persengketaan dan perselisihan.
- Menjadikan negara sebagai agen, media dan wadah yang merefleksikan ideologi yang dianut, negara yang menjaga keberlangsungan perjalanan dakwah, bertanggung jawab penuh dalam perealisasian misi dan target yang ingin dicapai.
- Menjamin keberlangsungan masyarakat dengan menghormati hak hidup, kepemilikan, hak memperoleh pekerjaan, kesehatan, kebebasan, pendidikan dan keamanan bagi setiap individu.
- Membuka lapangan pekerjaan.
- Mengontrol dua nsting dasar manusia yakni, insting menjaga diri dan keturunan dan mengatur kebutuhan kemaluan dan mulut (makan dan minum).
- Mengokohkan persatuan dan kesatuan, memerangi semua bentuk pertikaian dan faktor-faktor yang berpotensi akan menimbulkan persengketaan dan perselisihan.
- Menjadikan negara sebagai agen, media dan wadah yang merefleksikan ideologi yang dianut, negara yang menjaga keberlangsungan perjalanan dakwah, bertanggung jawab penuh dalam perealisasian misi dan target yang ingin dicapai.
Selanjutnya
Beliau menjelaskan implementasi dari kaidah-kaidah umum tersebut dalam
pemerintahan Islam, khususnya pemerintahan Islam pada era kepemimpinan
Rasulullah, lalu pada fase kepemimpinan para Khulafaurrasyidin. Beliau juga
mengkaji metode negara Islam pada zaman tersebut hingga mampu menghapus
doktrin-doktrin paganisme yang berkembang pesat di negara-negara Arab dan
Persia, serta mengusir kabilah-kabilah Yahudi yang berusaha menandingi ajaran
Islam dan berupaya menggalang kerjasama dengan kaum paganis serta mengadakan
gerakan bawah tanah yang berjuang untuk menumbangkan pemerintahan Islam.
Di samping
itu, negara Islam juga berhasil mengusir sekte-sekte Kristen yang masih
bergelimang dengan praktek-praktek kesyirikan serta masih menganut dogma
trinitas, sehingga akhirnya sekte-sekte tersebut keluar dari tanah Arab dan
mendapatkan hawa kebebasan di negeri asalnya yaitu di kota Kostantinopel.
Namun, kondisi tersebut tidak bertahan lama, hingga akhirnya umat Islam
berhasil menaklukkan kota Konstantinopel dan menyulapnya menjadi negeri Islam,
bahkan pasukan Islam sampai ke jantung Eropa seperti yang diceritakan Andalusia
(Spanyol sekarang).
Dalam
beberapa abad pemerintahan Islam mampu bertahan menjadi pemerintah terkuat di
dunia Internasional dan kekuasaannya menyebar ke berbagai wilayah seantero
dunia. Namun pada abad ke 7H, bangsa Tar-tar mengadakan invasi besar-besaran
terhadap pusat pemerintahan Islam di Baghdad. Serangan ini mengakibatkan
Baghdad runtuh dan jatuh ke tangan bangsa Tar-tar tersebut. Dalam peristiwa
ini, di Baghdad saja tercatat sekitar 2 juta korban dari kalangan umat Islam
berjatuhan se¬bagaimana dituliskan oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa
An-Nihayah jilid XIII hal 202. Dan pada abad XX, tentara salibis berhasil
meruntuhkan dinasti Utsmaniyyah dan Khilafah Islamiyyah secara umum.
