Rabu, 17 Juli 2013

EKSISTENSI PARTAI DAKWAH DALAM KONSTELASI POLITIK DI INDONESIA

Partai Dakwah
Perlu diakui bahwa terma “Partai Dakwah” belum dikenal dalam khazanah keilmuan dakwah dan khazanah perpolitikan umat Islam di Indonesia sepanjang sejarah. Terma yang merupakan paradigma baru dan sekaligus inovasi yang dimunculkan oleh PK (Partai Keadilan) pada tahun 1998, yang kemudian dilanjutkan oleh PKS (Partai Keadilan Sejahtera) pada tahun 2004 itu, menimbulkan banyak pertanyaan dan kebingungan di berbagai kalangan.
Jika dilihat, sejatinya atribut partai dakwah dan dakwah lewat partai pada PKS secara eksplisit tertuang dalam muqadimah Anggaran Dasar (AD) partai ini: “Bertolak dari kesadaran tersebut, maka dibentuklah Partai Keadilan, yakni partai politik yang mengemban amanah dakwah demi mewujudkan cita-cita universal dan menyalurkan aspirasi politik kaum muslimin beserta seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Seiring berkembangnya dinamika aspirasi masyarakat dan untuk menjamin kelangsungan dakwah, maka Partai Keadilan menjelmakan diri menjadi Partai Keadilan Sejahtera". (Muqaddimah AD PKS, Alinia 4-5)
Atribut partai dakwah juga secara implisit dicantumkan dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) PKS Bab II Pasal 3 sebagai berikut:
1. Menyampaikan dakwah dan tarbiyah Islamiyah kepada masyarakat, khususnya umat Islam, secara benar, jelas, utuh, dan menyeluruh”
2. Mendorong kebajikan di berbagai bidang kehidupan”


3. Memberantas kebodohan, kemiskian, dan kerusakan moral”
4. Menghimpun jiwa dan menyatukan hati manusia di bawah naungan prinsip-prinsip kebenaran”
5. Mendekatkan berbagai persepsi antara madzhab-madzhab di kalangan umat Islam”
6. Memberi alternatif solusi terhadap berbagai persoalan umat dan bangsa serta pembangunannya
7. Membangun peradaban manusia atas dasar keseimbangan iman dan materi
8. Meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat
9. Merealisasikan keadilan dan solidaritas sosial serta ketenteraman bagi masyarakat
10.  Mengembangkan dan melindungi kekayaan bangsa dan negara
11.  Memajukan perlindungan hak-hak asasi manusia
Pemahaman seperti ini juga tercermin dalam tulisan para tokohnya, sebagaimana tertuang dalam tulisan Ust. Anis Matta dalam bukunya ”Dari Qiyadah untuk Para Kader” sebagai berikut:
”Partai ini adalah wujud daripada gerakan dakwah kita. Partai adalah representasi keseluruhan dari total kekuatan yang kita miliki sepanjang 18 tahun pertama kita membina umat.” (Anis MattA, Dari Qiyadah untuk Para Kader, Hal. 17, Alinea 1).
Lebih jelasnya, Ust. Aus Hidayat Nur, dalam materi yang disampaikannya pada Training oreintasi Partai menyebutkan beberapa ciri khas sebuah partai dakwah (PKS) sebagai berikut:
1. Menjadikan politik sebagai sarana dakwah dan bukan menjadikan dakwah sebagai sarana politik
2. Kemenangan dakwah lebih utama dari kemenangan politik
3. Tidak berorientasi kepada kepentingan individu para pendirinya, tetapi pada pengokohan sistem organisasi partainya
4. Tujuan kemenangan politik adalah untuk melindungi kegiatan dakwah, mengokohkan posisi umat, menegakkan keadilan, dan menyejahterakan rakyat (Aus Hidayat Nur, PKS Partai Dakwah, Materi TOP) 
Dari sini dapat dipahami, bahwa partai dakwah sebagaimana dimaksud para pendiri PKS adalah sebuah lembaga yang menjadikan partai sebagai sarana atau ’kendaraan’ menyampaikan dakwah dalam segala bentuk dan aspeknya; sehingga dapat dipahami pula bahwa ”dakwah” bagi PKS adalah ’panglima’ bagi perjuangan menyebarkan nilai dan prinsip kebenaran dan keadilan bagi seluruh umat di Indonesia khususnya.
