Senin, 11 November 2024

GAGASAN PEMENANGAN

 





Memenangkan pertarungan memerlukan gagasan gagasan yang brilian dan cemerlang, seseorang yang memiliki mental pemenang tidak pernah berhenti mencari ruang kosong untuk menyalakan gagasannya dan mewujudkannnya menjadi langkah langkah taktis dan strategis, sehingga terbuka lebar pintu kemenangan.


Logistik yang terbatas dan jumlah personil yang kurang secara kwantitatif, tetap dapat meraih takdir kemenangan dengan gagasan gagasan yang berkualitas, efisien dan efektif. Kontribusi gagasan merupakan keniscayaan dalam upaya memenangkan perjuangan, jika sekedar gagasan saja malas berkontribusi, apalagi  berkontribusi dengan uang, waktu dan tenaganya.


Keteladanan mengemukakan gagasan brilian dicontohkan oleh sahabat mulia Al Habab bin Al Mundzir, _"Khobiir Asykary"_ atau penasehat militer nya Rasulullah ﷺ.


Pada saat perang Badar Al Habab menyampaikan gagasan strategisnya kepada Rasulullah ﷺ seraya berkata :


 يا رسول الله، أرأيت هذا المنزل، أمنزلاً أنزلكه الله، ليس لنا أن نتقدمه ولا نتأخر عنه ؟ أم هو الرأي والحرب والمكيدة ؟ 

 

_Wahai Rasulallah, bagaimanan pendapatmu tentang lokasi ini, apakah lokasi ini Allah ﷻ  yang menentukan tempatnya untukmu, tidak boleh kami bergeser dari lokasi ini?_


 « بل هو الرأي والحرب والمكيدة » 


_Tidak, ini murni pandangan, trick dan strategi perang (kamuflase)_

 

Kemudian Al Habab menyampaikan inti gagasannya seraya berkata :


يا رسول الله، فإن هذا ليس بمنزل، فانهض بالناس حتى نأتي أدنى ماء من القوم - قريش - فننزله ونغور - أي نخرب - ما وراءه من القلب، ثم نبني عليه حوضاً، فنملأه ماء، ثم نقاتل القوم، فنشرب ولا يشربون


_Ya Rasulallah...ini bukan tempat yang strategis, maka pindahkanlah pasukan ke dekat mata air di dekat lokasi kaum Quraisy, kita ambil tempat itu dan kita jebol aliran airnya ke kolam kolam yang kita bangun, sehingga kita penuhi kolam dengan aliran air tersebut, kita dapat leluasa meminumnya sedangkan mereka tidak dapat meminumnya._


Rasulullah ﷺ pun langsung menyetujuinya, karena perang di tengah padang pasir memerlukan air sebagai modal utama kekuatan dan energi juang pasukan. 


Kemudian Sa'ad bin Muadz Radhiyallahu 'Anhu juga mengemukakan gagasannya agar dibangun posko agak tinggi untuk mengantisipasi keadaan darurat dan memprediksi serangan  seraya berkata :


« يانبي الله ألا نبني لك عريشاً تكون فيه، ونعد عندك ركائبك


_Ya Nabiyallah...bolehkah kami membangunkan untukmu panggung tempat engkau berada, kami siap siaga berada di sekelilingmu_


Para sahabat berupaya semaksimal mungkin melindungi Rasulullah ﷺ dari serangan musuh dan memberikan keleluasan kepada Rasulullah ﷺ agar dapat mengawasi pasukan dan perjalanan peperangan dari ketinggian tempat berlindungnya.


*IBROH DAN PELAJARAN*


1. Jangan meremehkan gagasan, berapa banyak kemenangan dimulai dari gagasan gagasan yang ringan tapi efektif memenangkan pertarungan.


2. Kebiasaan mengemukakan gagasan akan mengasah ketqjaman berfikir dan berbuat sesuatu untuk kemanfaatan kolektif, dan kemenangan yang terukur, terstruktur dan sistemik.


3. Allah ﷻ menganugrahkan akal pikiran untuk dieksplorasi membuahkan gagasan, khususnya gagasan gagasan yang terkait dengan kemenangan perjuangan, khususnya memenangkan pertarungan Pilkada yang tinggal hanya menghitung hari menjemput takdir kemenangan. Allah Al Musta'aan.



