Senin, 28 Oktober 2024

Menjauhi Sikap Isti’jal

 




Manusia memiliki akal dan hasrat, sehingga manusia memiliki kecenderungan untuk senantiasa mengikhtiarkan kehidupan yg lebih baik dan kualitas sesuai harapan. Manusia juga berpotensi serakah karena syahwatnya dan berpotensi taat karena akal yg dimilikinya.

Satu tabiat awal sikap syahwati Manusia yaitu sikap tergesa2 (isti’jal). Sikap tergesa2, selalu berbanding lurus dgn dominasi syahwat duniawi di dalam hati. Sikap ketergesaan selalu menghiasi kehidupan kita, tanpa kecuali. Hanya manusia yg sadar dan sabar serta memiliki ilmu dan faham tujuan hidup, yg bisa menikmati peran aktifitas apapun dalam proses ruang kehidupan di dunia ini.

Dalam wujud prilaku hidup, ada maqolah dari ulama besar hadits dan guru besar dari para ulama hadits seperti Imam Abu Daud, Imam An-Nasa’i, Imam Ibnu Abi Hatim (anaknya), Imam Abadah bin Sulaiman al-Marwazi, Imam Ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradi, Imam Yunus bin Abdul A’la, Imam Muhammad bin ‘Auf ath-Tha’i, Imam Abu Zur’ah ar-Razi, Imam Muhammad bin Harun, Imam Abu ‘Awwanah al-Isfaraini, Imam Ibnu Abi ad-Dunya rahimahumullah. Beliau adalah Al-Imam Al-Hafidhul Kabir An-Naqid Syaikhul Muhaditsin  Muhammad bin Idris bin al-Mundzir bin Daud bin Mihran al-Hanzhali al-Ghathfani Ar-Razi atau Abu Hatim Ar-Razi rahimahullah (240 – 327 H / 811 – 890 M Iran), beliau mengatakan :

“Tergesa2 itu, seseorang mengucapkan sebelum ia mengetahui, menjawab sebelum ia paham, memuji sebelum ia mencoba, mencela setelah dia memuji, bertekad sebelum ia berpikir, dan melakukan sebelum ia punya kemauan.”

Sungguhpun manusia diciptakan dgn sifat fitrah tergesa2, tetapi seorang muslim tetap dihimbau oleh Allah dan Rasul-Nya untuk menghindari sifat ini. Dalam membina hubungan sosial dgn sesama manusia, tali kekang lidah dan tangan mesti sering dikencangkan supaya tidak buru2 menghasilkan perilaku gegabah.

Panjangkan pikiran, sebelum berucap atau berbuat. Dengarkan penjelasan, sebelum menyanggah. Carilah berbagai alasan cantik untuk saudara seiman, sebelum berprasangka buruk. Tahan komentar, sebelum paham duduk perkara suatu masalah. Teliti berita, sebelum menyebarkan. Kumpulkan bukti, sebelum menyimpulkan. Bulatkan tekad dan luruskan niat, sebelum beramal.

Dalam membina hubungan dgn Sang Pencipta pun, ketergesaan juga akan menghasilkan ibadah yg sekedar ritual tanpa arti dan tanpa makna. Lantunan dzikir mengalir di luar kepala. Hafalan Al-quran juga sudah di ujung lidah. Tapi tak berarti apa2 jika semua keluar begitu lekas.

4 Perkara Berakibat Buruk

Mari kita simak maqalah dari Al-Imam Az-Zuhud Al-Wira’i Ash-Shufi Abul Faidh Tsauban Dzun Nun bin Ibrahim Al-Mishri atau Imam Dzun Nun Al-Mishriy rahimahullah (796 – 859 M, Kairo, Mesir) berkata : 

أَرْبَعُ خِلاَلٍ لَهَا ثَمَرَةٌ: الْعَجَلَةُ وَالْعُجْبُ وَاللِّجَاجَةُ وَالشَّرَهُ، فَثَمَرَةُ الْعَجَلَةِ : النَّدَامَةُ، وَثَمَرَةُ الْعُجْبِ : الْبُغْضَةُ، وَثَمَرَةُ اللِّجَاجَةِ : الْحَيْرَةُ، وَثَمَرَةُ الشَّرَهِ : الْفَاقَةُ

“Ada empat perkara yg memiliki buah (akibat buruk): Sikap tergesa2, ujub (bangga diri), perdebatan, dan rakus (tamak). Maka, buah ketergesa2an adalah penyesalan, buah ujub adalah kejengkelan, buah perdebatan adalah keragu2an, dan buah kerakusan adalah kemiskinan”. (Atsar Riwayat Imam Abubakar Ahmad bin Husain bin Ali bin Abdullah al-Baihaqi Asy-Syafi’i atau Imam Al-Baihaqi rahimahullah wafat 994 – 1066 M, Naisabur, Iran, dalam kitab Syu’abul Iman no. 8215).

