Surat-surat
yang pertama turun adalah yang berkaitan dengan masalah aqidah. Oleh karena itu
untuk memahami bagaimana Rasulullah saw. memahami aqidah, kita harus
benar-benar memahami ayat-ayat atau surat-surat Makiyah tersebut. Manhaj aqidah
secara umum dibagi dua: manhaj yang benar lagi menyeluruh (المنهاج
الصحيح الشامل) dan manhaj yang parsial (المنهاج
الجزئ).
Disebutkan
dalam atsar yang diriwayatkan Abdullah bin Umar oleh Al‑Hakim bahwa generasi
umat dibagi jadi dua: (1)‑ umat yang diberi keimanan terlebih dahulu, kemudian
baru diberi Al Qur’an (2)‑ umat yang mengambil pelajaran Al‑Qur’an lebih dahulu
sebelum didapatkan keimanan. Kemudian Atsar itu menyebutkan perilaku dari kedua
kelompok generasi itu, dimana kelompok yang pertama terdiri dari para
Salafushshaleh dan pembesar‑pembesar sahabat yang mengetahui yang diwajibkan
dari yang dilarang dan alasannya; sementara kelompok yang kedua cuma pandai
membaca Al‑Qur’an dengan lancar dan mengkhatamkannya dengan cepat tanpa tahu
mana yang diperintahkan dan mana yang dilarang serta batasan‑batasannya. Pada
akhirnya kedua kelompok ini melahirkan manhaj yang berbeda, dan dari kelompok
yang kedualah munculnya Al‑Firaq Al‑Bathilah (aliran‑aliran yang sesat), di
antaranya Al‑Khawarij.
Tujuan
pembahasan Firaq Bathilah ini agar pada kita tidak terjadi Firaq ini,
sebagaimana yang pernah ditanyakan oleh Hudzaifah bin Al‑Yaman dalam sebuah
haditsnya yang panjang.
كان الناس يسألون رسول الله (ص) عن الخير وكنت اسأله عن
الشر مخافة أن يدركني
“Orang-orang biasanya bertanya kepada Rasulullah perihal kebaikan, tapi
saya bertanya kepadanya perihal keburukan karena takut hal itu menimpa diriku.”
Di samping
itu pengetahuan tentang Firaq ini menjadi kebutuhan kita untuk memberi hujjah
kepada orang-orang yang mungkin memiliki sikap‑sikap yang juz’i dan menyimpang
dari Islam.
AL-KHAWARIJ (الخوارج)
Secara
bahasa kata khawarij berarti orang-orang yang telah keluar. Kata ini
dipergunakan oleh kalangan Islam untuk menyebut sekelompok orang yang keluar
dari barisan Ali ibn Abi Thalib r.a. karena kekecewaan mereka terhadap sikapnya
yang telah menerima tawaran tahkim (arbitrase) dari kelompok Mu’awiyyah yang
dikomandoi oleh Amr ibn Ash dalam Perang Shiffin (37H/657). Jadi, nama khawarij
bukanlah berasal dari kelompok ini. Mereka sendiri lebih suka menamakan diri
dengan Syurah atau para penjual, yaitu orang-orang yang menjual (mengorbankan)
jiwa raga mereka demi keridhaan Allah, sesuai dengan firman Allah QS.
Al-Baqarah (2):207. Selain itu, ada juga istilah lain yang dipredikatkan kepada
mereka, seperti Haruriah, yang dinisbatkan pada nama desa di Kufah,
yaitu Harura, dan Muhakkimah, karena seringnya kelompok ini mendasarkan
diri pada kalimat “la hukma illa lillah” (tidak ada hukum selain hukum Allah),
atau “la hakama illa Allah” (tidak ada pengantara selain Allah).
Secara
historis Khawarij adalah Firqah Bathil yang pertama muncul dalam Islarn
sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al‑Fatawa,
إبن تيمية: أول بدعة ظهورا في الإسلام بدعة الخوارج
“Bid’ah yang pertama muncul dalam Islam adalah bid’ah Khawarij.”
