Rasulullah صل اللة عليه وسلم bersabda
: ”Nama yang tepat bagi seorang muslim adalah
Hammam dan Harist dan nama yang paling Allah cintai adalah Abdullah dan
Abdurrahman ".
Al Hammam adalah niat yang
kuat, sedangkan “Al Harits” adalah sosok dari hasil Himmah atau hammam yaitu bekerja untuk mendapatkan
obsesi/keinginan tersebut. Jadi setiap manusia punya keinginan, namun tidak
semua manusia memiliki keinginan “Himmah ” yang kuat.
A.
DEFINISI HIMMAH
Himmah tidak bisa dilihat secara dhohir karena Himmah
adalah masalah yang hati dan akal
pikiran manusia, bukan masalah amal. Secara bahasa Himmah berarti “An Niah“ (niat), “Iradah” (kehendak),
“Al ‘azimah” (tekad). Dalam makna ini terdapat tiga kata yang berbeda yaitu
berupa niat yang sifatnya biasa-biasa, kemudian iradah atau kehendak yang kuat
lalu dilanjutkan dengan tekad untuk melaksanakan kehendak tersebut.
Allah سبحانه وتعلى berfirman
: “ Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan
Yusuf dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia
tidak melihat tanda dari tuhannya ( QS. Yusuf : 24)
Dalam ayat
ini bisa diartikan bahwa belum ada aksi, atau amal tapi masih berupa Himmah niat. Dalam ayat tersebut terdapat kata “wahamabiha”
yang artinya keinginan terhadapnya (wanita tersebut). Bukankah nabi Yusuf عليه سلم adalah seorang nabi, bagaimana mungkin
dia memiliki Himmah kepada wanita
tersebut ? Dalam kaidah bahasa Arab ada istilah “takdim wa takhir”
(kalimat didahulukan dan diakhirkan). Jadi menurut kaidah ini berarti
Seandainya Nabi Yusuf عليه سلم tidak mendapatkan petunjuk dari Allah سبحانه وتعلى, pasti Nabi Yusuf عليه سلم juga berkeinginan terhadap wanita
tersebut. Maka pada intinya bahwa Nabi Yusuf عليه سلم tidak berkeinginan terhadap
wanita tersebut karena sebelumnya beliau telah mendapatkan petunjuk dari Allah سبحانه وتعلى.
Rasulullah صل اللة عليه وسلم bersabda
: Sesunggunya Allah telah menetapkan kebaikan-kebaiakan dan
kejahatan-kejahatan kemudian menjelaskannya, maka barang siapa yang bermaksud
berbuat kebaikan lalu belum sempat mengerjakannya, Allah mencatat disisinya
sebagai satu kebagaikan sempurna. Dan jika dia bermaksud berbuat kebaikan lalu
dia mengerjakannya, Allah mencatatnya sepuluh kebaikan dan akan dilipat
gandakan sampai tujuh ratus lebih, hingga dilipatgandakan yang banyak sekali.
Dan jika dia bermaksud berbuat kejahatan, tetapi dia tidak mengerjakannya,
Allah mencatat baginya disisiNya satu kebaikan yang sempurna. Dan jika
bermaksud berbuat kejahatan dan melakukannya, maka Allah mencatat baginya satu kejahatan”. (HR. Buhari dan Muslim)
Dalam hadits
ini Rasulullah صل
اللة عليه وسلم menjelaskan bahwa Himmah ada 2 yaitu :
- Himmatul
‘Aliyah
(Obsesi yang kuat)
- Himmatud
Daniyah
(Obsesi yang rendah)
Sesungguhnya
Allah سبحانه
وتعلى mencintai
perkara-perkara yang mulia dan membenci perkara-perkara yang rendah atau hina.
Allah سبحانه
وتعلى mencintai
perkara yang tinggi / mulia baik dalam amal, agama, da’wah di jalan Allah سبحانه وتعلى.. Allah سبحانه وتعلى membenci perkara-perkara rendah,
tidak bernilai dan hina, baik berupa perkara-perkara yang haram maupun yang
mubah.