Imam Hasan
Al-Banna telah melakukan pengkajian dan analisa mendalam mengenai faktor-faktor
penyebab keruntuhan Daulat Utsmaniyyah tersebut. Dari hasil analisa Beliau
tergambar pemahaman dan insting politik yang lahir dari keluasan wawasan keislaman
dan pemahaman fiqih politik Islam yang mendasar, diiringi pula oleh pengetahuan
mengenai rentetan peristiwa sejarah serta pemahaman karakteristik dan
watak-watak dasar beragam suku bangsa. Karena sesuatu yang tak bisa dipungkiri,
bila masing-masing bangsa memiliki karakteristik yang tidak dimiliki bangsa
lain, seperti bangsa Turki yang terkenal dengan keahlian mereka dalam strategi
peperangan, sehingga mereka kurang tertarik mendalami ilmu-ilmu seperti ilmu
syariah, hukum dan perundang-undangan Islam.
Faktor-faktor
Utama Penyebab Keruntuhan Daulah Utsmaniyyah dalam Pandangan Imam Hasan
Al-Banna adalah sebagai berikut:
a.
Pertikaian Politik, Rasis dan Perebutan Kekuasaan.
Pertikaian
politik dan perebutan kekuasaan tentu saja akan meluluh lantahkan, memecah
belah dan melemahkan persatuan serta kesatuan umat Islam. Al-Qur`an telah
memberikan warning terhadap masalah tersebut. Firman Allah dalam Qur’an surah
Al-Anfal 46:
(وَلاَ
تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ) [الأنفال: 46]
Artinya: janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.
Artinya: janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.
Ketika para
pejabat pemerintahan Islam telah dikuasai oleh perasaan gila kekuasaan dan
jabatan, sehingga mengakibatkan perseteruan antara sesama kubu Islam demi merebut
puncak kekuasan tertinggi. Kondisi ini meninggalkan dampak negatif terhadap
masyarakat yang akhirnya ikut terpecah. Akibatnya kekuatan umat melemah dan
musuh dengan mudah dapat menyerang sewaktu-waktu.
Maraknya
pertikaian dalam keberagamaan, perbedaan partai maupun ideologi serta
pendistorsian implikasi Islam sebagai aqidah dan amal hingga berubah menjadi
label-label hampa tak bermakna, pengabaian ajaran Al-Qur`an dan Sunnah
Rasulullah SHALLALLAAHU ALAIHI WA SALLAM, kejumudan (statis) serta fanatisme terhadap
pandangan dan pendapat tertentu.
Kesemua itu
merupakan wa¬bah penyakit berbahaya yang sangat diwan¬ti-wanti oleh Islam agar
senantiasa dijauhi oleh kaum Muslimin. Karena Rasulullah SHALLALLAAHU ALAIHI
WASALLAM telah menginformasikan jaminan keberadaan umat Islam dalam petunjuk
kebenaran selama mereka masih berpegang teguh dan konsekuen terhadap ajaran
Al-Qur`an dan Sunnah Rasullulah. Rasul bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ
بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدِيْ أَبَدًا، كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ.
Artinya: telah kutinggalkan bagi kalian dua perkara -jika kalian berpengang teguh de¬ngan keduanya- niscaya sepeninggalku kalian tidak akan sesat selamanya, dua perkara tersebut adalah kitabullah dan sunnah Rasulullah.
Artinya: telah kutinggalkan bagi kalian dua perkara -jika kalian berpengang teguh de¬ngan keduanya- niscaya sepeninggalku kalian tidak akan sesat selamanya, dua perkara tersebut adalah kitabullah dan sunnah Rasulullah.
Menurut
hemat penulis, fanatisme umat terhadap mazhab dan aliran pemikiran tertentu
terbukti telah menjadikan umat terpecah ke dalam beberapa kelompok, pada
hakikatnya perbedaan tersebut malah akan menjadi bumerang terhadap umat Islam
sendiri dan tak berpengaruh terhadap musuh Islam, malah akan memudahkan musuh
Islam menyerang kita. Fanatisme mazhab di akhir-akhir dinasti Utsmaniyyah
sampai pada taraf kebencian antara satu mazhab dengan mazhab lain, kebencian
tersebut berbuah permusuhan dan pertikaian. Sehingga kala itu, kerap ditemukan
seorang bermazhab Hanafy tidak mau menjadi makmum shalat yang diimami oleh
seorang Imam bermazhab Syafiiy, begitupula seorang Hanbaly tidak terima
keimaman seorang Syafiiy. La haula wa laa quwwata Illa billah.