Kemudian
hadits‑hadits yang berkaitan dengan firaq dan sanadnya benar adalah hadits‑hadits
yang berkaitan dengan Khawarij scdang yang berkaitan dcngan Mu’tazilah dan
Syi’ah atau yang lainnya hanya terdapat dalam Atsar Sahabat atau hadits lemah,
ini menunjukkan begitu besarnya tingkat bahaya Khawarij dan fenomenanya yang
sudah ada pada masa Rasulullah saw. Di samping itu Khawarij masih ada sampai
sekarang baik secara nama maupun sebutan (laqob), secara nama masih terdapat di
daerah Oman dan Afrika Utara sedangkan secara laqob berada di mana‑mana. Hal
seperti inilah yang membuat pembahasan tcntang firqah Khawarij begitu sangat
pentingnya apalagi buku‑buku yang membahas masalah ini masih sangat sedikit,
apalagi Rasulullah saw. menyuruh kita agar berhati‑hati terhadap firqah ini.
Fakta
munculnya Khawarij bukanlah pada masa Ali r.a. sebagaimana sebagian para ahli sejarah
menyebutkan, tapi sudah muncul pada masa Utsman r.a. baik secara ajaran maupun
dalam bentuk aksi nyata. Buku sejarah banyak menyebutkan ini seperti buku
sejarahnya Imam At‑Thabari dan Ibnu Katsir. Dalam buku tersebut orang yang
memberontak kepada Utsman r.a. disebut Khawarij. Hal ini dikuatkan oleh fakta
sejarah berikutnya dimana mereka berhasil membunuh Utsman r.a. Kemudian umat
Islam membai’at Ali r.a. termasuk sebagian besar orang‑orang yang telah
membunuh Utsman r.a. Sementara itu Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf,
Aisyah, dan sahabat yang lain keluar dan menuntut pembelaan terhadap Utsman
r.a. Ali r.a. berkata, “Saya setuju dengan pendapat Anda, tapi mereka sangat
banyak dan bercampur dalam pasukan kami.” Ali r.a. menghendak masalah Khalifah
diselesaikan dahulu baru menyelesaikan orang‑orang yang membunuh Utsman.
Kemudian antara pihak Ali r.a. dan Aisyah r.a. sudah terjadi kesepakatan bahwa
mereka tidak akan berperang kecuali untuk menuntut pembunuh Utsman, tapi orang‑orang
yang membunuh Utsman membuat fitnah lagi dalam Perang Jamal. Mereka memisahkan
diri jadi dua, sebagian bersama Ali dan sebagian bersama Aisyah; dan mereka
berdua saling melempar lembing, dan satu sama lain mengatakan bahwa Ali telah
berkhianat dan Aisyah telah berkhianat, maka terjadilah apa yang terjadi dalam
Perang Jamal.
Pada waktu
terjadi peperangan antara Ali r.a. dengan Muawiyah r.a., mereka juga bersama
Ali dalam suatu peperangan yang terkenal dalam sejarah disebut Perang Shiffin.
Dalam buku‑buku tarikh Syi’ah juga ditulis dalam buku‑buku tarikh Sunnah,
disebutkan ada pihak ketiga yang netral di antaranya Abdullah bin Umar, Abu
Musa Al‑Asyari, Zaid bin Tsabit, dan yang lainnya yang mencoba mengadakan
ishlah pada keduanya dan mempertemukan keduanya. Terjadilah suatu dialog antara
utusan Ali r.a. dengan Muawiyah bin Abi Sofyan.
“Apakah Anda
memerangi Ali karena Anda ingin menjadi khalifah?” Muawiyah berkata, “Saya tahu
diri saya. Saya tahu diri saya jauh di bawah Ali, dan tidak ada dalam benak
saya keinginan untuk menjadi khalifah. Saya keluar berperang untuk menuntut
darah Utsman.” “Apa betul Anda tidak ingin menjadi khalifah?” Berkata Muawiyah,
“Andaikata Ali menyerahkan siapa pembunuh Utsman niscaya saya orang yang
pertama berbai’at.” Akantetapi suasana dikacaukan oleh orang‑orang tadi yang
akhirnya terjadi Perang Shifiin.
Ketika pihak
Muawiyah hampir kalah, atas usulan Amru bin Al‑Ash untuk meletakkan mushaf di
pucuk pedang sebagai tanda ingin berunding. Ali r.a. tahu bahwa ini tipu daya
tetapi orang‑orang Khawarij meminta Ali untuk menerimanya bahkan memaksa dan
mengancam:
لئن أتيت لنفعلنّ بك كما فعلنا بعثمان لنقتلنك كما قتلنا
عثمان
“Jika engkau menolak, kami akan memperlakukan Anda sebagaimana kami
memperlakukan Utsman dan kami akan membunuh Anda sebagaimana kami telah
membunuh Utsman.”