Makna Isti’jal

Tergesa2 adalah satu akhlak tercela yg ada di muka bumi ini, yg telah diperingatkan oleh suri teladan umat Islam, Rasulullah  shallallahu alaihi wasallam. Tergesa2 dalam bahasa Arab disebut isti’jal, kata isti’jal, i’jal, dan ta’ajul memiliki satu arti, yaitu : menuntut sesuatu dikerjakan atau diselesaikan dengan cepat atau segera. Termasuk ‘ajalah dan tasarru’. Yang keseluruhannya memiliki makna yg sama. Dan lawan kata dari isti’jal adalah anaah dan  tatsabbut. Yang artinya adalah pelan2, dan tidak terburu2. Secara istilah, isti’jal berarti keinginan untuk merubah suatu keadaan dalam waktu singkat, tanpa memperhatikan efek buruk yg ditimbulkan, serta tidak disertai persiapan yg matang dan tanpa alur proses yg direncanakan.

Tergesa2 adalah salah satu sifat yg dilarang dalam Islam. Bahkan, tergesa2 dan terburu2 dalam berbuat kebaikan dan melaksanakan ibadah, dapat menjauhkan kita dari tujuan yg hendak dicapai. Juga bisa berpotensi, menjerumuskan kita kepada tindak kemaksiatan, ketidakikhlasan dan kelupaan terhadap persembahan aktifitas terbaik untuk Allah subhanahu wa ta’ala.

Zaman Serba Cepat

Zaman kini adalah zaman serba cepat, cepat saji, cepat selesai, cepat hasil dan lain lainnya, sehingga orang tidak mengutamakan lagi suatu proses apalagi menikmatinya, termasuk dalam mencari ilmu dan beribadah. Kalau ditilik dari sifat ketergesaan tsb, tentu sudah diperingatkan oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Hadits dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu (612 M, Madinah –  709 M, Basra, Irak), yg diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi rahimahullah, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda :

التَّأَنِّى مِنَ اللَّهِ وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

“Sikap pelan2 itu dari Allah, dan sikap tergesa2 itu dari setan.”

Abu Abdullah Syamsuddin Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’d al-Zar’i Ad–Dimasyqi Al-Hambali atau Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah (28 Januari 1292 M – 15 September 1350, M di Damaskus, Suriah), dalam kitab Ar-Ruuh berkata, “Sifat tergesa2 adalah dari setan. Sejatinya sifat tergesa2 juga merupakan sikap gegabah, kurang berpikir dan berhati2 dalam bertindak. Yang mana sifat ini menghalangi pelakunya dari ketenangan dan kewibawaan. Dan menjadikan pelakunya memiliki sifat menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Dan mendekatkan pelakunya kepada berbagai macam keburukan, dan menjauhkann12ya dari berbagai macam kebaikan. Dia adalah temannya penyesalan. Dan katakanlah, bahwa siapa saja yang tergesa2 maka dia akan menyesal”.

Tergesa2 itu melakukan sesuatu sebelum datang waktu yg seharusnya. Muhammad ‘Abdur Ra’uf ibn Tajul ‘Arifin ibn ‘Ali ibn Zainal ‘Abidin al-Haddadi al-Manawi  /al-Munawi Al-Qahiri Al-Mishri Asy-Syafi’i atau Imam Al Munawi rahimahullah (1545 – 1621 M di Kairo, Mesir) menjelaskan dalam kitab Faidhul Qadir Syarah Jamius Shaghir (6/72) sbg berikut :

العجلة فعل الشيء قبيل مجيء وقته

“Tergesa2 itu, melakukan sesuatu sebelum datang waktu yg seharusnya “

Tabiat Manusia

Jadi, jika melakukan apapun dgn tergesa2 berarti melakukan sesuatu tanpa berpikir dan tanpa memperhatikan dgn seksama terlebih dahulu. Sebetulnya Islam sendiri, memandang sifat tergesa2 tsb adalah bagian dari watak dasar manusia. Dan ini sudah diterangkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala bahwa manusia itu adalah makhluk yg memiliki tabiat tergesa2. Sebagaimana  dalam firman-Nya :

وَكَانَ ٱلْإِنسَٰنُ عَجُولًا

“Dan adalah manusia bersifat tergesa2.” (Surat Al-Isra Ayat 11)

خُلِقَ ٱلْإِنسَٰنُ مِنْ عَجَلٍ

“Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa2.” (Surat Al-Anbiya Ayat 37)

Sebaliknya, jika hanya bermodalkan semangat dan dorongan jiwa yg belum memungkinkan, maka di sinilah isti’jal merupakan sebuah ‘penyakit’. Sebab, sifat tergesa2 dalam ibadah dan kebaikan (isti’jal) dapat menimbulkan penyakit, salah satunya adalah akan menyebabkan seseorang melemah dan putus asa karenanya, lalu berhenti bermujahadah. Akibatnya, ia gagal atau tidak faham bagaimana mendapatkan kedudukan tinggi yg hendak ia capai.

Sebaliknya juga begitu, jika ia berlebih2an dalam bersungguh2 dan memberatkan jiwanya, ia tidak akan pernah sampai ke tujuan yg diinginkan. Maka, ia berada di antara sikap yang terlalu longgar dan berlebihan. Dan keduanya adalah akibat dari sikap tergesa2.