B.
‘ULUWUL HIMMAH (OBSESI YANG TINGGI)
Seseorang
dikatakan memiliki ‘uluwul Himmah atau Obsesi yang tinggi yaitu ketika seseorang
telah menganggap remeh segala perkara-perkara di bawah cita-citanya. Misalnya
seorang Da’I yang bercita-cita untuk menyebarkan agama Allah سبحانه وتعلى. Dia dikatakan memiliki Himmah yang tinggi, ketika dia
telah menganggap remeh perkara-perkara selainya, ketika dia tidak perduli
apapun tantangan dan pengorbanan yang harus dibayar mahal untuk memenuhi tujuan
tersebut.
Diceritakan
dalam riwayat da’wah rasulullah صل اللة عليه وسلم ketika orang – orang Qurays
mendatangi paman Rasulullah صل اللة عليه وسلم yaitu Abu Thalib dan
memintanya supaya membujuk kepada Rasulullah صل اللة عليه وسلم agar menghentikan
da’wahnya. Setelah Abu Thalib menyampaikan perihal tersebut. Rasulullah صل اللة عليه وسلم berkata : “ wahai pamanku, andaikan mereka meletakkan
Matahari ditangan kananku dan Rembulan ditangan kiriku agar supaya aku
meninggalkan da’wah ini. Aku tidak akan meninggalkannya hingga aku binasa”.
Kisah Rasulullah ini menunjukkan tingginya Himmah Rasulullah dalam memperjuangkan agama Allah
ini. Beliau telah menganggap remeh semua perkara-perkara yang menghambat da’wah
Islamiyah.
C. DUNUWUL HIMMAH (OBSESI YANG RENDAH)
Yaitu ketika jiwa
lemah terhadap tingkatan perkara-perkara yang tinggi atau mulia dan lebih
memilih ridho pada perkara-perkara yang rendah. Jadi orang yang memiliki obsesi
rendah ini adalah orang remeh, rendah yang tidak mau mencari masalah dan
sayangnya mayoritas kaum muslimin sekarang berada dalam tingkatan ini.
Diriwayatkan
tentang panglima perang dimasa pemerintahan seorang Gubenur Basrah yang bernama
Al Hajjaj. Al Hajjaj memerintahkan panglimanya untuk memerangi orang-orang Khawarij
yang jumlahnya kurang lebih 200 orang pasukan sedangkan panglima ini memiliki
pasukan kurang lebih 1000 orang pasukan. Sungguh pertempuran yang tidak
seimbang. Namun orang Khawarij terkenal sebagai orang-orang yang
memiliki keberanian dan kejujuran. Orang Khawarij adalah orang yang
tidak mudah putus asa dalam mewujudkan keinginannya. Hingga akhirnya dalam
pertempuran itu ternyata pasukan Khawarij memenangkan peperangan
tersebut. Setelah peperangan selesai, dengan membawa kekalahan panglima kembali
menghadap gubernur Al Hajjaj. Al Hajjaj bingung mengapa pasukan Khawarij yang
jumlahnya sedikit bisa mengalahkan pasukan yang jumlahnya lebih banyak ? ternyata
panglima pemimpin perangnya adalah orang yang memiliki Himmah rendah,
yang lebih baik pulang dalam keadaan hidup, walaupun harus dicaci maki gubernur
daripada mati walaupun terkenal dan terhormat. Dalam kisah ini menunjukkan
lemahnya Himmah yang dimiliki oleh panglima perang ini. Dia lebih
memilih hidup dalam kehinaan daripada mati dalam kehormatan.
Setiap
manusia secara umum memiliki keinginan atau Himmah, namun tiap-tiap
seseorang memiliki tingkatan Himmah yang berbeda-beda sehingga dalam
hidup terjadi perbedaan-perbedaan tingkatan amal.