Akhirnya Ali
r.a. menerima dengan terpaksa, kemudian menyuruh panglima perangnya Asytar An‑Nakha’i
untuk menerima tahkim. Tapi Asytar juga keberatan atas perintah itu karena ia
tahu benar unsur tipuannya sangat besar. Namun, lagi‑lagi orang‑orang Khawarij
memaksa Asytar dan mengatakan apa yang dikatakan kepada Ali r.a., maka Asytar
pun menerima tahkim itu.
Ketika Ali
r.a. tahu bahwa pihak Muawiyah mengutus Amru bin Al‑Ash, seorang yang diketahui
ahli diplomasi, maka Ali r.a. mengutus Abdullah bin Al‑Abbas. Tapi lagi‑lagi
orang Khawarij membuat ulah dan berkata, “Kalau Anda mengutus Ibnu Abbas apa
bedanya Anda dengan Utsman. Kami memerangi Utsman karena dia selalu mengangkat
keluarganya sendiri. Sekarang Anda mengutus Ibnu Abbas, keponakan anda
sendiri.” Mereka meminta yang menjadi utusan dari pihak Ali adalah Abu Musa Al‑Asy’ari,
tokoh netral. Tapi Ali tahu kalau Abu Musa bukanlah orang yang cocok pada
masalah ini, dia terlalu lugu (ikhlash). Mereka bersikeras dan mengancam Ali
r.a., sampai dalam hal ini Ali berkata,
كنت بالأمس أميرا وكنت اليوم مأمورا
“Dulu saya bisa memimpin tapi saya sekarang jadi dipimpin.”
Kemudian
setelah acara tahkim usai dengan hasil yang sangat merugikan Ali r.a.,
permasalahan ternyata belum selesai. Orang Khawarij membuat ulah lagi dengan
mengkafrkan Ali r.a. dengan berkata,
كفرت لأنك حكمت رجالا في حكم الله, إن الحكم إلا لله
“Anda telah kafir karena Anda telah menyerahkan urusan tahkim kepada
orang dalam hukum Allah. Tiada yang berhak menghukum melainkan Allah.”
Dan mereka
keluar dari pasukan Ali –jumlah mereka sebanyak 12.000 orang–, maka terpaksa
Ali menghadapi mereka dan menyuruh Ibnu Abbas untuk berdiskusi dengan mereka.
Fenomena
sikap Khawarij banyak terjadi sekarang dan biasa disebut Neokhawarijisme bahkan
bisa jadi dekat dengan kita, apalagi hal itu telah diprediksi oleh Rasulullah
saw. Ibnu Abbas ketika mengadakan dialog dengan mereka menyebutkan beberapa
ciri‑ciri di antaranya: Mereka sangat wara’, pakaiannya sangat sederhana, muka
mereka pucat karena jarang tidur malam, jidatnya hitam, telapak tangan dan
kakinya kapalan, dan meraka disebut qura’ yaitu orang yang bagus bacaannya dan
lama bila membaca Al-Qur’an.
Untuk
melihat sifat‑sifat mereka lebih jauh, kita lihat hadits‑hadits Rasul saw. yang
membicarakan hal ini, diantaranya:
عن أبي سعيد الخذري قال: بينما نحن عند رسول الله (ص) وهو يقسم قسما أتاه ذوالقويصرة وهو رجل من بني تميم
فقال: يا رسول الله اعدل. قال رسول الله (ص) ويلك ومن يعدل إن لم اعدل؟ قد خبتُ
وخسرتُ إن لم اعدل. فقال عمر بن خطاب (ض) يا رسول الله ائذن لي فيه اضرب عنقه. قال
رسول الله (ص) دعه فإن له أصحابا يحقر أحدكم صلاته مع صلاتهم وصيامه مع صيامهم
يقرئون القران لا يجاوز تراقيهم ويمرقون من الإسلام كما يمرق السهم من الرمية
Dari Abi Said Al‑Khudry berkata, Tatkala kami bersama Rasulullah saw.
