Rasulullah saw. dan generasi awal umat ini
benar-benar menyadari bahwa masyarakat paganis ekstrim dari keturunan Quraisy
–dan semua kelompok yang sejenis dengannya– tidak akan pernah membiarkan umat
Islam begitu saja memperoleh kebebasan beragama mereka di Kota Yatsrib, setelah
sebelumnya mereka diusir beramai-ramai dari Kota Makkah dan sekitarnya. Untuk
ini, umat Islam pun mempersiapkan segalanya. Di Kota Madinah mereka berlatih
agar mereka tidak lagi dilecehkan. Selain agar orang musyrikin maupun kabilah-kabilah
lainnya, sadar akan kekuatan Islam yang selama ini tersebunyi. Inilah yang
sekiranya dapat menggetarkan mereka sehingga mereka tidak menyerang umat Islam
di Kota Madinah. Lebih dari itu, hal ini agar masyarakat Quraisy paham bahwa
orang-orang Muhajirin yang selama ini lari dari tekanan penindasan bukanlah
pada posisi yang lemah dan hina. Namun kini mereka telah berubah menjadi satu
komunitas yang kuat yang mampu menggetarkan dan patut diperhitungkan.
Latihan dan Persiapan Berkala
Rasulullah saw. segera melatih para sahabatnya dan mengutus mereka untuk
melakukan pengintaian di sekitar Kota Madinah secara berkala. Tujuannya
adalah sebagai latihan, eksplorasi, dan persiapan peperangan. Beberapa tugas
yang pernah beliau delegasikan kepada para sahabat antara lain:
1. Pasukan yang dipimpin oleh
Hamzah bin ‘Abdul Muththalib. Mereka sebanyak 30 orang penunggang dari kalangan
Muhajirin. Mereka diutus hingga daerah Al-‘Iish di tepi laut.
2. Pasukan yang dipimpin oleh
‘Ubaidah bin Harits. Mereka sebanyak 60 orang penunggang dari kalangan
Muhajirin sampai ke daerah Raabigh.
3. Pasukan yang dipimpin oleh
Sa’d bin Abi Waqqash dengan kekuatan pengintai berjumlah 80 orang Muhajirin dan
bertugas sepanjang jalan yang menghubungkan Makkah dan Madinah.
4. Perang Wuddan. Pasukan di
bawah pimpinan Rasulullah saw. berjumlah 200 orang penunggang dan pejalan kaki
berjalan hingga daerah Wuddan. Pada peperangan ini Rasulullah saw. mengadakan
perjanjian dengan Bani Dhamrah. Salah satu tujuan peperangan ini adalah untuk
membangun sebuah aliansi dengan kabilah-kabilah yang selama ini menguasai jalur
yang menghubungkan antara Kota Makkah dan Madinah.
5. Perang ‘Usyairah. peperangan
dengan jumlah pasukan sebanyak 200 orang penunggang dan pejalan kaki di bawah
kepemimpinan Rasulullah saw. Tujuan dari peperangan ini adalah untuk
menunjukkan kekuatan kaum muslimin di hadapan orang-orang musyrikin serta
membangun kesepahaman dengan kabilah-kabilah yang terdapat di daerah jalur
perdagangan orang Quraisy di antara Kota Makkah dan Madinah.
6. Perang Buwaath. Peperangan
dengan jumlah pasukan sebanyak 200 orang penunggang dan pejalan kaki di bawah
kemimpinan Rasulullah saw. Tujuannya adalah untuk bisa sampai ke daerah Buwaath
dari sisi gunung Radhwa ke jalur perdagangan Quraisy di antara kota Makkah dan
Madinah, selain untuk menekan kegiatan perdagangan mereka.
7. Pasukan di bawah pimpinan
‘Abdullah bin Jahsy. Pengintaian berkekuatan delapan orang dari kalangan
Muhajirin. Bersama itu, ‘Abdullah membawa sepucuk surat dari Rasulullah saw.
Beliau berpesan untuk tidak membuka surat tersebut kecuali dua hari setelah
mereka melakukan perjalanan. Ketika surat itu dibuka, di dalamnya terdapat
tulisan, ”Jika engkau telah membaca surat ini, maka
teruslah berjalan hingga engkau sampai di sebuah pohon kurma yang terletak di
antara Makkah dan Thaif. Lalu perhatikan gerak-gerik orang Quraisy dan berikan
informasinya kepada kami.” Abdullah segera berangkat hingga
akhirnya ia sampai di sebuah pohon kurma. Sebuah kafilah Quraisy lewat dan langsung
di serang oleh kaum muslimin. Pada peperangan ini, orang-orang musyrikin yang
tewas antara lain ‘Amr bin Hadhrami, sementara kaum muslimin berhasil menawan
dua orang dari kalangan musyrikin, namun yang keempat berhasil melarikan diri.
8. Perang Badar Pertama. Prediksi
Rasulullah saw. dan para sahabat tentang kaum musyrikin benar-benar menjadi
sebuah kenyataan. Tak lama setelah beliau menetap di Kota Madinah, orang-orang
musyrikin di bawah pimpinan Karz bin Jabir Al-Fihry melakukan penyerangan terhadap
ladang pengembalaan hewan milik orang Madinah dan merampas beberapa ekor
unta dan kambing milik kaum muslimin. Rasulullah saw. pun segera bergerak untuk
mengusir agresor tersebut dan merebut kembali unta maupun kambing milik kaum
muslimin yang sempat mereka rampas. Pasukan perang kaum muslimin di bawah
pimpinan Rasulullah saw. ketika itu bergerak sampai ke daerah Wadi Sufyan, dekat dengan Badar.
Namun demikian mereka tidak dapat mengejar agresor musyrikin sehingga mereka
pun harus kembali tanpa ada peperangan.
Latar Belakang Perang Badar
Kubra
Perang Badar
yang meletus antar kaum muslimin dan orang-orang musyrik dipicu oleh beberapa
sebab, di antaranya:
1. Pengusiran Kaum Muslimin dari Kota Makkah Serta
Perampasan Harta Benda Mereka
Genderang perang terhadap kaum muslimin sebenarnya sudah ditabuh oleh
orang-orang musyrikin sejak Rasulullah saw. mengumandangkan risalah dakwah yang
ia bawa. Mereka menghalalkan darah kaum muslimin dan harta benda mereka di kota
Makkah, khususnya terhadap orang-orang Muhajirin. Mereka rampas rumah dan
kekayaan kaum Muhajirin. Orang islam pun melarikan diri dan menukarnya dengan
keridhoan Allah swt. Kita dapat melihat sendiri bagaimana orang kafir Quraisy
merampas dan menguasai harta benda Shuhaib sebagai imbalan diizinkannya ia
untuk berhijrah ke Madinah. Kita pun dapat menyaksikan bagaimana mereka
menduduki rumah-rumah dan peninggalan kaum muslimin yang ditinggal oleh
pemiliknya.
2. Penindasan Terhadap Umat Islam Hingga Kota Madinah
Apa yang dilakukan orang Quraisy terhadap umat Islam ternyata tidak hanya
ketika mereka berada di Kota Makkah. Di bahwa pimpinan Kurz bin Habbab
Al-Fihri, mereka memprovokasi kaum musyrikin lainnya untuk menyerang, menteror,
dan menguasai harta benda milik kaum muslimin yang ada di Kota Madinah (sebagaimana
yang terjadi pada Perang Badar Shughra). Oleh karena itu, sudah sewajarnya
apabila orang-orang musyrik menerima balasan atas semua permusuhan dan
penindasan mereka terhadap umat Islam selama ini. Mereka begitu sadar bahwa
banyak kepentingan dan hasil perdagangan mereka yang akan berpindah ke tangan
orang-orang Islam di sana, selain bahwa kini Islam telah memiliki pasukan dan
wilayah yang mampu memberikan perlawanan atas kewenang-wenangan, menegakkan
kebenaran dan menumbangkan kebatilan meskipun orang-orang yang berhati durjana
tidak menyukainya.
3. Memberi Pelajaran Kepada Quraisy dan Mengembalikan Harta Benda Milik
Umat Islam
Oleh karena itu, begitu Rasulullah saw. mendengar bahwa kafilah dagang
Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb dan ‘Amr bin Al-‘Ash bersama 40
orang bergerak dari Syam membawa harta orang-orang Quraisy yang keseluruhannya
mencapai seribu ekor unta, maka beliau pun segera mengajak kaum muslimin untuk
bergerak mendatanginya. Rasulullah saw. mengatakan, ”Ini adalah perdagangan
Quraisy. Maka keluarlah kalian, semoga Allah swt. akan memberikannya kepada
kalian.” Mendengar seruan ini, sebagian kaum muslimin menyambutnya sementara yang
lainnya merasa sedikit berat dengannya. Mereka menggangap bahwa ketika itu
Rasulullah saw. tidak bermaksud mengumandangkan sebuah peperangan. Karena
beliau mengatakan, ”Barangsiapa yang saat ini memiliki
tunggangan, maka hendaklah ia ikut bersama kami.” Beliau tidak menunggu sahabat yang
tunggangannya tidak ada pada saat itu.