Pertanyaannya adalah sejauh mana partai baru dengan tawaran dan performanya yang baru di dunia politik dan dakwah tersebut, mampu mempertahankan eksistensinya ditengah percaturan politik dan dinamika pergerakan dakwah di Indonesia? Inilah yang penulis coba ulas dalam tulisan sederhana ini, dengan selalu mengharapan taufiq dari Allah SWT..
 Buah dari Dakwah melewati Partai Politik
Sebagai sebuah gerakan dakwah yang menjelma menjadi partai politik, dan partai politik yang membawa muatan dakwah, sejak awal dideklarasikan tentu telah membawa beberapa tantangan. Sebab utamanya adalah bahwa formulasi partai dakwah dan dakwah lewat partai telah mengumpulkan dua hal -yang oleh mayoritas umat- dianggap paradoks. Partai –dalam pandangan mereka- selalu berorientasi kepada perebutan kekuasaan, keduniawian, dan konflik, sehingg dunia politik selalu diasumsikan sebagai dunia kotor. Sementara dakwah adalah aktivitas yang berorientasi kepada perbaikan, kemaslahatan, dan keakheratan.
Sebagai partai politik, partai dakwah pun harus memenuhi setandar-standar baku yang terukur dan formal (seperti harus berkampanye, melakukan koalisi-koalisi politik, dll).Suatu  hal yang cukup sulit dipahami oleh mereka yang hanya terbiasa terjun di dunia dakwah. Di samping itu, lahan dan garapan partai politik sangat terbatas, sementara garapan dakwah tidak pernah terbatas. Luas garapan dakwah adalah seluas langit dan bumi, waktunya pun terbentang dari awal mula diciptakannya manusia hingga akhir dari kehidupan manusia di bumi ini.
Semuanya dan masih banyak hal-hal lain yang belum disebutkan, merupakan dua kutub yang berseberangan, dan tidak mudah ditundukkah. Proyek besar ini membutuhkan ide-ide besar dan hasil ijtihad yang cemerlang, kemauan besar, serta usaha dan kerja besar yang didukung oleh tingkat militansi yang cukup tinggi. Jika tidak, maka bukan saja nama-nama kader yang dipertaruhkan, nama dakwah dan Islam itu sendiri bisa turut ter-gerus akibat kegagalan proyek raksasa ini. Dan itulah yang ingin dicoba oleh PKS saat menjelmakan diri menjadi partai dakwah. Dengan sendirinya, wajar jika banyak khalayak sedang menanti-nanti buah dan hasil nyata dari kerja besar ini, dengan penuh harap dan cemas.
Memang pengalaman yang masih relatif singkat, yaitu 10 tahun sejak berdirinya PK (1998) hingga kini (2008), belum cukup untuk menilai dengan pasti apakah percobaan ini gagal atau sukses. Percobaan ini masih terlalu dini untuk dinilai sukses atau gagal. Namun demikian, hasil kerja 10 tahun itu sudah bisa dijadikan modal utama untuk digali dan dianalisa, agar diketahui faktor-faktor kekuatan dan kelemahan, sehingga aset bangsa ini bisa disempurnakan dan dikembangkan di masa yang akan datang.
Sejatinya, akar dari Partai Dakwah ini kembali kepada gerakan dakwah kampus yang mulai marak sejak tahun 80-an. 18 tahun pertama dari gerakan dakwah ini –menurut ust. Anis di atas- merupakan marhalah ta'sîsiyyah (masa pembentukan), dimana kegiatan dakwah ini terfokus pada pembinaan kader dan pembentukan berbagai yayasan, baik dalam dunia pendidikan, agama, maupun sosial kemasyarakatan. Salah satu hasil karya fenomenal dari gerakan dakwah pada periode ini adalah munculnya anak muda agamis yang profesional, munculnya ratusan Pendidikan Islam Terpadu, muncunya para penulis muda muslim yang kreatif dan produktif, munculnya seni islami, dan beberapa fenomena lainnya yang cukup mengejutkan.
