Senin, 22 September 2025

Menjadi Teladan dalam Menghindari Faktor Faktor yang Melemahkan Soliditas

Kesuksesan dalam kehidupan, baik dalam konteks individu maupun organisasi, sering kali bergantung pada tiga pilar utama : soliditas, solidaritas, dan spiritualitas. 

Untuk Menjadi teladan dalam menjaga soliditas, ketiga pilar ini juga memiliki relevansi yang kuat dalam menciptakan superteam dalam sebuah komunitas.

 SOLIDITAS

1. Soliditas dalam Teamwork

Soliditas mengacu pada kekuatan karakter dan integritas pribadi. Dalam konteks teamwork, soliditas berarti setiap anggota tim memiliki kejujuran, tanggung jawab, dan keteguhan dalam menjalankan tugas mereka. Hal ini diperkuat oleh sejumlah ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Diantaranya :

    "يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ" (QS. An-Nisa: 135)
       "Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah."

    Rasulullah SAW juga bersabda :
      "إِنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ" (HR. Bukhari)
         "Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah amal yang terus-menerus meskipun sedikit."

2. Konsistensi dalam Tugas:

  Menjaga konsistensi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab secara profesional. Ini mencakup komitmen terhadap kualitas kerja dan ketepatan waktu.

3. Integritas Pribadi:
  Mempunyai sikap jujur dan transparan dalam setiap aspek pekerjaan, memastikan bahwa setiap tindakan dilakukan dengan niat yang benar dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

4. Pendekatan Manajemen Profesional

  Diantara bentuk perwujudan Menagemen yang profesional adalah mengimplem ntasikan  SOP yang jelas untuk memastikan konsistensi dan kualitas dalam setiap tugas.

  Selain itu adalah melakukan evaluasi kinerja secara berkala untuk memastikan setiap anggota tim bekerja dengan baik dan sesuai dengan tujuan organisasi.

SOLIDARITAS

Solidaritas adalah rasa kesatuan dan kebersamaan dalam sebuah tim. Dalam Islam, solidaritas mencakup saling peduli, membantu, dan mendukung satu sama lain dalam kebaikan.

Mengenai pentingnya solidaritas ini juga menjadi salah satu rahasia sukses yang dikemukakan dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW. Diantaranya :

      "وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ" (QS. Al-Ma'idah: 2)
       "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran."

 Rasulullah SAW. Menyatakan dalam s buah sabdanya :
     "مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى" (HR. Muslim)
       "Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi adalah seperti satu tubuh. Apabila satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit dan demam."


1. Kerjasama dan Saling Membantu:

  Meningkatkan kerja sama dalam tim dengan cara saling membantu dan mendukung satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama.

2.Komunikasi yang Efektif:
  Memastikan adanya komunikasi yang terbuka dan transparan dalam tim untuk mencegah kesalahpahaman dan meningkatkan kohesi tim.

3. Pendekatan Manajemen Profesional

  Mengadakan kegiatan team building secara berkala untuk memperkuat hubungan antar anggota tim dan membangun kepercayaan.

4. Fasilitasi Komunikasi:
  Menggunakan alat komunikasi yang efektif dan platform kolaborasi untuk memastikan setiap anggota tim dapat berkomunikasi dengan baik.

SPIRITUALITAS


Spiritualitas dalam konteks teamwork adalah kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil. Ini berarti mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dalam budaya kerja dan memastikan bahwa tujuan pekerjaan selalu selaras dengan kehendak Allah.

Menyangkut pentingnya spiritualitas dalam meraih kesuksesan ini telah diuraikan oleh Allah SWT. Dalam sejumlah firman-nya demikian pula dengan Sabda Rasulullah SAW. Diantaranya :


    "إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ" (QS. Al-Ankabut: 45)
       "Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya) dari ibadah-ibadah yang lain. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Demikian pula dengan Sabda Rasullullah SAW.
     "مَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ، وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ" (HR. Tirmidzi)
      "Barangsiapa yang akhirat menjadi tujuannya, maka Allah akan menjadikan kekayaannya di hatinya, mengumpulkan urusannya, dan dunia akan mendatanginya dengan hina."