Sekilas Sejarah Perang Badar
Ibnu Ishaq berkata, ”Rasulullah saw. pergi pada beberapa malam di bulan
Ramadhan bersama sahabat-sahabatnya.” Ibnu Hisyam berkata, ”Beliau pergi pada
hari Senin setelah delapan hari dari bulan Ramadhan. Beliau mengangkat ‘Amr bin
Ummi Maktum (dalam riwayat namanya adalah ‘Abdullah bin Ummi Maktum) untuk
menjadi imam di Madinah, dan mengangkat Abu Lubabah sebagai pemimpin sementara
kota Madinah.”
Jumlah pasukan kaum muslimin pada saat itu hanyalah 313 orang: 240-an orang
dari kalangan Anshor, sisanya dari kalangan Muhajirin. Mereka membawa 2 ekor
kuda dan 70 ekor unta. Sementara panji kaum muslimin di bawa oleh Mus’ab bin
‘Umair. Peristiwa Badar sendiri meletus pada hari Jumat pagi tanggal 17
Ramadhan.
Prediksi Abu Sufyan tentang Pasukan Islam
Waktu itu Abu Sufyan terkenal sebagai seorang yang begitu ambisius dan
cerdik. Ia selalu memperhitungkan segala macam kemungkinan dan resiko yang
dapat terjadi. Ia tahu benar apa yang telah dilakukan penduduk Quraisy terhadap
kaum muslimin selama ini. Ia pun begitu menyadari akan kekuatan umat islam yang
semakin hari semakin mengalami peningkatan dan perkembangan. Ia mengorek
informasi dari setiap rombongan orang yang ditemuinya sebagai bukti
kekhawatirannya atas perdagangannya berikut harta orang-orang Quraisy yang
dibawanya. Hingga akhirnya ia mendengar kabar dari beberapa orang yang
ditemuinya bahwa Nabi Muhammad telah memobilisasi sahabat-sahabatnya untuk
mencegat rombongan yang sedang membawa harta perdagangan. Mendengar hal ini, ia
pun segera berhati-hati dan mengambil jalur perjalanan yang lain seraya
mengirim utusan kepada penduduk Quraisy yang ada di Kota Makkah untuk meminta
bantuan.
Mobilisasi Suku Quraisy
Abu Sufyan menyewa Dhamdham bin ‘Amr Al-Ghifari agar segera menemui
orang-orang Quraisy dan memberitahu mereka situasi yang tengah terjadi. Ia pun
bergegas menunggangi untanya. Dengan berteriak ia berkata, ”Wahai orang-orang
Quraisy! Harta kalian bersama Abu Sufyan terancam oleh Muhammad dan
sahabat-sahabatnya. Kulihat kalian tidak akan memperolehnya. Tolonglah…
tolonglah!” Mendengar berita ini, fanatisme mereka pun berkobar. Mereka begitu khawatir
akan perdagangan mereka. Dengan cepat mereka bergerak. Semuanya pergi kecuali
Abu Lahab bin ‘Abdul Muththalib. Ia mengirim Al-‘Ash bin Hisyam bin Al-Mughirah
sebagai pengganti. Orang-orang Quraisy sepakat untuk bersama-sama pergi baik
dalam keadaan susah maupun lapang. Di depan barisan mereka terdapat biduan
wanita yang bernyanyi mendendangkan hinaan dan celaan bagi umat Islam.
“Dan (ingatlah) ketika setan memperindah
perbuatan-perbuatan mereka dan membisikkan bahwa tidak ada yang akan
mengalahkan kalian pada hari ini, dan aku akan benar-benar menjadi pelindung
kalian.”
Selamatlah Kafilah Dagang Quraisy
Abu Sufyan tidak hanya berpangku tangan menanti uluran bantuan dari
penduduk Quraisy. Ia curahkan segenap kepiawaian yang ia miliki agar mereka
tidak jatuh ke tangan kaum muslimin. Semua informansi dan peristiwa yang ada ia
kumpulkan dan dianalisis hingga akhirnya ia tahu kapan pasukan muslimin pergi
menghadang kafilah dagang mereka.
Diriwayatkan bahwa Abu Sufyan bertemu dengan Majdi bin ‘Amr dan bertanya
kepadanya, ”Apakah engkau berjumpa dengan seseorang?” Ia menjawab, ”Aku tidak
menjumpai seorang pun yang tidak kukenal kecuali dua orang penunggang unta yang
berhenti di bukit itu. Kemudian mereka mengambil air dan meletakkannya di
tempat air mereka lalu pergi.” Abu Sufyan mendatangi tempat tersebut dan
mengambil beberapa buah sisa kotoran hewan mereka. Lalu ia pisahkan dan di
dalamnya terdapat biji. Ia berkata, ”Demi Tuhan, ini adalah makanan hewan
penduduk Yatsrib (Madinah).” Ia pun akhirnya tahu bahwa kedua orang tersebut
tak lain adalah sahabat Nabi Muhammad saw. dan pasukan kaum muslimin ternyata
sudah begitu dekat dari tempat.” Abu Sufyan segera kembali ke tengah kafilah sambil
memukuli mukanya. Ia alihkan jalur perjalanan dari satu tempat ke tempat yang
lain, yaitu pesisir pantai demi menghindari daerah Badar menuju ke kiri
sehingga kafilah pun terselamatkan.
Sikap Keras Kepala Kaum Musyikin untuk Berperang
Pasukan musyrik Quraisy bergerak dengan penuh kesombongan di tengah
hamparan padang pasir, di antara sekian banyak kabilah Arab yang terdapat di
sepanjang jalur yang menghubungkan Kota Makkah dan Madinah diiringi nyanyian
biduan wanita. Mereka begitu
bangga dengan kekuatan dan pasukan yang ada. Mereka bermaksud hendak
menyelamatkan Abu Sufyan dan kafilah dagang dari tangan umat Islam. Namun
ternyata kafilah tersebut telah terselamatkan. Abu Sufyan sendiri yakin bahwa
ia telah berhasil menyelamatkan kafilah dagang mereka dari kepungan dan incaran
umat Islam. Ia pun mengirim pesan kepada pasukan Quraisy, ”Sesungguhnya kalian
keluar untuk melindungi perdagangan, orang-orang, dan harta benda kalian.
Mereka semuanya telah terselamatkan. Maka kembalilah!” Utusan Abu Sufyan pun
akhirnya bertemu dengan pasukan Quraisy di perjalanan. Ia sampaikan berita
selamatnya kafilah dagang mereka. Mendengar berita ini Abu Jahal berkata, ”Demi
Tuhan! Kita tidak akan kembali kecuali setelah sampai di Badar dan tinggal di
sana selama tiga hari. Kita akan memotong hewan sembelihan, memberi makan,
menuangkan khamr, dan mendengarkan lagu dari para biduan. Dan orang-orang Arab
pun akan mendengar ekspedisi dan perkumpulan kita ini sehingga mereka akan
senantiasa segan kepada kita untuk selama-lamanya.”
.
Rasulullah saw. keluar untuk mencegat
kafilah Quraisy yang membawa harta dagangan. Beliau benar-benar tidak
mengetahui keberadaan pasukan Quraisy yang sedang bergerak mendatanginya.
Beliau pun tinggal di luar kota Madinah, sambil mempersiapkan pasukan dan
mengembalikan mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk berperang.
Kekuatan Kaum Muslimin
Pasukan kaum muslimin di bawah kepemimpinan
Rasulullah saw. berjumlah 313 orang. Bersama mereka terdapat 2 ekor kuda, satu
milik Zubair bin ‘Awwam dan seekor lainnya milik Miqdad bin ‘Amr, serta 70 unta
yang mereka tunggangi secara bergantian.
‘Abdullah bin Mas’ud berkata, ”Ketika
Perang Badar, setiap tiga orang dari kami menungganngi seekor unta. Abu
Lubabah, ‘Ali, dan Rasulullah saw. bergantian menaiki unta. Ketika giliran
Rasulullah saw. untuk berjalan kaki, keduanya berkata, ‘Kami akan
menggantikanmu untuk berjalan kaki.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Kalian berdua
tidaklah sekuat diriku, dan aku tidak lebih membutuhkan pahala dari kalian
berdua.’“
Rasulullah saw. mempercayakan panji
berwarna putih kepada Mush’ab bin ‘Umair. Sementara di hadapan beliau sendiri terdapat dua buah bendera. Di sebelah
kanan beliau terdapat Zubair bin ‘Awwam dan di sebelah kiri terdapat Miqdad bin
Al-Aswad, serta di belakangnya terdapat Qais bin Abi Sha’sha’ah.
