Perlu
diakui bahwa terma “Partai Dakwah” belum dikenal dalam khazanah
keilmuan dakwah dan khazanah perpolitikan umat Islam di Indonesia
sepanjang sejarah. Terma yang merupakan paradigma baru dan sekaligus
inovasi yang dimunculkan oleh PK (Partai Keadilan) pada tahun 1998, yang
kemudian dilanjutkan oleh PKS (Partai Keadilan Sejahtera) pada tahun
2004 itu, menimbulkan banyak pertanyaan dan kebingungan di berbagai
kalangan.
Jika
dilihat, sejatinya atribut partai dakwah dan dakwah lewat partai pada
PKS secara eksplisit tertuang dalam muqadimah Anggaran Dasar (AD) partai
ini: “Bertolak dari kesadaran tersebut, maka dibentuklah Partai
Keadilan, yakni partai politik yang mengemban amanah dakwah demi
mewujudkan cita-cita universal dan menyalurkan aspirasi politik kaum
muslimin beserta seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Seiring
berkembangnya dinamika aspirasi masyarakat dan untuk menjamin
kelangsungan dakwah, maka Partai Keadilan menjelmakan diri menjadi
Partai Keadilan Sejahtera". (Muqaddimah AD PKS, Alinia 4-5)
Atribut partai dakwah juga secara implisit dicantumkan dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) PKS Bab II Pasal 3 sebagai berikut:
1.
Menyampaikan dakwah dan tarbiyah Islamiyah kepada masyarakat, khususnya
umat Islam, secara benar, jelas, utuh, dan menyeluruh”
2. Mendorong kebajikan di berbagai bidang kehidupan”
3. Memberantas kebodohan, kemiskian, dan kerusakan moral”
4. Menghimpun jiwa dan menyatukan hati manusia di bawah naungan prinsip-prinsip kebenaran”
5. Mendekatkan berbagai persepsi antara madzhab-madzhab di kalangan umat Islam”
6. Memberi alternatif solusi terhadap berbagai persoalan umat dan bangsa serta pembangunannya
7. Membangun peradaban manusia atas dasar keseimbangan iman dan materi
8. Meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat
9. Merealisasikan keadilan dan solidaritas sosial serta ketenteraman bagi masyarakat
10. Mengembangkan dan melindungi kekayaan bangsa dan negara
11. Memajukan perlindungan hak-hak asasi manusia
Pemahaman
seperti ini juga tercermin dalam tulisan para tokohnya, sebagaimana
tertuang dalam tulisan Ust. Anis Matta dalam bukunya ”Dari Qiyadah untuk
Para Kader” sebagai berikut:
”Partai
ini adalah wujud daripada gerakan dakwah kita. Partai adalah
representasi keseluruhan dari total kekuatan yang kita miliki sepanjang
18 tahun pertama kita membina umat.” (Anis MattA, Dari Qiyadah untuk
Para Kader, Hal. 17, Alinea 1).
Lebih
jelasnya, Ust. Aus Hidayat Nur, dalam materi yang disampaikannya pada
Training oreintasi Partai menyebutkan beberapa ciri khas sebuah partai
dakwah (PKS) sebagai berikut:
1. Menjadikan politik sebagai sarana dakwah dan bukan menjadikan dakwah sebagai sarana politik
2. Kemenangan dakwah lebih utama dari kemenangan politik
3. Tidak berorientasi kepada kepentingan individu para pendirinya, tetapi pada pengokohan sistem organisasi partainya
4.
Tujuan kemenangan politik adalah untuk melindungi kegiatan dakwah,
mengokohkan posisi umat, menegakkan keadilan, dan menyejahterakan rakyat
(Aus Hidayat Nur, PKS Partai Dakwah, Materi TOP)
Dari
sini dapat dipahami, bahwa partai dakwah sebagaimana dimaksud para
pendiri PKS adalah sebuah lembaga yang menjadikan partai sebagai sarana
atau ’kendaraan’ menyampaikan dakwah dalam segala bentuk dan aspeknya;
sehingga dapat dipahami pula bahwa ”dakwah” bagi PKS adalah ’panglima’
bagi perjuangan menyebarkan nilai dan prinsip kebenaran dan keadilan
bagi seluruh umat di Indonesia khususnya.