1. Ibadah dan Doa Bersama:
  Mengadakan sesi ibadah dan doa bersama untuk memperkuat spiritualitas dan kekompakan tim.

2. Mengintegrasikan Nilai-Nilai Islam:
  Memastikan bahwa setiap keputusan dan tindakan dalam tim selaras dengan nilai-nilai Islam dan bertujuan untuk mencari ridha Allah.

3. Pendekatan Manajemen Profesional

A.Kepemimpinan yang Berbasis Nilai:
  Menerapkan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada nilai-nilai spiritual, di mana pemimpin memberikan contoh teladan dalam akhlak dan ibadah.

B.Program Pengembangan Spiritual:
  Mengadakan program pelatihan dan pengembangan yang fokus pada peningkatan spiritualitas anggota tim, seperti kajian Islam, retreat spiritual, dan lain-lain.

Integrasi Soliditas, Solidaritas, dan Spiritualitas dalam Teamwork

1. Keselarasan dan Keseimbangan

Untuk mencapai sukses yang sejati dalam teamwork, ketiga aspek ini harus terintegrasi dan seimbang. 

2. Soliditas Pribadi:

Anggota tim yang memiliki karakter kuat dan integritas akan memastikan bahwa setiap tugas diselesaikan dengan baik dan profesional.

3. Solidaritas Sosial:

Rasa kebersamaan dan kerjasama yang kuat akan memastikan tim bekerja harmonis dan efektif dalam mencapai tujuan bersama.

4. Spiritualitas yang Mendalam:

Kesadaran spiritual akan membawa tujuan yang lebih tinggi dalam setiap tindakan, memastikan bahwa pekerjaan yang dilakukan bukan hanya untuk dunia tetapi juga untuk akhirat.

Contoh Teladan

1. Nabi Muhammad SAW:
     Nabi Muhammad adalah teladan sempurna dalam mengintegrasikan soliditas, solidaritas, dan spiritualitas dalam setiap aspek kehidupannya, termasuk dalam memimpin umat. Beliau menunjukkan bagaimana menjadi pemimpin yang adil, jujur, Istiqamah ,penuh kasih sayang, berpandangan jauh kedepan, dan selalu mengutamakan kehendak Allah.serta berbagai sifat-sifat positif 

2. Para Sahabat:
  - Para sahabat Nabi juga menunjukkan bagaimana ketiga aspek ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kerjasama mereka. Misalnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq yang terkenal dengan kejujuran (soliditas), kedermawanannya (solidaritas), dan ketakwaannya (spiritualitas).

Problem dan Solusi dalam Teamwork Perspektif Islam dan Manajemen Profesional

a. Problem Soliditas:

* Kurangnya Konsistensi dan Disiplin:*

  Meningkatkan pelatihan dan mentoring untuk membangun karakter yang kuat dan disiplin dalam tim. Mengimplementasikan SOP yang jelas dan melakukan evaluasi kinerja secara berkala.

b. Problem Solidaritas:

Kurangnya Kepedulian dan Kerjasama:
 
Meningkatkan pelatihan dan mentoring untuk membangun karakter yang kuat dan disiplin dalam tim. Mengimplementasikan SOP yang jelas dan melakukan evaluasi kinerja secara berkala.
  Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT. Didalam Al-Qur'an:

       "يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ. كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ" (QS. As-Saff: 2-3)
       "Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat."

Demikian pula didalam Hadits Rasulullwh SAW.:
      "مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا" (HR. Muslim)
       "Barangsiapa yang menipu kami, maka dia bukan dari golongan kami."


  Demikian halnya dengan sejumlah sahabat Nabi , diantaranya Umar bin Khattab yang telah m nyatakan :
"Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab, dan timbanglah dirimu sebelum kamu ditimbang."

  Ulama besar Imam Al-Ghazali: juga telah.membwrikan pesan menyangkut hal ini , diantaranya:

"العلم بلا عمل جنون والعمل بلا علم لا يكون"

"Ilmu tanpa amal adalah gila, dan amal tanpa ilmu adalah  sia-sia.”

c. Problem Spiritualitas:

Kelemahan Iman dan Kekeringan Spiritual:

Meningkatkan kualitas ibadah, memperbanyak dzikir dan doa, serta mengikuti majelis-majelis ilmu yang memperdalam pemahaman agama. 