Kekuatan Kaum Musyrikin
Pasukan musyrikin berhasil memobilisasi 950 orang yang kebanyakan mereka
berasal dari Quraisy. Bersama mereka terdapat 200 ekor kuda dan unta dalam
jumlah yang sangat banyak sekali untuk mereka tunggangi sekaligus membawa
perbekalan dan makanan mereka selama di perjalanan.
Orang-orang musyrikin tidak memiliki seorang pemimpin umum. Hanya saja di
antara mereka terdapat dua orang terpandang, yaitu ‘Utbah bin Rabi’ah dan Abu
Jahal beserta sekian orang pemuka Quraisy lainnya.
Tahap Intelejin dan Pengintaian
Pasukan muslimin menyusuri jalur yang biasa dilalui oleh kafilah-kafilah
dagang yang terbentang di antara Badar dan Kota Madinah. Panjangnya sekitar 60
kilometer. Rasulullah saw. mengutus beberapa orang melakukan pengintaian untuk
kepentingan informasi dan keamanan dari kemungkinan serangan tiba-tiba yang
kiranya tidak dapat mereka tangani.
Tahap Pertama
Rasulullah saw. mengutus Basbas bin ‘Amr dan ‘Ady bin Abi Zaghba. Mereka
pun pergi hingga sampai ke wilayah Badar. Mereka singgah di sebuah bukit dekat
dengan sumber air. Lalu mereka mengambil air dan meletakkannya pada tempat air
kecil yang mereka bawa lalu meminumnya. Mereka berdua bertugas untuk
mengumpulkan informasi. Akhirnya ‘Ady dan Basbas mendengar dua orang anak
perempuan dari penduduk sekitar saling berselisih seputar air. Salah seorang
dari mereka berkata, ”Besok akan datang rombongan dan aku akan bekerja untuk
mereka kemudian aku akan mengganti hari yang seharusnya jadi milikmu.” Mereka
berdua kemudian memberitahukannya kepada Rasulullah saw. dan para sahabatnya
untuk memberikan analisis atas informasi tersebut.
Tahap Kedua
Kemudian Rasulullah saw. mengutus ‘Ali bin Abi Thalib r.a., Zubair bin
‘Awwam, dan Sa’d bin Abi Waqqash dalam satu regu untuk pergi ke sumber air di
Badar sambil mencari informasi. Mereka pun berhasil menawan beberapa orang
Quraisy yang bertugas untuk mengambil air. Beberapa dari mereka kemudian masuk
Islam, di antaranya budak Bani Hajjaj dan ‘Aridh Abu Yasar budak Bani ‘Ash bin
Sa’d. Mereka membawanya kepada Nabi untuk diinterogasi.
Rasulullah saw. menanyai keduanya. Mereka menjawab, ”Kami adalah milik
pasukan Quraisy dan kami tidak mengetahui apapun tentang Abu Sufyan.”
Rasulullah saw. kembali bertanya, ”Berapa jumlah mereka?” Keduanya menjawab,
”Banyak, kami tidak tahu berapa jumlahnya.” Rasulullah saw. melanjutkan,
”Berapa banyak unta yang mereka sembelih untuk dimakan?” Keduanya menjawab,
”Sembilan, dan hari lainnya sepuluh.” Rasulullah saw. berkata, ”Mereka sekitar
900 sampai 1.000 orang.”
Beliau melanjutkan pertanyaannya, ”Siapa saja pemuka Quraisy yang ikut
bersama mereka?” Keduanya menjawab, “’Utbah bin Rabi’ah, Syaibah, Abu
Al-Buhturi bin Hisyam, dan Hakim bin Hizam.” Keduanya lalu menyebutkan beberapa
orang pemuka Quraisy lainnya. Kemudian Rasulullah saw. berkata, ”Kota Makkah
ini telah melemparkan kepada kalian kepingan-kepingan hatinya.” Beliau
mengatakannya dengan maksud untuk meyakinkan dirinya sendiri.
Rasulullah Melakukan Pengintaian
Rasulullah saw. pergi bersama Abu Bakar untuk melakukan pengintaian dan
pengumpulan informasi. Beliau berjumpa dengan seorang badui yang sudah tua dan
bertanya kepadanya tentang perihal Quraisy, Muhammad serta para sahabatnya, dan
semua berita yang berhubungan dengan mereka. Orang tua itu pun menjawab, ”Aku
tidak akan memberitahu kalian sebelum kalian mengatakan siapa diri kalian
berdua?” Rasulullah saw. menjawab, ”Jika engkau memberitahu kepada kami
terlebih dahulu, maka kami pun akan mengatakannya kepadamu.” Orang tua itu
berkata, ”Atau itu dengan itu?” Rasulullah saw. menjawab, ”Ya.” Orang tua itu
berkata, ”Aku dengar bahwa Muhammad dan sahabatnya keluar pada hari fulan. Dan
kalau orang yang memberitahuku jujur, berarti hari ini mereka telah sampai di
tempat fulan (yaitu di tempat di mana Rasulullah saw. ketika itu berada). Dan
aku mendengar bahwa Quraisy keluar pada hari fulan. Dan kalau orang yang
memberitahuku jujur, berarti hari ini mereka telah sampai di tempat fulan
(yaitu tempat di mana pasukan Quraisy berada.)” Setelah selesai berbicara orang
tua itu pun bertanya, ”Dari mana kalian berdua?” Rasulullah saw. menjawab,
”Kami dari Maa` (air)” Kemudian ia pergi meninggalkannya. Orang tua itu kembali
bertanya, ”Apa itu Maa`? Apakah Maa` yang ada di Irak?”
Kaum Muslimin Menganalisis Informasi
Semua informasi yang diperoleh dari aktivitas intelejen menunjukkan bahwa
rombongan kafilah dagang telah selamat dan pasukan orang-orang musyriklah yang
kini berada di hadapan mereka. Pasukan Quraisy sekitar 900 hingga 1.000 orang.
Di antara mereka terdapat beberapa orang pemuka Quraisy. Jumlah mereka tidak
dapat disepelekan. Lalu
apakah yang harus dilakukan umat Islam di hadapan informasi-informasi seperti
ini?
Demikianlah kedua pasukan semakin berdekatan dan keduanya sama-sama tidak
mengetahui apakah yang akan terjadi di balik pertemuan yang menegangkan itu.
Itulah latar belakang meletusnya peperangan pertama di dalam sejarah Islam
telah Allah swt. susun sedemikan rupa. Sebuah peperangan antara kebenaran dan kebatilan. Allah swt. berfirman, ”Dan (ingatlah) ketika Allah menjanjikan kepada kalian salah satu
dari dua kelompok bahwa ia akan menjadi milik kalian. Kalian berharap bahwa
kelompok yang tidak memiliki kekuatanlah yang akan menjadi miliki kalian. Dan
Allah swt. ingin menegakkan yang haq dengan kalimatnya, dan memusnahkan
orang-orang yang kafir. Agar Ia menegakkan yang hak dan memusnahkan kebatilan
meskipun orang-orang berhati durjana tidak menyukainya.” (Al-Anfal:
7-8)
Syuro
Semua yang telah direncanakan kaum muslimin
akhirnya berubah. Hal-hal baru yang tak terduga sebelumnya tampak ke permukaan.
Oleh karenanya ada penyikapan yang harus dipelajari dengan mengacu kepada
beberapa hal berikut:
1. Tujuan pertama kaum muslimin
adalah untuk mencegat rombongan kafilah dagang, dan bukan untuk berperang.
2. Minimnya persiapan dan jumlah
kaum muslimin ketika itu.
3. Perjanjian yang mengikat
antara Rasulullah saw. dan kaum Anshor pada saat itu adalah memberikan
pertolongan di Kota Madinah, bukan di luar wilayah tersebut.
Hal-hal inilah yang sekiranya menuntut
seorang pemimpin untuk mendengar secara langsung masukan dari para pasukannya.
Oleh karena itu, Rasulullah saw. kemudian mengumpulkan orang-orang untuk
bermusyawarah.