Kamis, 07 November 2024

KEBAHAGIAAAN VERSUS KESENANGAN

 





BANYAK orang yang tak tahu perbedaan kebahagiaan dengan kesenangan. Padahal keduanya paradoks dan saling menisbikan satu sama lain. 


Jika kita ingin bahagia, maka tinggalkanlah kesenangan. Sebaliknya jika ingin senang, maka kebahagiaan sulit diperoleh. Tidak bisa seseorang mendapatkan keduanya, bahagia dan senang pada saat bersamaan.


Dalam bahasa Inggris, bahagia adalah happy atau happiness (kebahagiaan). Sedang kesenangan adalah pleasure atau fun. Jika dalam bahasa Arab, bahagia itu sa'adah atau sakinah. Sedang kesenangan itu syahwat atau mata'. 


Biasanya al Qur'an menggunakan istilah syahwat atau mata' untuk hal yang negatif. Misalnya, dalam surah ali Imran ayat 14 : 


"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang disenangi, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).


"Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya" (Qs. 3:198).


Setiap orang ketika ditanya, hidup untuk apa? Mereka pasti menjawab untuk mencari kebahagiaan (padanannya mencari ridho Allah, mencari pahala, berguna bagi orang banyak, masuk surga, dan semacamnya). 


Namun apakah benar hidupnya untuk mencari bahagia? Jangan-jangan bukan kebahagiaan yang dicari tapi justru kesenangan yang negatif dan menyengsarakan.


Oleh karena itu agar tidak terjebak pada pencarian semu-yakni mencari bahagia tapi justru malah terperangkap pada kesenangan yang menyengsarakan-mari kita pelajari apa perbedaan antara kebahagiaan dan kesenangan.


1. Ditinjau dari sasarannya. 


Bahagia itu sasarannya adalah kepuasan dan ketenangan hati. Sedang kesenangan sasarannya lebih banyak kepada kenikmatan jasmani. 


Jadi makan enak itu senang, tidur di kasur empuk itu senang, naik mobil mewah yang nyaman itu senang. 


Tapi sholat khusyu' itu bahagia. Shaum itu bahagia. Membantu orang lain itu bahagia. 


Jadi bahagia adalah bahasa hati yang seringkali tidak ada hubungannya dengan kenikmatan jasmani. 


2. Ditinjau dari sifatnya.


Bahagia itu objektif dan bersifat universal. Sebaliknya, senang itu subyektif dan bersifat personal.


Allah menciptakan hati manusia secara sama dengan tujuan yang sama, yakni untuk bahagia. 


Agar hati manusia bisa bahagia, Allah SWT --sebagai pencipta hati manusia-- telah menetapkan caranya, yaitu dengan berzikir dan dekat kepada Allah serta melaksanakan segala perintah-Nya.


Sebaliknya, kesenangan itu subyektif tergantung masing-masing orang. 


Ada orang yang kesenangannya bermain musik, menggambar, main judi, mabuk, motoran, dan lain-lain, biasanya disebut passion, yang bisa baik atau buruk. 


Jadi jika ada orang yang berkata, "Ngapain loe ngatur-ngatur hidup gue. Cara loe bahagia beda dengan cara gue", maka itu maksudnya subyektifitas terhadap  kesenangannya yang berbeda. 


Sedang bahagia itu obyektif dan hanya satu caranya, yaitu dengan banyak berzikir dan mendekatkan diri kepada Allah.


"Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram" (Qs. 13:28).


3. Ditinjau dari dampaknya. 


Bahagia itu berdampak pada ketenangan. Senang berdampak pada ketagihan. 


Orang yang bahagia akan merasa tenang dan tenteram. Sebuah perasaan yang damai dan merasa puas terhadap apa yang didapat. Tidak menagih dan kecanduan. 


Sedang senang akan membuat orang yang mengalaminya ketagihan. Ia ingin mengulangi hal tersebut terus menerus, bahkan dengan dosis yang lebih tinggi. 


Contoh, memakai narkoba akan menyebabkan orang senang dan kesenangan tersebut menjadi candu yang menuntut penambahan dosis sampai taraf yang membahayakan dan sulit dihentikan. 


Begitu juga kesenangan-kesenangan lainnya cenderung membuat ketagihan untuk menambah dosisnya yang berujung kepada kerusakan dan kesengsaraan.


4. Ditinjau dari jangka waktunya. 


Bahagia itu langgeng (lebih lama). Senang itu temporer. 