dan beliau sedang membagikan ghanimah, datang Dzul Khuwaishirah salah seorang
dari Bani Tamim dan berkata, “Wahai Rasulullah berbuat adillah!” Berkata
Rasulullah saw., “Celaka! Siapa yang akan berbuat adil jika saya tidak berbuat
adil? Niscaya saya celaka dan binasa jika saya tidak adil.” Berkata Umar bin
Khattab, “Wahai Rasulullah! Ijinkan saya memenggal lehernya.” Berkata
Rasulullah saw., “Biarkanlah dia. Sesunggulinya dia mempunyai banyak teman,
dirnana dianggap remeh shalat di antara kalian dibanding shalat mereka, puasa
kalian dibanding puasa mereka, mereka membaca Al‑Qur’an tidak sampai kecuali
pada tenggorokan mereka. Mereka keluar dari Islam sebagaimana lepasnya anak
panah dari busur.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Pada hari Hunain Rasulullah saw. mengutamakan sebagian manusia dalam
pembagian ghanimah. Beliau memberi Al‑Aqra bin Habis Al‑Handhaly 100 unta,
memberi Uyainah bin Badrul Fijary dengan jumlah yang serupa dan memberi para
pembesar Arab, beliau mengutamakan mereka dalam pembagian. Maka berkata salah
seorang, “Demi Allah, pembagian ini tidak adil dan tidak bertujuan untuk
mencari ridha Allah!” (HR. Muslim)
وفي رواية: إن من ضئضئ هذا قوما يقرئون القرآن لا يجاوز
حناجرهم يقتلون أهل الإسلام ويدعون أهل الأوثان يمرقون الإسلام كما يمرق السهم من
الرمية لئن أدركتهم لأقتلنهم قتل عاد
Dalam riwayat yang lain: “Sesungguhnya dari keturunan ini ada kaum yang
membaca Al-Qur’an yang tidak sampai kecuali pada kerongkongan, mereka membunuh
orang Islam dan membiarkan penyembah berhala, mereka keluar dari Islam
sebagaimana lepasnya anak panah dari busurnya, jika saya menjumpai mereka pasti
akan saya bunuh mereka seperti membunuh kaum Aad.” (HR. Bukhari dan Muslim)
سيخرج في آخر الزمان قوم أحدث الأسنان سفهاء الأحلام
“Akan keluar di akhir zaman suatu kaum yang usia mereka masih muda, dan
bodoh, mereka mengatakan sebaik‑baiknya perkataan manusia, membaca Al‑Qur’an
tidak sampai kecuali pada kerongkongan mereka. Mereka keluar dari din (agama
Islam) sebagaimana anak panah keluar dan busurnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
يخرج قوم من أمتي يقرئون القرآن يحسبون لهم وهو عليهم
لاتجاوز صلاتهم تراقيهم
“Suatu kaum dari umatku akan keluar membaca Al‑Qur’an, mereka mengira
bacaan Al-Qur’an itu menolong dirinya padahal justru membahayakan dirinya.
Shalat mereka tidak sampai kecuali pada kerongkongan mereka.” (HR.
Muslim)
يحسنون القيل ويسيئون الفعل يدعون إلى كتاب الله وليسوا
منه في شيء
“Mereka baik dalam berkata tapi jelek dalam berbuat, mengajak untuk
mengamalkan kitab Allah padahal mereka tidak menjalankannya sedikitpun.” (HR.
Al-Hakim)
لايزالون يخرجون حتى يخرج آخرهم مع المسيح الدجال
“Mereka akan senantiasa keluar sampai pada yang terakhir bersama
Al-Masih Ad-Dajjal. Jika kalian bertemu mereka, maka bunuhlah; merekalah
sejelek-jelek penciptaan dan sejelek-jelek makhluk.” (HR. An-Nasa’i dan
Al-Hakim)
الخوارج كلاب أهل النار
“Al-Khawarij adalah anjingnya ahli neraka.”
Dari
hadits-hadits di atas dapat disimpulkan sifat-sifat, nilai, fenomena, dan
kedudukan mereka.
Sifat‑sifat Khawarij
I. Mencela dan Menyesatkan (الطعن والتضليل)
Orang‑orang
Khawarij sangat mudah mencela dan menganggap sesat Muslim lain, bahkan Rasul
saw. sendiri dianggap tidak adil dalam pembagian ghanimah. Kalau terhadap Rasul
sebagai pemimpin umat berani berkata sekasar itu, apalagi terhadap Muslim yang
lainnya, tentu dengan mudahnya mereka menganggap kafir. Mereka mengkafirkan
Ali, Muawiyah, dan sahabat yang lain. Fenomena ini sekarang banyak bermunculan.
Efek dari mudahnya mereka saling mengkafirkan adalah kelompok mereka mudah
pecah disebabkan kesalahan kecil yang mereka perbuat.