Walaupun perolehan suara PK pada pemilu 1999 hanya 1,3 juta suara, tapi sebagai partai baru, perolehan ini sudah dianggap oleh banyak kalangan sebagai hasil yang sepektakuler. Lebih mencengangkan lagi tatkala PKS mampu meraup lebih dari 8 juta suara pada pemilu 2004, sehingga dari hasil ini seorang pengamat A. Muhammak Furkon, mengatakan: "Sebagai partai anak muda yang relatif baru, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) seolah "‌menyihir" publik. Fenomenanya diperbincangkan di mana-mana".
Furkon juga mengutip pendapat seorang pengamat politik yang mengatakan: "PKS adalah partai Islam pertama di Indonesia -setidaknya pasca Orde Baru- yang solid dan rapi.
Ia juga mengetengahkan hasil survey terakhir Lembaga Survey Indonesia (LSI) tahun 2005, yang menobatkan PKS sebagai partai yang bersih dan anti KKN.
Puja-puji masyarakat -bahkan kalangan non Muslim— menurut Furkon juga deras mengalir. Greg Fealy, pengamat Islam dan Indonesia dari Australian National University (ANU), termasuk yang memuji. Dalam artikelnya di koran The Australian (29 Maret 2005) berjudul "‌Why West should come to Islamist party"‌, Greg mengatakan bahwa dengan melihat contoh PKS di Indonesia, Barat/Australia harus menanggalkan pandangan stereotype tentang Islam dan partai berbasis Islam.
Dengan prestasi tersebut, -menurut Furkon- sungguh PKS adalah aset umat Islam yang sangat membanggakan. Sehingga –masih menurutnya- nyaris semua elemen dari berbagai ormas Islam mendukung PKS. Selain sebagai kebanggaan umat, ia sekaligus aset. Termasuk ketika Pemilu 2004. (A. Muhammad Furkon, Tausiah untuk PKS, Suara Hidayatullah, Agustus 2007).
Lalu bagaimana nasib Partai Dakwah ini pada pemilu 2009 yang akan datang? Akankah ia mampu mempertahankan bahkan mendongkrak suaranya hingga 20% -sebagaimana yang telah dicanangkan oleh Amanat Munas?
 Peluang, Tantangan dan Masa Depan
Dari hasil kajian LPP (Lajnah Pemenangan Pemilu) PKS, terungkap adanya beberapa kendala mendasar yang akan dihadapi oleh Partai Dakwah ini dalam mewujudkan cita-cita spektakulernya (20% suara) atau sejumlah 24 juta suara. Diantaranya adalah sbb.:
1. Walaupun secara manhaji dakwah PKS bersifat terbuka, tapi konstitusi, struktur, an mental para pengurus dan kader belum cukup siap membuka diri secara luas kepada pihak luar, dan karenanya menjadi entry barrier pertumbuhan PKS.
2. PKS belum memiliki territorial base yang luas dan kokoh dengan pemilih tradisional yang setia, dan karenanya rentan mengalami peralihan suara, sementara konstituen PKS umumnya berasal dari swing voters.
3. Dalam konteks peran partai politik sebagai source of national leadership, PKS masih dianggap miskin tokoh, baik di level daerah, nasional, maupun internasional. Ini merupakan faktor ketidakseimbangan terhadap institusi PKS yang dianggap kokoh dan moderen.
4. Semangat kerja dan militansi kader PKS belum diimbangi dengan dukungan finansial yang kuat, dan karenanya menjadi faktor penghambat dinamika organisasi.
5. Niat baik dan kinerja organisasi yang handal, khususnya dalam bidang pengkaderan dan kerja-kerja charity dari PKS, belum diimbangi dengan kemampuan komunikasi publik yang handal.