Ada ungkapan seorang penyair yg mengatakan : “Orang yg bersikap tenang, sering mendapat apa yg diinginkan, sedangkan orang yg terburu2 bisa tergelincir.”

Pembentuk Isti’jal

Terdapat banyak faktor yg ikut membentuk sikap isti’jal pada seseorang, diantaranya adalah :

Pertama, faktor psikologis. Isti’jal (tergesa2 / terburu2), sebagaimana disebutkan Allah subhanahu wa ta’ala dalam dua ayat diatas, adalah salah satu tabi’at yg melekat pada fitrah manusia.

Jika seseorang tidak dapat mengendalikan sikap isti’jal tsb, dgn penggunaan fungsi kendali “akal” dan pemahaman, atau meredamnya, maka tidak ayal lagi naluri tsb akan mendorongnya untuk melakukan tindakan yg tergesa2, yg akan merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Banyak yg lupa untuk membina dan mengarahkan nalurinya, kepada sikap dan tindakan yg terarah dan terprogram secara baik tidak hanya memperturutkan emosi semata.

Kedua, karena semangat keimanan yg tidak dibarengi oleh penguasaan ilmu dan caranya, maka pasti akan melahirkan tindakan tergesa2. Sehingga, terjadilah pemborosan potensi keimanannya. Karena dis-alokasi potensi yg salah inilah, banyak yg beribadah dgn nafsunya, bukan dgn ilmunya.

Ketiga, Watak dan tabiat zaman, dimana kita hidup sekarang ini. Keberadaan kita di abad teknologi dan informasi yg serba cepat dan canggih ini l, memberi kemungkinan memiliki andil dalam membentuk dan melahirkan sikap isti’jal tsb. Sehingga, para muslim pun ikut terbawa ingin cepat selesai dan ia lupa bahwa makhluk yg bernama manusia itu, tidak sama dgn teknologi informasi yg dapat dipercepat proses pematangannya dan kecanggihannya.

Dampak Buruk Sikap Tergesa2 

Karena sifat ini banyak berakibat buruk pada pelakunya maka pasti tergolong sifat yg dibenci dalam Islam. Diantara dampak buruk sifat tergesa2 adalah: “mengakibatkan kelesuan berkepanjangan (futur).” Banyak orang, yg ingin menyelesaikan suatu pekerjaan dalam waktu sesingkat mungkin, tanpa menyadari kapasitas fisik yg dimiliki. Sehingga, begitu ia menyadari kelemahan dan keterbatasannya, sedang rasa lelah dan letih mulai menyerang, maka ia pun mendadak lemas dan tak bersemangat lagi. Inilah barangkali alasan mengapa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam begitu bijak memandu kita, dalam melakukan amalan2 ibadah.  

Dampak yg lain, adalah bisa mengantarkan para pelakunya pada hasil akhir yg buruk, atau tidak sesuai dgn harapan. Sikap ini, masuk dalam potensi buruk yg bersemayam dalam jiwa manusia, yg membutuhkan pengarahan agar tidak berujung petaka. Siapa pun merasa tak sanggup mengarahkannya dgn baik akan menuai hasil negatif darinya. 

Bisa juga, hal ini sbg rasa yg tidakak sanggup memikul beban berat, dalam waktu yg lama. Maunya instan. Tidak ada kesadaran yg menancap dlm hati dan pikiran, bahwa setiap suatu pencapaian dalam hal aktifitas apapun, selalu membutuhkan jalan yg panjang dan sarat rintangan dan persyaratan. Mereka yg tak mampu memikul beban dan rintangan dalam waktu lama, tentunya akan berusaha menyelesaikan apa yg direncanakan dalam waktu sesingkat mungkin, agar segera terhindar dari rintangan dan beban itu.

Dari keterangan di atas, sikap ketergesaan tsb tidak berarti apa2 bahkan akan membuka pintu masuk bagi syetan, sehingga berbagai penyakit hati akan sangat mudah muncul diantaranya yaitu orang yg tergesa2 lemah dalam komitmen ketaatan, mudah putus asa menjalani ketaatan, hilang kepekaan karena kurang memiliki ilmu dan tiada tujuan, lupa mensyukuri nikmat ketenangan, muncul sikap keidaksabaran sehingga hasilnya amburadul tidak sesuai harapan, atau gagal total, tidak membekas sama sekali dalam prasasti kebaikan. 

Sikap Tergesa-gesa Yang Boleh

Ada sikap tergesa2 yg diperkecualikan atau dianjurkan, sebagaimana keterangan Al-Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Abdullah Asy-Syaukani Ash-Shan’ani Al-Yamani atau Imam Ash-Shan’ani rahimahullah (1759–1834 M di Shana’a Yaman), dalam kitab Subulus Salam syarhu Bulughil Maram min Jam’i Adillatil Ahkam (4/201) berkata :

العجلة هي السرعة في الشيء وهي مذمومة فيما كان المطلوب فيه الأناة محمودة فيم يطلب تعجيله من المسارعة إلى الخيرات ونحوها

“Tergesa2, maknanya adalah cepat (terburu2) dalam melakukan suatu perkara, dan ini tercela jika yg dituntut dalam perkara tsb adalah pelan2, namun terpuji jika dalam perkara yg dituntut untuk disegerakan, yaitu dari bentuk berlomba2 dalam kebaikan dan yg semisalnya.”