2. Buruk Sangka (سوء الظن)
Fenomena
sejarah membuktikan bahwa orang‑orang Khawarij adalah kaum yang paling mudah
berburuk sangka. Mereka berburuk sangka kepada Rasulullah saw. bahwa beliau
tidak adil dalam pembagian ghanimah, bahkan menuduh Rasulullah saw. tidak mencari
ridha Allah. Mereka tidak cukup sabar menanyakan cara dan tujuan Rasulullah
saw. melebihkan pembesar‑pembesar dibanding yang lainnya. Padahal itu dilakukan
Rasulullah saw. dalam rangka dakwah dan ta’liful qulub. Mereka juga menuduh
Utsman sebagai nepotis dan menuduh Ali tidak mempunyai visi kepemimpinan yang
jelas.
3. Berlebih‑lebihan dalam ibadah (المبالغة في العبادة)
Ini
dibuktikan oleh kesaksian Ibnu Abbas. Mereka adalah orang yang sangat
sederhana, pakaian mereka sampai terlihat serat‑seratnya karena cuma satu dan
sering dicuci, muka mereka pucat karena jarang tidur malam, jidat mereka hitam
karena lama dalam sujud, tangan dan kaki mereka ‘kapalan’. Mereka disebut quro’
karena bacaan Al-Qur’annya bagus dan lama. Bahkan Rasulullah saw. sendiri membandingkan
ibadah orang‑orang Khawarij dengan sahabat yang lainnya, termasuk Umar bin
Khattab, masih tidak ada apa‑apanya, apalagi kalau dibandingkan dengan kita.
Ini menunjukkan betapa sangat berlebih‑lebihannya ibadah mereka.
4. Keras terhadap sesama Muslim dan memudahkan yang lainnya (التشدد على
المسلمين والترخص على غيرهم)
Hadits
Rasulullah saw. menyebutkan bahwa mereka mudah membunuh orang Islam, tetapi
membiarkan penyembali berhala. Ibnu Abdil Bar meriwayatkan, “Ketika Abdullah
bin Habbab bin Al‑Art berjalan dengan isterinya bertemu dengan orang Khawarij
dan mereka meminta kepada Abdullah untuk menyampaikan hadits‑hadits yang
didengar dari Rasulullah saw., kemudian Abdullah menyampaikan hadits tentang
terjadinya fitnah,
القاعد فيها خير من القائم والقائم فيها خير من الماشي
“Yang duduk pada waktu itu lebih baik dari yang berdiri, yang berdiri
lebih baik dari yang berjalan….”
Mereka
bertanya, “Apakah Anda mendengar ini dari Rasulullah?” “Ya,” jawab Abdullah.
Maka serta-merta mereka langsung memenggal Abdullah. Dan isterinya dibunuh
dengan mengeluarkan janin dari perutnya.
Di sisi lain
tatkala mereka di kebun kurma dan ada satu biji kurma yang jatuh kemudian salah
seorang dari mereka memakannya, tetapi setelah yang lain mengingatkan bahwa
kurma itu bukan miliknya, langsung saja orang itu memuntahkan kurma yang
dimakannya. Dan ketika mereka di Kuffah melihat babi langsung mereka bunuh,
tapi setelah diingatkan bahwa babi itu milik orang kafir ahli dzimmah, langsung
saja yang membunuh babi tadi mencari orang yang mempunyai babi tersebut,
meminta maaf dan membayar tebusan.
5. Sedikit pengalamannya (قلة التجربة)
Hal ini
digambarkan dalam hadits bahwa orang‑orang Khawarij umurnya masih muda‑muda
yang hanya mempunyai bekal semangat.
6. Sedikit pemahamannya (قلة الفقه)
Disebutkan
dalam hadits dengan sebutan Sufahaa-ul ahlaam (orang bodoh), berdakwah pada
manusia untuk mengamalkan Al‑Qur’an dan kembali padanya, tetapi mereka sendiri
tidak mengamalkannya dan tidak memahaminya. Merasa bahwa Al‑Qur’an akan
menolongnya di akhirat, padahal sebaliknya akan membahayakannya.
7. Nilai Khawarij
Orang‑orang
Khawarij keluar dari Islam sebagaimana yang disebutkan Rasulullah saw., “Mereka
keluar dari Islam sebagaimana anak panah keluar dari busurnya.”
8. Fenomena Khawarij
Mereka akan
senantiasa ada sampai hari kiamat. “Mereka akan senantiasa keluar sampai
yang terakhir keluar bersama Al‑Masih Ad‑Dajjal”
9. Kedudukan Khawarij
Kedudukan
mereka sangat rendah. Di dunia disebut sebagai seburuk-buruk makhluk dan di
akhirat disebut sebagai anjing neraka.
10. Sikap terhadap Khawarij
Rasulullah
saw. menyuruh kita untuk membunuh jika menjumpai mereka. “Jika engkau
bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka.”
