السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله، الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول
الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه ووالاه، أما بعد:
Dengan asma Allah SWT semua alam ini diciptakan. Dengan
asma-Nya kita selaku manusia mengetahui sesuatu serta dapat membaca dan
menulis, lalu kepada-Nya kita akan kembali. Bagi manusia yang dikaruniai Allah
SWT kesadaran, proses itu tidak boleh hanya terjadi secara fisik dan alami
belaka.
Apalagi bagi kita yang telah dikaruniai keimanan. Dengan
penuh kesadaran imani kita harus memulai setiap aktivitas dalam hidup ini
dengan asma Allah SWT, kita menjalani keseharian dengan syariah Allah SWT dan
mengarahkan keseluruhan hidup ini kepada husnul khatimah dan mardhatillah.
Bila
suatu saat kita lupa terhadap Allah SWT, menjalankan suatu kegiatan atau
program dengan nama selain Allah SWT, tidak memastikan bahwa apa yang kita
kerjakan telah sesuai dengan syariat-Nya, tidak menajamkan perspektif bahwa
kerja kita insya Allah diridhai-Nya. Dalam situasi demikian kita tidak lebih
baik dari posisi seorang anak yang melupakan orang tuanya. Atau, seorang
mandataris suatu Negara yang lupa terhadap rakyatnya selaku pemberi mandat.
Atau, sebuah benda yang jatuh lalu hancur karena lepas dari porosnya.
Nisyanullah, yakni lupa terhadap Allah mengakibatkan
lupa diri. Lupa bahwa dirinya adalah seorang mukmin, seorang kader dakwah,
bahkan seorang murabbi, lupa bahwa dirinya adalah seorang suami dan
seorang bapak dari sejumlah anak yang mendambakan sentuhan kehalusan dan kasih
sayang. Kemudian melakukan pelbagai penyimpangan (kefasikan) yang berakhir
dengan kerugian dan kehancuran.
Allah SWT mengingatkan agar manusia jangan pernah sesaat pun
lepas dari-Nya dan lupa terhadap-Nya karena akibatnya akan fatal.
“Dan janganlah kamu sekalian seperti orang-orang yang
lupa terhadap Allah sehingga karenanya mereka lupa terhadap diri mereka
sendiri, mereka itulah orang-orang yang fasiq.” (Q.S 59/Al-Hasyr: 19).
Di saat manusia lupa diri akibat lupa terhadap Allah tapi
Allah tetap mengontrol dan menatapnya di manapun dan kapan saja.
“Dan Dia tetap bersamamu (mengawasimu) dimanapun kamu
berada dan Allah Maha menatap apa yang kamu kerjakan” (Q.S 57/Al Hadid: 4)
Ikhwah dan akhwat fillah,
Jika kita selalu bersama Allah menghadirkan-Nya saat kita berpikir,
berkarsa, dan berkarya, bahkan waktu kita marah sekalipun. Maka Dia niscaya
menyertai kita dengan bimbingan-Nya, lindungan-Nya, pertolongan-Nya,
rahmat-Nya, dan ampunan-Nya saat kita salah.
Ma’iyatullah telah diberikan kepada Rasul-Nya SAW
dalam situasi yang sulit. Tetapi bukan secara gratis tanpa investasi ‘amal
jihadi’. Adalah Siti Khadijah RA sebagai saksi atas kepatutan ma’iyatullah
untuk Rasul-Nya. Sebagaimana penuturannya,
“Demi Allah, Dia tidak akan pernah menyia-nyiakan engkau.
Sebab engkau gemar bersilaturahim, suka menolong orang lemah, membela orang
yang dizhalimi, menyantuni orang tak punya, serta tampil membela kebenaran”.