Menukil dari Kitab Hilyatul Auliya’ Wa Thabaqatul Asfiya’ karya Al-Imam Al-Hafidh Ahmad ibn Abdullah ibn Ahmad ibn Ishaq ibn Musa ibn Mahran al-Mihrani al-Asbahani al-Ahwal Asy-Syafi’i Al-Asy’ari atau Imam Abu Nu’aim Al Ashbahani rahimahullah (wafat hari Ahad 20 Muharram 430 H / Ahad, 28 Oktober 1038 M di Isfahan, Iran) menyebutkan perkataan berikut ini dari Abu Abdirrahman Hatim ibn Alwan al-Asham atau Hatim Al-Asham rahimahullah (wafat 234 H / 851 M di Khurasyan) : 

وَقَالَ حَاتِمٌ : ” كَانَ يُقَالُ الْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ إِلا فِي خَمْسٍ : إِطْعَامُ الطَّعَامِ إِذَا حَضَرَ الضَّيْفُ ، وَتَجْهِيزُ الْمَيِّتِ إِذَا مَاتَ , وَتَزْوِيجُ الْبِكْرِ إِذَا أَدْرَكَتْ , وَقَضَاءُ الدَّيْنِ إِذَا وَجَبَ , وَالتَّوْبَةُ مِنَ الذَّنْبِ إِذَا أَذْنَبَ ” .

Ketergesa2an biasa dikatakan dari setan kecuali dalam lima perkara: (1) menyajikan makanan ketika ada tamu (2) mengurus mayit ketika ia mati (3) menikahkan seorang gadis jika sudah bertemu jodohnya (4) melunasi utang ketika sudah jatuh tempo (5) segera bertaubat jika berbuat dosa.”

Lima hal diatas juga termaktub dalam kitab Nashaihul Ibad fi Bayan al Alfadz Munabbihat ala al-Isti’dad li Yaum al-Ma’ad, karya As-Sayyid al-‘Ulama al-Hijaz Asy-Syaikh Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi bin Umar At-Tanara Al-Bantani Al-Jawi Al-Makki Asy-Syafi’i atau Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah (1813 -1897 M, Jannatul Mualla Mekkah).

Wallahu A’lam. Semoga bermanfaat !!

KAPITALISASI POLITIK BUTUH STRIKER


 

Pada awalnya kapitalisasi merupakan istilah yang populer dalam bidang ekonomi dan bisnis termasuk akutansi. Oleh karena itu saat mendengar istilah ini yang tergambar adalah modal atau uang. 


Dalam dunia usaha, kapitalisasi adalah penentuan nilai pembukuan terhadap semua pengeluaran untuk memperoleh aset tetap hingga siap pakai, untuk meningkatkan kapasitas/efisiensi, dan atau memperpanjang umur teknisnya dalam rangka menambah nilai-nilai aset tersebut.


Dalam bidang bahasa, kapital mengacu kepada huruf besar. Oleh karena itu kapitalisasi dalam sudut pandang bahasa adalah menulis 'sesuatu' dengan huruf besar agar menjadi lebih diperhatikan dibanding bila ditulis dengan huruf kecil. 


Dalam obrolan politik, istilah kapitalisasi politik, lebih dekat dengan kedua pemahaman diatas. 


Yakni kapitalisasi politik dilakukan untuk menarik perhatian orang banyak terhadap suatu isu dan memperpanjang umur isu tersebut agar lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan sesuai dengan keinginan pelaku kapitalissasi.


Disamping itu ada juga yang memahami kapitalisasi politik dengan perilaku politik yang mengandalkan uang (modal kapital) dalam memenangkan kontestasi pemilu dan pilkada.


Kapitalisasi politik terhadap suatu isu, sebenarnya bukan barang baru. 


Dalam Sirah Nabawiyah, peristiwa haditsul ifki bisa berkembang dan mampu menggoyang keharmonisan keluarga nabi Saw dengan Aisyah ra. serta mampu membutakan mata sebagian penduduk Madinah atas kemuliaan ummahatul mukminin Aisyah ra, karena ada Abdullah bin Ubai yang mengkapitalisasi politik isu ini bagi kepentingan golongannya, kaum munafikin.


Terkait dengan kapitalisasi politik dalam pengertian pertama, saya pernah ngobrol dengan tukang survei politik, setelah dia memaparkan hasil survei terakhirnya dimana salah satu poin nya tentang pandangan responden terhadap partai yang paling bersih dari korupsi. 


Dimana dalam survei tersebut responden mempersepsikan partai yang paling bersih adalah partai merah. 


Padahal partai tersebut kadernya  menjadi yang paling banyak ditangkap KPK. Jadi katanya, karena pihak lain tidak mampu atau tidak melakukan kapitalisasi isu tersebut untuk menurunkan popularitas dan kredibelitas partai merah tersebut. 


Sementara partai putih, hanya satu kasus tetapi pihak lain mampu mengkapitalisasi isu tersebut sehingga menjadi terlihat besar, panjang dan tahan lama.