Beliau berkata, ”Wahai sekalian orang,
berikanlah pendapat kepadaku!” Abu Bakar pun berdiri. Kemudian ia berbicara dan
memberikan masukan yang baik kemudian. Kemudian ‘Umar berdiri lalu berbicara
dan memberikan masukan yang baik. Kemudian Miqdad bin ‘Amr bangkit seraya
berkata, ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami benar-benar telah beriman
kepadamu. Maka laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu dan kami
akan bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa
yang telah dikatakan oleh para pengikut Musa kepadanya, ’Pergilah engkau bersama Tuhanmu! Dan berperanglah kalian berdua. Kami akan duduk menunggu di sini.’
Namun kami akan mengatakan, ’pergilah engkau bersama Tuhanmu dan
berperanglah kalian berdua. Sesungguhnya kami akan berperang bersama kalian.’
Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau pergi
bersama kami ke wilayah Barkil Ghimaad (di ujung Yaman), niscaya kami akan
berperang bersamamu menghadapi orang yang menghalangimu hingga engkau sampai ke
sana.”
Lalu Rasulullah saw. berkata kepadanya
dengan perkataan yang baik serta mendoakannya. Kemudian beliau kembali meminta,
”Wahai sekalian orang, berikanlah masukan kepadaku!” seakan-akan beliau
memintanya dari kalangan Anshor. Ia
ingin mendengar pendapat mereka tentang apa yang sedang dihadapainya saat itu.
Sa’d bin Mu’adz berdiri dan berkata, ”Demi Allah, wahai Rasulullah, sepertinya
engkau menginginkan kami?” Rasulullah saw. menjawab, ”Tepat.” Sa’d berkata,
”Kami benar-benar telah beriman kepadamu, kami membenarkanmu dan bersaksi bahwa
engkau membawa kebenaran. Kami
berikan untuk semua itu janji dan kesetiaan kami untuk mendengar dan taat. Maka
laksanakanlah apa yang engkau mau. Dan kami akan bersamamu. Demi Tuhan yang
telah mengutusmu dengan kebenaran, seandainya saja di hadapan kami terdapat
lautan, niscaya kami akan menyelaminya bersamamu. Tak seorang pun dari kami
yang akan tinggal. Kami tidak enggan untuk bertemu musuh esok hari. Kami adalah
kaum yang sabar dalam berperang dan menetapi ketika bertemu musuh. Semoga Allah
memperlihatkan kepadamu dari kami apa yang dapat menenangkan pandanganmu. Maka
pergilah dengan penuh keberkahan dari Allah!”
Rasulullah saw. pun merasa gembira. Lalu beliau berkata, ”Pergilah kalian dengan penuh keberkahan dari Allah dan
berbahagialah karena sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu
dari kedua rombongan tersebut. Demi Allah, seakan-akan sekarang aku sedang
melihat kematian mereka.”
Syuro Seputara Tempat dan Posisi Pasukan
Ketika Rasulullah saw. hendak bergerak menghadapi pasukan musyrikin dan
mendirikan kemah di hadapannya serta mengambil posisi sebagai persiapan sebelum
perang, beliau masih terus mendengarkan saran dari para sahabatnya. Hubbab bin
Mundzir bin Jamuh berkata, ”Wahai Rasulullah, apakah tempat ini adalah wahyu
yang Allah turunkan sehingga kami tidak punya hak untuk bergeser maju ataupun
mundur. Ataukah ini hanyalah pendapat pribadi, dan peperangan adalah tipu daya
dan strategi?” Rasulullah saw. menjawab, ”Tidak. Ini hanyalah pendapat pribadi,
dan peperangan adalah tipu daya dan strategi.” Hubbab kembali berkata, ”Wahai
Rasulullah, ini bukanlah lokasi yang tepat. Pergilah bersama beberapa orang hingga kita sampai
lebih dekat dengan sumber air, lalu kita singgah di sana. Kemudian kita gali
beberapa sumur dan sebuah kolam, lalu kita isi air. kemudian kita perangi
mereka. Sehingga kita dapat minum dan mereka tidak.” Rasulullah saw. berkata,
”Engkau benar-benar telah memberikan pendapatmu.”
Rasulullah saw. segera bangkit beserta beberapa orang sahabatnya. Ia pun
pergi hingga mendekati sumber air suatu penduduk dan singgah di sana. Lalu
beliau memerintahkan sahabatnya untuk membuat sumur dan sebuah kolam besar pada
sumur tempat ia singgah serta mengisinya dengan air. Kemudian mereka lemparkan
ke dalamnya tempat air. Mereka pun akhirnya mendapatkan sumber air, sementara
kaum musyrikin tidak mendapatkannya. Sekelompok orang musyrikin datang sambil
menahan perih karena kehausan. Mereka ingin mengambil air dan meminumnya.
Seluruhnya terbunuh pada saat Perang Badar, kecuali Hakim bin Hizam yang sempat
masuk Islam setelah itu. Ia begitu bersyukur kepada Allah swy. atas keselamatan
dirinya pada saat Perang Badar. Karena kalau tidak, niscaya saat itu ia mati
dalam keadaan kafir.
Allah swt. Ingin Memenangkan Kebenaran
Tidak diragukan lagi bahwa pertempuran antara pasukan muslimin dan
musyrikin akan menjadi sebuah pertempuran yang sangat dahsyat. Karena
orang-orang Quraiys dengan kesombongannya ingin memanfaatkan kesempatan ini
untuk membinasakan Rasulullah saw. dan sahabat-sahabatnya sehingga hukum
paganisme menjadi satu-satunya aturan hukum yang berlaku. Namun demikian, Allah
swt. menginginkan agar kekuatan kaum muslimin yang telah dibangun di Kota
Madinah dan dilatih sedemikian rupa sehingga berhasil melahirkan
pasukan-pasukan yang kokoh mampu mengepakkan debu di medan perang, setelah
selama lima belas tahun berada di bawah tekanan penindasan dan kelaliman serta
membela akidah dan dakwah yang mereka bawa.
Oleh karenanya, terlihat kemudian bahwa pertemuan antara keduanya
benar-benar akan menyisakan kepahitan dan keperihan yang teramat sangat. Namun
di balik semua ini, Allah swt. ingin menghancurkan kekuatan pendukung kebatilan
dan meninggikan kebenaran dan para pembelanya.
”Dan (ingatlah)
ketika Allah swt. menjanjikan kepada kalian salah satu dari dua kelompok bahwa
ia akan menjadi milik kalian. Kalian berharap bahwa kelompok yang tidak
memiliki kekuatanlah yang akan menjadi miliki kalian. Dan Allah swt. ingin
menegakkan yang haq dengan kalimatnya, dan memusnahkan orang-orang yang kafir.
Agar Ia menegakkan yang hak dan memusnahkan kebatilan meskipun orang-orang
berhati durjana tidak menyukainya.”
“(yaitu hari) ketika kalian berada di pinggir
lembah yang dekat, sementara mereka berada di lembah yang jauh sedang kafilah
itu berada di bawah kalian. Sekiranya kalian mengadakan persetujuan (untuk
menentukan hari pertempuran), nicaya kalian akan berselisih pendapat dalam
menentukannya. Akantetapi (Allah mempertemukan kedua pasukan itu) agar Ia
melakukan suatu urusan yang harus dilaksanakan. Yaitu agar orang yang binasa
itu akan mendapatkan kebinasaannya atas dasar keterangan yang jelas dan agar
orang yang hidup itu mendapatkan kehidupannya atas dasar keteranan yang jelas.
Dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
“(Yaitu) ketika Allah menampakkan mereka
di dalam mimpimu (dalam jumlah yang) sedikit. Dan sekiranya Allah memperlihatkan mereka
kepadamu (dalam jumlah yang) banyak, tentu saja kamu menjadi gentar dan
berbantah-bantahan dalam hal tersebut. Akantetapi Allah telah menyelamatkamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala yang apa yang terdapat di dalam hati.
Dan ketika Allah menampakkan mereka kepada kalian, seketika itu kalian berjumpa
dengan mereka dalam jumlah yang sedikit di hadapan matamu. Sementara Allah
menampakkanmu dalam jumlah yang sedikit di mata mereka. Karena Allah hendak
melakukan satu urusan yang harus dilaksanakan. Dan hanya kepada Allah lah
segala urusan dikembalikan”
Sebelum Peperangan
Rasulullah
saw. dan para sahabat begitu bersemangat. Mereka memilih tempat yang tepat di
arena peperangan. Mereka mendirikan sebuah podium sebagai tempat untuk pemimpin
yang dijaga dengan ketat. Barisan pasukan mulai di atur dan kalimat “Ahad…
Ahad…” dipilih sebagai bahasa sandi di antara sesama muslim. Hal ini untuk
menghindari kesemerawutan, dimana pasukan muslim menghantam saudaranya sendiri
ketika perang sedang berkecamuk. Rasulullah saw. memerintahkan pasukannya untuk
tidak memulai penyerangan kecuali setelah mendapatkan perintah. Hal ini agar
mereka tidak terpancing oleh orang musyrikin untuk berperang tanpa hasil.