Firman Allah سبحانه وتعلى: “Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda” (QS. Al Lail
: 4)
Berdasar dari
ayat ini, amalan manusia dibedakan dalam 2 hal yaitu :
- ‘Imma
lillah
yaitu amal yang dikerjakan semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah سبحانه وتعلى
- ‘Imma
lighairihi
yaitu amalan yang dikerjakan bukan
karena Allah سبحانه
وتعلى.. Amalan seperti ini adalah amalan yang dilakukan oleh
orang yang memiliki obsesi rendah.
‘Immalillah
adalah
amalan yang dimiliki oleh orang memiliki obsesi tinggi yang mengejar kemuliaan.
Dan ini hanya dilakukan oleh orang yang memiliki iman yang teguh dan kuat
mencari kemuliaan disisi Allah سبحانه وتعلى.. Dalam
ayat berikutnya Allah memberi jaminan kemudahan baginya.
Allah سبحانه وتعلى berfirman
:”Adapun orang yang memberikan hartanya (dijalan Allah) dan bertaqwa. Dan
membenarkan adanya pahala yang baik (surga). Maka kami kelak akan menyiapkan
baginya jalan yang mudah”. (QS. Al Lail : 5-7)
Adapun untuk
orang-orang yang memiliki Himmah rendah, yang mengerjakan amalan bukan
karena Allah سبحانه وتعلى, tapi karena nafsu dan keinginan dunia maka Allah memberikan
ancaman padanya.
Allah سبحانه وتعلى berfirman
: “Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa cukup, serta mendustakan
pahala yang terbaik. Maka kelak kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar.
Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa”. (QS. Al Lail :
8 - 11)
Itulah
balasan bagi orang yang berpaling dari jalan Allah سبحانه وتعلى yang
melakukan amalan bukan karena Allah سبحانه وتعلى.. Dan
apabila dia diberikan kemudahan oleh Allah سبحانه وتعلى sesuai sunnatullah, namun dengan mudahnya berujung
pada azab, kesengsaraan dan kebinasaan disisi Allah سبحانه وتعلى.
D. PEMBAGIAN MANUSIA MENURUT ULAMA
Dilihat dari
kadar obsesi atau Himmah-nya, Ulama membagi kelompok manusia dalam 4
hal:
- ‘Adzhimul
Himmah yaitu orang yang memiliki cita-cita yang
sangat besar. Yang memiliki al- Khifayah (kapasitas), mempunyai
kesempatan, kemampuan untuk mencapai cita-cita lalu berusaha untuk
mendapatkannya.
Khalifah Umar
bin Abdul Aziz berkata : “ Aku dahulu bercita-cita untuk mendapatkan
kedudukan gubernur di Madinah, dan kini aku telah mendapatkannya. Kemudian aku
berkeinginan untuk mendapatkan kedudukan sebagai Khalifah kaum muslimin di
Madinah dan akupun telah mendapatkannya. Kini aku telah dapatkan semuanya, maka
cita-citaku adalah untuk mendapatkan Surga Allah سبحانه وتعلى. karena tidak ada kedudukan yang lebih tinggi setelahnya”.
Ibnu Mubarakh
ditanya : “ Siapakah orang yang paling zuhud ? Beliau menjawab : “Orang yang
paling zuhud adalah Umar Bin Abdul Aziz, karena dia telah didatangi dunia,
namun dia menolaknya.
Inilah kisah Umar
Bin Abdul Aziz, beliau adalah contoh orang yang memiliki Himmah aliyah. Beliau adalah orang yang
memiliki kredibilitas karena keilmuannya, punya kesempatan karena dia adalah
keturunan Muawiyah.
- Shoghiru
Himmah yaitu Orang yang memiliki kifayah,
kemampuan dan kesempatan tetapi lebih memilih melakukan hal-hal yang remeh
atau rendahan.
Diriwayatkan
tentang seorang khalifah dimasa setelah pemerintahan Muawiyah. Dia didatangi
oleh petugas pos, dan berkata : “wahai Amirul Mu’minin. Sesungguhnya kota
disana sedang diserang oleh musuh“. Mendangar laporan petugas pos ini
khalifah tidak menanggapinya. Malah dia berucap “Da’ni wa sa’di”(memangnya gue
pikirin). Konon ceritanya khalifah ini senang memelihara burung merpati.