 

Jumat, 12 September 2025

Langkah-langkah meningkatkan semangat dalam berjuang dan berdakwah

 


1. Luruskan Niat


Saudara-saudaraku, dakwah ini bukan untuk mencari nama, bukan untuk tepuk tangan manusia, tetapi murni karena Allah.

Allah berfirman:


> “Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya…” (QS. Al-Bayyinah: 5).


Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:


> “Ikhlas adalah ruh amal, dan amal tanpa ikhlas ibarat jasad tanpa ruh.”


Maka jangan pernah lelah, karena yang kita cari hanyalah ridha Allah!


2. Perkuat Iman dan Ilmu


Rasulullah ﷺ bersabda:


> “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, Allah akan memahamkan dia dalam agama.” (HR. Bukhari-Muslim).


Hasan al-Bashri menegaskan:


> “Barang siapa beramal tanpa ilmu, kerusakannya lebih besar daripada kebaikannya.”


Aktivis dakwah tidak cukup semangat, tapi harus berilmu. Semangat tanpa ilmu akan padam, tapi ilmu dengan iman akan membakar semangat sepanjang zaman!


3. Bersabarlah Seperti Para Nabi


Allah memerintahkan:


> “Maka bersabarlah engkau sebagaimana kesabaran ulul azmi dari para rasul…” (QS. Al-Ahqaf: 35).


Imam Ahmad berkata:


> “Dakwah ini tidak akan tegak kecuali dengan kesabaran, meski pengikutmu sedikit.”


Ingat, jalan dakwah adalah jalan panjang, penuh ujian, penuh air mata. Tapi justru di situlah letak kemuliaannya.


4. Jaga Ruhiyah dengan Ibadah


Saudaraku, jangan sampai engkau sibuk berdakwah lalu melupakan Allah. Sumber kekuatan kita bukan retorika, bukan organisasi, tapi hubungan kita dengan Allah.


Rasulullah ﷺ bersabda:


> “Amal yang paling dicintai Allah adalah yang kontinu meskipun sedikit.” (HR. Bukhari-Muslim).


Ibn Taimiyyah berkata:


> “Kekuatan seorang dai ada pada shalat malam dan tilawah Qur’an.”


Maka jangan tinggalkan qiyamul lail, dzikir, doa, dan tilawah. Itulah bensin semangatmu!


5. Berjamaah dan Bersinergi


Umar bin Khathab r.a. berkata:


> “Tidak ada Islam kecuali dengan jamaah, tidak ada jamaah kecuali dengan kepemimpinan, dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan.”


Jangan berdakwah sendirian, karena singa pun akan binasa bila terpisah dari kawanannya. Bersama jamaah, kita lebih kuat, lebih kokoh, dan lebih tahan uji.


6. Hiasi dengan Akhlak Mulia


Allah memerintahkan:


> “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik…” (QS. An-Nahl: 125).


Imam Malik berkata:


> “Dakwah tanpa akhlak adalah fitnah bagi agama.”


Maka lembutlah dalam tutur kata, sabarlah dalam menasihati, dan indahkanlah dakwah dengan akhlakmu. Karena sering kali manusia menerima Islam bukan karena ceramah kita, tapi karena akhlak kita.


7. Optimis dengan Janji Allah


Allah berfirman:


> “Janganlah kamu merasa lemah dan jangan bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang beriman.” (QS. Ali Imran: 139).


Ibnul Qayyim berkata:


> “Seorang dai harus yakin bahwa janji Allah pasti datang, meski ia tidak menyaksikannya dalam hidupnya.”


Jangan pernah pesimis, dakwah ini akan menang, walau butuh waktu panjang. Optimisme adalah bahan bakar para pejuang.


8. Turun ke Lapangan, Amalkan Ilmu


Rasulullah ﷺ bersabda:


> “Sampaikan dariku walau satu ayat.” (HR. Bukhari).


Imam Asy-Syafi’i berkata:


> “Ilmu tanpa amal seperti pohon tanpa buah.”


Maka jangan hanya duduk berteori, jangan hanya menulis status, tapi bergeraklah! Sapa manusia, ajak ke masjid, berikan bantuan, bimbing mereka. Dakwah adalah kerja nyata, bukan sekadar kata-kata.