Rasulullah saw. berpesan, “Jika mereka menyerang kalian, maka lemparlah mereka
dengan anak panah. Jangan kalian bergerak menyerang mereka sampai aku
mengizinkannya.”
Demikianlah
Rasulullah saw. mempersiapkan segalanya dengan sangat matang. Beliau letakkan
segala sesuatunya sesui dengan tempat yang seharusnya. Beliau tidak menyisakan
celah untuk hal yang sifatnya tiba-tiba tanpa terencana. Kemudian beliau
bertawakkal menyerahkan semuanya kepada Allah swt. setelah berupaya secara optimal
sebatas kemampuannya sebagai manusia.
Lawan Tanding
Kedua
pasukan pun akhirnya saling berhadapan. Fanatisme jahiliah begitu tampak jelas
pada pada diri orang-orang musyrik. Setiap orang ingin memperlihatkan kedudukan
dan keberaniannya. Muncullah kemudian Al-Aswad bin ‘Abdul Asad Al-Makhzumi. Ia
dikenal sebagai seorang yang sangat sadis dan biadab. Dengan nada tinggi ia
menantang, “Aku berjanji kepada Tuhan bahwa aku akan meminum dari kolam mereka
(yaitu kolam yang dibikin oleh orang-orang muslim), atau aku akan
menghancurkannya, atau aku akan mati karenanya.” Ia pun menyerang kolam
tersebut. Hamzah bin ‘Abdul Muththalib segera bergerak. Ia ayunkan pedangnya
hingga menebas setengah dari kaki bagian bawahnya sebelum ia sempat sampai ke
kolam tersebut. Namun demi keangkuhan sumpahnya ia merayap. Hamzah pun langsung
menenggelamkannya di dalam kolam. ‘Utbah bin Rabi’ah terpancing emosinya. Ia
ingin menunjukkan keberaniannya. Tampil pula bersamnya saudaranya, Syaibah dan
anaknya Walid. Ia pun menantang untuk berduel. Tiga orang pemuda dari kalangan
Anshar gugur di hadapan mereka. Rasulullah saw. pun kembali menjawab tantangan
mereka. Maka majulah ‘Ubaidah bin Al-Harits, Hamzah bin ‘Abdul Muththalib, dan
‘Ali bin Abi Thalib, kesemuanya adalah dari keluarga Rasulullah saw. Beliau
mengutamakan kemampuan mereka atas dasar keberanian dan pengalaman mereka dalam
berperang sudah sangat masyhur. Dengan izin Allah swt. pula akhirnya mereka
berhasil mengalahkan orang-orang Quraisy. Semangat kaum muslimin kembali
terdongkrak dan kekuatan orang-orang kafir pun mulai berjatuhan.
‘Ubaidah
(prajurit yang paling muda) berhadapan dengan ‘Utbah, Hamzah berhadapan dengan
Syaibah, sementara ‘Ali berhadapan dengan Walid bin ‘Utbah.
Hamzah tidak
mengulur-ulur waktu untuk membunuh Syaibah. Demikian pula halnya yang dilakukan
oleh ‘Ali terhadap Walid. Berbeda dengan ‘Ubaidah, baik ia maupun ‘Utbah
sama-sama terluka. ‘Ali dan Hamzah pun segera mengayunkan pedang mereka hingga
‘Utbah tersungkur mati. Lalu keduanya membawa ‘Ubaidah ke perkemahan pasukan
untuk diobati. Peristiwa ini merupakan satu awal yang baik bagi kaum muslimin
sekaligus bencana bagi orang-orang musyrikin. Awal yang memilukan ini
benar-benar telah membuat mereka berang. Mereka mencoba memancing emosi kaum
muslimin, namun umat Islam kala itu mampu menahan diri hingga datang perintah
dari Rasulullah saw. untuk melakukan penyerangan.
Rasulullah saw. Bermunajat Kepada Allah swt.
Pada saat
kritis sudah seharusnya seorang hamba kembali dan berlindung kepada Allah swt.
Mereka harus benar-benar memurnikan niat dan meluruskan tujuan serta
menundukkan hati agar Allah swt. berkenan memecah kesukaran dan menganugarahkan
kemenangan. Oleh karena itu, di tempat peristirahatannya Rasulullah saw.
menghadapkan wajah ke kiblat sambil mengangkat kedua tangannya ke langit.
Rasulullah saw. pun berdoa memohon kepada Tuhannya, “Ya Allah, orang-orang
Quraisy telah datang dengan kesombongannya. Mereka ingin mendustakan Rasul-Mu.
Ya Allah, aku bermunajat memohon janji-Mu. Ya Allah, tunaikanlah apa yang telah
menjadi ketetapanMu. Ya Allah, berikanlah apa yang telah Engkau janjikan
kepadaku. Ya Allah, jika kelompok yang kecil dari umat ini binasa sekarang,
maka Engkau tidak akan disembah di muka bumi ini.”[1]
Demikianlah
beliau terus bermunajat memohon kepada Allah swt. sambil mengangkat kedua
tangannya sampai sorbannya jatuh dari atas pundaknya. Abu Bakar pun
mendatanginya dan meletakkan sorban itu pada kedua pundaknya. Lalu ia berkata
dari belakangnya, “Wahai Rasulullah, cukuplah apa yang telah kau minta kepada
Tuhanmu karena sesungguhnya Ia akan memberikan apa yang telah dijanjikannya
kepada-Mu.” Namun Rasulullah saw. tidak berhenti berdoa kecuali setelah Allah
swt. menurunkan firman-Nya, “Ingatlah ketika kalian memohon pertolongan
kepada Tuhan kalian. Maka Ia pun mengabulkannya bagi kalian. Sesungguhnya Aku
benar-benar membantu kalian dengan seribu malaikat yang berada di belakang. Dan
Allah tidaklah menjadikan hal tersebut kecuali sebagai sebuah kabar gembira dan
agar hati-hati kalian bisa tenang dengannya. Dan tidaklah kemenangan itu
kecuali hanya datang dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”[2]
Kemudian
Rasulullah saw. berkata, “Bergembiralah, wahai Abu Bakar, pasukan itu akan
dilumatkan dan lari ke belakang. Bergembiralah karena pertolongan Allah swt.
telah datang. Ini Jibril memegang kendali kuda dan menungganginya. Pada giginya
terdapat debu.”[3]
Rasulullah saw. Memobilisasi Semangat Pasukan Untuk Bertempur
Meskipun
Allah swt. telah menjamin kemenangan bagi dirinya, namun Rasulullah saw. tidak
tinggal diam menunggu pertolongan dari langit. Karena beliau benar-benar sadar
bahwa kemenangan tidak akan datang kecuali dengan mengikuti semua perintah dan
ketentuan Allah swt., persiapan yang matang dan kejujuran hati. Karena sesungguhnya
Allah swt. tidak akan mengubah apa yang sedang menimpa sebuah kaum hingga
mereka berupaya untuk mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Oleh
karenanya, harus ada satu upaya keras dan pengorbanan yang berlipat hingga kaum
muslimin memang benar-benar berhak mendapatkan pertolongan dan kemenangan
tersebut.
Untuk itu,
Rasulullah saw. pun turun ke tengah-tengah barisan pasukan dan memberikan
khutbah (orasi) militer sebelum peperangan dimulai, untuk menumbuhkan optimisme
dan menguatkan hati mereka.
“Demi zat
yang jiwaku berada di antara kedua tangan-Nya. Tidaklah seseorang memerangi
mereka pada hari ini, kemudian ia terbunuh dengan penuh kesabaran dan mengharap
keridhaan dari Allah, maju dan tidak lari dari peperangan, niscaya Allah akan
memasukkannya ke dalam surga. Bangkitlah kalian menuju surga yang luasnya
seluas lapisan langit dan bumi!” ‘Umair bin Himam Al-Anshari berkata, “Wahai
Rasulullah, surga yang luasnya seluas lapisan langit dan bumi?” Rasulullah
saw. menjawab, “Ya.” ‘Umair menimpali, “Bakh… bakh… (aku ridho…
aku ridho).” Rasulullah saw. berkata, “Mengapa engkau mengatakan bakh?”