Ketika petugas pos melapor, khalifah sedang kehilangan 1 ekor burung
merpatinya. Sehingga dia menganggap bahwa burungnya lebih berharga daripada
keadaan rakyatnya. Kisah ini menunjukkan tentang keadaan orang yang memiliki
kemampuan, kedudukan, dan kesempatan baik, namun dia memilih melakukan hal yang
rendah.
- Orang
yang tidak memiliki kapasitas untuk melakukan obsesi tinggi, tetapi
berlagak memiliki kemampuan besar.
Datanglah
seseorang menghadap Imam Ahmad, dan berkata: ”Wahai Imam Ahmad, ada
seseorang yang sedang kemasukan jin”. Mendengar laporan orang ini Imam
Ahmad menjawab : “kembalilah, sampaikan kepada Jin, kalau Imam Ahmad menyuruhnya
keluar”. Lalu orang ini kembali dan menemui orang yang kemasukan jin yang
dia maksud. Sesampainya di sana di berkata kepada jin bahwa Imam Ahmad
menyuruhnya keluar. Mendengar perkataan orang ini, jin inipun akhirnya keluar.
Lalu setelah Imam Ahmad meninggal jin inipun datang lagi dan merasuki seseorang
lagi. Kemudian karena Imam Ahmad sudah meninggal orangpun mendatangi orang yang
dulu menemui Imam Ahmad dahulu dan dikatakan padanya kalau ada orang kesurupan
jin. Mendengar penyampaian ini orang yang dulu menghadap Imam Ahmad menganggap
kalau dulu Imam Ahmad mengusir jin hanya dengan menyuruh orang saja, maka
diapun berbuat serupa. Dia menyuruh orang tersebut : “kembalilah, katakan pada
jin kalau aku menyuruhnya keluar. Lalu pulanglah orang ini dan melakukan apa
yang diperintahkan kepadanya. Namun setelah perintah itu dilakukan jin tersebut
tidak juga keluar. Kemudian dia bertanya kepada jin. “kenapa dulu ketika Imam
Ahmad menyuruhmu keluar engkau langsung keluar, sedangkan sekarang ketika aku
suruh engkau tidak mau keluar” Jin
menjawab :” dulu aku takut kepada Imam Ahmad karena ketakwaanya”.
- Al
bashiiru binafsihi
yaitu orang yang tau diri, yang tidak memiliki kapasitas tinggi dan tidak
menempatkan dirinya untuk melakukan hal yang besar.
E. BEBERAPA FENOMENA ORANG YANG PUNYA HIMMAH
RENDAH
- Berkaitan
tentang upaya seorang muslim menuntut ilmu. Ketika dia tidak mau
mempelajari hal-hal yang wajib dilakukan oleh muslim. Misalnya mempelajari
tentang rukun-rukun sholat dan lain-lain.
- Ketika
orang menuntut ilmu bukan untuk mendapatkan manfaat dari ilmu, atau
menuntut ilmu bukan untuk dida’wahkan tetapi hanya untuk mendapatkan
ijazah ataupun pekerjaan semata.
- Ketika
orang menuntut ilmu supaya nampak hebat dalam berdebat, pandangan orang
tertuju padanya.
- Ketika
seseorang yang baru menuntut ilmu dan baru mendapatkan hidayah, begitu
mudah memberikan tahzir atau cap buruk pada ulama atau orang yang lebih
berilmu diatasnya. Karena meskinya seorang apabila semakin berilmu
meskinya semakin takut pada ulama.
- Ketika
seorang dai yang berda’wah dijalan Allah سبحانه وتعلى,
kemudian mendapatkan tantangan berda’wah, dia berhenti. Kaena meskinya
seorang da’I ketika mendapatkan da’wah harus tegar. Ketika agama
memintahnya meninggalkan kepentingan pribadinya meskinya dia siap.