Penutup Motivasi


Saudara-saudaraku, jalan dakwah ini panjang, penuh liku, penuh rintangan. Tapi di baliknya ada kemuliaan. Ingatlah pesan Hasan Al-Banna:


> “Kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang kita miliki.”


Maka jangan lelah, jangan mundur, tetaplah semangat! Karena setiap langkah kita di jalan ini adalah cahaya yang akan menerangi dunia dan menjadi saksi di hadapan Allah kelak.

Jumat, 05 September 2025

Stop Ceramah! Ini Cara Merangkul Generasi Z dan Milenial dalam Dakwah

 



Aktivitas ini bukan sekadar mengisi waktu, bukan pula hanya rutinitas tanpa arah. Aktivitas pertama adalah sentuhan awal yang bisa menanamkan kesan, membentuk ikatan, dan membuka jalan bagi tarbiyah yang berkelanjutan.


Kita berhadapan dengan generasi Z dan generasi milenial. Dua generasi yang kini mendominasi 65% wajah Asia dan Indonesia. Mereka adalah amanah besar, potensi sekaligus tantangan. Mereka berbeda dari generasi sebelumnya: lebih suka visual, lebih cepat bosan, haus akan pengalaman nyata, dan tidak mudah tersentuh dengan ceramah panjang. Mereka tidak ingin sekadar dinasihati; mereka ingin diajak berjalan, diajak merasakan, diajak mengalami.


Ikhwah fillah, pernah ada pengalaman menarik. Seorang anak SMA kelas 12, setelah mendengar ceramah panjang 30 menit, justru merasa jenuh. Besoknya ia berucap kapok, karena merasa sedang dinasihati layaknya ayahnya di rumah. Padahal yang ia butuhkan bukanlah kata-kata panjang, melainkan pengalaman sederhana yang membekas. Maka saat mereka diajak kegiatan ringan—makan bersama, outing ke pantai, atau sekadar bercakap hangat—mereka lebih merasa dekat dan terikat. Dari sana, pesan Islam dapat masuk perlahan, dengan cara yang lebih membumi.


Inilah pelajaran penting: di awal tarbiyah jangan bebani dengan materi yang berat. Cukup hadirkan aktivitas yang menyenangkan, permainan yang mendidik, diskusi ringan, atau sekadar ice breaking yang membuat mereka merasa nyaman. Sentuhan pertama adalah gerbang. Jika gerbang ini hangat, ramah, dan penuh keakraban, maka langkah-langkah setelahnya akan lebih mudah ditempuh.


Dakwah, saudara-saudaraku, bukan sekadar gaya. Dakwah bukan formalitas yang kaku. Dakwah adalah jalan yang hidup, aktif, dinamis, dan ekspansif. Kita menapakinya dengan tauhid sebagai pondasi, dengan cinta sebagai bekal, dengan orientasi hanya kepada Allah sebagai tujuan. Allah menuntun kita dengan firman-Nya dalam QS. Yusuf ayat 108:


قُلْ هَٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدْعُوا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى ۖ وَسُبْحَـٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ


Katakanlah (Muhammad), “Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin. Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.”


Ayat ini adalah cahaya bagi kita semua. Bahwa dakwah bukan sekadar mengajak, melainkan mengajak dengan bashirah—dengan ilmu yang kokoh, dengan pemahaman yang dalam, dengan kesabaran yang luas, dan dengan hati yang penuh kasih. Dakwah tidak boleh berhenti di retorika; ia harus hadir dalam teladan, dalam aktivitas, dalam cara kita berinteraksi dengan generasi muda.


Karena itu, kita perlu kreatif. Kita harus merancang aktivitas yang sesuai dengan dunia mereka. Kadang cukup dengan komunikasi ringan, memanggil mereka dengan sapaan akrab seperti “bro” atau “gue-loe,” agar mereka merasa kita hadir sebagai sahabat, bukan hanya guru. Kita bisa memulai dengan permainan sederhana, ice breaking yang membangkitkan tawa, atau diskusi tentang hal-hal ringan yang dekat dengan kehidupan mereka. Dari situ akan lahir ukhuwah, tumbuh kepercayaan, dan dakwah pun berjalan dengan alami.