Ibroh (Pelajaran) yang kita dapat
1. Berhati‑hati supaya tidak terjatuh pada Khawarijisme (التخذير من
الوقوع)
Secara
sosial politik Khawarij bisa muncul kapan saja. Kemunculan pertama Khawarij
dimulai dari ketidakpercayaan (‘adamuts tsiqah) sebagian mereka kepada
pemimpin kaum Muslimin, yaitu Utsman bin Affan yang mereka anggap tidak adil,
nepotisme, dan mengangkat orang‑orang dekatnya. Ditambah ada sosok lain yang
tidak suka dengan Islam, yaitu Abdullah bin Saba, yang sangat besar pengaruhnya
dalam memecah belah umat Islam. Melihat sejarah awal munculnya Khawarij,
sekarang ini fenomena itu tampaknya ada.
2. Bertaubat jika sudah terjatuh (الإنقاذ إن وَقَعَ)
Sejarah pun
telah membuktikan banyak umat Islam yang sudah terjatuh pada fitnah
Khawarijisme. Di Mesir pada tahun 60‑an banyak kelompok yang keluar dari
jama’ah yang benar dan menuduh pemimpinnya lemah, bahkan menuduh sesama muslim
sebagai kafir. Untuk menghadapi orang‑orang yang sudah terjatuh pada Khawarij
minimal dibutuhkan tiga cara: (1) memilih orang yang cocok untuk menghadapi
mereka, (2) cara yang benar, (3) memeranginya jika diperlukan.
Ali, Ibnu
Abbas, dan Umar bin Abdul Aziz dianggap orang yang cocok untuk menghadapi
Khawarij disamping mereka bertiga memiliki ilmu yang dalam dan bijaksana serta
pandai memilih cara yang tepat untuk menghadapi mereka.
Pada saat
Ali r.a. menghadapi mereka, beliau bertanya, “Apa yang Anda rasa berat dari
saya?” Mereka menjawab, “Karena Anda menyerahkan hak menghukum kepada manusia,
padahal tidak ada yang berhak rnenghukum kecuali Allah.” Jawab Ali, “Apakah
jika saya mendatangkan dengan dalil Al‑Qur’an kepada Anda, Anda akan kembali?”
Mereka menjawab, “Kenapa tidak?” Maka Ali mengambil dalil dari Al‑Qur’an surat
An‑Nisa ayat 35 yang artinya, “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan
antara keduanya, maka kirimlah seorang hakim dari keluarga laki‑laki dan
seorang hakim dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakim itu bermaksud
mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” “Kalau pada masalah
pernikahan saja Allah membolehkan mengambil hakim dari manusia apalagi masalah
Khilafah!” Maka sebanyak 4.000 orang dari Khawarij bertaubat.
Begitu juga
Ibnu Abbas sebagai sosok yang mampu menghadapi orang‑orang Khawarij. Suatu saat
Ali mengutusnya untuk menghadapi Khawarij, maka Ibnu Abbas bertanya pada
mereka, “Hal apakah yang membuat Anda dendam kepada Ali?” Mereka menjawab, “Ada
tiga, pertama, dalam hal agama Allah, Ali bertahkim pada manusia; kedua, ia
berperang tapi tidak menawan pihak musuh dan tidak mengambil harta rarnpasan;
ketiga, waktu bertahkim ia rela meninggalkan keamirannya.” Maka jawab lbnu
Abbas, “Mengenai bertahkim pada manusia apa salahnya, kemudian beliau
membacakan ayat 95 dari surat AI‑Maidah. Tentang ucapan Anda, ia berperang
tidak melakukan penawanan, apakah Anda menghendaki agar Aisyah, istri Rasul
saw., jadi tawanan? Adapun Ali menanggalkan kekhalifahannya, Ali mencontoh
Rasulullah saw. pada saat perjaniian Hudaibiyah.” Demikianlah setelah Ibnu
Abbas menyelesaikan dialognya dengan sangat bijaksana, sekitar 20.000 orang
Khawarij bertaubat.
Begitu juga
Umar bin Abdul Aziz melakukan yang serupa dimana pada masa daulah Bani Umayyah
yang paling membahayakan adalah orang‑orang Khawarij. Bahkan daulah punya
pasukan khusus untuk menghadapi mereka yang dipimpin oleh Al‑Muhalab bin Abi
Shufroh. Suatu saat Umar berdialog dengan salah seorang dari mereka yang
bernama Al‑Bistom dan berkata, “Kami siap kembali kepada Anda dengan syarat
Anda bertaubat dan melaknati Bani Umayyah.” Umar berkata, “Baiklah, apakah hal
ini ada sanad tarikhnya bahwa orang yang bertaubat harus melaknati leluhurnya?”