- Ketika
kita takut kepada manusia yaitu :
·
Takut jangan sampai orang lain
termasuk musuh Islam, ketika kita berda’wah kita dicap sebagai orang yang
fundamentalis, ekstrim atau bentuk kata-kata teror lainnya. Padahal
ucapan/cap/opini public yang dicitrakan buruk tentang Islam adalah hal yang
sengaja dilakukan oleh mereka agar kaum muslimin lemah.
·
Berputus asa ketika dalam berda’wah
tidak disambut baik oleh orang. Putus asa karena orang menjauhi perjuangannya.
Padahal semestinya kita sadar bahwa prinsip dasar kita dalam berda’wah adalah
hanya menyampaikan agama Allah سبحانه وتعلى
adapun orang mau menerima atau tidak adalah hak Allah سبحانه وتعلى
Allahu A’lam
PENYEBAB TINGGI DAN RENDAHNYA HIMMAH
Oleh
: Syaikh Hasan Al Bugisy
Yang apabila seseorang
meninggalkan atau menjauhi hal-hal yang bisa menyebabkan rendahnya Himmah dan
semangat itu dia akan mendapatkan pertolongan Allah سبحانه وتعلى untuk tetap dalam himman yang aliyah.
1.
Tabiat Manusia
Karena Allah سبحانه وتعلى telah menciptakan manusia sesuai dengan tabiatnya masing-masing
oleh karena itu hendaknya seseorang memahami tabiatnya dan memilih
tempat-tempat yang tepat sesuai dengan tabiat yang dia miliki untuk
mengembangkan potensi diri yang ada padanya, misalnya ada orang yang diberikan
kemampuan untuk berpikir, maka hendaknya ia berusaha dalam meningkatkan semangatnya
tersebut seperti mengurusi kantor, menulis, mengeluarkan ide-ide yang baik,
kemudian menggambarkan tujuan-tujuan, menyusun program-program kerja dan
lain-lain. ada orang juga yang diberikan kemampuan banyak untuk bergerak dia
senang ke sana kemari, kalau urusan
lapang dialah yang cocok, maka orang seperti ini mencari amalan-amalan yang
mendukung tabiatnya tersebut. Rasulullah صل اللة عليه وسلم
ketika melihat potensi-potensi para sahabat sesuai dengan tabiat yang mereka
miliki, maka beliau memberikan semangat dan menempatkan para sahabat sesuai
dengan potensinya. Contohnya Abu Hurairah رضي الله عنه diberi gelar atau disebutkan wadah
dari ilmu, karena Rasulullah صل اللة عليه وسلم
melihat beliau kuat hafalannya dan sangat senang menimba ilmu dan menerima hadist dari
Rasulullah صل
اللة عليه وسلم sehingga dikenal sebagai sahabat
yang paling banyak meriwayatkan hadist. Khalid Bin Walid رضي الله عنه misalnya, beliau ini bukan termasuk sahabat yang banyak
menghafal dan bukan pula sederetan sahabat yang banyak meriwayatkan hadist dan
penuntut ilmu akan tetapi Rasulullah صل اللة عليه وسلم melihat beliau ini senganya dipeperangan dan
mimilki kemampuan dalam berperang, sehinga Rasullullah صل اللة عليه وسلم demikain pula sahabat
seperti Abu Bakar رضي
الله عنه dan khalifah setelahnya
mengangkat beliau sebagai panglima perang untuk melawan orang-orang
kafir, bahkan beliau diberi gelar sebagai saif min suyufillah (pedang
dari pedang-pedang Allah). Demikian dengan yang lain, adapun Ali bin Abi Thalib
رضي
الله عنه dan Muadz bin Jabal رضي الله عنه mereka ini adalah orang-orang yang
faham tentang halal haram dan faham dalam masalah qoda/hukum-hukum maka
sahabat tersebut terkenal dengan hukum-hukumnya tersebut karena orang-orang
yang bergelut dalam masalah ini seperti qodi atau hakim harus memiliki
ketajaman dalam memperaktekkan daripada nash-nsh yang ada tersebut. Sehingga
Rasulullah صل
اللة عليه وسلم betul-betul dapat memamfaatkan
potensi yang dimiliki para sahabat Maka hendaknya kita melihat tabiat
masing-masing sehingga kita dapat memilih job yang cocok dengan potensi yang
dimiliki supaya Himmah kita tetap
terjaga.