Disamping itu partai merah  tampak nya memiliki kemampuan melakukan mitigasi yang bagus dalam melokalisir isu negatif sehingga tidak menjadi perhatian masyarakat kecil yang menjadi basisnya. 


Hal ini mereka mampu lakukan karena kader mereka bisa hidup dan bergaul  (terlihat senang dan tidak terpaksa) ditengah masyarakat bawah.


Isu negatif maupun positif akan selalu ada dalam kehidupan politik. Akan merugikan atau menguntungkan suatu isu  tergantung kemampuan pengampunya. 


Dalam kasus partai putih, isu koalisi dengan pemenang pilpres merupakan isu yang dipersepsi negatif oleh para simpatisannya. 


Kemudian, mungkin, karena tidak dimitigasi dengan baik dan tepat waktu dan, mungkin, dikapitalisasi oleh pihak lain yang kecewa, maka tidak sedikit diantara mereka yang menyatakan kecewa dan bahkan mengatakan you and me, end


Saat ini, seharusnya persepsi negatif atas isu tersebut harusnya bisa dibalikkan menjadi sesuatu yang positif setelah ternyata partai putih tidak mengambil jatah menteri, wakil menteri maupun kepala badan untuk kader dan fungsionaris partainya. 


Mungkin secara resmi partai tidak terlalu perlu menjelaskan. Tetapi relawan literasi seharusnya mendapatkan arahan untuk bergerak aktif untuk mengkapitalisasi isu positif. 


Sehingga paling tidak, bisa membawa kembali para simpatisan yang sempat mengatakan "end" menjadi "and...". Tentu sangat disayangkan.


Kebiasaan reaktif, seperti saat isu koalisi, harus berubah menjadi kebiasaan bertindak aktif. 


Ketika isu negatif menggelinding seperti bola salju, baru muncul berbagai tulisan yang menjelaskan dan membela muncul diberbagai platform. Ini adalah perilaku reaktif. Berguna tapi kurang efisien.


Bukankah dalam dunia persilatan ada istilah, pertahanan yang paling  baik adalah menyerang. 


Sebagai kader dakwah, saatnya kita sekarang mengambil peran sebagai striker kapitalisasi isu politik yang berkembang. Isu politik positif mari kita gas, tetapi ketika ada isu sentimen negatif ... coba kita cek ricek dulu ... tanya dulu pada yang kompeten tidak asal share tidak asal coment .. bijak terhadap jempol kita itu adalah yang utama ... 


selamat berproduktifitas kawan .. jadilah trend setter bukan hanya followers.


Wallahua'lam bi shawab 


Sabtu, 26 Oktober 2024

RUMAH TANGGA BERKAH VS RUMAH TANGGA ISTIDROJ

 



By. Satria hadi lubis 


BERKAH artinya ziyadatul khoir (kebaikan yang banyak), baik dari sisi spritual maupun material. Dari sisi spritual contohnya, bertambahnya iman, meningkatnya ketaatan, semangat ibadah bertambah, dan semacamnya. Dari sisi material misalnya, bertambahnya penghasilan, bertambahnya harta benda, dan lain-lain. Atau bisa juga tidak bertambah, namun kemanfaatannya meningkat. 


Bagaimana agar rumah tangga kita semakin berkah, baik dari sisi spritual maupun material? Jawabannya adalah : 


1. Keyakinan penghuninya akan datangnya pertolongan Allah.

Keyakinan ini terutama harus dimiliki oleh suami sebagai kepala keluarga, lalu isteri dan akhirnya anak-anaknya. Semakin yakin (semakin bertaqwa), maka semakin terbukti datangnya pertolongan Allah tersebut, bahkan dari arah tak disangka-sangka. Sebaliknya, semakin kurang yakin semakin tidak terbukti, sebagaimana firman-Nya : 


"Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu" (Qs. 65 ayat 2-3).


2. Tingkat ibadah penghuninya.

Semakin rajin ibadah, semakin sering rumah tangga tersebut mendapatkan keberkahan. Begitupun sebaliknya, semakin malas ibadah, maka semakin jarang rumah tangga tersebut mendapatkan keberkahan. Bahkan yang ada malah pikiran dan perilaku penghuninya yang merasa benar padahal jauh dari hidayah Allah. 


Jangan sepelekan juga ibadah yang bersifat sunnah, seperti sholat sunnah, tilawah, shaum sunnah, zikir dan doa, serta sedekah. Jika yang dilakukan ibadah yang wajib saja, maka yang didapat hanya rezeki yang pokok saja. Namun jika keberkahan yang dicari, maka penghuninya perlu menambah dengan  memperbanyak ibadah sunah.


"Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji" (Qs. 17 ayat 79).


3. Menjaga dan memperluas silaturahim

Rasulullah saw bersabda : "Barangsiapa ingin dilapangkan pintu rizqi untuknya dan dipanjangkan umurnya hendaknya ia menyambung tali silaturahmi" (HR. Bukhari).


Secara logika, semakin banyak teman, maka probabilita yang akan membantu kita juga semakin banyak. Terutama memperbanyak teman-teman yang sholih. 