b. Larut
dalam kemewahan dunia dan syahwat
Wabah
penyakit ini tidak hanya melanda kalangan rakyat biasa, tapi termasuk para
pejabat pemerintahan selama beberapa kurun waktu menjelang keruntuhan Dinasti
Utsmaniyyah, kemudian kondisi semakin parah dan bertambah genting hingga
akhirnya kepe¬mimpinan para pemangku kekuasaan dalam pemerintahan semakin
melemah dan tak sanggup memperbaiki kondisi negara, agama dan perpolitikan.
Allah Ta’ala
telah memberikan “lampu kuning” terkait penyakit yang satu ini dalam firman-Nya
QS. Al-Isra 16:
(وَإِذَا أَرَدْنَا
أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيْهَا فَفَسَقُوْا فِيْهَا فَحَقَّ
عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيْراً) [الإسراء: 16]
Artinya: Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
Artinya: Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
c.
Transformasi Kekuasaan terhadap Non-Arab
Seorang yang
gemar membaca dan mengamati sejarah Islam akan mengerti bahwa dalam beberapa
periode pemerintahan Islam, tampuk kekuasaan sempat dipegang oleh orang-orang
yang bukan ahlinya dan tidak pantas menduduki jabatan tersebut, dikarenakan
keawaman mereka terhadap agama dan hukumnya.
d.
Pengabaian Sains dan Teknologi serta Tenggelam dalam Teori-teori Filsafat
Sebuah
negara yang kuat adalah negara yang menerapkan hukum syariat serta pengembangan
sains dan teknologi yang akan menopang kemajuan dan peradabannya dari hasil
pemanfaatan temuan-temuan baru dalam teknologi itu. Kala itu, umat Islam malah
tertipu dan larut dalam perasaan kemapanan dan kekuatan mereka, sehingga
terkesan mengabaikan dan meremehkan kekuatan musuh, tanpa pernah merasa peduli
guna melakukan upaya-upaya penelitian untuk menjajaki peta kekuatan musuh dari
segi materi, teknologi, maupun konspirasi-konspirasi terselubung demi memerangi
Islam dan kaum Muslimin. Aki¬batnya, umat Islam tidak mempersiapkan kekuatan
militer yang cukup mengantisipasi serangan musuh-musuh Islam dan memaksa mereka
bertekuk lutut. Yang terjadi malah sebaliknya, umat kalah total di hadapan para
aggressor tersebut.
Hal ini juga
didorong oleh bujuk raru dan pererasaan terpana dengan gaya hidup mereka yang
hanya memuaskan syahwat. Padahal Islam telah melarang secara jelas perilaku
meniru-niru orang-orang kafir. Sebagaimana Firman Allah dalam Qur’an surah
Ali-Imran 149:
(يَا أَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنْ تُطِيْعُوا الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يَرُدُّوْكُمْ عَلَى
أَعْقَابِكُمْ فَتَنْقَلِبُوْا خَاسِرِيْنَ) [آل عمران: 149]
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi.
Akibat dari
keterpanaan tersebut, orang-orang kafir dengan mudah menguasai negara-negara
Islam, bahkan kaum penjajah seperti, Inggris, Perancis, Italy, Belanda, Belgia
dan Negara Komunis (Uni Soviet) dengan mudah berhasil mengelompokkan
negara-negara Islam -menjadi Negara-negara kecil dan lemah-. Mereka berupaya
menjauhkan Islam dari pemerintahan dan menebar propaganda atheisme dan
liberalisme di segenap negara Islam serta menebarkan fitnah dan desas-desus
dalam pemahaman Islam.