Umar melanjutkan, “Apakah Anda pernah melaknati iblis dan Fir’aun? Mengapa Anda
menyuruh saya untuk melaknati orang yang kemungkinan lslamnya masih besar?”
Bukti dari
ini semua menunjukkan bahwa Ali, Ibnu Abbas, dan Umar adalah figur yang cocok
untuk menghadapi Khawarij berkat ilmunya yang sangat dalam dan
kebijaksanaannya. Mereka juga memiliki metodologi yang baik dalam menghadapi
mereka. Kebaikan cara dan kebijaksanaan Ali terbukti ketika ditanya, “Apakah
Khawarij itu kafir?” Jawab Ali, “Mereka adalah orang yang berusaha lari dari
kekafiran.” “Apakah mereka munafik?” Jawab Ali, “Orang munafik tidak menyebut
Allah kecuali sedikit, padahal mereka orang yang banyak menyebut nama Allah.”
Kelompok
Khawarij ini sangat unik. Hal ini terlihat pada kasus ketika mereka mengadakan
kesepakatan untuk membunuh Ali, Muawiyah, dan Amru bin Al‑Ash. Salah seorang
yang ditugaskan untuk membunuh Ali adalah Abdurrahman bin Muljam. Abdurrahman
sebenarnya enggan diberi tugas untuk membunuh Ali, tapi ketika lewat pada
perkampungan Khawarij dia mendapatkan orang yang tercantik di kampung itu dan
bapak serta kakaknya sudah tewas terbunuh oleh Ali dalam peristiwa Harura.
Perempuan itu bernama Qutom dan sangat dendam pada Ali. Ibnu Muljam berkata
pada perempuan itu, “Saya ingin mengawini Anda!” “Boleh, tapi mahar apa yang
akan engkau berikan pada saya?” jawab Qutom. “Apa saja yang engkau minta
niscaya aku kabulkan,” balas Ibnu Muljam. Maka Qutom mengatakan, “Saya minta
30.000 hamba sahaya, budak yang bisa menyanyi, dan membunuh Ali.” “Kalau yang
tiga pertama dapat saya kabulkan, tapi yang terakhir engkau jangan berharap.”
Qutom kemudian berkata, “Jika Anda bisa melakukannya, saya akan sembuh dari
sakit hati, Anda bisa menikahi saya. Tapi kalau tidak, maka akhirat lebih baik
bagi Anda dari dunia dan segala isinya.” Maka terjadilah apa yang sudah
terjadi. Dari kasus ini menunjukkan ada kasus yang terselubung dan tidak murni
dalam pembunuhan Ali oleh Ibnu Muljam.
Bentuk
keunikan lain, mereka adalah kelompok yang mudah dibodohi. Maka, untuk
menghadapi mereka diperlukan cara khusus. Hal ini pernah terjadi pada Amru bin
Ubaid, salah seorang tokoh Mu’tazilah. Suatu saat ia lewat perkampungan
Khawarij dengan ternan‑temannya dan dihadang oleh mereka seraya berkata, “Mana
kawan‑kawan Anda, tadi kelihatan banyak?” Jawab Arnru dengan menyitir ayat 6
surat At‑Taubah, “Kami orang yang musyrik yang meminta perlindungan agar dapat
mendengar firman Allah.” “Boleh, kami melindungi Anda sekalian. Pergilah, Anda
mendapat perlindungan.” Tapi Amru merasa belum aman karena perkampungan
Khawarij masih panjang, maka dia berkata, “Tidak begitu. Antarkanlah ia ke
tempat yang aman.” Maka orang‑orang Khawarij tadi mengantarkannya. Peristiwa
ini menunjukkan pemikiran orang-orang Khawarij yang sangat sederhana yang
mengakibatkan mudah diperdaya dengan logika yang sangat sederhana. Sehingga
untuk menghadapi mereka, dibutuhkan cara yang tepat dan tidak perlu logika yang
berat‑berat.
Cara yang
ketiga, memeranginya jika dianggap perlu. Hal ini terbukti ampuh dan juga
pernah dilakukan Ali r.a. Pada masa Daulah Abbasiyah kekuatan mereka secara
politis sudah bisa dilumpuhkan, kalaupun masih ada hanya bekas‑bekas atau
pengaruh pemikiran mereka dan dalam bentuk nilai seperti menyesatkan dan
menganggap kafir orang muslim.