‘Umair menjawab, “Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah. Aku hanya berharap
agar aku akan menjadi penghuninya.” Rasulullah saw. menjawab, “Engkau
akan menjadi penghuninya.”[4]
Kemudian ‘Umair mengeluarkan beberapa buah kurma dari tempat anak panahnya yang
terbuat dari kulit. Ia pun mulai memakannya satu persatu, lalu berkata, “Seandainya
aku masih hidup hingga aku memakan seluruh kurma ini, tentu itu adalah
kehidupan yang sangat panjang sekali.” Kemudian ia pun melemparkan kurma-kurma
yang ada di tangannya dan berkata,
Berpacu menuju Allah tanpa perbekalan
Kecuali takwa dan amal untuk hari akhir
Serta bersabar di dalam jihad karena Allah
Semua perbekalan pasti akan habis, kecuali takwa,
kebaikan, dan keteguhan.
Peperangan
Faktor-faktor
turunnya kemenangan bagi kaum muslimin pun semakin matang dan sempurna, baik
itu persiapan strategis, rohani, maupun militer. Sementara orang-orang
musyrikin tidak mengetahui akan hal tersebut. Mereka pun tidak tahu taktik
berperang kaum muslimin yang baru. Sementara orang-orang musyrikin masih
menggunakan cara konvensional di dalam berperang, yaitu strategi “hit and
run” menyerang dan kemudian mundur ke belakang, menyerang ketika dalam
kondisi kuat, dan mundur ke belakang ketika kondisi mereka sudah mulai lemah.
Mereka berperang tanpa ada pengaturan strategi yang baik. Semuanya berdasarkan
atas fanatisme, kebencian, dan serba semerawut. Sementara itu, kaum muslimin
tetap diam sambil menembaki mereka dengan anak panah. Mereka tidak melakukan
penyerangan, menunggu perintah dari Rasulullah saw. Sehingga banyak pasukan
musyrikin yang tewas berjatuhan terkena anak panah kaum muslimin. Hal ini
pulalah yang membuat semangat mereka semakin lemah dipenuhi rasa takut. Ketika
itulah Rasulullah saw. turun di tengah-tengah pasukannya untuk melihat
persiapan terakhir mereka sebelum melakukan penyerangan, sekaligus untuk
memimpin sendiri peperangan tersebut. Kemudian beliau memerintahkan pasukannya
untuk bergerak maju menghadapi pasukan Quraisy. Mulailah hunusan pedang umat
Islam menebas satu persatu kepala orang-orang kafir yang selama ini melakukan
pembangkangan penuh kesombongan.
Umat Islam
benar-benar menunjukkan satu keberanian yang sangat luar biasa. Dan ketika
peperangan semakin memuncak hebat, Rasulullah saw. justru maju ke depan
barisan. ‘Ali bin Abi Thalib berkata, “Jika keadaan semakin genting dan
pandangan mata memerah, maka kami pun berlindung di dekat Rasulullah saw. Tak
seorang pun yang berani lebih dekat dengan musuh selain dirinya. Aku melihat
sendiri ketika Perang Badar kami berlindung di dekat Rasulullah saw. dan ketika
itu ia adalah orang yang paling dekat dengan musuh di antara kami.”
Sikap Heroik di Medan Perang
Sikap heroik
dan jiwa kepahlawanan di medan perang ternyata bukanlah monopoli
sahabat-sahabat senior dan pemimpin pasukan semata. Namun hal tersebut ternyata
juga menular kepada sahabat-sahabat yang masih belia yang memang belum memiliki
pengalaman perang sebelumnya. Bahkan jiwa heroik mereka setara dengan
keberanian pemimpin pasukan Quraisy, seorang yang benar-benar memiliki
kedudukan yang tinggi di tengah komunitas masyarakat mereka. Sebagai contoh Abu
Jahal, seorang yang sudah sangat kaya akan pengalaman berperang. Ialah sang
pemimpin pasukan yang ketika Perang Badar berputar mengelilingi pasukannya
sambil memprovokasi mereka, “Jangan pernah merasa lemah atas kematian ‘Utbah, Syaibah,
dan Walid. Karena sesungguhnya mereka terlalu tergesa-gesa. Demi Latta dan
‘Uzza, kita tidak akan kembali sebelum berhasil mencerai-beraikan mereka di
pegunungan. Aku tidak ingin melihat salah seorang kalian membunuh salah seorang
dari mereka. Namun habisi mereka sekaligus sehingga kalian dapat mengajarkan
kepada mereka arti buruknya perbuatan mereka yang telah meninggalkan kalian dan
keengganan mereka untuk menyembah Latta dan ‘Uzza.” Kemudian Abu Jahal membaca
sebuah syair:
Tidak sebuah peperangan yang keras merasa dendam
kepadaku
Mengorbankan dua tahun umurku masih dini
Untuk iniliha ibuku melahirkanku.
Kematian Abu Jahal
‘Abdurrahman
bin ‘Auf berkatan, “Ketika Perang Badar aku benar-benar berada di tengah
barisan. Tiba-tiba saja dari sisi kanan dan kiriku muncul dua orang pemuda yang
masih sangat belia sekali. Seakan-akan aku tidak yakin akan keberadaan mereka.
Aku berharap seandainya saat itu aku berada di antara tulang-tulang rusuk
mereka. Salah seorang dari mereka berkata kepadaku sambil berbisik, ‘Paman,
tunjukkan kepadaku mana Abu Jahal.’ Kukatakan kepadanya, ‘Anakku, apa yang akan
kau perbuat dengannya?’ Pemuda itu kembali berkata, ‘Aku mendengar bahwa ia
telah mencela Rasulullah. Aku pun berjanji kepada Allah seandainya aku
melihatnya niscaya aku akan membunuhnya atau aku yang akan mati di tangannya.’
Aku pun tercengang kaget dibuatnya. Lalu yang lainnya langsung memelukku dan
mengatakan hal yang sama kepadaku. Seketika itu aku melihat Abu Jahal berjalan
di tengah kerumunan orang. Aku berkata, ‘Tidakkah kalian lihat? Itulah orang
yang kalian tanyakan tadi.’ Mereka pun saling berlomba menghayunkan pedangnya
hingga keduanya berhasil membunuh Abu Jahal.”
Dalam salah
satu riwayat, ‘Abdurrahman bin ‘Auf berkata, “Aku akan merasa senang sekali
seandainya aku berada di antara mereka berdua. Maka kutunjukkan kepada mereka
yang mana Abu Jahal. Mereka pun meluncur layaknya dua ekor elang hingga mereka
berhasil membunuhnya.” Kedua pemuda belia itu adalah anak ‘Afraa. ‘Abdullah bin
Mas’ud mendapati Abu Jahal dengan sisa-sisa nafas terakhirnya. Kemudian ia pun
langsung membunuhnya. Anas bin Malik berkata, Rasulullah saw. pernah
mengatakan, “Siapa yang pernah melihat apa yang telah dilakukan oleh Abu
Jahal?” Ibnu Mas’ud menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.” Ia pun bergegas pergi.
Lalu ia menemukannya lemas di tangan kedua anak ‘Afra. Ibnu Mas’ud berkata,
“Aku pun menarik jenggotnya. Dan kukatakan, ‘engkau Abu Jahal!” Ia menimpali,
“Apakah di atas Abu Jahal ada laki-laki lain yang telah kalian bunuh?”[5]
kemudian ia pun membunuhnya lalu memberitahukannya kepada Rasulullah saw.
Tewasnya Pemuka Quraisy
Peperangan
Badar pun ternyata menyisakan kepahitan bagi para pemuka dan pembesar Quraisy
seperti ‘Utbah, (saudaranya) Syaibah, dan (anaknya) Walid. Demikian pula bagi
Abu Jahal, Jam’ah bin Al-Aswad, Nabih dan Munabbih, Umayyah bin Khalaf serta
Abu Al-Buhturi.
Terbunuhnya Umayyah bin Khalaf
Umayyah bin
Khalaf merupakan salah seorang pemuka Quraisy di Kota Makkah yang pernah
menyiksa Bilal dan orang-orang mukmin yang tinggal di sana. Peperangan Badar
benar-benar telah membuatnya kehilangan akal dan pikiran. Sampai-sampai ia
berteriak-teriak meminta pertolongan agar menyelematkan dirinya dari tengah
peperangan tersebut.
‘Abdurrahman
bin ‘Auf berkata, “Aku berpapasan dengan Umayyah bin Khalaf. Ia berdiri bersama
anaknya dengan penuh kebingungan. Waktu itu aku membawa beberapa buah baju besi
yang telah menjadi harta rampasan perangku. Ketika ia melihatku, ia pun
memanggilku.
“Wahai hamba
Tuhan!”
“Ya,”
jawabku.
“Apakah
engkau akan menjadikan kami berdua sebagai tawanan perang? Diriku lebih baik
dari baju-baju besi yang ada ditanganmu itu. Barangsiapa yang menawanku, maka
niscaya aku akan menebusnya dengan unta yang banyak susunya.”