Sebuah Hadits Qudsi riwayat Syaikhani menyebutkan bahwa Allah berfirman, “Tidak ada amal
hamba-Ku yang lebih Aku sukai kecuali menjalankan apa-apa yang telah aku
perintahkan. Dan ketika hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan
amalan sunnat sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku sudah mencintainya maka
Aku yang menjadi (menjaga) telinganya yang dengan telinga itu ia mendengar, Aku
menjadi matanya yang dengan mata itu ia melihat, Aku menjadi tangannya yang
dengannya ia memukul dan Aku menjadi kakinya yang dengannya ia melangkah. Jika
hamba-Ku mendekat kepada-Ku sejengkal niscaya Aku mendekat kepadanya sehasta,
jika ia mendekat lagi kepada-Ku sehasta niscaya Aku mendekat kepadanya sedepa
dan jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan maka Aku akan datang kepadanya
sambil berlari”.
Tidak ada imajinasi yang paling baik dan indah daripada
memikirkan ciptaan Allah SWT dan ayat-ayatnya. Tidak ada kata yang lebih indah
dari menyebut asma Allah SWT, laa ilaaha illallah, subhanallah atau
astaghfirullah. Tidak ada nama yang lebih baik dari Abdullah. Tidak ada
sumber kekuatan dan energi yang lebih dahsyat daripada laa haula wala
quwwata illa billah.
Ikhwah dan akhwat fillah,
Kesertaan (ma’iyyah)
Allah SWT menuntut kita terlebih dulu memposisikan diri secara tepat. Bukan
semata-mata sebagai makhluk Allah SWT, tetapi sebagai hamba bahkan junud
(prajurit-Nya) yang bersiap dan sigap untuk melaksanakan setiap perintah-Nya
dalam kerangka mewujudkan Islam kaaffah
dalam kehidupan pribadi, keluarga, kemasyarakatan, kebangsaan dan antarbangsa.
Jika bukan sebagai prajurit Allah SWT maka posisi manusia
–disadari atau tidak- adalah sebagai prajurit iblis (junudu iblis). Kita harus memposisikan diri sebagai prajurit Allah
SWT di setiap lini kehidupan dan setiap jengkal dari bumi Allah ini. Insya
Allah Dia akan menyerahkannya kepada hamba-hamba-Nya yang shalih sebagai bagian
dari hasil perjuangan, melalui istikhlaf dan tamkin sebagai
mekanisme legal dalam agama Allah. Kita harus memastikan bahwa komunitas kita
adalah hizbullah. Sebab, hanya komunitas inilah yang pantas diberikan
kemenangan sejati oleh-Nya.
Al-Imam As-Syahid pernah mengajukan suatu pertanyaan besar,
“Apa modal kita untuk meraih kemenangan agama ini? Jawabannya adalah modal
dan bekal yang sama yang pernah dimiliki as-salafus shalih di bawah pimpinan
Muhammad SAW, Yaitu lima
segi keimanan yang meliputi:
Pertama, kemenangan itu akan diraih sebagai hadiah dari
Allah SWT dengan all out membela agama-Nya.
Kedua, kemenangan itu dapat diraih melalui keampuhan
minhaj Islam yang kita anut.
Ketiga, kemenangan itu dapat diraih dengan kekuatan
ukhuwwah yang kita kuduskan.
Keempat, kemenangan itu merupakan buah keyakinan kita
akan besarnya imbalan serta pahala perjuangan di jalan Allah.
Kelima, keimanan bahwa kita telah memilih jama’ah yang
tepat sesuai kodratnya untuk menyelamatkan dunia.
Kita kokohkan keimanan tentang kelima prinsip tersebut
dengan kesabaran dalam berjama’ah yang berusaha merealisasikan minhajun
nubuwwah, jalan yang ditempuh Rasulullah SAW dan sahabat beliau dalam
kesolidan ukhuwah demi membela dienullah. Kita pun harus berbuat yang ihsan
dalam kerangka ‘amal jama’I, bukan asal berbuat apalagi saling
mengandalkan. Sesudah itu, kita bertawakkal kepada Allah SWT dan menyerahkan
kepadaNya untuk menentukan saat dan bentuk hasil perjuangan yang akan
dicapai/diberikan. Sebab, Allah SWT beserta orang-orang yang sabar. Dia bersama
orang-orang yang berbuat ihsan. Dan mencintai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya.
Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd.
أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ - والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
0 komentar:
Posting Komentar