2.
Bagaimana bapak dan ibu mentarbiyah
anak-anaknya di rumah
Rasulullah
bersabda yang artinya : “Tidaklah lahir seorang anak kecuali dalam keadaan
fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (
Jika
kita melihat hadist tersebut, ini dalam perkara-perkara agama dimana
orang tua sangat berpegaruh dalam pembinaan Himmah anak-anaknya. kalau orang tua senangtiasa
mengajarkan perkara-perkara yang tinggi, perkara yang memiliki keutamaan yang
besar baik, maka insya Allah سبحانه وتعلى anak akan
terbentuk seperti didikan orangtuanya begitupun sebaliknya bila mengajarkan
perkara-perkara yang hina contonya Ibnu Zubair bin awwam yang senangtiasa,
tetapi sebaliknya jika orang tua senangtiasa mengajarkan hal-hal yang hina dan
kurang bermamfaat maka anak tersebut akan terbentuk menjadi seperti itu pula.
Banyak contoh di kalangan para sahabat, sebagai contoh Zubai ibnu Awwam رضي الله عنه di mana sahabat ini dijamin masuk surga oleh Rasulullah صل اللة عليه وسلم. Beliau ini
senangtiasa mengajarkan anaknya berperang sampai dalam satu kondisi beliau
sampaikan kepada anaknya bahwa siapa yang paling duluan masuk dalam pasukan
musuh dan paling cepat kembali, ini salah satu contoh sahabat yang membina
anaknya dengan menanamkan Himmah aliyah sehingga tidak heran kalau Ibnu Zubair
menjadi seorang khalifah karena sejak awal terlatih seperti itu contoh lain
adalah kisah pada perang badar, ada dua anak kecil di antar para sahabat
bertanya manakah yang bernama Abu Jahal, lalu berkata kami akan mencari Abu
Jahal dan berusaha membunuhnya, dia yang mati atau kami yang terbunuh padahal
mereka masih anak-anak, lalu mereka berhasil membunuhnya. Ini karena mereka
telah tertarbiyah sejak kecil. Makanya seorang penyair mangatakan “ibu itu
adalah madrasah atau tempat belajar” Kalau ibu disiapkan dengan baik maka
akan lahir generasi yang baik, dalam kondisi kita sekarang ini banyak orang tua
tidak memperhatikan anaknya, membiarkan anaknya banyak bermain, mendengarkan
musik, bergelut dengan urusan-urusan hina yang tidak bermamfaat, atau orang tua
tidak memilihkan bagi mereka teman-teman yang baik dan tidak memerintahkan
anaknya mengerjakan sholat sehingga. Sehingga mereka tumbuh dalam keadaan
seperti itu. Oleh karena itu agar Himmah itu tetap ada maka hendaknya orang tua membina
anaknya di rumahnya.
3.