‘Abdurrahman
berkata, “Kulemparkan baju besi itu dan kuraih tangan mereka berdua. Sementara
itu ia berkata, ‘aku tidak pernah melihat situasi seperti hari ini sebelumnya.‘
Kemudian ia berkata lagi, “Wahai ‘Abdullah, siapakah orang yang dikenal dengan
bulu yang lembut di dadanya?‘” ‘Abdurrahman berkata, “Kukatakan kepadanya,
‘Hamzah bin Abi Muththalib.” Lalu ia berkata, “Itulah orang yang telah
melakukan ini dan itu kepada kami.” ‘Abdurrahman berkata, “Demi Allah, aku akan
benar-benar membalas mereka berdua jika Bilal melihatnya bersamaku. Dialah yang
dulu menyiksa Bilal di Makkah karena ego jahiliah terhadap Islam. Ketika Bilal
melihatnya, ia pun berkata, “Pentolan orang kafir Umayyah bin Khalaf. Aku tidak
akan selamat jika ia selamat!” ‘Abdurrahman berkata, “Kukatakan, ‘wahai Bilal,
ia adalah tawananku.” Bilal kembali berkata, “Aku tidak selamat jika orang itu
masih juga selamat.” Kemudian dengan nada lantang ia berteriak, “Wahai
orang-orang Anshar, pentolan orang kafir adalah Umayyah bin Khalaf. Aku tidak
selamat jika orang itu masih juga selamat.” Orang-orang pun berkumpul
mengelilingi kami. Lalu aku ikut bersama mereka. Salah seorang mengayunkan
pedangnya ke kakinya hingga ia terjatuh. Umayyah berteriak histeris, sesuatu
yang belum pernah kudengar sebelumnya. ‘Abdurrahman berkata, “Kukatakan kepada
Umayyah, “Selamatkanlah dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi keselamatan
bagi dirimu! Demi Allah, aku tidak akan menolongmu sedikitpun.” Ia berkata,
“Orang-orang pun berkumpul dan menghajarnya dengan pedang-pedang mereka sampai
mereka membereskan keduanya.”
‘Adurrahman
berkata, “Semoga Allah swt. senantiasa merahmati Bilal, ia telah menyakitiku
dengan baju besi dan tawananku!!!” Demikianlah, barangsiapa yang berselisih dengan
Allah, maka ia pun akan kalah. Dan barangsiapa yang menantang Allah swt. dan
Rasul-Nya, maka ia akan menjadi orang-orang yang begitu terhina. Dan
barangsiapa yang bersikap semena-mena terhadap hamba-Nya, maka niscaya Ia akan
membalasnya dengan balasan yang setimpal. Ia jadikan dirinya sendiri sebagai
pelajaran dan tanda kekuasaan-Nya. Dan azab akhirat itu benar-benar lebih
menyakitkan dan lebih dahsyat.
“Dan Allah
Maha Menguasai urusan-Nya, namun kebanyakan orang tidak menyadarinya.”[6]
Selama
Perang Badar berlangsung terjadi satu pergolakan antara ikatan emosional dengan
akidah yang perjuangkan selama ini. Tidak sedikit kaum muslimin (demikian pula
Rasulullah saw.) yang harus mendapati keluarga mereka berada di tengah barisan
kaum musyrikin. Seseorang mungkin akan menemukan saudara, orang tua, paman,
atau bahkan menantunya. Antara akidah dan perasaan pun saling berhadap-hadapan.
Namun perasaan dan ikatan emosional harus lebur dan tunduk di hadapan akidah
dan keyakinan yang sudah tertanam begitu kuat. Demikianlah karakter seorang
mukmin adalah senantiasa komitmen dengan aturan-aturan Allah swt. semata.
“Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian jadikan bapak-bapak dan
saudara-saudara kalian sebagai wali jika ternyata mereka lebih mencintai
kekafiran daripada keimanan. Dan barang siapa di antara kalian yang menjadikan
mereka sebagai walinya maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”[1]
Sebagai
contoh Abu Hudzaifah bin ‘Utbah yang berada di barisan kaum muslimin sementara
orang tuanya ‘Utbah bin Rabi’ah berada di pihak orang musyrik. Abu Hudzaifah
mengajak ayahnya untuk memenuhi seruan kebenaran. Namun sang ayah yang sudah
begitu jauh terjebak di dalam kejahiliyahan tetap kukuh di dalam kesesatan
sampai akhirnya kesesatan tersebut mengantarkannya kepada ujung kehidupan yang
sangat buruk sekali. Ia tewas di tangan kaum muslimin di tengah peperangan.
Setelah kemenangan menjadi milik kaum muslimin, Rasulullah saw. pun
memerintahkan sahabatnya untuk memasukkan orang-orang musyrikin yang telah
tewas ke dalam kubangan besar.
Dan ketika
tubuh ‘Utbah bin Rabi’ah diangkat, beliau pun memandang ke arah Hudzaifah bin
‘Utbah. Beliau tampak berubah. Ia berkata kepadanya, “Wahai Hudzaifah, mungkin
di dalam hatimu terdapat sesuatu tentang apa yang telah menimpa orang tuamu?”
Hudzaifah menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah. Aku tidak ada keraguan sedikitpun
pada diriku tentang ayahku dan kematiannya. Namun aku tahu benar kelembutan,
pandangan, dan kelebihannya. Aku begitu berharap seandainya saja Allah
memberikan hidayah kepadanya. Dan ketika aku melihat apa yang telah menimpa
dirinya, aku pun teringat bagaimana ia mati dalam keadaan kafir setelah aku
berharap sebaliknya, hal itulah membuatku sedih.” Maka Rasulullah saw. pun
mendoakan dan menghiburnya dengan kata-katanya.
Bersama Para Tawanan
Pada
peperangan ini, kaum muslimin berhasil membunuh 70 orang dari kalangan
orang-orang musyrikin dan menahan sekitar 70 orang. Rasulullah saw.
memerintahkan untuk membunuh 2 orang tawanan karena permusuhan dan kebencian
mereka yang sudah di luar batas, selain mereka berdua adalah orang yang paling
banyak melakukan kelaliman. Status keduanya lebih sebagai penjahat perang,
bukan lagi sebagai tawanan perang. Karena selama ini mereka begitu berambisi
untuk berbuat makar kepada umat Islam dan menyiksa orang-orang yang lemah dari
kalangan mereka. Keduanya terkenal begitu menantang Allah swt. dan Rasul-Nya.
Sehingga jumlah tawanan tersisa 68 orang.
Rasulullah
saw. meminta pendapat para sahabatnya seputar apa yang akan mereka perbuat
terhadap tawanan perang tersebut. ‘Umar bin Khaththab berkata, “Wahai
Rasulullah, mereka telah mendustakan, memerangi, dan mengusirmu. Menurutku
sebaiknya kau izinkan aku untuk menebas leher fulan (yaitu kerabatnya sendiri).
Dan kau izinkan Hamzah untuk membunuh ‘Abbas, dan ‘Ali membunuh ‘Uqail.
Begitulah agar orang tahu bahwa tidak ada kecintaan sedikitpun di dalam hati
kami terhadap orang-orang yang musyrik. Aku melihat bahwa engkau tidak perlu
menjadikan mereka sebagai tawanan. Tebaslah semua leher mereka. Prajurit, para
pemimpin, dan pemuka mereka.” Usulan ini disetujui oleh Sa’d bin Mu’adz dan
‘Abdullah bin Rawahah.
Sementara
Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, mereka itu adalah kaum dan keluargamu
juga. Allah swt. telah menganugerahkan kemenangan kepadamu. Menurutku sebaiknya
engkau biarkan saja mereka sebagai tawanan dan kau minta dari mereka tebusan.
Sehingga tebusan tersebut dapat menjadi sumber kekuatan kita untuk menghadapi
orang-orang kafir. Dan semoga Allah swt. memberikan petunjuk-Nya kepada mereka
melalui dirimu sehingga mereka pun akan menjadi pembelamu.”
Akhirnya
Rasulullah saw. mengambil pendapat Abu Bakar. Beliau pun membagi-bagikan sisa
tawanan (68 orang) kepada sahabat-sahabatnya sambil berpesan, “Perlakukanlah
para tawanan itu dengan baik” kemudian beliau menerima tebusan dari para
tawanan tersebut. Orang kaya akan membayar satu orang tawanan sebesar sekitar
1.000 hingga 4.000 dirham. Sementara orang-orang miskin, sebagian mereka
dibebaskan begitu saja tanpa dimintai tebusan. Beliau pun menuntut dari para
tawanan yang memiliki ilmu untuk mengajarkan kepada anak-anak kaum muslimin
membaca dan menulis sebagai tebusan bagi diri mereka.