Kemudian
Imam Hasan Al-Banna berpendapat bahwa kondisi sulit yang menimpa banyak negara
Islam, selayaknya memacu umat Islam berpikir ekstra supaya bisa keluar dari
permasalahan-permasalahan yang membelit. Imam Hasan Al-Banna dan beberapa orang
kawan karibnya kala itu, termasuk dalam barisan garda terdepan di antara umat
Islam yang berpikir mencari solusi dari permasalahan pelik yang melanda. Dalam
siatuasi kolonialisme yang melanda banyak negara Islam, Beliau dan beberapa
rekannya berjuang mendirikan sebuah jamaah Ikhwanul Muslimin yang berperan
membangunkan umat Islam dari tidur panjang, memberikan pencerahan serta
membebaskan mereka dari mental-mental terjajah dan terhina.
Untuk
mewujudkan misi itu, Ikhwanul Muslimin memasang beberapa target yang bersifat
umum dan khusus. Target umum berupa pembebasan dunia Islam dari segala bentuk
kekuatan, pengaruh dan otoritas asing serta berupaya mendirikan sebuah negara
Islam. Sementara target-target khusus ialah reformasi pendidikan, memerangi
kemiskinan dan kebodohan, menanggulangi masalah-masalah kesehatan dan tindak
pidana serta menata sebuah masyarakat percontohan yang pantas dinisbatkan pada
Islam.
Imam Hasan
Al-Banna berusaha memerangi kebodohan dan keterbelakangan dengan memajukan
dunia pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga
pendidikan lain, Beliau berupaya menanggulangi kemiskinan dengan membuka
peluang kerja lewat pendirian perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik. Beliau
juga berjuang menanggulangi masalah-masalah kesehatan dengan membangun
klinik-klinik pengobatan. Dalam mewujudkan cita-cita mulia tersebut, Beliau
menyarankan tiga hal berikut: iman yang kokoh, organisasi yang solid, serta
kerja yang berkesinambungan.
Target umum
dan khusus dari Ikhwanul Muslimin di atas terbukti memancing kemarahan para
penjajah dan kaum kolonialis. Mereka tak menemukan alternatif lain kecuali
harus menabuh genderang perang terhadap dakwah dan para kadernya serta menebar
rintangan-rintangan dakwah yang diharapkan dapat menghalangi para kader dakwah
dalam merealisasikan target umum dan khusus tersebut. Namun Imam Hasan Al-Banna
telah lebih dahulu mengisyaratkan rintangan-rintangan yang bakal menghalangi
para kader dalam jalan dakwah yanag mereka tempuh. Beliau te¬lah menggambarkan
resiko-resiko yang harus dilalui dengan sabar dan tetap komitmen da¬lam medan
perjuangan menghadapi tantangan para kaum kolonialis tersebut.
Beliau
mengakhiri ceramahnya dengan untaian nasehat yang mengandung
pelajaran-pelajaran berharga dalam dunia pergerakan, perpolitikan dan dakwah.
Beliau kembali merunut kewajiban-kewajiban yang mesti dipenuhi oleh para kader
Ikhwanul Muslimin demi perwujudan cita-cita mulia, sembari menyemangati mereka
bahwa kemenangan umat Islam pasti akan datang. Beliau mengungkapkan: “Ingatlah
kemenangan yang telah dijanjikan Allah, karena waktu itu pasti akan datang dan
tak diragukan lagi”. Lalu Beliau mengutip firman Allah dalam Qur’an surah
Ar-Ruum 5:
(وَيَوْمَئِذٍ
يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُوْنَ بِنَصْرِ اللهِ يَنْصُرُ مَنْ يَّشَاءُ وَهُوَ
الْعَزِيْزُ الرَّحِيْمُ) [الروم: 4-5].
Artinya: dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. dan dialah Maha Perkasa lagi Penyayang.
Artinya: dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. dan dialah Maha Perkasa lagi Penyayang.
0 komentar:
Posting Komentar