Masyarakat yang baik
Apabila
masyarakat itu adalah masyarakat yang solihah di dalamnya senangtiasa dibina
akhlak yang mulia maka darinya akan lahir orang yang baik pula. Juga sebaliknya
apabila masyarakat memiliki biah yang buruk, hidup dalam tatanan yang kurang
baik, maka akan hidup person-person yang buruk pula, contohnya Rasulullah صل اللة عليه وسلم menceritakan kepada para sahabat kisah seorang bani Israil yang
telah membunuh 99 orang yang ingin bertaubat, mencari orang yang paling alim di
dunia ini lalu ia ditunjukkan kepada orang yang ahli ibadah, lalu ahli ibadah
tersebut menghukumi dengan perasanya dan mengatakan tidak ada taubat lagi
bagimu, maka dibunuh pula ahli ibadah tersebut sampai korbannya genap 100, dia
tidak puas dengan jawaban ahli ibdah tersebut dan keinginannya masih kuat untuk
bertaubat maka dia mendatangi alim yang lain dan bertanya apakah taubat saya
masih diterima, saya telah membunuh 100 orang. Alim tersebut berkata apa yang
menghalangi kamu untuk bertaubat, Allah سبحانه وتعلى akan menerima taubatmu. kemudian dia suruh
pindah dari kampungnya yang rusak ke kampung yang baik, lalu berangkatlah orang
tersebut dan di tengah perjalanan dia meninggal, maka dengan rahmat Allah سبحانه وتعلى iapun dicatat sebagai penghuni surga. Dari kisah ini dapat kita
mengambil pelajaran bahwa biah ini dapat memproses orang tersebut, maka
tanggung jawab kita bagi pejuang-pejuang dakwah untuk mengajak orang ikut dalam
majelis-majelis ilmu, dan berlepas diri dari akhlak jahiliyah dan
perkara-perkara yang buruk.
4.
Dengan keberadaan para murabbi dan
guru bisa menjadi teladan
Yang meraka
itu bisa menjadi kudwah bagi person-person. Allah سبحانه وتعلى telah memerintahkan kita
untuk meneladani Rasulullah صل اللة عليه وسلم .
Allah سبحانه وتعلى berfirman : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al
Ahzab:21)
Dari ayat ini menunujukkan pentingnya
keberadaan murabbi di tengah-tengah muridnya/mutarabbi sebagai orang yang
memberikan contoh. Apabila mutarabbi betul-betul menimba ilmu dengan akhlak
dari murabbi tersebut, maka akan terbentuk pribadi yang sholeh. Bagaimana
seorang murabbi betul-betul bisa
memberikan contoh perbuatan sesuai dengan apa yang disampaikan. Sebagaimana
yang telah dicontohkan Rasulullah صل اللة عليه وسلم
kepada sahabatnya sampai-sampai beliau mendapat pujian sebagai seorang yang
berakhlak mulia. Diriwayatkan dari ‘Aisyah رضي الله عنهما
tatkala ditanya tentang bagaimana akhlaknya Rasulullah صل اللة عليه وسلم, beliau menjawab : “ akhlak Rasulullah adalah al-Quran”. Sahabat dahulu adalah bagaikan Al Qur’an yang
berjalan sebab teori-teori yang ada dalam al Qur’an telah dipraktekkan oleh
sahabat di setiap sisi hidupnya sampai
Islam dimenangkan.
Inilah
pelajaran bagi murabbi untuk mempraktekkan teori-teori yang telah disampaikan
kepada mutarabbinya. Contoh ketika Rasululah صل اللة عليه وسلم
berbicara tentang jihad, maka beliau adalah orang yang paling terdepan dalam
peperangan, dan sanagt pemberani. Suatu saat di Madina orang-orang mendengar
sesuatu yang mengagetkan, dan orang – orang sembunyi-sembunyi mencari dimana
dan suara apa itu. Namun ternyata Rasulullah صل اللة عليه وسلم telah pulang dari tempat tersebut dengan
kudanya tanpa pelana dan mengatakan bahwa tidak ada bahaya. Ini menunjukkan
keberanian Rosulullah صل
اللة عليه وسلم, beliau bukanlah seorang pengecut.
5.
Tasji’ atau Pemberian Semangat
Kebanyakan
orang memiliki semangat tinggi namun kurang diarahkan pada perkara yang kurang
bagus. Suatu ketika Ibnu Masud رضي الله عنه
tatkala melewati seorang yang bernyanyi dengan suaranya yang indah, maka Ibnu Mas’ud رضي الله عنه berkata alangkah indahnya suaramu dan lebih bagus lagi
seandainya engkau membaca al-Quran lalu pemuda ini karena tertasji’ oleh
kata-kata Ibnu Mas’ud dia mulai membaca Al Qur’an dan akhirnya dia menjadi
orang yang bersuara indah dalam membaca Al Qur’an. Lalu dia bertanya siapakah
orang ini ? maka dijawab dia adalah Ibnu Masud sahabat Rasulullah صل اللة عليه وسلم.