Pertanyaannya
adalah sejauh mana partai baru dengan tawaran dan performanya yang baru
di dunia politik dan dakwah tersebut, mampu mempertahankan
eksistensinya ditengah percaturan politik dan dinamika pergerakan dakwah
di Indonesia? Inilah yang penulis coba ulas dalam tulisan sederhana
ini, dengan selalu mengharapan taufiq dari Allah SWT..
Buah dari Dakwah melewati Partai Politik
Sebagai
sebuah gerakan dakwah yang menjelma menjadi partai politik, dan partai
politik yang membawa muatan dakwah, sejak awal dideklarasikan tentu
telah membawa beberapa tantangan. Sebab utamanya adalah bahwa formulasi
partai dakwah dan dakwah lewat partai telah mengumpulkan dua hal -yang
oleh mayoritas umat- dianggap paradoks. Partai –dalam pandangan mereka-
selalu berorientasi kepada perebutan kekuasaan, keduniawian, dan
konflik, sehingg dunia politik selalu diasumsikan sebagai dunia kotor.
Sementara dakwah adalah aktivitas yang berorientasi kepada perbaikan,
kemaslahatan, dan keakheratan.
Sebagai
partai politik, partai dakwah pun harus memenuhi setandar-standar baku
yang terukur dan formal (seperti harus berkampanye, melakukan
koalisi-koalisi politik, dll).Suatu hal yang cukup sulit dipahami oleh
mereka yang hanya terbiasa terjun di dunia dakwah. Di samping itu, lahan
dan garapan partai politik sangat terbatas, sementara garapan dakwah
tidak pernah terbatas. Luas garapan dakwah adalah seluas langit dan
bumi, waktunya pun terbentang dari awal mula diciptakannya manusia
hingga akhir dari kehidupan manusia di bumi ini.
Semuanya
dan masih banyak hal-hal lain yang belum disebutkan, merupakan dua
kutub yang berseberangan, dan tidak mudah ditundukkah. Proyek besar ini
membutuhkan ide-ide besar dan hasil ijtihad yang cemerlang, kemauan
besar, serta usaha dan kerja besar yang didukung oleh tingkat militansi
yang cukup tinggi. Jika tidak, maka bukan saja nama-nama kader yang
dipertaruhkan, nama dakwah dan Islam itu sendiri bisa turut ter-gerus
akibat kegagalan proyek raksasa ini. Dan itulah yang ingin dicoba oleh
PKS saat menjelmakan diri menjadi partai dakwah. Dengan sendirinya,
wajar jika banyak khalayak sedang menanti-nanti buah dan hasil nyata
dari kerja besar ini, dengan penuh harap dan cemas.
Memang
pengalaman yang masih relatif singkat, yaitu 10 tahun sejak berdirinya
PK (1998) hingga kini (2008), belum cukup untuk menilai dengan pasti
apakah percobaan ini gagal atau sukses. Percobaan ini masih terlalu dini
untuk dinilai sukses atau gagal. Namun demikian, hasil kerja 10 tahun
itu sudah bisa dijadikan modal utama untuk digali dan dianalisa, agar
diketahui faktor-faktor kekuatan dan kelemahan, sehingga aset bangsa ini
bisa disempurnakan dan dikembangkan di masa yang akan datang.
Sejatinya,
akar dari Partai Dakwah ini kembali kepada gerakan dakwah kampus yang
mulai marak sejak tahun 80-an. 18 tahun pertama dari gerakan dakwah ini
–menurut ust. Anis di atas- merupakan marhalah ta'sîsiyyah (masa
pembentukan), dimana kegiatan dakwah ini terfokus pada pembinaan kader
dan pembentukan berbagai yayasan, baik dalam dunia pendidikan, agama,
maupun sosial kemasyarakatan. Salah satu hasil karya fenomenal dari
gerakan dakwah pada periode ini adalah munculnya anak muda agamis yang
profesional, munculnya ratusan Pendidikan Islam Terpadu, muncunya para
penulis muda muslim yang kreatif dan produktif, munculnya seni islami,
dan beberapa fenomena lainnya yang cukup mengejutkan.