3. Mensyukuri pemahaman yang benar (الشكر على الفهم الصحيح)
Kalau kita
melihat betapa orang yang ibadahnya sangat rajin, pandai bahasa Arab, masih
bisa salah dalam memahami Islam bahkan dicap oleh Rasul sebagai anjingnya ahli
neraka, ini menunjukkan betapa besarnya nikmat pemahaman yang benar yang
diberikan Allah pada kita.
Salah
seorang ulama salaf berkata:
لا أدري بآية إحدى النعمتين أشكر أبالفهم الصحيح
أوالتجنيب من البدع
“Saya tidak tahu bagaimana saya harus bersyukur dengan nikmat memahami
Islam dengan benar atau mampu menjauhi dari bid’ah.”
Tokoh-tokoh Khawarij
- Abdullah
ibn Wahhab Al-Rasyibi pemimpin sekte Al-Muhakkimat. Beliau adalah
tokoh utama dari 12.000 orang yang keluar dari barisan Ali r.a. dan
menjadikan Haruriah sebagai basis pergerakan. Di desa itu, Abdullah
bersama kroninya mendirikan “khilafah baru” dengan pemimpinnya Abdulllah
sendiri.
- Nafi’
ibn al-Azraq merupakan salah seorang pengikut sekte
Muhakkimah yang tersisa dalam peprangan di Nahrawan. Bersama
kroni-kroninya, ia kembali menyebarkan paham khawarij dengan berganti baju
Al-Azariqah
- Najdah
ibn Amir al-Hanafi, pemimpin sekte al-Najd, merupakan koalisi dari
beberapa tokoh Khawarij –seperti Abu Fudaik, Rasyid Al-Tawil, Atiah
Al-Hanafi, dan Najdah sendiri– akibat kekecewaan terhadap kepemimpinan
Nafi’ Al-Azraq.
Ide-ide Pemikiran aliran Khawarij
- Menganggap
kafir orang-orang yang berseberangan dengan mereka, terutama yang terlibat
dalam Perang Shiffin. Karenanya, tidak ada istilah damai untuk penentang
Khawarij, mengingat yang dimaksud ishlah dalam QS. Al-Hujurat: 9 adalah
sesama orang Islam, tidak dengan orang kafir.
- Orang
Islam yang berbuat dosa besar, seperti berzina dan pembunuh adalah kafir
dan selamanya masuk neraka.
- Hak
khilafah tidak harus dari kerabat nabi atau suku Quraisy khususnya, dan
orang Arab umumnya. Seorang khalifah harus dipilih oleh kaum Muslimin
melalui pemilihan yang bebas. Khalifah yang taat kepada Tuhan wajib
ditaati. Sebaliknya, khalifah yang mengingkari Tuhan dan umat yang durhaka
kepada khilafah yang wajib ditaati, boleh diperangi dan dibunuh.
- Orang
musyrik adalah yang melakukan dosa besar, tidak sepaham dengan mereka,
atau orang yang sepaham tetapi tidak ikut hijrah dan berperang bersama
mereka. Orang musyrik itu halal darahnya. Nasib mereka bersama
anak-anaknya akan kekal di neraka.
- Mereka
menganggap bahwa hanya daerahnya yang disebut dar al-Islam, dan daerah
orang yang melawan mereka adalah dar al-harb. Karenanya, orang yang
tinggal dalam wilayah dar al-harb, baik anak-anak maupun wanita, boleh
dibunuh.
- Ajaran
agama yang harus diketahui hanya ada dua, yakni mengetahui Allah dan
rasul-Nya. Selain dua hal itu tidak wajib diketahui.
- Melakukan
taqiyyah (menyembungikan keyakinan demi keselamatan diri), baik secara
lisan maupun perbuatan adalah dibolehkan bila keselamatan diri mereka
terancam.
- Dosa
kecil yang dilakukan secara terus menerus akan berubah menjadi dosa besar
dan pelakunya menjadi musyrik.
- Imam
dan khilafah bukanlah suatu keniscayaan. Tanpa imam dan khilafah, kaum
muslimin bisa hidup dalam kebenaran dengan cara saling menasihati dalam
hal kebenaran.
Kemunculan
gerakan Khawarij sangat kental dengan nuansa politiknya. Persoalan teologi
hanya dijadikan komoditi politik untuk melegitimasi gerakan mereka. Allahu
a’lam
0 komentar:
Posting Komentar