Imam Syafi’I
orang yang menguasai syair-syair, yang beliau kuasai dari para pakar-pakarnya.
Suatu saat seseorang mendengar Imam Syafi’i sedang melantunkan syair-syair.
Orang itu berkata : “masa engkau dari keturunan Quraiys, masa hanya bisa
menghafal syair-syair saja. Tidakkah engkau memulai menghafal Al Qur’an dan
hadist-hadist Rasulullah صل اللة عليه
وسلم”. Mendengar kata-kata orang ini, Imam Syafi’I tertarji’ untuk
belajar kepada Imam Malik sampai beliau menjadi ulama besar, bahkan menjadi
salah satu mahzab terbesar. Dari riwayat ini bisa diambil contoh bahwa tasji’
atau penyemangat itu bukan hanya dari orang-orang seperti Ibnu Mas’ud رضي الله عنه atau semisalnya tetapi bisa saja berasal dari
orang-orang umum bahkan orang yang bermaksiat.
Adalah imam
Ahmad, yang terkena fitnah tetang Al Qur’an yang dianggap mahluk. tatkala masuk
di penjara bersama seorang peminum khamar tetapi peminum itu memberi semangat
kepada Imam Ahmad, artinya semangat itu bisa kita ambil dari manapun , apa kata
orang tesebut: “Yaa Imam saya ini
masuk penjara karena bermaksiat maka saya dicambuk tapi saya tetap sabar
menahan siksaa. sedangkan anda wahai imam dipenjara dan disiksa karena
mempertahankan kebenaran, tentunya anda harus lebih kuat dari saya”.
Sehingga imam Ahmad, berkata: “perkataan itulah yang menjadikan saya semakin
kuat untuk bertahan siksaan tersebut“.
6.
Iman kepada Allah سبحانه وتعلى
Setiap
bertambah iman seseorang maka semakin bertambah Himmah seseorang. Iman ini akan mengajak kepada
akhlak yang baik
Rasulullah صل اللة عليه وسلم bersabda : “sesungguh aku di utus tidak lain untuk
menyempurnakan akhlak manusia”
Allah سبحانه وتعلى berfirman : “Dan orang-orang
yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta
orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al Ankabut:69)
Dalam
ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia
bersama orang-orang yang berbuat ihsan. Dan ihsan ini adalah kedudukan
tertinggi dalam urutan agama ini, Islam, Iman dan Ihsan. Sebagaimana dalan
hadist Jibril, ihsan yaitu engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau
melihatnya, meskipun engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Allah melihatmu. Maka
ini adalah tingkatan yang tertinggi..
Maka barang
siapa yang telah menyempurnakan keislamannya memenuhi keimannya dengan sekuat
tenaga maka hal ini adalah perkara yang sangat penting mengantarkan seseorang
untuk mendapatkan Himmah ‘aliyah.
7.
Membaca Sirah Orang-Orang Besar Yang
Telah Berhasil Karirnya
Membaca sirah
atau sejarah orang-orang besar yang telah berhasil dalam karirnya, apakah dia
seorang muslim ataupun non muslim. Jika dia seorang muslim, tentunya dari para
ulama-ulama yang telah berhasil. Dan sebenarnya perkara keberhasilan itu
bukanlah suatu yang sulit, karena perkara itu adalah perkara yang manusiawi,
yang semua orang bisa meraihnya. Sehingga ini adalah persoalan mudah dan tidak
dianggap sebagai persoalan yang tidak mungkin.
Kemudian dari
kisah-kisah tersebut, kita juga bisa mempelajari uslub-uslub atau bagaimana
tatacara mereka bisa memperoleh keberhasilan tersebut, dan tidak memiliki Himmah
yang rendah.
0 komentar:
Posting Komentar