Walaupun
perolehan suara PK pada pemilu 1999 hanya 1,3 juta suara, tapi sebagai
partai baru, perolehan ini sudah dianggap oleh banyak kalangan sebagai
hasil yang sepektakuler. Lebih mencengangkan lagi tatkala PKS mampu
meraup lebih dari 8 juta suara pada pemilu 2004, sehingga dari hasil ini
seorang pengamat A. Muhammak Furkon, mengatakan: "Sebagai partai anak
muda yang relatif baru, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) seolah
"menyihir" publik. Fenomenanya diperbincangkan di mana-mana".
Furkon
juga mengutip pendapat seorang pengamat politik yang mengatakan: "PKS
adalah partai Islam pertama di Indonesia -setidaknya pasca Orde Baru-
yang solid dan rapi.
Ia
juga mengetengahkan hasil survey terakhir Lembaga Survey Indonesia
(LSI) tahun 2005, yang menobatkan PKS sebagai partai yang bersih dan
anti KKN.
Puja-puji
masyarakat -bahkan kalangan non Muslim— menurut Furkon juga deras
mengalir. Greg Fealy, pengamat Islam dan Indonesia dari Australian National University (ANU), termasuk yang memuji. Dalam artikelnya di koran The Australian (29 Maret 2005) berjudul "Why West should come to Islamist party",
Greg mengatakan bahwa dengan melihat contoh PKS di Indonesia,
Barat/Australia harus menanggalkan pandangan stereotype tentang Islam
dan partai berbasis Islam.
Dengan
prestasi tersebut, -menurut Furkon- sungguh PKS adalah aset umat Islam
yang sangat membanggakan. Sehingga –masih menurutnya- nyaris semua
elemen dari berbagai ormas Islam mendukung PKS. Selain sebagai
kebanggaan umat, ia sekaligus aset. Termasuk ketika Pemilu 2004. (A.
Muhammad Furkon, Tausiah untuk PKS, Suara Hidayatullah, Agustus 2007).
Lalu
bagaimana nasib Partai Dakwah ini pada pemilu 2009 yang akan datang?
Akankah ia mampu mempertahankan bahkan mendongkrak suaranya hingga 20%
-sebagaimana yang telah dicanangkan oleh Amanat Munas?
Peluang, Tantangan dan Masa Depan
Dari
hasil kajian LPP (Lajnah Pemenangan Pemilu) PKS, terungkap adanya
beberapa kendala mendasar yang akan dihadapi oleh Partai Dakwah ini
dalam mewujudkan cita-cita spektakulernya (20% suara) atau sejumlah 24
juta suara. Diantaranya adalah sbb.:
1. Walaupun secara manhaji
dakwah PKS bersifat terbuka, tapi konstitusi, struktur, an mental para
pengurus dan kader belum cukup siap membuka diri secara luas kepada
pihak luar, dan karenanya menjadi entry barrier pertumbuhan PKS.
2. PKS belum memiliki territorial base
yang luas dan kokoh dengan pemilih tradisional yang setia, dan
karenanya rentan mengalami peralihan suara, sementara konstituen PKS
umumnya berasal dari swing voters.
3. Dalam konteks peran partai politik sebagai source of national leadership,
PKS masih dianggap miskin tokoh, baik di level daerah, nasional, maupun
internasional. Ini merupakan faktor ketidakseimbangan terhadap
institusi PKS yang dianggap kokoh dan moderen.
4.
Semangat kerja dan militansi kader PKS belum diimbangi dengan dukungan
finansial yang kuat, dan karenanya menjadi faktor penghambat dinamika
organisasi.
5. Niat baik dan kinerja organisasi yang handal, khususnya dalam bidang pengkaderan dan kerja-kerja charity dari PKS, belum diimbangi dengan kemampuan komunikasi publik yang handal.
6.
Komposisi demografi dan geografi Indonesia yang sangat luas dan
kompleks merupakan kendala besar dalam penyebaran struktur dan SDM PKS,
terutama karena efek waktu dan anggarannya.