6. Komposisi demografi dan geografi Indonesia yang sangat luas dan kompleks merupakan kendala besar dalam penyebaran struktur dan SDM PKS, terutama karena efek waktu dan anggarannya.
7. Diferensiasi antropologis antara Kaum Santri dan Abangan, serta warisan konflik ideologi antara Islam dan nasionalis menyebabkan PKS dengan mudah terjebak dalam demarkasi Islam-Santri. Hal ini menyempitkan ruang gerak dan basis sosial politik (konstituen/pasar) PKS.
8. Doktrin TNI yang menempatkan PKS sebagai salah satu ancaman politik dan keamanan, karena dianggap sebagai perpanjangan tangan NII yang merupakan satu dari dua ancaman nasional disamping PKI.
9. Semangat permusuhan Barat terhadap Islam telah menguat, khususnya setelah berakhirnya era Perang Dingin dan runtuhnya Uni Soviet, sehingga pertumbuhan partai-partai Islam di Dunia Islam, termasuk PKS di Indonesia, selalu dipandang dalam kaca mata konspirasi, dan karenanya dianggap sebagai ancaman.
10. Adanya erosi yang berkesinambungan pada otoritas dan kapasitas organisasi negara, akibat menguatnya intervensi pasar, baik domestik maupun global, serta menguatnya posisi tawar masyarakat sipil. Kondisi seperti ini dapat mengurangi posisi tawar PKS jika tidak memiliki jaringan yang kuat di kalangan pelaku pasar dan informal leader masyarakat sipil.
11. Derasnya perubahan budaya dan life style masyarakat, akibat penetrasi budaya hedonisme global yang menyebabkan sulitnya melakukan penetrasi sosial bagi PKS yang membawa nilai-nilai Islam.
Namun demikian beberapa kendala di atas bukan tidak memiliki jawaban. Menurut LPP, PKS masih memiliki peluang yang cukup bagus, diantaranya:
1. Kontinyuitas proses tarbiyah yang dapat menjadi mesin pencetak kader yang memiliki militansi dan daya juang yang cukup tinggi
2. Mengangkat isu-isu ekonomi, seperti pengangguran, kemiskinan, dan rendahnya produktivitas ekonomi sektor pertanian dan lingkungan hidup.
3. Standing position PKS sebagai mitra kritis pemerintah dapat menjadi exit strategy jika citra pemerintahan SBY-JK semakin terpuruk dan tidak dapat ditolong.
4. PKS berpeluang besar menjadi market leader di tengah konstituen umat Islam, seiring merosotnya citra partai-partai Islam lainnya.
5. Keterbukaan dan moderasi PKS sebagai partai politik merupakan booster suara bagi PKS di tengah masyarakat yang semakin marah terhadap semua bentuk ekstrimitas, baik yang mengatasnamakan Islam maupun nasionalisme.
6. PKS akrab dengan prestasi bersih dan peduli. Walaupun citra ini menurut beberapa survey mengalami penurunan, namun survey LSI masih menempatkan PKS pada posisi teratas bila dibandingkan dengan partai-partai lainnya. Sehingga PKS dengan segala kekurangannya masih menjadi tumpuan harapan bagi kalangan yang menginginkan perubahan di Indonesia.   
Kembali ke pertanyaannya, apakah Partai Dakwah ini mampu memanfaatkan peluang-peluang emas diatas, sehingga mampu mengemban tugas besarnya pada tahun 2009 mendatang? Jika banyak kalangan mengatakan bahwa hanya keajaiban yang mampu mengantarkan PKS mewujudkan cita-cita ini, namun para qiyadah dan kader Partai Dakwah ini telah berikrar: "Kami bertekad untuk menciptakan keajaiban-keajaiban itu". Semuanya akan dijawab dengan jujur oleh tahun 2009, yang sekaligus akan menjadi bukti sejarah bagi ketulusan tekad dan kemurnian i'tikat para pelaku sejarah yang ada di dalamnya. Semoga Allah senantiasa memberi taufiq dan 'inayah-Nya kepada para pejuang kebenaran dan penebar kebajikan.

0 komentar:

Posting Komentar