Bahagia yang dirasakan seseorang biasanya berjangka panjang. Jika pun diulang seperti sholat yang dilakukan berulang-ulang maka hal itu adalah cara seseorang untuk mendapatkan kebahagiaan jangka panjang. 


Sebaliknya, senang itu sangat temporer. Contohnya, ketika seseorang berhubungan seksual. Nikmatnya hanya berlangsung singkat. Setelah itu rasa nikmat dan senang itu sudah hilang. 


Dan harus diulang lagi untuk mendapatkan kesenangan serupa, bahkan kalau bisa menambah dosisnya agar memperoleh efek kesenangan yang sama. 


Itulah sebabnya saat ini makin banyak penyimpangan seksual yang terjadi karena mereka mencari kesenangan yang menuntut dosis kecanduan yang lebih tinggi lagi.

 

5. Ditinjau dari penampakannya.


Bahagia itu belum tentu terlihat nyaman dan indah dalam penampakan secara kasat mata. Senang pasti berupa kenyamanan dan biasanya indah dipandang mata.


Orang yang bahagia belum tentu hidup kaya raya dan tinggal di alam bebas, tapi bisa juga kebahagiaan diperoleh oleh mereka yang hidup kekurangan secara materi atau bahkan hidup di dalam penjara seperti yang dialami oleh Nabi Yusuf as. Nabi Isa as yang hidup papa atau Nabi Ayub as yang sakit sepanjang hidupnya tetap bahagia walau hidupnya tidak nyaman. 


Namun kesenangan pastilah berupa suasana yang nyaman dan enak, seperti tinggal di rumah mewah atau memakai baju yang mahal dan bagus.


6. Ditinjau dari akhirnya. 


Bahagia berakhir dengan kesenangan dan ketenangan, terutama di surga kelak. 


Senang berakhir dengan kesedihan dan kesengsaraan.


Bagi orang yang mencari bahagia, kesenangan tetap akan diperolehnya tapi kebanyakan akan didapat di surga kelak, sebagai akhir yang baik. 


Sebaliknya bagi orang yang mengejar kesenangan, maka hidupnya akan berakhir dengan kesedihan dan nanti di akhirat akan masuk neraka sebagai kesengsaraan tak terperi dan abadi. Naudzubillah.


Kesimpulannya, mari kita mencari kebahagiaan bukan  kesenangan. Prinsipnya, semakin bersenang-senang semakin jauh kita dari kebahagiaan. 


Sebaliknya, semakin ingin bahagia maka semakin harus menjauhi banyak kesenangan. 


Itulah sebabnya para Nabi termasuk Nabi Muhammad saw, para sahabat ra, para ulama dan mujahid di sepanjang jaman menjauhi hidup bersenang-senang untuk memperoleh kebahagiaan.


Jadi bolehkah kita bersenang-senang? Jawabannya boleh saja, tapi harus dikendalikan dan dibatasi. 


Kesenangan itu  seperti garam dalam makanan, sedikit tapi tetap diperlukan. Jika garam terlalu banyak dalam makanan, maka yang terjadi adalah berbagai penyakit yang merusak tubuh. 


Begitu pun kesenangan perlu dibatasi agar hidup kita bahagia. Wallahu'alam.[] Shl



Jumat, 01 November 2024

Kisah Lucu Umar bin Khattab Protes Kebijakan Mualaf yang Pimpin Peperangan

 


Setiap hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan tentu memiliki cerita dan pembelajaran. 

Bukan melulu kisah yang menegangkan, beberapa hadits yang kemudian diriwayatkan oleh ahli hadits pun tak jarang yang membuat umat muslim tergelitik dan memetik pelajaran di balik kisah itu.

Salah satunya adalah hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari. 

Dalam hadits itu, Rasulullah SAW berkata, "Barangsiapa taat kepadaku berarti dia taat kepada Allah. Dan barangsiapa durhaka kepadaku berarti dia durhaka kepada Allah. Barangsiapa taat kepada pemimpin yang aku tunjuk maka dia taat kepadaku. Dan barangsiapa yang durhaka kepada pemimpin yang aku tunjuk berarti dia durhaka kepadaku,".

Kedua sahabat itu adalah Amr bin Ash ra dan Umar bin Khattab ra.

Saat itu, Amr bin Ash baru saja memeluk Islam kurang lebih 6 bulan. 