7.
Diferensiasi antropologis antara Kaum Santri dan Abangan, serta warisan
konflik ideologi antara Islam dan nasionalis menyebabkan PKS dengan
mudah terjebak dalam demarkasi Islam-Santri. Hal ini menyempitkan ruang
gerak dan basis sosial politik (konstituen/pasar) PKS.
8.
Doktrin TNI yang menempatkan PKS sebagai salah satu ancaman politik dan
keamanan, karena dianggap sebagai perpanjangan tangan NII yang
merupakan satu dari dua ancaman nasional disamping PKI.
9.
Semangat permusuhan Barat terhadap Islam telah menguat, khususnya
setelah berakhirnya era Perang Dingin dan runtuhnya Uni Soviet, sehingga
pertumbuhan partai-partai Islam di Dunia Islam, termasuk PKS di
Indonesia, selalu dipandang dalam kaca mata konspirasi, dan karenanya
dianggap sebagai ancaman.
10.
Adanya erosi yang berkesinambungan pada otoritas dan kapasitas
organisasi negara, akibat menguatnya intervensi pasar, baik domestik
maupun global, serta menguatnya posisi tawar masyarakat sipil. Kondisi
seperti ini dapat mengurangi posisi tawar PKS jika tidak memiliki
jaringan yang kuat di kalangan pelaku pasar dan informal leader masyarakat sipil.
11. Derasnya perubahan budaya dan life style
masyarakat, akibat penetrasi budaya hedonisme global yang menyebabkan
sulitnya melakukan penetrasi sosial bagi PKS yang membawa nilai-nilai
Islam.
Namun
demikian beberapa kendala di atas bukan tidak memiliki jawaban. Menurut
LPP, PKS masih memiliki peluang yang cukup bagus, diantaranya:
1.
Kontinyuitas proses tarbiyah yang dapat menjadi mesin pencetak kader
yang memiliki militansi dan daya juang yang cukup tinggi
2.
Mengangkat isu-isu ekonomi, seperti pengangguran, kemiskinan, dan
rendahnya produktivitas ekonomi sektor pertanian dan lingkungan hidup.
3. Standing position PKS sebagai mitra kritis pemerintah dapat menjadi exit strategy jika citra pemerintahan SBY-JK semakin terpuruk dan tidak dapat ditolong.
4. PKS berpeluang besar menjadi market leader di tengah konstituen umat Islam, seiring merosotnya citra partai-partai Islam lainnya.
5. Keterbukaan dan moderasi PKS sebagai partai politik merupakan booster
suara bagi PKS di tengah masyarakat yang semakin marah terhadap semua
bentuk ekstrimitas, baik yang mengatasnamakan Islam maupun nasionalisme.
6.
PKS akrab dengan prestasi bersih dan peduli. Walaupun citra ini menurut
beberapa survey mengalami penurunan, namun survey LSI masih menempatkan
PKS pada posisi teratas bila dibandingkan dengan partai-partai lainnya.
Sehingga PKS dengan segala kekurangannya masih menjadi tumpuan harapan
bagi kalangan yang menginginkan perubahan di Indonesia.
Kembali
ke pertanyaannya, apakah Partai Dakwah ini mampu memanfaatkan
peluang-peluang emas diatas, sehingga mampu mengemban tugas besarnya
pada tahun 2009 mendatang? Jika banyak kalangan mengatakan bahwa hanya
keajaiban yang mampu mengantarkan PKS mewujudkan cita-cita ini, namun
para qiyadah dan kader Partai Dakwah ini telah berikrar: "Kami
bertekad untuk menciptakan keajaiban-keajaiban itu". Semuanya akan
dijawab dengan jujur oleh tahun 2009, yang sekaligus akan menjadi bukti
sejarah bagi ketulusan tekad dan kemurnian i'tikat para pelaku sejarah
yang ada di dalamnya. Semoga Allah senantiasa memberi taufiq dan
'inayah-Nya kepada para pejuang kebenaran dan penebar kebajikan.
0 komentar:
Posting Komentar