Keutamaan Ukhuwah Imaniah
Abu ‘Aziz
bin ‘Umair bin Hasyim, saudara Mush’ab bin ‘Umair, menjadi tawanan Abu Yusr
Al-Anshari. Suatu hari Abu ‘Aziz lewat dan bertemu dengan saudaranya Mush’ab.
Mush’ab pun berkata kepada Abu Yusr, “Tahanlah tanganmu dari tawananmu, karena
ibunya adalah seorang yang kaya. Ia akan menebusnya untukmu dengan harta yang
banyak. Abu ‘Aziz, saudaranya berkata, “Wahai saudaraku, ini adalah perlakuanmu
kepadaku?” Mush’ab berkata kepadanya, “Sesungguhnya ia (Abu Yusr) adalah
saudaraku selain dirimu.”
Dan ketika
tebusannya diminta, ibunya bertanya berapa tebusan terbesar yang diberikan
untuk membebaskan orang Quraisy. Maka dikatakan kepadanya 4.000 dirham. Wanita
itu pun mengirim 4.000 dirham dan menebus anaknya. Demikianlah bagaimana
ukhuwah imaniah ternyata lebih berharga dari sekedar jalinan persaudaraan yang
dibangun atas dasar pertalian darah dan keturunan. Karena ukhuwah imaniah
adalah persaudaraan yang dibangun di atas kebenaran dan di jalan Allah swt.
Menantu Rasulullah Menjadi Tawanan Perang
Abu ‘Ash bin
Rabi’ bin ‘Abdul ‘Uzza tertawan ketika Perang Badar. Ia adalah menantu
Rasulullah saw., suami dari putri beliau, Zainab. Abu ‘Ash merupakan orang
Makkah yang cukup diperhitungkan dari segi harga, kejujuran, dan
perdagangannya. Ibunya adalah Halah binti Khuwailid, saudara perempuan Khadijah
binti Khuwailid. Khadijahlah yang dulu meminta kepada Rasulullah saw. agar
menikahkan lelaki itu kepada putri beliau, Zainab. Khadijah sudah menganggapnya
seperti anak sendiri. Dan karena pertimbangan itulah Rasulullah saw. tidak
menolak permintaan istrinya tersebut. Hal ini terjadi sebelum beliau diangkat
menjadi seorang nabi.
Namun ketika
wahyu telah diturunkan kepada Rasulullah saw. dan orang-orang Quraisy pun mulia
memusuhinya, Abu Lahab berkata, “Buatlah Muhammad sibuk dengan dirinya sendiri,
dan ceraikanlah putri-putrinya dari suami-suami mereka.” Ia pun memerintahkan
putranya, ‘Utbah hingga akhirnya ia menceraikan putri Rasulullah saw. Ia juga
mendatangi Abu ‘Ash bin Rabi’dan memintanya untuk menceraikan Zainab.
“Ceraikanlah istrimu, setalah itu kami akan menikahkanmu dengan perempuan
Quraisy mana saja yang kau inginkan.” Abu ‘Ash menjawab, “Tidak, demi tuhan,
aku tidak akan menceraikannya. “Aku tidak ingin wanita Quraisy menggantikan
istriku.”
Rasulullah
saw. memuji sikapnya kala itu. Dan ketika penduduk Makkah membawa tebusan bagi
tawanan perang, Zainab pun membawa harta untuk menebus suaminya, Abu ‘Ash. Ia
membawa sebuah kalung yang dihadiahkan oleh ibunya, Khadijah, ketika ia menikah
dengan Abu ‘Ash. Ketika Rasulullah saw. melihatnya, hatinya pun langsung
terenyuh dalam. Beliau berkata, “Jika kalian bersedia untuk membebaskannya dan
mengembalikan barang miliknya, maka lakukanlah.” Sahabat menjawab, “Baiklah,
wahai Rasulullah.” Mereka pun membebaskan Abu ‘Ash dan mengembalikan kalung
milik Zainab. Hal ini beliau lakukan karena Abu ‘Ash membiarkan Zainab turut
berhijrah ke kota Madinah. Rasulullah saw. sendiri telah membebaskan beberapa
orang tawanan perang tanpa ada tebusan ataupun bayaran sedikitpun, mengingat
kondisi mereka yang menuntut untuk hal tersebut.
Hasil Perang Badar
Perang Badar
(dengan seluruh hasil yang ia torehkan bagi sejarah harakah Islamiah maupun
sejarah umat manusia seluruhnya) telah menjadi sebuah pelajaran yang sangat
jelas sekali bagi harakah Islamiah maupun bagi perjalanan sejarah ke depan.
Allah swt. menyebut hari itu dengan nama “yaumul furqan yaum iltaqa al-jam’an”
atau hari pembeda, hari dimana dua kekuatan bertemu. Peperangan ini sendiri
memberikan beberapa buah hasil penting antara lain:
1. Perang
Badar merupakan pembatas di antara dua ikatan dan menjadi pembeda antara yang
haq dan yang bathil. Kekuatan umat Islam semakin kuat sehingga dataran Arab pun
turut memperhitungkannya. Kebenaran muncul di permukaan dengan rambu-rambu
akidah dan prinsip-prinsip dasar yang dibawanya.
2.
Tergoncangnya kedudukan Quraisy di mata orang Arab serta kegalauan penduduk
Makkah di hadapan tamparan yang tak diduga tersebut.
3. Tampilnya
umat Islam sebagai sebuah kekuatan yang memiliki arti dan pengaruh. Hal ini
menyebabkan banyak kabilah yang tinggal di sepanjang jalur Makkah dan Syam
membuat perjanjian kesepakatan dengan mereka. Dengan demikian kaum muslimin
sudah berhasil menguasai jalur tersebut.
4. Sebelum
Perang Badar meletus, kaum muslimin mengkhawatirkan keberadaan orang-orang non
muslim yang tinggal di kota Madinah. Namun setelah mereka kembali ternyata
kenyataannya justru sebaliknya.
5. Semakin
bertambahnya kebencian orang-orang Yahudi terhadap umat Islam. Sebagian mereka
mulai menunjukkan permusuhannya secara terang-terangan. Sementara yang lainnya
menjadi agen yang membawa berita seputar perihal kaum muslimin kepada
orang-orang Quraisy serta memprovokasi mereka untuk menyerang umat Islam.
6. Aktivitas
perdagangan Quraisy menjadi semakin sempit. Akhirnya mereka terpaksa menapaki
jalur Irak melalui Najd karena takut apabila dikuasai oleh orang-orang islam.
Dan jalur ini merupakan jalur yang panjang.
7. Pada
Perang Badar, 14 orang dari kalangan umat Islam gugur sebagai syuhada; 6 orang
dari kalangan Muhajirin dan 8 orang dari kalangan Anshar. Sementara dari pihak
orang musyrikin tewas sebanyak 70 orang dan 70 orang lagi berhasil ditawan.
Kebanyakan dari mereka adalah pemuka dan pembesar Quraisy.
Pelajarang Dari Perang Badar
Mereka yang
mempelajari peristiwa Perang Badar dan merenungi kejadian demi kejadian dengan
seksama, maka niscaya akan banyak sekali pelajaran yang dapat ia ambil. Antara
lain:
1. Janji
Allah swt. bagi orang-orang yang beriman dan berusaha dengan penuh kesungguhan
berupa kemenangan pasti akan ditepati. Apa yang Ia inginkan pasti terjadi dan
tidak satu pun yang dapat menolaknya.
2.
Sesungguhnya Allah swt. tidak akan menegakkan yang hak dan meruntuhkan kebatilan
kecuali melalui tangan orang-orang yang senantiasa sabar dan berjihad.
3.
Kebersamaan, kesatuan garis komando (kepemimpinan), persatuan merupakan jalan
yang akan mengantarkan kepada kemenangan dan keberhasilan.
4. Strategi
perang yang baru serta persiapan yang matang merupakan salah satu faktor
kemenangan di dalam peperangan. Hal inilah yang telah dilakukan oleh Rasulullah
saw. pada Perang Badar. Beliau memerangi kaum musyrikin dengan strategi baru
dan pengalaman dari kaum muslimin.
5. Kekokohan
akidah mampu memberikan satu perasaan tsiqah yang sangat kuat, meningkatkan
semangat, dan mendidik prajurit sejati. Allah swt. berfirman, “Berapa banyak
kelompok dengan jumlah sedikit mampu mengalahkan kelompok dengan jumlah yang
banyak dengan izin Allah. Dan Allah benar- benar bersama orang-orang yang
bersabar.”
0 komentar:
Posting Komentar