Rumah tangga yang berkah adalah rumah tangga yang open house. Pagarnya tidak tinggi dan terkunci rapat. Penghuninya tidak sulit untuk ditemui. Mereka mau bergaul dan tidak mengucilkan diri. Mengenal dan dikenal tetangganya, mau menyapa terlebih dahulu, siap bertandang ke tempat yang jauh untuk menemui saudaranya, rajin membantu mereka yang berkekurangan, dan semacamnya. 


Jika ada yang berdalih ada juga koq rumah tangga yang kaya raya (seakan mendapatkan keberkahan material) padahal penghuninya tidak memenuhi syarat-syarat keberkahan di atas. Maka jawabannya, bisa jadi itu adalah rumah tangga ISTIDROJ.


Jadi jangan tertipu dengan rumah tangga yang seakan memperoleh kenikmatan, padahal penghuninya dimurkai oleh Allah SWT, sehingga ujung hidupnya hanya penyesalan, sebagaimana firman-Nya :


"Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa" (QS. Al An'am: 44).


Semoga keberkahan selalu ada di dalam rumah tangga kita, dan semoga kita terhindar dari rumah tangga istidroj, yaitu rumah tangga yang seakan memperoleh kenikmatan, padahal dimurkai Allah SWT.

Senin, 21 Oktober 2024

Daftar Menteri Kabinet Merah Putih:

 




Menteri Koordinator

1. Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan: Budi Gunawan


2. Menteri Koordinator Bidang Hukum Ham, Imigrasi dan Kemasryakatan: Yusril Ihza Mahendra


3. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian: Airlangga Hartarto


4. Menteri Koordinator Bidang Pangan: Zulkifli Hasan


5. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan: Pratikno


6. Menteri Koordinator Bidang Pemerdayaan Masyarakat: Muhaimin Iskandar


7. Menteri Kordinator Bidang infrastruktur dan Pembangunan kewilayahan: Agus Harimurti Yudhoyono

8. Menteri Sekretaris Negara: Prasetyo Hadi


9. Menteri Pertahanan: Sjafrie Sjamsoeddin


10. Menteri Dalam Negeri: Tito Karnavian


11. Menteri Luar Negeri: Sugiono


12. Menteri Agama: Nasaruddin Umar


13. Menteri Hukum: Supratman Andi Agtas


14. Menteri Hak Asasi Manusia: Natalius Pigai


15. Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan: Agus Andrianto


16. Menteri Keuangan: Sri Mulyani


17. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah: Abdul Mu'ti


18. Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi: Satrio Sumantri Brodjonegoro


19. Menteri Kebudayaan: Fadli Zon


20. Menteri Kesehatan: Budi Gunadi Sadikin


21. Menteri Sosial: Saifullah Yusuf


22. Menteri Ketenagakerjaan: Yassierli


23. Menteri Penempatan Migran: Abdul Kadir Karding


24. Menteri Perindustrian: Agus Gumiwang Kartasasmita


25. Menteri Perdagangan: Budi Santoso


26. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral: Bahlil Lahadalia


27. Menteri Pekerjaan Umum: Raden Dodi Hanggodo


28. Menteri Perumahan Rakyat: Maruarar Sirait


29. Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal: Yandri Susanto


30. Menteri Transmigrasi: Iftitah Suryanegara


31. Menteri Perhubungan: Dudy Purwagandhi


32. Menteri Komunikasi dan Digital: Meutya Hafid


33. Menteri Pertanian: Amran Sulaiman


34. Menteri Kehutanan: Raja Juli Antoni


35. Menteri Kelautan dan Perikanan: Sakti Wahyu Trenggono


36. Menteri Agraria dan Tata Ruang: Nusron Wahid


37. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional: Rachmat Pambudy


38. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi: Rini Widiantini


39. Menteri Badan Usaha Milik Negara: Erick Thohir


40. Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Berencana Nasional: Wihaji


41. Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup: Hanif Faisol


42. Menteri Investasi dan Hilirisasi/ Kepala Badan Penanaman Modal: Rosan Roeslani


43. Menteri Koperasi: Budi Arie


44. Menteri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah: Maman Abdurrahman


45. Menteri Pariwisata: Widianti Putri


46. Menteri Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif: Teuku Riefky Harsya


47. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: Arifatul Choiri Fauzi


48. Menteri Pemuda dan Olahraga: Dito Ariotedjo

Selanjutnya Kementerian dan lembaga yang tidak di bawah koordinasi Menko:

49. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin


50. ⁠Kepala BIN Muhammad Herindra


51. Kepala Staf Kepresidenan  Letjen (Purn) AM Putranto 


52. ⁠Kepala Kantor Komunikasi Presiden Hasan Nasbi 


53. ⁠Sekretaris Kabinet Teddy indrawijaya






Wamen Koordinator Bidang Politik dan Keamanan: Lodewijk Freidrich Paulus


Wamen Koordinator Hukum HAM Imigrasi dan Pemasyarkatan: Otto Hasibuan

Wamen Setneg: Bambang Eko Suhariyanto, Juri Ardiantoro


Wamendagri: Bima Arya Sugiarto, Ribka Haluk


Wamenlu: Armanatha Nasir, Anis Matta, Arief Hafas Oegroseno


Wamenhan: Donny Ermawan Taufanto


Wamenag: Romo Syafii


Wamen Hukum: Eddy Hiariej


Wamen Imigrasi dan Pemasyarakatan: Silmi Karim


Wamen HAM: Mugianto


Wamenkeu: Thomas Djiwandono, Suahasil Nazara, Anggito Abimanyu


Wamen Dikdasmen: Fajar Riza Ul Haq, Atip Latifulhayat


Wamen Dikti Sains dan Teknologi: Fauzan, Stella Christie


Wamen Kebudayaan: Giring Ganesha


Wamen Kesehatan: Dante Saksono


Wamensos Agus Jabo Priyono

Wamenaker: Imanuel Ebenezer


Wamen Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/BP2MI: Christina Aryani, Zulfikar Ahmad Tawalla


Wamenperin: Faisol Riza


Wamendag: Dyah Roro Esti Widya Putri


Wamen ESDM: Yulliot


Wamen PU: Diana Kusumastuti


Wamen PR: Fahri Hamzah


Wamendes: A Riza Patria


Wamen Transmigrasi: Viva Yoga Mauladi


Wamenhub: Suntana


Wamen Kominikasi dan Digital: Angga Raka Prabowo, Nezar Patria


Wamentan: Sudaryono


Wamen Kehutanan: Sulaiman Umar


Wamen KKP: Didiet Herdiawan


Wamen ATR/BPN: Ossy Dermawan


Wakil Bappenas: Febrian Alfianto Ruddyard


Wamen PAN-RB: Purwadi


Wamen BUMN: Kartiko Wiroatmojo, Aminuddin Ma'ruf, Dony Oskaria


Wakil BKKBN: Isyana Bagoes Oka


Wamen Lingkungan Hidup: Diaz Hendropriyono


Wamen Investasi Hilirisasi : Todotua Pasaribu


Wamenkop: Feri Joko Juliantono


Wamen UMKM: Helvi Yuni Moraza


Wamen Pariwisata: Ni Luh Puspa


Wamen Ekonomi Kreatif: Umar BA


Wamen PPA: Veronica Tan


Wamenpora: Taufik Hidayat


Wakil KSP: Qodari



Berikut adalah daftar utusan khusus presiden 

1. Muhammad Mardiono : Utusan Khusus Presiden Bidang Ketahanan Pangan


2. Setiawan Ichlas : Utusan Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Perbankan


3. K.H. Miftah Maulana Habiburrahman : Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan


4. Raffi Farid Ahmad : Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni


5. Ahmad Ridha Sabana : Utusan Khusus Presiden Bidang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Ekonomi Kreatif dan Digital


6. Prof. Mari Elka Pangestu : Utusan Khusus Presiden Bidang Perdagangan Internasional dan Kerja Sama Multilateral


7. Zita Anjani : Utusan Khusus Presiden Bidang Pariwisata




Minggu, 20 Oktober 2024

5 SIFAT ULAMA AKHIRAT

 




Oleh: Aunur Rafiq Saleh



• Ada sejumlah sifat dan tanda pengenal bagi ulama yang baik dan arif. Sebagian sifat dan tanda pengenal itu disebutkan oleh Imam al-Ghazali di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin. Beliau berkata:


و قيل خمس من الاخلاق هي من علامات علماء الاخرة مفهومة من خمس ايات من كتاب الله "الخشية و الخشوع والتواضع و حسن الخلق و ايثار الاخرة على الدنيا و هو الزهد”


“Ada lima akhlak termasuk tanda-tanda ulama akhirat. Lima akhlak ini difahami dari lima ayat al-Quran, yaitu rasa takut, khusyu’, tawadhu’, berakhlak baik dan lebih mengutamakan akhirat dari pada dunia, yaitu zuhud”.


1- Rasa Takut.


Adapun rasa takut, difahami dari firman Allah:


 ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ


“...Diantara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun”. (Fathir: 28)


• Seorang ulama akhirat pasti memiliki  rasa takut yang tinggi kepada Allah. Karena ia sangat mengenal Allah, baik melalui ayat-ayat qauliyah yang selalu dibacanya di dalam al-Quran atau pun melalui ayat-ayat kauniyah yang selalu diperhatikan dan direnungkannya. Karena itu, ia tidak berani menyimpang dari ayat-ayat-Nya. Ia tidak berani menyembunyikan ayat-ayat Allah dan tidak berani menjual ayat-ayat Allah demi mendapatkan reruntuhan dunia, sebagaimana karakter ulama Yahudi:


اِنَّ الَّذِيْنَ يَكْتُمُوْنَ مَاۤ اَنْزَلَ اللّٰهُ مِنَ الْکِتٰبِ وَ يَشْتَرُوْنَ بِهٖ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۙ اُولٰٓئِكَ مَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ اِلَّا النَّا رَ وَلَا يُکَلِّمُهُمُ اللّٰهُ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ وَلَا يُزَکِّيْهِمْ ۚ وَلَهُمْ عَذَا بٌ اَ لِيْمٌ


"Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu kitab, dan menjualnya dengan harga murah, mereka hanya menelan api neraka ke dalam perutnya dan Allah tidak akan menyapa mereka pada hari Kiamat, dan tidak akan menyucikan mereka. Mereka akan mendapat azab yang sangat pedih." (Al-Baqarah: 174)


• Rasa takut yang kuat kepada Allah ini membuatnya memiliki karakter dan kepribadian yang kuat, tidak mudah memperturutkan hawa nafsu:


وَاَ مَّا مَنْ خَا فَ مَقَا مَ رَبِّهٖ وَ نَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوٰى


"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya," (An-Nazi'at: 40)


2. Khusyu’


Adapun khusyu’, difahami dari firman Allah:


 خٰشِعِيْنَ لِلّٰهِ ۙ لَا يَشْتَرُوْنَ بِاٰ يٰتِ اللّٰهِ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۗ 


"...karena mereka berendah hati kepada Allah, mereka tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga murah...”. (Ali 'Imran: 199)


• Ayat ini sangat menarik. Karena mengartikan khusyu’ tidak sebagaimana yang difahami kebanyakan orang selama ini. Tetapi mengartikan khusyu’ dengan “tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga murah”. 


 • Hati yang khusyu’, pasti tunduk kepada Allah, baik di dalam shalat atau pun di luar shalat. Baik di masjid atau pun di kantor, pasar, pabrik, kampus dan tempat-tempat lainnya. Sehingga tidak berani berbuat melanggar ayat-ayat Allah di mana pun berada, demi mendapatkan sesuatu yang tidak ada harganya bila dibandingkan dengan pahala komitment dengan ayat-ayat Allah.


• Ini sekaligus mengajarkan kepada kita bahwa khusyu’ yang ada di hati itu harus membuahkan sikap dan perbuatan di dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya terlihat di dalam ibadah shalat.


3. Tawadhu’.


Adapun tawadhu’, difahami dari firman Allah:


وَا خْفِضْ جَنَا حَكَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ


"... dan berendah hatilah engkau terhadap orang-orang yang beriman."

(Al-Hijr: Ayat 88)


• Seorang ulama akhirat selalu berendah hati kepada orang-orang beriman. Tidak menyakiti mereka, tetapi senantiasa mengayomi mereka. Mengajari mereka ilmu agama dengan tekun dan sabar. Membimbing mereka dan mengadvokasi hak-hak mereka. Membela mereka yang terzalimi karena kebodohan, bukan mengeksploitasi kebodohan mereka. 


• Diantara manifestasi tawadhu’ adalah  berkhidmat kepada masyarakat dan mudah diakses. Mudah ditemui, mudah dimintai pertolongan. Jika tidak punya harta untuk menolong, ia tetap mengupayakan bantuan dari pihak-pihak yang bisa diakses bantuannya. Sebagaimana Nabi saw mengupayakan bantuan dari orang-orang lain untuk membantu orang-orang fakir yang datang kepadanya meminta bantuan tetapi Nabi saw tidak memiliki sesuatu untuk diberikan.


4. Berakhlak Baik.


Adapun berakhlak baik, difahami dari firman Allah:


فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ 


"Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap merereka..” (Ali 'Imran: 159)


• Akhlak adalah sesuatu yang pertama kali dilihat dan dirasakan oleh orang lain dari seorang ulama akhirat. 


• Seorang ulama akhirat pasti punya akhlak yang baik dan terpuji. Karena ia pasti mengamalkan ilmunya. Ia selalu menjadi teladan dalam mengamalkan apa yang disampaikan. Ia bukan tipe ulama Yahudi yang memiliki ilmu tetapi tidak diamalkan. Ia selalu takut kepada peringatan Allah:


كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ


"(Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (As-Saff: 3)


5. Lebih Mengutamakan Akhirat Daripafa Dunia, yaitu Zuhud.


Adapun zuhud, difahami dari firman Allah:


وَقَا لَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ وَيْلَـكُمْ ثَوَا بُ اللّٰهِ خَيْرٌ لِّمَنْ اٰمَنَ وَعَمِلَ صَا لِحًـا ۚ 


"Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, Celakalah kamu! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan..." (Al-Qasas: 80)


• Seorang ulama akhirat tidak mudah tertipu oleh dunia yang fana. Tidak mudah menggeser prinsip hanya karena iming-iming dunia. Tidak mudah tertipu oleh pencitraan yang semu. Tidak mudah silau oleh tampilan luar. Karena ia selalu melihat esensi dan hakikat. Karena hati dan pikirannya sudah tertambat dan tenggelam di dalam berbagai kesenangan dan kenikmatan yang ada di akhirat, sekalipun fisik dan raganya masih di dunia. 


• Dunia ini hanya ada di tangannya, tidak pernah masuk dan tertanam di hatinya. Dunia ini mudah datang dan pergi dalam hidupnya, karena tidak pernah menguasai hatinya. Hati dan pikirannya selalu tertambat pada ayat ini:


وَا لْاٰ خِرَةُ خَيْرٌ وَّ اَبْقٰى


"padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal." (Al-A'la: 17)


مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللّٰه باق


"Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal...” (An-Nahl: 96)