Lalu Amr bin Ash ditunjuk oleh Rasulullah untuk memimpin sebuah peperangan yang besar melawan suku Arab yang hendak melawan Madinah. 

Rasulullah menunjuk Amr bin Ash sebagai pemimpin dan di dalam pasukan terdapat beberapa sahabat lain seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, hingga Zubai bin Awwam.

Saat itu, ada sekitar 300 pasukan yang dipimpin Amr bin Ash. 

Pasukan berangkat menuju daerah yang cukup jauh dalam kondisi musim dingin. 

Saat tiba disebuah wilayah untuk berkemah, Amr bin Ash pun memerintahkan agar tak ada diantara pasukan yang menyalakan api.

"Lalu Umar bin Khattab protes, ini anak masih baru kemarin masuk Islam,"

Saat itu, Umar protes lantaran kondisi cuaca sangat dingin. 

Namun karena Amr bin Ash adalah pimpinan yang ditunjuk Rasulullah, maka perintah tersebut dipatuhi. 

Hingga akhirnya subuh datang, kisah baru pun muncul.

"Saat Subuh, Amr bangun dan dia baru saja mimpi junub. Padahal dia harus menjadi imam bagi pasukannya," 

Saat itu, Amr meminta salah satu pasukannya membawa air dan ternyata sangat dingin. 

Lalu dia memutuskan untuk melakukan tayamum. 

Hal itu kembali menuai keberatan dari Umar dan meminta agar Amr tetap menggunakan air dan tak mandi besar. 

Namun, keputusan terakhir Amr adalah tayamum.

Umar kembali ingin marah, lalu Abu Bakar dengan bijak dan sabar mengingatkan Umar bahwa Amr adalah utusan Rasulullah.

Usai menjalankan salat subuh, pasukan pun diperintahkan Amr menyerang musuh dalam kondisi masih gelap. 

Amr mengintruksikan agar pasukan saat menyerang tak berjalan sendiri, melainkan bergandengan dan beriringan serta tak terpisah sampai akhir.

Strategi Amr bin Ash berhasil dan membuat musuh kocar-kacir berlarian. 

Namun saat pasukan dan para sahabat hendak menangkap tawanan, Amr menahan dan melarangnya. 

Dia kemudian meminta seluruh pasukan kembali ke Madinah.

Lagi-lagi, kebijakan dan perintah itu mendapat protes dari Umar. 

Pada akhirnya, seluruh pasukan kembali ke Madinah, dan setibanya di Madinah, Umar menceritakan semua kepada Rasulullah SAW

Saat itu juga, Rasulullah SAW mempertanyakan setiap kebijakan itu kepada Amr. 

Pada pertanyaan pertama berkaitan dengan larangan menyalakan api, Amr pun menjawab jika itu untuk melindungi pasukan yang jumlahnya tak seberapa dan kalah banyak dari suku yang hendak diserang.

Karena ketika menyalakan api, keberadaan pasukan akan diketahui oleh musuh. 

Kondisi itu pun ditakutkan akan membuat pasukan yang dipimpin Amr bin Ash kocar-kacir sebelum melakukan peperangan.

"Hal itu dibenarkan Rasulullah," 

Lanjut pada pertanyaan ke dua yaitu berkaitan dengan Amr yang junub dengan cara tayamum, sementara dalam kondisi ada ari. 

Amr menjawab jika cuaca sangat dingin, dan ketika ia memaksakan mandi khawatir akan membuat ia tumbang dan sakit. 

Padahal, ia ditunjuk Rasulullah sebagai pemimpin.

Jawaban Amr tersebut pun kembali dibenarkan Rasulullah dan diterima oleh para sahabat.

Kemudian berkaitan dengan perintah Amr yang melarang pasukan menangkap tawanan, Amr menjawab lantaran jumlah musuh lebih besar.

Ketika dipaksakan merangsek mengejar, maka musuh akan mengetahui jumlah pasukan Amr dan akan membuat kocar-kacir.

Dia pun menyebut jika pasukan yang ia pimpin sidah memenangkan peperangan dan membuat musuh ketakutan. 

Sehingga hal itu ia sebut sudah cukup. Pendapat Amr selanjutnya kembali dibenarkan oleh Rasulullah.

Itulah sedikit kisah berkaitan dengan hadits Rasulullah SAW. Semoga bermanfaat.