Mentoring tidak harus selalu di ruang kelas. Sesekali bawa mereka ke taman, ke pantai, ke kafe, atau ke tempat yang nyaman. Islam tidak harus hadir dalam suasana kaku. Justru dengan ruang yang santai, pesan dakwah bisa lebih mudah menyentuh hati. Biarkan mereka bertanya, biarkan rasa penasaran muncul, lalu berikan jawaban dengan hikmah. Dengan cara ini, mereka akan datang kembali bukan karena dipaksa, melainkan karena rindu dan ingin tahu lebih banyak.


Ingatlah, generasi Z dan milenial sedang berada dalam fase ingin mencoba, ingin tahu, bahkan ingin melawan. Mereka cepat bosan, tapi mereka juga cepat terikat jika sudah merasa nyaman. Karena itu, tugas kita adalah sabar, menemani, dan mengarahkan. Kita harus lebih banyak mendengar daripada berbicara. Dengarkan cerita mereka tentang sekolah, pertemanan, bahkan tentang cinta dan pacaran. Dari situ kita bisa menyisipkan nilai Islam secara alami, tanpa menghakimi, tanpa memaksa.


Dakwah juga harus menghadirkan teladan nyata. Ceritakan kepada mereka kisah Mush‘ab bin Umair, pemuda yang tampan, kaya, terkenal, tetapi meninggalkan semua itu demi Islam. Atau kisah Ali bin Abi Thalib, pemuda pemberani yang mengorbankan dirinya demi Rasulullah. Dengan kisah-kisah itu, mereka akan melihat bahwa Islam bukan hanya tentang aturan, melainkan tentang perjuangan, keberanian, dan cinta yang sejati.


Dan jangan lupa, orientasi kita hanya satu: Allah. Kita tidak mencari pujian, tidak mencari popularitas. Amal dakwah kita adalah amal tauhid. Dasarnya adalah tauhid, muaranya adalah tauhid. Semua aktivitas mentoring, semua aktivitas tarbiyah, hanyalah wasilah untuk menguatkan hubungan mereka dengan Allah.


Generasi ini adalah calon pemimpin masa depan. Tahun 2050, umat Islam diprediksi menjadi mayoritas di muka bumi. Maka kita punya tanggung jawab menyiapkan mereka, agar mayoritas itu bukan hanya jumlah, tapi juga kualitas. Bukan hanya populasi, tapi juga kekuatan iman, ilmu, dan akhlak.


Maka mari kita isi mentoring ini dengan aktivitas yang penuh ruh, penuh cinta, dan penuh hikmah. Jadikan setiap pertemuan sebagai rumah yang hangat, tempat yang nyaman, dan ruang yang mendidik. Agar setiap anak muda yang hadir bisa berkata dalam hatinya: “Inilah tempatku. Inilah keluargaku. Inilah jalanku bersama Islam.”

Senin, 01 September 2025

YANG TEGAR DI JALAN DAKWAH

 



Cahyadi Takariawan 

Beberapa hari lalu saya bertemu seorang kader senior di Kabupaten Bogor. Ia sudah mengikuti forum pembinaan sejak sebelum era partai. 


Dirinya mengaku tidak pernah naik jenjang dalam proses pembinaan. Sejak awal mengaji sampai hari ini tetap berada di level yang sama. 


 Ia juga mengaku telah banyak berpindah-pindah murabbi. Namun kondisi itu tidak membuatnya bosan dan lemah dalam mengikuti pembinaan.


Ia menyatakan, dakwah itu bukan soal jenjang kekaderan. Bukan soal siapa yang menjadi pembina dalam mejelis UPA. Namun baginya, yang paling penting adalah soal konsistensi.


"Tidak peduli level berapa jenjang kekaderanmu. Tidak peduli siapa yang menjadi pembinamu. Tidak peduli seberapa sering berganti murabbi dan kelompok mengaji. Namun yang terpenting adalah seberapa konsisten kamu dalam menapaki jalan dakwah ini", ujarnya dengan mantap dan berapi-api.


Menyalaaaaa abangkuuuuh. Barakallahu fikum.